Anda di halaman 1dari 10

BAB I

1.1 Gambaran Perusahaan


PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember
1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh
Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh
notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan
diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Perusahaan mendaftarkan 15%
dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah
memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam)
No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin
dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh
dan produk-produk kosmetik. Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum
Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni, 2000, yang dituangkan dalam akta
notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni
2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-
jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan
Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan
keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000.
Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1933.
Pada tanggal 22 November 2000, perusahaan mengadakan perjanjian
dengan PT Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yakni
PT Anugrah Lever (PT AL) yang bergerak di bidang pembuatan,
pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain
dengan merk dagang Bango dan merk-merk lain atas dasar lisensi perusahaan
kepada PT AL.
Pada tanggal 3 Juli 2002, perusahaan mengadakan perjanjian dengan
Texchem Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT

1|Page
Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-
barang dengan menggunakan merk dagang Domestos Nomos.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember
2003, perusahaan menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya
untuk mengakuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas
Holdings Limited (pihak terkait).
Pada tahun 2007, PT Unilever Indonesia Tbk. (Unilever) telah
menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT Ultrajaya Milk Industry &
Trading Company Tbk (Ultra) sehubungan dengan pengambilalihan industri
minuman sari buah melalui pengalihan merek Buavita dan Gogo dari Ultra
ke Unilever. Perjanjian telah terpenuhi dan Unilever dan Ultra telah
menyelesaikan transaksi pada bulan Januari 2008.

1.2 Aset Tak Berwujud


Perusahaan PT Unilever Indonesia Tbk memiliki asset tak berwujud
yang tercatat tahun 2016 berupa merek dagang senilai Rp. 330.755.000.000,-
dan perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak senilai Rp. 94.961.000.000,-
sehingga total aset tak berwujud yang dimiliki PT Unilever Indonesia Tbk
senilai Rp. 425.716.000.000,-.
Pada tanggal 31 Maret 2016, aset takberwujud timbul dari perolehan
atas merek yang berhubungan dengan produk Hazeline, Bango dan Buavita
yang diperoleh berturut-turut pada tahun 1996, 2001 dan 2008, serta perangkat
lunak dan lisensi perangkat lunak yang diperoleh dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2013.

2|Page
BAB II
2.1 Identifikasi Akun
Aset tidak berwujud adalah asset nonmoneter yang dapat diidentifikasi
tanpa wujud fisik. Entitas sering kali mengeluarkan sumber daya maupun
menciptakan laibilitas dalam perolehan, pengembangan, pemeliharaan atau
peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, desain dan implementasi asset atau proses baru, lisensi, hak
kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang
(termasuk merek produk dan judul publisitas). Contoh umum lainnya: piranti
lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak pelayanan
jaminan, hak memancing, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok
atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan hak pemasaran. Dalam
definisi asset tidak berwujud terdapat kriteria bahwa keteridentifikasian 3sset
tidak berwujud harus dapat dibedakan secara jelas dengan goodwill.
Beberapa jenis asset tidak berwujud dapat berupa bentuk fisik, seperti
compact disk (yang memuat piranti lunak komputer), dokumentasi legal (yang
memuat lisensi atau paten), atau film. Dalam menentukan apakah suatu 3sset
yang memiliki elemen berwujud dan tidak berwujud diperlakukan menurut
PSAK 16 (revisi 2007).
Dalam hal sewa pembiayaan, asset yang menjadi objek sewa dapat
berupa asset berwujud atau asset tidak berwujud. Setelah pengakuan awal,
lessee memperlakukan asset tidak berwujud dari sewa pembiayaan tersebut
sesuai dengan Pernyataan ini. Hak yang timbul dari perjanjian lisensi untuk
halhal seperti film, rekaman video, karya panggung, manuskrip (karya tulis),
paten, dan hak cipta tidak termasuk dalam ruang lingkup PSAK 30 (revisi
2007): Sewa melainkan termasuk dalam ruang lingkup Pernyataan ini.
2.2 Pengakuan Dan Pengukuran
Dalam mengakui suatu pos sebagai aset tidak berwujud, entitas perlu
menunjukkan bahwa pos tersebut memenuhi:

