Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH

MAMPU MENUNJUKKAN MASALAH AKUNTANSI YANG


BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVA TAK BERWUJUD

Oleh :
KELOMPOK 3
AKUNTANSI MALAM E

I MADE ANDIKA PUTRA PRAMANA (01/1902622010292)


SUSILOWATI (07/1902622010298)
NI KADEK INDAH PRADNYAWATI (15/1902622010306)
DESAK MADE ERIKA JAYANTI (19/1902622010310)
KADEK KARTIKA WULANDEWI (23/1902622010314)
LUH ANGGRENI KUSUMA YANTI (29/1902622010320)

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
2019
1
PEMBAHASAN MATERI

3.1 Pengertian Aktiva Tidak Berwujud


Dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) dinyatakan bahwa aktiva tak berwujud adalah aktiva non
moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai bentuk fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak
lainnya atau untuk tujuan administratif. Suatu aktiva dapat dimasukkan dalam kategori aktiva
tidak berwujud jika memenuhi persyaratan :

1. Aktiva tersebut dapat diidentifikasikan,


2. Perusahaan mempunyai kendali atas aktiva tersebut, dan
3. Perusahaan memperoleh manfaat dari aktiva tersebut dimasa yang akan datang

Yang termasuk dalam aktiva tidak berwujud adalah (PSAK No.16) :


 Merek
 Piranti Lunak Komputer (software)
 Lisensi dan waralaba
 Hak kekayaan intelektual seperti: hak cipta, paten dan hak kekayaan intelektual lainnya
 Resep, formula, model, desain, dan prototipe
 Aktiva tidak berwujud dalam pengembangan.

3.2 Mengidentifikasi Biaya Yang Termasuk Dalam Penilaian Awal Aktiva Tak Berwujud
a. Aktiva Tak Berwujud yang Dibeli
Aktiva tak berwujud yang dibeli dari pihak lain dicatat pada biaya. Biaya ini termasuk
semua biaya akuisisi dan pengeluaran yang di perlukan untuk membuat aktiva tak berwujud
tersebut siap digunakan. Contoh : harga beli, biaya hukum, dan beban insidental lainnya.
Jika aktiva tak berwujud di peroleh dengan saham atau ditukarkan dengan aktiva lain maka
biaya aktiva tak berwujud itu adalah nilai pasar wajar dari pertimbangan yang di berikan
atau nilai pasar wajar aktiva tak berwujud yang diterima, mana yang memiliki bukti lebih
jelas dan setiap pengeluaran lainya yang berkaitan dengan akuisisi. Biaya akuisisi
merupakan biaya pasar saat ini dari semua penukar yang diserahkan atau dari aktiva yang
diterima, mana yang lebih dapat ditentukan.

2
Perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis aktiva tak berwujud
Cara Akuisisi
Jenis Pembelian Dibuat Secara Internal
1.Di kapitalisasikan pada 1. Dibebankan atau
Aktiva tak Berwujud yang biaya akuisisi. dikapitalisasi tergantung
dapat diidentifikasi secara 2. Diamortisasi selama pada aktiva tak berwujud
terpisah ( hak paten, umur hukum atau estimasi tertentu.
merek dagang, dan biaya masa manfaat mana yang 2. Jika dikapitalisasi, akan
organisasi ) lebih singkat dengan umur di amortisasi sebagai aktiva
maksimum 40 tahun tak berwujud yang dibeli.
1. Dibebankan pada saat
terjadinya.
Aktiva tak berwujud yang
2. Tidak tersedia pilihan
tidak dapat diidentifikasi
untuk pengkapitalisasian,
secara terpisah (goodwill)
sehingga tidak akan ada
amortisasi

b. Aktiva Tak Berwujud yang Dibuat secara Internal


Biaya yang terjadi secara internal untuk menciptakan aktiva tak berwujud biasanya
dibebankan pada saat biaya itu dikeluarkan. Jadi, walaupun sebuah perusahaan mungkin
mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan yang substansial untuk menciptakan
aktiva tak berwujud, namun biaya ini dibebankan.
Beberapa pihak berpendapat bahwa biaya yang di keluarkan secara internal untuk
menciptakan aktiva tak berwujud tidak memiliki hubungan dengan nilai riilnya. Oleh karena
itu, membebankan biaya ini tidak tepat.

