Anda di halaman 1dari 18

AUDIT SUBSTANTIF

“AUDIT ASET TAK BERWUJUD, BEBAN DITANGGUHKAN DAN PEMBAYARAN


DIMUKA”

Dosen Pengampu: Thoufan Nur, CPA, CA, BKP

Disusun Oleh:

Hardimas Prasetyo (201710170311342)


Yudi Trianto (201710170311344)
Putri Diah Rahmawati (201710170311352)
Labiba Rahmatika (201710170311367)

PROGAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Audit Aset
Tak Berwujud, Beban Ditangguhkan dan Pembayaran Dimuka” dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas Audit
Substantif. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Thoufan Nur, CPA, CA,
BKP selaku pembimbing materi dalam pembuatan karya tulis ini, serta kepada semua pihak
yang telah mendukung dalam menyusun karya tulis ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam karya tulis
ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran kepada berbagai pihak untuk kami
jadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan kinerja untuk kedepannya.

Malang, 23 Oktober 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Pengertian Aktiva Tak Berwujud ........................................................................................... 2
B. Klasifikasi Aktiva Tak Berwujud ........................................................................................... 3
C. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Aktiva Tak Berwujud ........................................ 4
D. Perlakuan Akuntansi Aktiva Tak Berwujud, Beban Ditangguhkan dan Pembayaran
Dimuka. ..................................................................................................................................... 7
E. Sistem Pengendalian Internal Aset Tak Berwujud .............................................................. 7
F. Prosedur Audit atas Aset Tak Berwujud ............................................................................... 8
G. Studi Kasus................................................................................................................................ 9
PENUTUP................................................................................................................................ 14
A. KESIMPULAN ...................................................................................................................... 14
B. SARAN .................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan pasti mempunyai aktiva tidak berwujud yang digunakan untuk kegiatan
operasional perusahaan. Aktiva tak berujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan
kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu aktiva yang berumur panjang, yang tidak
memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan aktiva tak berujud bisa berupa kontrak,
lisensi atau dokumen lain. Dimana Aktiva tidak berwujud merupakan bagian dari Aset
Nonlancar lainnya yang di neraca diklasifikasikan dan disajikan sebagai Aset Lainnya.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya
pencatatan terhadap transaksi Aktiva tidak berujud tersebut. Sebagai bagian dari neraca,
aktiva tidak berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberi penjelasan
yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta pengungkapan dan penyajian dalam
laporan keuangan. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap aset tak berwujud penting untuk
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aktiva tetap tak berwujud?
2. Apa tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Aktiva tetap tak berwujud?
3. Bagaimana Perlakuan Akuntansi Aktiva tetap tak berwujud, Beban Ditangguhkan dan
Pembayaran Dimuka?
4. Bagaimana SPI terhadap Aktiva tetap tak berwujud?
5. Bagaimana Prosedur Audit atas Aktiva tetap tak berwujud?
6. Bagaimana Contoh kasus tentang Aktiva tetap tak berwujud?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud aktiva tetap tak berwujud
2. Untuk mengetahui tujuan Audit terhadap Aktiva tetap tak berwujud
3. Untuk mengetahui Perlakuan akuntansi Aktiva tetap tak berwujud,bebabn yang
ditangguhkan,dan pembayaran dimuka
4. Untuk mengetahui SPI Aktiva tetap tak berwujud
5. Untuk mengetahui prosedur Audit Aktiva tetap tak berwujud
6. Untuk mengetahui contoh kasus Aktiva tetap tak berwujud

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aktiva Tak Berwujud


Pengertian dan Sifat Aktiva Tak Berwujud menurut PSAK No.19 (Revisi 2000)
Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasikan dan tidak
mempunyai bentuk fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administrative (IAI. 2002: 19.5)
Perusahaan seringkali mengeluarkan sumber daya untuk mendapatkan,
mengembangkan, memelihara atau memperkuat sumber daya tidak berwujud, seperti
ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistim atau proses baru, lisensi,
hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk
merek produk/brand names). Contoh aktiva tak berwujud adalah : piranti lunak
computer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar langganan, hak pengusahaan
hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan
pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.
Tidak semua unsur yang dicantumkan diatas memenuhi definisi aktiva tak berwujud,
yaitu teridentifikasian, adanya pengendalian sumber dayadan adanya manfaat ekonomis
di masa depan. Jika suatu unsur tidak memenuhi definisi aktiva tidak berwujud, maka
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka memperoleh atau menciptakan sendiriaktiva
tersebut diperlakukan sebagai beban pada saat terjadinya. Namun jika unsur tersebut
diperoleh dalam suatu penggabungan usaha yang bentuknya akuisisi, maka unsur
tersebut diperlakukan sebagai bagian dari muhibah (goodwill) yang diakui pada tanggal
akuisisi.
Manfaat ekonomis masa depan yang timbul dari aktiva tidak berwujud dapat
mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya, atau manfaat
lain yang berasal dari penggunaan aktiva tersebut oleh perusahaan. Misalnya,
penggunaan hak kekayaan intelektual dalam suatu proses produksi tidak meningkatkan
pendapatan masa depan, tetapi menekan biaya produksi masa depan.

2
Dalam mengakui suatu pos sebagai aktiva tidak berwujud, perusahaan perlu
menunjukkan bahwa pos tersebut memenuhi kriteria : Definisi aktiva tidak berwujud dan
kriteria pengakuan sebagaimana diatur dalam PSAK No.19.
Aktiva tidak berwujud diakui jika, dan hanya jika:
a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan
dari aktiva tersebut; dan
b. Biaya perolehan aktiva tersebut dapat diukur secara andal.
Sifat aktiva tak berwujud adalah :
a. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
b. Tidak mempunyai bentuk, sehingga tidak bisa dipegang/diraba atau dilihat.
c. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya cukup
material. Contoh :
1. Goodwill - timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu
perusahaan lain diatas harga yang berlaku untuk aktiva-bersihnya setelah
dikurangi biaya-biaya : karena perusahaan yang dibeli mempunyai keunggulan
tertentu.
2. Hak Paten - jika suatu perusahaan/seseorang menemukan suatu produk baru
setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan mengeluarkan biaya
yang cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan produk ciptaannya ke
Direktorat Hak Patent, untuk memperoleh Hak Patent, sehingga orang lain
tidak dapat membuat produk yang sama, kecuali orang tersebut sudah
membeli hak patent tersebut atau membayar royalty kepada pemilik hak
patent. 3.
3. Hak Cipta (Copy Right) yang diberikan kepada seseorang yang menciptakan
lagu atau mengarang buku.
4. Franchise - misalnya Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, Es Teller’77. Jika
seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk, cara
penyajian dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli hak
Franchise.

B. Klasifikasi Aktiva Tak Berwujud


1. Cara akuisisi ( manner of acquisition ). Aktiva tak berwujud dapat diperoleh dengan
cara membelinya dari entitas lain. Seperti membeli wiralaba atau paten dari orang

3
lain. Cara lain untuk memperoleh aktiva tak berwujud adalah dengan cara
membuatnya sendiri melalui operasi, contohnya adalah paten dan merek dagang.
2. Dapat diidentifikasi ( identifiability ). Beberapa kativa tak berwujud dapat
diidentifikasi secara terpisah dari perusahaan lainya. Contohnya hak pataen, merek
dagang , dan wiralaba. Aktiva tak berwujud lainya tidak dapat dipisahkan tetapi
nilainya dapat diturunkan dari nilai aktiva yang berhubungan denganya. Contohnya
adalah goodwill, yang nilainya dibedakan atas beberapa factor seperti loyalitas
konsumen atas kualitas produk, dan bukan dari kepemilikan khusus.
3. Dapat dipertukarkan ( exchangeability ). Beberapa aktiva tak berwujud dapat
diidentifikasi dapat dijual maupun dibeli, atau dengan kata lain dapat dipertukarkan.
Contohnya termasuk paten, merek dagang dan wiralaba. Aktiv atak berwujud lainya,
yang dapat depertukarkan kecuali dengan menjual perusahaan itu juga . Contohnya
dalah biaya organisasi. Tidak ada pihak lain yang mau membeli biaya organisasi ini
secara terpisah ( terlepas dari perusahaanya ). Goodwill adalah contoh aktiva tak
berwujud yang tidak dapat diidentifikasi dan tidak dapat dipertukarkan. Goodwill
hanya hanya akan memepunyai nilai jika dikombinasikan atau dihubungkan denan
aktiva lainya dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengakuisisi aktiva lainya
secara simultan.
4. Periode manfaat yang diharapkan ( period of expected benefit ). Beberapa aktiva tak
berwujud, seperti biaya organisasi, diharapkan dapat memeberikan manfaat kepada
perusahaan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Sebagai contoh paten memeiliki
umur hokum selama 17 tahun, dan periode manfaat leasehold yang dicantumkan
dalam kontrak lease.

C. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Aktiva Tak Berwujud


1. Untuk memeriksa apakah Internal control yang cukup baik atas aktiva tak berwujud.
Dalam hal ini auditor cukup menggunakan internal control questionnaires (ICQ).
Beberapa ciri internal control yang baik atas aktiva tak berwujud adalah :
a. Adanya sistem otorisasi dalam penambahan dan penghapusan aktiva tak
berwujud.
b. Adanya internal auditor yang memeriksa kelengkapan bukti pendukung dari
perolehan dan penambahan aktiva tak berwujud, serta otorisasinya.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan dan penghapusan aktiva tak
berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta diotorisasi oleh

4
pejabat perusahaan yang berwenang. Misalnya untuk memperoleh franchise apakah
ada perjanjian franchisenya, serta apakah sudah diotorisasi oleh direksi.
3. Untuk memeriksa apakah aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan masih
mempunyai kegunaan dimasa yang akan datang. Untuk menaksir masa manfaat aktiva
tak berwujud harus dipertimbangkan antara lain :
a. Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat
maksimum.
b. Kemungkinan untuk memperbaharui atau memperpanjang batas masa manfaat
yang telah ditentukan.
c. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan dan faktor perubahan ekonomi dan
teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK). Menurut
PSAK No. 19 (Revisi 2000)
 Jumlah yang dapat diamortisasi dari aktiva tidak berwujud harus dialokasikan
secara sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaat. Pada umumnya
masa manfaat suatu aktiva tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak
tanggal aktiva siap digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aktiva siap
untuk digunakan.
 Manfaat ekonomis masa depan yang terkandung dalam suatu aktiva tidak
terwujud dikonsumsi dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi
tersebut, nilai tercatat aktiva tersebut diturunkan. Hal tersebut, dilakukan melalui
alokasi yang sistematis atas biaya perolehan, dikurangi nilai sisa. Alokasi yang
sistematis tersebut diperhitungkan sebagai beban amortisasi sepanjang masa
manfaat aktiva tersebut. Amortisasi perlu sebagai beban amortisasi sepanjang
masa manfaat aktiva tersebut. Amortisasi perlu diakui tanpa memandang apakah
telah terjadi kenaikan, misalnya, pada nilai wajar atau nilai yang dapat diperoleh
kembali dari aktiva tersebut.
 Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh
perusahaan. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, maka harus
digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode harus diakui
sebagai beban kecuali PSAK lainnya mengizinkan atau mengharuskannya untuk
dimasukkan ke dalam nilai tercatat aktiva lain.

5
 Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah yang dapat
diamortisasi dari suatu aktiva atas dasar yang sistematis sepanjang masa
manfaatnya. Metode-metode itu meliputi metode garis lurus, metode saldo
menurun, dan metode jumlah unit produksi.
 Nilai sisa suatu aktiva tidak berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan nol,
kecuali:
a. Ada komitmen dari pihak ketiga unutk membeli aktiva tersebut pada akhir
masa manfaatnya.
b. Ada pasar aktif bagi aktiva tersebut.
c. Nilai sisa aktiva dapat ditentukan dengan mengacu pada harga yang
berlaku di pasar tersebut.
d. Terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa pasar yang aktif tersebut
akan tetap ada pada akhir masa manfaat aktiva.
5. Untuk memeriksa apakah hasil /pendapatan yang diperoleh dari aktiva tak berwujud
sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan. Misalnya perusahaan mempunyai hak
patent, copy right atau franchise dan memberikan/menjual aktiva tak berwujud
tersebut kepada pihak ketiga, maka auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa
royalty betul-betul sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
6. Untuk memeriksa apakah penyajian aktiva tak berwujud dalam laporan keuangan
sudah dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
(SAK). Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2000):
a. Suatu aktiva tidak berwujud tidak boleh lagi diakui , dan harus dihilangkan dari
neraca, saat aktiva tersebut dilepas atau ketika tidak ada lagi manfaat masa depan
yang diharapkan dari penggunaannya dan pelepasan yang dilakukan sesudahnya.
b. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu
aktiva tidak berwujud ditentukan dengan menghitung selisih antara jumlah
penerimaan bersih dan pelepasan aktiva dan nilai tercatat aktiva tersbut, serta
diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi.
c. Suatu golongan aktiva tidak berwujud adalah sekumpulan aktiva yang
karakteristik dan penggunaannya dalam operasi perusahaan serupa. Contoh
golongan aktiva tidak berwujud adalah:
- Nama merek;
- Piranti lunak computer;

6
- Lisensi dan waralaba
- Hak cipta, paten, dan kekayaan intelektual lainnya;
- Resep, formula, model, desain, dan prototipe; dan
- Aktiva tidak berwujud dalam pengembangan.

D. Perlakuan Akuntansi Aktiva Tak Berwujud, Beban Ditangguhkan dan


Pembayaran Dimuka.
Pada dasarnya permasalahan akuntansi atas aktiva tetap tak berwujud (intangible
asset) sama saja dengan aktiva tetap berwujud, yaitu :
1. Perolehan (Acquisition Cost)
Sama halnya dengan Tangible Asset, Perolehan atas Intangible Asset juga dicatat
sebesar nilai faktur ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang menyertainya.
2. Pengeluaran-Pengeluaran setelah perolehan (Expenditures)
Jika terjadi pengeluaran-pengeluaran setelah perolehan, maka konsep kapitalisasi
maupun pembebanannya sama saja dengan tangible asset (aktiva tetap berwujud).
3. Amortisasi (Amortization)
Amortisasi adalah pengalokasian harga perolehan ke beban usaha (biaya), yang
pada aktiva tetap dikenal dengan depresiasi (penyusutan). Penghitungan maupun
pencatatan atas amortisasi sama saja dengan cara penghitungan maupun pencatatan
atas penyusutan aktiva tetap berwujud.
Hal penting yang perlu diketahui :
 Amortisasi kebanyakan merupakan biaya usaha dan jarang digolongkan ke
dalam harga pokok produksi, kecuali merk dagang yang memang digolongkan
ke dalam kelompok harga pokok penjualan.
 Amortisasi lebih baik jika dihitung menggunakan metode garis lurus saja,
karena pada dasarnya intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada
hubungannya dengan output produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
4. Pelaporan (disclosure)
Intangible asset dilaporkan hanya nilai bersihnya (net value) setelah dikurangi
akumulasi amortisasinya. Akumulasi amortisasi tidak pernah dimnculkan di dalam
neraca.
E. Sistem Pengendalian Internal Aset Tak Berwujud
1. Setiap penambahan dan pengurangan aset tak berwujud diotorisasi oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.

7
2. Setiap penambahan aset tak berwujud didukung oleh bukti-bukti yang sah dan
lengkap, meliputi:
a. Bukti pengeluaran kas.
b. Kwitansi pembayaran.
c. Perjanjian dengan pihak ketiga.
3. Amortisasi tak berwujud harus sesuai dengan PSAK dan konsisten dengan tahun
sebelumnya.
4. Aset tak berwujud yang dijual atau disewakan kepada pihak ketiga, seperti hak
paten, copy right, franchise harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Didukung oleh suatu kontrak.
b. Diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
c. Royalti atau hasil penjualan sudah dicatat dibuku perusahaan dan uangnya
diterima oleh perusahaan.
d. Pajak pernghasilan sudah dibayar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

F. Prosedur Audit atas Aset Tak Berwujud


1. Pelajari dan evaluasi SPI atas aset tetap tak berwujud.
Jika auditor menyimpulkan bahwa SPI atas aset tak berwujud adalah baik, maka
ruang lingkup pemeriksaan bisa dipersempit.
2. Minta perincian asaet tetap tak berwujud per tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) yang antara lain menunjukkan : saldo awal, penambahan, amortisasi dan
penghapusan serta saldo akhir.
3. Penambahan aset tak berwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak paten)
atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-pproduk baru, yang jika
dianggap marketable bisa diurus (didapatkan) hak patennya ke direktorat hak
paten, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat produk yang sama, kecuali
membayar royalti kepada pemegang hak paten.
4. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu cek footing dan cross
footing.
5. Perikasa penambahan aset tak berwujud :
a. Telah diotorisasi pejabat entitas yang berwenang.
b. Periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk mengetahui apakah
otorisasi tersebut diberikan melalui rapat tersebut.
c. Periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukung.

8
d. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset tak berwujud.
Periksa apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
di Indonesia dan perhitungan akuratnya.
Jika set tetap tak berwujud dihapuskan, misalnya goodwill, karena tidak lagi
mempunyai kegunaan, maka harus diperiksa otorisasi dari pejabat entitas yang
berwenang.
6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat entitas dengan pihak ketiga yang ingin
menggunakan hak paten, hak cipta, dan franchise yang dimiliki perusahaan.
Periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut (dalam bentuk royalti fee)
sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
Perjanjian untuk menjual atau menyewakan hak paten, hak cipta dan franchise
mili perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan dihadapan notaris,
karena itu auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk permanen file.
Untuk royalti yang diperoleh harus diperikasa apakah sudah dikenakan PPh 23
sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.
Selain itu auditr harus memeriksa bukupenerimaan kas (bank) untuk mengetahui
apakah pendapatan dari penjualan/penyewaan tersebut sudah diterima oleh
perusahaan dan dicatat di buku perusahaan.
7. Periksa apakah penyajian aset tak berwujud dala laporan keuangan sudah sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Dalam hal ini entitas harus mencatat perolehan atau penambahan aset tak
berwujud sebesar harga perolehannya. Di laporan posisi keuangan (neraca) aset
tak berwujud disajikan sebesar nilai netto nya, setelah diamortisasi. Sedangkan
dicatatan laporan keuangan harus dijelaskan antara lain : saldo aset tak berwujud
terdiri dari apa saja, dengan mencantumkan nilai netto dari masing-masing jenis
aset tak berwujud, dan metode serta periode amortisasinya.
Di kertas kerja pemerikasaan aset tak berwujud auditor harus mencantumkan
kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo perkiraan aset tak
berwujud.
G. Studi Kasus
Perusahaan membeli hak paten sebesar Rp 100.000.000. Masa manfaat adalah 17
tahun dan telah dikeluarkan 7 tahun yang lalu sebelum tanggal pembelian. Masa
manfaat yang tersisa adalah 10 tahun (17 tahun – 7 tahun), maka:
Amortisasi per tahun = Rp 100.000.000 : 10 tahun

9
= Rp 10.000.000 per tahun
Ayat jurnal yang perlu dibuat pada akhir tahun:
Beban Amortisasi Rp 10.000.000 -
Paten - Rp 10.000.000
Pada awal tahun buku sebuah perusahaan mengeluarkan uang sebesar Rp 3.400.000
untuk memperoleh hak paten. Pada saat memperoleh hak paten, perusahaan tersebut
menjurnal:
Paten Rp 3.400.000 -
Kas - Rp 3.400.000
Perhitungan amortisasi tiap tahun:
Rp 3.400.000 : 17 = Rp 200.000 per tahun
Tiap akhir tahun jurnal penyesuaian yang dibuat:
Beban amortisasi Rp 200.000 -
Paten - Rp 200.000

PT. Royal Bali Cemerlang, adalah perusahaan exporter kerang mutiara. Karena
meningkatknya order atas kerang mutiara, PT Royal Bali Cemerlang mengalami
kesulitan supply, satu-satunya supplier kerang mutiara terbesar dari Jayapura, yaitu
PT. Jarang Untung, secara terus menerus melakukan kenaikan harga atas supply-nya.
Dominasi PT. Jarang Untung atas supply kerang mutiara menjadi kesulitan tersendiri
bagi PT. Royal Bali. Berdasarkan hasil rapat pemegang saham tanggal 31 Januari
2007 PT. Royal Bali Cemerlang memutuskan untuk membeli PT. Jarang Untung
seharga Rp 6,000,000 secara tunai. Sebelum pembelian dilakukan neraca masing-
masing perusahaan adalah sebagai berikut :
NERACA PT. JARANG UNTUNG, Per 31 Januari 2007

10
NERACA PT. ROYAL BALI CEMERLANG, Per 31 Januari 2007

Pertanyaan-nya :
a. Apakah ada goodwill yang bisa diakui ?
b. Jika ada berapa besarnya goodwill ?
c. Bagaimana menjurnalnya ?
Mulai dengan menentukan kekayaan bersihnya (net asset) dengan persamaan :
Net Asset = Total Asset – Liability
Net Asset = 6.750.000 – 1.000.000
Net Asset = 5.750.000
Merujuk batasan pengakuan atas goodwill, dimana goodwill merupakan selisih antara
Harga beli dengan Nilai kekayaan bersih (net asset) yang dapat diidentifikasi atas
perusahaan yang dibeli, maka besarnya goodwill dapat kita tentukan :

Goodwill = Harga Beli – Net Asset


Goodwill = 6.000.000 – 5.750.000
Goodwill = 250.000

Dicatat dengan jurnal :

11
Selanjutnya, kita akan memperoleh “NERACA GABUNGAN” setelah merger
dilakukan, akan nampak sebagai berikut :
Amortisasi Goodwill

Di Indonesia, Goodwill diamortisasi selama 5 (lima) tahun. Adapun metode amortisasi


yang dipakai adalah Metode Garis Lurus (straight Line Method). Maka JADWAL
PENYUSUTAN nya dapat kita buat sebagai berikut :

31 Des 2007 = (250,000 : 5) x 11/12 = 50,000 X 11/12 = 45,833


31 Des 2008 = (250,000 : 5) x 12/12 = 50,000
31 Des 2009 = 50,000
31 Des 2010 = 50,000

12
31 Des 2011 = 50,000
31 Des 2012 = 4,167

Setiap tanggal 31 Desember, amortisasi goodwill dibebankan ke dalam Laba Rugi


perusahaan sekaligus mengurangi nilai buku goodwill di neraca, dengan jurnal :

31 Desember 2007 :
Beban Amortisasi Goodwill 45,833 -
Akumulasi Amortisasi Goodwill - 45,833

dan seterusnya.

Catatan : Pada neraca, akumulasi amortisasi goodwill dan intangible asset lainnya,
biasanya tidak dicantumkan, melainkan hanya dicantumkan sebesar nilai bukunya (nilai
perolehan dikurangi akumulasi amortisasinya) saja.

13
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah kita mengupas beberapa masalah seputar tidak berwujud, dapat disimpulkan
bahwa aktiva tidak berwujud adalah aktiva tetap perusahaan yang secara fisik tidak dapat
dinyatakan, tetapi berpengaruh terhadap kontinuitas perusahaan, seperti hak paten, merk
dagang, hak cipta, dan lain-lain.
Perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud menyangkut masalah yang tidak berbeda dengan
perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap, diantaranya adalah penentuan nilai perolehan,
perlakuan akuntansi selanjutnya terhadap nilai perolehan tersebut dalam kondisi usaha
normal (amortisasi), dan perlakuan akuntansi atas penurunan nilai aktiva tak berwujud
yang material dan permanen. Kesulitan yang dihadapi dalam pemecahan masalah
perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud pada umumnya disebabkan oleh sifat aktiva
tersebut, seperti tidak adanya wujud fisik yang menyebabkan bukti keberadaannya kabur,
dan kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa manfaat keekonomiannya.

B. SARAN
Setelah disusunnya makalah mengenai Aktiva Tetap Berwujud, diharapkan dapat
menambah wawasan pembaca khususnya dimata kuliah AUDIT SUBSTANTIF. Begitu
juga alangkah baiknya apabila kita mencari sumber referensi lebih banyak dari berbagai
sumber sehingga ilmu dan wawasan yang kita dapatkan semakin luas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2004, Audit (Pemeriksaan Akuntan)


Mulyadi, Auditing, Buku 2 Edisi 6, Penerbit Salemba Empat

15

Anda mungkin juga menyukai