3|Page
(a) definisi aset tidak berwujud; dan
(b) kriteria pengakuan
Persyaratan tersebut diterapkan atas biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
atau mengembangkan secara internal aset tidak berwujud dan biaya yang terjadi
kemudian untuk menambahkan, mengganti sebagian, atau memperbaiki aset
tersebut.
Sifat dari aset tidak berwujud adalah sedemikian, sehingga dalam
banyak kasus tidak ada yang dapat ditambahkan atas aset tidak berwujud atau
bagian dari aset tidak berwujud. Sehubungan dengan hal tersebut, kebanyakan
pengeluaran selanjutnya digunakan untuk menjaga manfaat ekonomis masa
depan yang diharapkan dari aset tidak berwujud yang sudah ada, sehingga
pengeluaran tersebut tidak dapat memenuhi definisi aset tidak berwujud dan
kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini.
Aset tidak berwujud harus diakui jika, dan hanya jika:
(a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan
dari aset tersebut; dan
(b) biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal
Asset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya
perolehan. Biaya perolehan asset tidak berwujud terdiri dari :
(a) harga beli, termasuk bea masuk (import), dan pajak pembelian yang tidak
dapat dikembalikan, setelah dikurangkan diskon dan rabat: dan
(b) segala biaya yang dapat dikaitkan secara langsung dalam mempersiapkan
aset tersebut sehingga siap untuk digunakan.
Pengakuan biaya dalam jumlah tercatat dari aset tidak berwujud
dihentikan saat aset tersebut berada dalam kondisi dapat beroperasi sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan manajemen. Oleh sebab itu, biaya yang terjadi
dalam menggunakan atau mengembangkan kembali aset tidak berwujud tidak
termasuk dalam jumlah tercatat aset.

4|Page
Jika pembayaran untuk suatu aset tidak berwujud ditangguhkan sampai
melebihi periode penjualan kredit yang normal, biaya perolehannya adalah
setara nilai tunainya.
Akuisisi sebagai Bagian dari Kombinasi Bisnis: biaya dari aset tidak
berwujud adalah nilai wajar aset pada tanggal akusisinya.
Pengakuisisian dengan Hibah Pemerintah: Sebuah entitas dapat
memilih untuk mengakui baik aset tidak berwujud dan hibah pada
awalnya dengan nilai wajar.
Pertukaran Aset: perolehan dari aset tidak berwujud diukur dengan nilai
wajar kecuali (a) transaksi pertukaran tersebut kurang memiliki
substansi komersial atau (b) nilai wajar aset baik yang diterima maupun
yang dilepaskan dapat diukur dengan andal.
Goodwill yang Dihasilkan Secara Internal: Goodwill yang dihasilkan
secara internal tidak boleh diakui sebagai asset.
Asset Tidak Berwujud yang Dihasilkan Secara Internal: Dalam
menentukan apakah suatu aset tidak berwujud yang dihasilkan secara
internal memenuhi syarat untuk diakui, entitas menggolongkan proses
dihasilkannya aset tidak berwujud menjadi dua tahap: (a) tahap
penelitan atau tahap riset; dan (b) tahap pengembangan.
Pengakuan Beban: Pengeluaran untuk aset tidak berwujud harus diakui
sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali:
a) Pengeluaran itu merupakan bagian dari biaya perolehan aset tidak
berwujud yang memenuhi kriteria pengakuan (lihat paragraf 1866)
b) pos tersebut diperoleh melalui suatu kombinasi bisnis yang berbentuk
akuisisi dan tidak dapat diakui sebagai aset tidak berwujud. Apabila
demikian halnya, maka pengeluaran tersebut, merupakan bagian dari
goodwill pada tanggal akuisisi (lihat PSAK 22(revisi 2009): Kombinasi
Bisnis).

5|Page
BAB III
3.1 Menjelaskan Implementasi PSAK No 19 di Perusahaan PT Unilever Indonesia Tbk
3.1.1 Indentifikasi/Pengakuan
Akun Index
Aset tak berwujud 2k,2m,11
Akun aset tak berwujud di akui di debet sebesar Rp 425.716.000,00. Didapat dari
lisensi perangkat lunak dan merek. Merek sebesar Rp 330.755.000,00 ditambah lisensi
perangkat lunak sebesar Rp 94.961.000,00.
3.1.2 Pengukuran dan Penelian
Dalam PT. Unilever untuk pengukuran menggunakan aset yang memiliki umur
manfaat yang tidak terbatas, tidak diamortisasi dan diuji penurunan nilainya secara
tahunan. Aset yang diamortisasi diuji ketika terdapat indikasi bahwa nilai tercatatnya
mungkin tidak dapat dipulihkan. Penurunan nilai diakui jika nilai tercata aset melebihi
jumlah terpulihkannya. Jumlah terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara nilai
wajar aset. Dalam menentukan penurunan nilai, aset dikelompokan pada tingkat yang
dapat didentifikasi (unit penghasil kas). Merek dan lisensi perangkat lunak yang
diperoleh sebagai bagain dari kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar pada tanggal
perolehannya.
Berikut adalah informasi PT unilever Indonesia Tbk, menggunakan metode
garis lurus untuk mengalokasikan biaya perolehan sepanjang estimasi masa
manfaatnya