3.3 Prosedur Untuk Mengamortisasi Aktiva Tak Berwujud


Sebelum melangkah ke prosedur amortisasi aktiva tak berwujud, kita harus mengetahui
terlebih dahulu apa itu amortisasi. Pengertian Amortisasi adalah suatu penurunan atau
pengurangan nilai suatu Aktiva tidak berwujud secara bertahap dalam rentang jangka waktu
tertentu disetiap periode akuntansi. Pengurangan nilai aktiva tak berwujud ini dilakukan
dengan cara mendebit akun beban amortisasi dan mengkredit akun aktiva tak berwujud.
Selama umurnya, harga perolehan aktiva tak berwujud harus diamortisasi, PSAK No. 19
menyatakan bahwa :
 Jumlah yang dapat diamortisasikan dari aktiva tak berwujud harus dialokasikan secara
sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa

3
manfaat suatu aktiva tak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aktiva siap
digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aktiva siap digunakan.

Setelah aktiva tak berwujud dimiliki oleh perusahaan, maka biaya-biaya yang akan
dikeluarkan selama umur aktiva tak berwujud tersebut harus dibebankan pada laba rugi periode
berjalan. Pengeluaran selama umur aktiva tak berwujud dapat dikapitalisasi jika memenuhi
syarat : (1) pengeluaran tersebut menambah nilai ekonomis, dan (2) pengeluaran tersebut dapat
diukur secara andal.

Untuk menghitung amortisasi, nilai sisa aktiva tidak berwujud biasanya ditetapkan sebesar
0 rupiah, kecuali bila : (1) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aktiva pada akhir
masa manfaatnya, dan (2) ada pasar yang aktif bagi aktiva tersebut.

Aktiva tak berwujud yang dihentikan pemakaiannya atau tidak lagi memiliki nilai
ekonomis tidak boleh diakui dan dimasukkan dalam neraca. Bila terdapat selisih antara jumlah
penerimaan bersih karena penghentian aktiva tak berwujud dengan nilai bukunya, maka diakui
sebagai keuntungan atau kerugian.

Secara umum metode yang digunakan dalam amortisasi aktiva tak berwujud menurut
akuntansi ada dua jenis, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun.

1. Metode Garis Lurus

Metode ini adalah metode pembebanan biaya, dimana biaya yang dialokasikan setiap
tahunnya sama.

Amortisasi =

Ket : HP = Harga Perolehan


NS = Nilai Sisa
n = Umur Ekonomis

4
Contoh Kasus 1 :

PT. Bikegowes pada tanggal 01 Agustus 2014 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100 Juta
untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcycle Ltd selama 4 tahun untuk memproduksi
sepeda Phoenix.

Penghitungan amortisasi hak lisensi tersebut menggunakan metode garis lurus adalah
sebagai berikut :

Persentase Penyusutan = 100% : 4 = 25%

Amortisasi tahun 2014 adalah 5/12 x 25% x Rp 100.000.000 = Rp 10.416.666,66

Amortisasi tahun 2015 adalah 25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2016 adalah 25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2017 adalah 25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00

Amortisasi tahun 2018 disusutkan sekaligus adalah Rp 25.000.000,00 – Rp 10.416.666,66


= Rp 14.583.333,33

Contoh Kasus 2 :

PT Harapan Baru membeli lisensi produksi produk kerajinan dari PT Kreasi Indah. Masa
manfaat yang disepakati adalah selama 5 tahun, dengan nilai Rp. 100,000,000.
Bagaimanakah Perhitungan dan penulisan jurnal amortisasi?

Maka :
Karena dihitung dengan metode garis lurus, maka perhitungan amortisasi per tahun
adalah: Rp. 100,000,000/5 tahun = Rp. 20,000,000/tahun. Dengan begitu, maka
penulisan jurnalnya adalah:
Beban amortisasi Rp. 20,000,000
Aset tak berwujud Rp. 20,000,000

2. Metode Saldo Menurun


Yaitu perhitungan amortisasi dengan cara mengalokasikan pembebanan biaya yang
mana dihitung semakin menurun setiap tahunnya. Penurunan beban tersebut seiring
dengan bertambahnya masa manfaat yang dirasakan perusahaan. Sedangkan pada masa
5
manfaatnya yang terakhir, dilakukan penyusutan sekaligus atas nilai sisa yang ada.
Karena perhitungannya seperti itu maka biaya penyusutan pada tahun pertama akan
lebih besar daripada tahun kedua. Begitupun seterusnya hingga masa manfaatnya habis.

Amortisasi = x2

Ket : HP = Harga Perolehan


NS = Nilai Sisa
n = Umur Ekonomis
Contoh Kasus 1 :

PT. Bikegowes pada tanggal 01 Januari 2014 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100 Juta
untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcycle Ltd selama 4 tahun untuk memproduksi
sepeda Phoenix.

Perhitungan Amortisasinya :

Harga
Tahun Tarif Nilai Buku Amortisasi Keterangan
Perolehan
2014 100,000,000 50% - 50,000,000 Rp. 100,000,000 x 50%
2015 100,000,000 50% 50,000,000 25,000,000 (Rp. 100,000,000 - Rp. 50,000,000) x 50%
2016 100,000,000 50% 25,000,000 12,500,000 (Rp. 50,000,000 - Rp. 25,000,000) x 50%
2017 100,000,000 50% 12,500,000 12,500,000 Diamortisasikan sekaligus

3.4 Prosedur Untuk Mencatat Goodwill

Goodwill adalah bagian aktiva dalam neraca keuangan perusahaan yang diklasifikasikan
kedalam aktiva tak terwujud. Goodwill muncul saat pembayaran (pembelian) atas perusahaan
lain melebihi harga pasar aktiva bersih (nilai buku), maka selisih tersebut yang dinamakan
goodwill. Jadi, dapat disimpulkan bahwa goodwill merupakan sebuah representasi angka yang
lebih besar dibandingkan nilai buku yang dibayarkan suatu entitas untuk mendapatkan entitas
lain.

6
1. Pencatatan Goodwill

Goodwill Yang Diciptakan Secara Internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal
tidak boleh dikapitalisasi dalam akun, hal ini karena pengukuran komponen goodwill
sangat kompleks dan menghubungkan setiap biaya dengan manfaat masa depan sangat
sulit. Goodwill bisa muncul tanpa biaya khusus untuk mengembangkannya. Karena tidak
ada transaksi objektif dengan pihak luar yang telah dilakukan, maka subjektivitas hingga
misrepresentasi dapat terjadi.

Goodwill Yang Dibeli. Goodwill hanya dicatat jika keseluruhan perusahaan dibeli, karena
goodwill merupakan suatu penilaian “going concern” dan tidak dapat dipisahkan dari
perusahaan secara keseluruhan. Pendekatan penilaian induk (master valuation approach)
adalah goodwill diasumsikan meliputi semua nilai yang tidak dapat diidentifikasi secara
khusus dengan setiap aktiva berwujud dan tak berwujud yang dapat diidentifikasi.
Goodwill sering kali diidentifikasi dalam neraca sebagai kelebihan biaya atas nilai wajar
aktiva bersih yang diperoleh.

Contoh Kasus

Perusahaan A berniat membeli perusahaan B guna melakukan ekspansi usaha. Perusahaan


B memiliki total aset sebesar Rp1.000.000.000 dengan total liabilitas Rp350.000.000 dan
total equity Rp650.000.000, karena lokasinya yang strategis, perusahaan B ingin menjual
perusahaannya dengan harga tinggi sebesar Rp850.000.000.

Harga Beli : Rp850.000.000

Total Aset : Rp1.000.000.000

Net Aset : Rp650.000.000

*Net Aset = Total Aset – Total Kewajiban (Utang)

Total aset bersih atau nilai buku perusahaan yang dimiliki perusahaan B adalah
Rp650.000.000, namun perusahaan A membelinya dengan harga Rp850.000.000, terdapat
selisih angka sebesar Rp200.000.000. Selisih angka inilah yang dinamakan goodwill.

Dalam pencatatan akuntansinya akan seperti ini :

7
Aset Rp1.000.000.000
Goodwill Rp 200.000.000
Kas Rp850.000.000
Liabilitas Rp350.000.000

2. Penghapusan Goodwill

Perusahaan yang mengakui goodwill dalam sebuah penggabungan usaha menganggapnya


mempunyai umur yang tidak terbatas dan oleh karenanya tidak boleh mengamortisasinya.
Alasannya : Para investor menemukan bahwa beban amortisasi tidak banyak berguna
dalam mengevaluasi kinerja keuangan. Selain itu, meskipun goodwill dapat berkurang
selama perjalanan waktu, memprediksi umur aktual goodwill dan menentukan pola yang
tepat dari amortisasinya sangat sulit. Penghapusan goodwill dilakukan apabila goodwill
yang didapat dari perusahaan terdahulu dirasakan sudah tidak memiliki manfaat lagi bagi
perusahaan.

Jika goodwill merupakan aktiva tak terwujud yang paling besar dari neraca suatu
perusahaan dan komunitas investasi ingin mengetahui jumlah yang diinvestasikan pada
goodwill maka perusahaan hanya menyesuaikan nilai tercatatnya ketika goodwill
mengalami penurunan nilai.

Pencatatan Jurnalnya :

Amortisasi Goodwill Rp xxx


Akumulasi Amortisasi Goodwill Rp xxx
Terdapat dua tahap dalam pengujian penurunan goodwill :
a. Perusahaan harus membandingkan nilai wajar unit yang dilaporkan terhadap jumlah
tercatat, termasuk goodwill. Jika nilai wajar unit yang dilaporkan melebihi jumlah
tercatat, maka penurunan nilai goodwill tidak dipertimbangkan.
Contoh :
Kohlbuy Corparation memiliki tiga divisi dalam perusahaannya. Divisi satu, Pritt
Products, dibeli empat tahun lalu seharga Rp.2.500.000. tetapi, divisi ini mengalami

8
kerugian operasi selama tiga tahun. Aktiva bersih Divisi Pritt termasuk goodwill yang
berhubungan sebesar Rp.1.000.000.

Kas Rp. 500.000


Piutang Rp 400.000
Persediaan Rp 700.000
Peralatan Rp 900.000
Goodwill Rp 1.000.000
Dikurangi : Hutang usaha dan wesel Rp 200.000
Aktiva bersih Rp. 3.300.000

Kohlbuy menetapkan bahwa nilai wajar Divisi Pritt adalah Rp. 3.500.000. Akibatnya
tidak ada penurunan nilai yang diakui, karena nilai wajar divisi tersebut melebihi
jumlah tercatat aktiva bersihnya.
b. Jika nilai wajar lebih kecil dari jumlah tercatat maka dilakukan langkah kedua untuk
menentuan penurunan nilai yang mungkin terjadi. Sehingga harus menetapkan nilai
wajar goodwill dan membandingkan dengan jumlah tercatat, kemudian
membandingkan nilai goodwill yang tercatat untuk menetapkan penurunan nilainya.
Contoh :
Diasumsikan nilai wajar Divisi Pritt adalah Rp. 2.600.000. Menghitung nilai goodwill
yang diimplikasikan.

Nilai wajar Pritt Division Rp. 2.600.000


Aktiva bersih yang diidentifikasikan
(tidak termasuk goodwill) (Rp. 3.300.000 – Rp. 1.000.000) 2.300.000
Nilai goodwill yang diimplikasikan Rp. 300.000

Kemudian Kohlbuy membandingkan nilai goodwill yang diimplikasikan dengan nilai


goodwill ang tercatat untuk menetapkan penurunan nilainya.

Nilai tercatat goodwill Rp. 1.000.000

Nilai goodwill yang diimplikasikan Rp. 300.000

Kerugian penurunan nilai Rp. 700.000

9
3. Goodwill Negatif – Badwill
Goodwill Negatif (sering disebut secara tidak tepat sebagai badwill atau pembelian
bersaing), muncul ketika nilai pasar wajar aktiva yang diperoleh lebih tinggi daripada harga
beli aktiva bersangkutan. Situasi ini timbul sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pasar.
FASB menuntut perusahaan untuk mengakui kelebihan sisa ini sebagai keuntungan luar
biasa. FASB mengatakan bahwa perlakuan keuntungan yang luar biasa ini layak untuk
menyoroti kelebihan itu, dan untuk mereflesikan sifat yang tidak lazim dan kelangkaannya.
Sejumlah orang tidak menyetujui ini, karena menghasilkan keuntungan pada saat
pembelian.

Contoh berikut adalah transaksi yang menimbulkan goodwill negatif. Data dibawah ini
merupakan Neraca milik anak perusahaan yang diakuisisi :
Aktiva Lancar Rp.100.000.000
Aktiva Tetap Rp.250.000.000
Aktiva Lain-lain Rp. 25.000.000
Hutang Lancar (Rp. 75.000.000)
Hutang Jangka Panjang (Rp.100.000.000)
Hutang Lain-lain (Rp. 50.000.000)

Nilai Wajar Aktiva Bersih Rp.175.000.000

Seandainya, perusahaan dengan nilai wajar aktiva bersih seperti tersebut diatas diakuisisi
sebanyak 100% senilai Rp.150.000.000 maka pengakuisisi akan mendapatkan goodwill
negatif sebesar Rp.25.000.000.

10

Anda mungkin juga menyukai