6|Page
7|Page
3.1.3 Penyajian dalam Laporan Keuangan
Laporan Posisi Keuangan

8|Page
3.2 Interpretasi PSAK No 45 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
3.2.1. Indentifikasi akun pada PT. Unilever Indonesia Tbk menurut saya sudah
sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 19, tapi aset tak berwujud PT. Unilever
Indonesia Tbk di peroleh dari merek dan lisensi perangkat lunak. Padahal dalam
memperoleh nilai aset tak berwujud yang ada dalam PSAK 19 masih banyak lagi
seperti: hak cipta, resep, formula, model, desain, lisensi dan waralaba, judul publistas,
nama merek. Oleh karna itu kedepannya perusahaan mungkin bisa meningkatkan lagi
aset tak berwujud melalui penilain hak cipta, resep, formula atau yang lainnya.
3.2.2. Dalam hal pengukuran dan penilain PSAK 19 sudah mengatur secara
detail masalah pengakuan dan penilain dari aset tak berwujud seperti: cara memperoleh
aset tak berwujud, cara mengamortisasi aset tak berwujud, metode pengamortisasian.
PT. Unilever Indonesia Tbk sudah menerapkan cara pengukuran dan penelian yang ada
dalam PSAK 19. PT Unilever Indonesia Tbk dalam menentukan penurunan nilai, aset
dikelompokkan pada tingkat yang paling rendah dimana terdapat arus kas yang dapat
didefinisikan. Menurut saya PT. Unilever Indonesia sudah menerapakannya sesuai
dengan aturan yang ada, seperti contoh metode amortisasi aset tak berwujud
menggunakan metode garis lurus. Aset yang memiliki umur manfaat yang tidak
terbatas tidak diamortisasikan dan diuji penurunan nilainya secara tahunan.
3.2.3 Untuk Penyajian yang diterapkan di PT. Unilever Indonesia Tbk, sudah sesuai
dengan penyajian yang diatur dalam PSAK 19. Hal ini dibuktikan bahwa laporan
keuangan yang terdapat pada PT. Unilever Indonesia Tbk, sudah sama dengan yang
diatur di PSAK 19. Beban amortisasi yang ada dalam CALK sudah bener yaitu di
sebelah kredit atau mengurangi nilai wajar.

9|Page
BAB 4
KESIMPULAN ATAS TEMUAN
Berdasarkan hasil temuan saya penyajian laporan keuangan pada PT. Unilever
Indoensia Tbk sudah sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 19 (penyajian aset tak
berwujud), hal tersebut dibuktikan dengan akun aset tak berwujud yang dibuat oleh
PT. Unilever Indonesia Tbk sudah sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 19, yaitu:
cara memperoleh aset tak berwujud dengan cara menilai sebesar nilai wajar, cara
mengamortisasi aset tak berwujud, metode pengamortisasian dengan metode garis
lurus untuk mengalokasikan biaya perolehan. Indentifikasi akun, pengukuran dan
penialiannya juga sudah sesuai dengan PSAK 19 dan kesesuai ini juga dibuktikan
dengan bagaimana PT. Unilever Indonesia Tbk menggunakan metode amortisasinya
yaitu metode garis lurus.
PT. Unilever dalam memperoleh aset tak berwujudnya masih belum
masksimal, karena hanya dua kelas aset tak berwujud yaitu merek dan lisensi.
Padahal masih banyak lagi kelas-kelas yang ada dalam PSAK 19 yang belum menjadi
sumber perolehan bagi PT. Unilever Indonesia Tbk seperti: resep, formula, model,
desain, hak cipta, hak paten, hak operasional judul publisitas, dan lain-lain. Mungkin
kedepannya PT. Unilever Indonesia Tbk bisa mencoba untuk menambah kelas-kelas
agar nilai aset tak berwujud bisa bertambah.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai