Anda di halaman 1dari 54

Makalah Tentang Aktiva Tetap Berwujud dan Aktiva Tetap Tak Berwujud untuk

memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah I

DOSEN PENGAMPU
Erika Apulina Sembiring, S.Pd, M.Si

DISUSUN OLEH :
Erma Safitri_2043000027
Sindy Rahmayanti_2043000032
Dwi Raja Guk Guk_2043000055
JURUSAN : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS POTENSI UTAMA


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Aktiva Tetap Berwujud
dan Aktiva Tetap Tak Berwujud ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Erika
Apulina Sembiring, S.Pd, M.Si pada Akuntansi Keuangan Menengah I. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Akuntansi Keuangan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Erika Apulina Sembiring, S.Pd, M.Si, selaku
dosen Akuntansi Keuangan Menengah I yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang


Perusahaan pasti mempunyai aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud yang
digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Aktiva tetap berwujud adalah Aktiva
adalah kepemilikan aset, harta, dan kekayaan yang menunjang kegiatan perusahaan dan
dapat ditukar dalam bentuk uang tunai, Seluruh aset perusahaan merujuk pada sumber
daya baik fisik maupun non-fisik yang didapatkan secara transaksional dan timbul dari
aktivitas masa lalu.Aktiva adalah komponen penting karena menunjang berjalannya
kegiatan perusahaan. Tanpa adanya aktiva, perusahaan tidak akan bisa menjalankan roda
bisnisnya sama sekali. Jadi sekecil apapun suatu barang, jika dibutuhkan dalam
operasional usaha, maka namanya tetap aktiva.

Sedangkan Aktiva tak berwujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif
yang timbul dari pemilikan suatu aktiva yang berumur panjang, yang tidak memiliki
wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan aktiva tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau
dokumen lain. Dimana Aktiva tidak berwujud merupakan bagian dari Aset Nonlancar
lainnya yang di neraca diklasifikasikan dan disajikan sebagai Aset Lainnya.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini tentu saja berpotensi pada kurang
akuratnya pencatatan terhadap transaksi Aktiva tidak berujud tersebut. Sebagai bagian
dari neraca, aktiva tidak berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberi
penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta pengungkapan dan
penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya
perlakuan khusus, contohnya yang terkait dengan amortisasi dan penghentian serta
penghapusannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kelompok kami membuat
makalah yang berjudul “Aktiva Tidak Berwujud”.

B. Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian dan karakteristik aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud?
2.   Apakah klasifikasi dan prinsip dasar akuntansi untuk aktiva tetap berwujud dan tidak
berwujud?
3.     Bagaimanakah pencatatan dan penilaian aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud
tersebut?
4.   Apakah yang dimaksud dengan contoh aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud yang
dapat dipertukarkan?
5.     Bagaimana penyajian aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud dalam laporan
keuangan?
C.  Tujuan
1.    Menjelaskan pengertian dan karakteristik aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud.
2.    Menjelaskan klasifikasi dan prinsip dasar akuntansi untuk aktiva tetap berwujud dan
tidak berwujud.
3. Menjelaskan cara pencatatan dan penilaian aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud
tersebut.
4.    Menjelaskan yang dimaksud dengan contoh aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud
yang dapat dipertukarkan
5.  Menjelaskan cara penyajian aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud dalam laporan
keuangan

AKTIVA TETAP BERWUJUD

Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang mempunyai wujud yang sifatnya
relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal.

Karakteristik utama aktiva tetap berwujud adalah:


1. Aktiva tersebut diperoleh untuk digunakan dalam operasi dan bukan
untuk dijual kembali.
Contoh:
 sebuah bangunan yang tidak digunakan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai
investasi.
 Tanah yang dimiliki oleh pengembang tanah, lebih cocok
diklasifikasikan sebagai persediaan.

2. Aktiva tersebut bersifat jangka panjang dan merupakan subyek


pengyusutan. Perusahaan mengalokasikan biaya investasi dalam aktiva-
aktiva ini pada periode masa depan melalui beban penyusutan periodik.
Tapi, hal ini tidak berlaku untuk tanah, yang tidak disusutkan.

3. Aktiva tersebut memiliki substansi fisik.


Properti, pabrik dan peralatan merupakan aktiva berwujud yang
mempunyai karakteristik eksistensi atau substansi fisik.
Tidak seperti bahan baku, aktiva tetap berwujud secara fisik bukan
merupakan bagian dari produk yang dimiliki untuk dijual kembali.

a. PENGAKUAN ASET TETAP


Menurut PSAK No. 16
“Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai
suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus
diukur berdasarkan biaya perolehan”

Pencantuman di Neraca:
 Aktiva yg umurnya terbatas harga perolehan – akumulasi
depresiasi/deplesi

 Aktiva yg umurnya tidak terbatas hanya sebesar harga perolehan.

Pengakuan Biaya Perolehan Awal Aset Tetap


Menurut PSAK 16. untuk dapat dikapitalisasi ke dalam aset tetap, biaya perolehan awal
aset tetap harus memenuhi dua kriteria kapitalisasi, yaitu kemungkinan besar manfaat
ekonomis aset akan mengalir ke perusahaan di masa mendatang dan biaya perolehannya
dapat diukur secara andal.

Yang termasuk dalam komponen biaya perolehan aset tetap meliputi harga perolehan,
biaya yang dapat diatribusikan langsung dan estimasi biaya pembongkaran dan
pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi (dismantling cost). Yang dimaksud dengan
biaya yang dapat diatribusikan langsung meliputi:
a. biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dalam pembangunan atau akuisis aset
tetap
b. biaya penyiapan lahan untuk pabrik
c. biaya penanganan dan penyerahan awal
d. biaya perakitan dan instalasi
e. biaya pengujian aset
f. komisi profesional

Sedangkan contoh biaya di bawah ini bukan merupakan biaya perolehan:


a. biaya pembukaan fasilitas baru (grand opening atau soft opening)
b. biaya pengenalan produk atau jasa baru
c. biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau pelanggan baru
d. biaya administrate dan overhead umum
e. biaya yang terjadi ketika aset telah mampu beroperasi sesuai dengan maksud
manajemen namun belum digunakan atau masih beroperasi di bawah kapasitas penuh
f. kerugian awal saat operasi seperti kerugian permintaan terhadap keluaran masih rendah
g. biaya relokasi dan reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas

Sedangkan menurut UU PPh, harga perolehan suatu aset diatur sebagai berikut:
a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima.

b. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar‐menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

c. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
d.  Apabila terjadi pengalihan harta:
1) yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf
b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari
pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak;
2) yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a,
maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta
tersebut.
e. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c,
maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai
pasar dari harta tersebut.
f.  Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata‐rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

Misal : dibeli mesin pabrik Rp. 55.000.000, pengeluaran yang berkaitan dengan
pembelian mesin antara lain : PPN sebesar Rp. 5.500.000; Premi asuransi
sebesar Rp. 550.000 dan biaya pemasangan sebesar Rp. 1.450.000 maka harga
perolehannya :

Harga beli : 55.000.000


PPN : 5.500.000
Premi asuransi : 550.000
Biaya pemasangan : 1.450.000

Harga perolehan 62.500.000

Jurnal

Mesin pabrik 62.500.000


Kas 62.500.000

b. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN


Aset tetap pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Pengertian
biaya perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunainya dan diakui pada
saat terjadinya.Kemungkiann pembayaran suatu aset ditangguhkan sampai
dengan melampaui jangka waktu kredit normal,maka perbedaan nilai tunai
dengan pembayaran total diakui sebagai beban bunga selama periode. Tetapi
dikecualikan bila dikapitalisasi sesuai dengan perlakuan alternatif yang diizinkan
PSAK No. 26 (Biaya Pinjaman)
Perolehan aset tetap dapat dapat beragam seperti diperoleh karena
pertukaran nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan nonmoneter.Biaya
perolehan dari suatu aset tetap diukur dengan menggunakan nilai wajar,tetapi
dikecualikan terhadap :
1. Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersil atau
2. Nilai wajar dari suatu aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur
secara andal

Perolehan aset tetap juga diperoleh dari hibah pemerintah.Dalam hal hibah
pemerintah inilah tidak oleh diakui sampai diperoleh keyakinan bahwa entitas
tersebut akan memenuhi kondisi atau prasyarat hibah dan hibah diperoleh
Paragraf 7 PSAK 16(Revisi 2007) memberikan kriteria atas biaya
perolehan aset tetap yang harus diakui sebagai aset.Biaya perolehan aset harus
diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
1. besar kemungkinan manfaat ekonomi dimasa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas
2. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

Selanjutnya pengukuran setelah pengakuan awal entitas harus memilih


model biaya (cost model) atau model revaluasi (revaluation model).

c. PEROLEHAN ASET TETAP


Perolehan Aset Tetap Secara Gabungan Dan Terpisah
(Terpisah)

PT “Gegana” membeli aktiva tetap dari sebuah perusahaan berupa Kendaraan dengan
harga senilai Rp 500.000.000.

Jurnal
Kendaraan 500.000.000 -
Kas - 500.000.000

(gabungan)
Pembelian dalam satu paket (gabungan) sering disebut sebagai pembelian
secara lump-sum. Harga paket (borongan)didasarkan pada harga perolehan
masing-masing aktiva tetap yang ditentukan dengan harga pasar .
Misal:
PT LISA pada tanggal 1 januari 2010 membeli tanah, gedung dan peralatan
dengan harga total 100.000.000 dan harga pasar masing- masing sebesar
45.000.000 untuk tanah, 75.000.000 untuk gedungnya dan 30.000.000 untuk
peralatan. Hitunglah alokasi harga perolehan masing-masing aktiva tersebut
dan buatlah jurnalnya.

Golongan Harga Pasar % dari HP & Perhitungan Alokasi

Tanah 45.000.000 30 % x 100.000.000 30.000.000


Gedung 75.000.000 50 % x 100.000.000 50.000.000
Peralatan 30.000.000 20 % x 100.000.000 20.000.000

150.000.000 100 % 100.000.000

Jurnal untuk mencatat pembelian aktiva tetap secara gabungan

Tanah, gedung & peralatan 100.000.000


Kas 100.000.000

Jurnal untuk mencatat alokasi harga perolehan masing-masing aktiva Tanah


30.000.000
Gedung 50.000.000
Peralatan 20.000.000
Tanah, gedung & peralatan 100.000.000

Perolehan Aset Tetap Secara Angsuran


Apabila ada bunga, maka TIDAK BOLEH diakui sebagai harga perolehan. Bunga
diakui terpisah sebagai biaya bunga.

CONTOH
PT “Jimbaran” membeli gedung seharga Rp 500 jt pada tanggal 01 Januari 2009.
Pembayaran pertama sebesar Rp 200 jt dan sisanya diangsur tiap tanggal 31
Desember selama 3 tahun dengan bunga 10% per tahun.

1 Januari 2009 Gedung 500 jt -


Pembelian Gedung Kas - 200 jt
Utang - 300 jt

31 Desember 2009 Utang 100 jt -


Angsuran 1 100.000.000 Beban Bunga 30 jt -
Bunga: 10% x 300jt = 30.000.000 Kas - 130 jt

31 Desember 2010 Utang 100 jt -


Angsuran 2 100.000.000 Beban Bunga 20 jt -
Bunga: 10% x 200jt = 20.000.000 Kas - 120 jt
Perolehan aset tetap secara pertukaran Ditukar dengan aktiva tetap lain/non moneter)

PSAK No. 16 menyatakan:


“harga perolehan yang diperoleh dinilai sebesar nilai wajar aktiva tetap yang dilepas atau
diperoleh, mana yg lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar AT yg dilepaskan setelah
disesuaikan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer”

Bagaimana kalau harga pasar tidak diketahui? Bagaimana


pengakuan laba atau rugi pertukaran?

Ditukar dengan aktiva tetap TIDAK sejenis


Pertukaran aktiva tetap tidak sejenis adalah, pertukaran dengan aktiva yang sifat dan
fungsinya tidak sama.

CONTOH
Pada awal tahun 2009, PT “Seloka” menukarkan mesin produksi dengan truk baru. Harga
perolehan mesin produksi sebesar Rp 20 jt, akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran
sebesar Rp 15 jt sehingga nilai bukunya sebesar Rp5 jt. Nilai wajar mesin produksi tersebut
sebesar Rp Rp 8 jt dan PT “Seloka” harus membayar uang sebesar Rp 17 jt.

Nilai wajar mesin produksi 8.000.000


Uang tunai yang dibayarkan 17.000.000+
Harga perolehan truk 25.000.000

Nilai wajar mesin produksi 8.000.000


Harga Perolehan Mesin 20.000.000
Akumulasi Depresiasi Mesin 15.000.000 -
Nilai Residu 5.000.000 -
Laba Pertukaran 3.000.000
Jurnal

Truk 25.000.000 -
Akumulasi Depresiasi Mesin 15.000.000 -
Kas - 17.000.000
Mesin - 20.000.000
Laba Pertukaran Mesin - 3.000.000

Ditukar dengan aktiva tetap sejenis

PSAK No. 16:


“Laba atau rugi yg timbul akibat perbedaan nilai wajar AT yg diperoleh dengan yg
diserahkan tidak boleh diakui, sehingga selisihnya akan digunakan untuk mengkoreksi nilai
wajar aktiva yg diperoleh

Apabila terdapat selisih nilai wajar, maka nilai wajar aktiva tetap baru
ditetapkan sebesar nilai buku aktiva yang dilepaskan.
Sebaliknya, apabila nilai buku aktiva yang dilepaskan lebih tinggi dari nilai wajar aktiva
yang diterima, maka nilai buku aktiva yang diserahkan harus diturunkan (write down), dan
nilai baru sesudah penurunan digunakan sebagai nilai wajar aktiva yang diterima.

CONTOH
PT “Gegana” menukarkan truk merk Toyota dengan truk baru merk Suzuki. Harga
perolehan truk Toyota Rp 100 jt dan akumulasi depresiasi sebesar Rp 40 jt. Harga pasar
(nilai wajar)Truk Suzuki Rp 250 jt. Dalam pertukaran tersebut, PT “Gegana” masih harus
menambah uang tunai sebesar Rp 200 jt.

Perhitungan:
Harga Perolehan truk Toyota 100.000.000
Akumulasi Depresiasi truk Toyota 40.000.000
Nilai Buku truk Toyota 60.000.000 -
Kas yang dibayarkan 200.000.000
Harga Perolehan truk Suzuki 260.000.000
+
Jurnal:

Truk Suzuki 260.000.000 -


Akumulasi Depresiasi truk Toyota 40.000.000 -

Kas - 200.000.000
Truk Toyota - 100.000.000

Perolehan Aset Tetap Dengan Cara Membangun Sendiri

Perusahaan terkadang membangun sendiri aktiva tetapnya. Misalkan perusahaan


membangun sendiri kantornya, garasi ataupun gudangnya. Harga perolehan aktiva yag
dibangun sendiri oleh perusahaan terdiri dari harga material atau bahan bangunan yang
dipakai, upah tenaga kerja, dan biaya lain-lain meliputi listrikdan depresiasi aktiva tetap
perusahaan yang digunakan untuk membangun. Dimunkinkan pula adanya biaya bunga
jika perusahaan dala membangun meminjam dari pihak luar sehingga biaya bunga
dimasukkan dalam unsur harga perolehan tetapi hanya biaya bunga selama masa
konstruksi saja. Jika setelah masa konstruksi belum lunas maka biaya bunga dibebankan
sebagai biaya periodik dalam kelompok biaya diluar usaha dalam laporan laba rugi.
Jika harga perolehan aktiva dengan membangun sendiri lebih kecil dari (lebih rendah)
dari harga aktiva sejenis, perusahaan tidak diperkenankan mengakui adanya keuntungan
akibat membangun sendiri.
Perolehan secara hibah,bantuan dan sumbangan

Aktiva tetap dapat diperoleh dari sumbangan, misalnya sumbangan dari


pemerintah atau lembaga lain. Meski untuk memperoleh sumbangan tidak ada
pengorbanan yang dikeluarkan, akuntansi tetep mencatatnya karena akuntansi
merupakan alat pertanggugjawaban.aktiva tetap yan diperoleh dari hibah pemerintah
yang intinya tidak boleh diakui sampai entitas memperoleh keyakinan akan memenuhi
kondisi atau prasyarat hibah. Aktiva tetap dari sumbangan didebit dan akun lawannya
adalah modal sumbangan. Nilainya adalah sebesar nilai wajar pada saat sumbangan itu
diterima

Contoh:
Pada tanggal 27 januari 2010 PT Bejobanget menerima sumbangan dari pemerintah
daerah berupa tanah. Nilai wajar tanah dilokasi setempat adalah 75 juta. Hitunglah harga
perolehan tanah dan buatlah jurnal yang diperlukan.

Karena nilai wajar tanah sebesar 75 juta rupiah maka harga perolehan tanah
sumbangan tersebut sebesar 75 juta rupiah juga.

Jurnal
27/1 Tanah 75.000.000

Modal dari sumbangan 75.000.000

Modal donasi dari sisi akuntansi pajak mengacu pada pasal 10 ayat (4)
UndangUndang Pajak Penghasilan yang mengatur berikut ini.
1. Apabila terjadi pengalihan harta berupa bantuan,sumbangan,harta hibah,atau
warisan,syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf
b
Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah :

a. 1) Apabila terjadi pengalihan harta berupa bantuan,termasuk zakat yang


diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak
2.) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus atau satu derajat,dan oleh badan keagamaan,badan pendidikan,badan
sosial.

b. Warisan

2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan ,maka dasar penilaian bagi yang menerima penghibahan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Dengan memperhatikan penggolongan dan implikasinya terhadap
bantuan,sumbangan,dan hibah,maka perlakuan kauntansi bagi pihak penerima bantuan
akan dikreditkan pada akun “ekuitas atau modal” sehingga diperlakukan secara fiskal
penghasilannya,sebaliknya,pihak pemberi bantuan membukukannnya berdasarkan harga
atau nilai sisa buku.

Contoh,ayat jurnal atas hibah sebesar 75.000.000

Jurnal :

1. Memenuhi syarat pasal 4 ayat (3)

27/1 Kas dan bank 75.000.000


Modal dari sumbangan 75.000.000
2. Tidak memenuhi syarat pasal 4 ayat (3)
Dari pihak yang menerima bantuan

27/1 Kas dan bank 75.000.000


Penghasilan sumbangan 75.000.000

Dari pihak yang memberikan bantuan

27/1 Biaya sumbangan 75.000.000


Kas dan Bank 75.000.000

c. PENYUSUTAN ASET TETAP


Aktiva tetap (aset tetap) mempunyai nilai yang semakin berkurang dari suatu periode ke
periode berikutnya. Dengan demikian nilai aktiva tetap akan menjadi turun apabila sudah dipakai
atau digunakan dalam periode tertentu. Namun ada aktiva tetap yang nilainya tidak akan turun
melainkan akan semakin tinggi nilainya yaitu tanah. Aktiva tetap dalam bentuk tanah nilainya akan
semakin tinggi seiring dengan pertambahan waktu.

Nilai aktiva tetap akan menjadi berkurang karena adanya pemakaian aktiva tetap tersebut
sehingga dalam akuntansi dikenal dengan penyusutan aktiva tetap. Penyusutan atau depresiasi
adalah pengalokasian harga perolehan dari suatu aktiva tetap karena adanya penurunan nilai aktiva
tetap tersebut.

 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Biaya Penyusutan


Harga Perolehan (Acquisition Cost)

Harga Perolehan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap biaya penyusutan. Harga
perolehan menjadi dasar penghitungan seberapa besar depresiasi yang harus dialokasikan per
periode akuntansi. Harga ini diperoleh dari sejumlah uang yang dikeluarkan dalam memperoleh
aktiva tetap hingga siap digunakan.

Nilai Residu (Salvage Value)

Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk apabila aktiva tersebut dijual pada
saat penarikan atau penghentian (retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya
suatu aktiva tidak memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya
alias di jadikan besi tua, hingga habis terkorosi. Tentu saja ini tidak dianjurkan, alangkah baiknya
jika aktiva dapat di daur ulang.

Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time)

Sebagian besar aktiva memiliki dua jenis umur, yaitu umur fisik dan juga umur fungsional.
Umur fisik dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva. Suatu aktiva dikatakan masih memiliki
umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin sudah
menurun fungsinya).

Sedangkan umur fungsional biasanya dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam
penggunaanya. Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fungsional apabila aktiva tersebut
masih memberikan kontribusi bagi perusahaan. Walaupun secara fisik suatu aktiva masih dalam
kondisi sangat baik, akan tetapi belum tentu masih memiliki umur fungsional. Bisa saja aktiva
tersebut tidak difungsikan lagi akibat perubahan model atas produk yang dihasilkan, kondisi ini
biasanya terjadi pada aktiva mesin atau peralatan yang dipergunakan untuk membuat suatu produk.
Atau aktiva tersebut sudah tidak sesuai dengan jaman. Kondisi ini biasanya terjadi pada jenis
aktiva yang bersifat dekoratif seperti furniture, hiasan dinding, dan lain sebagainya. Dalam
penentuan beban penyusutan, yang dijadikan bahan perhitungan adalah umur fungsional yang
biasa dikenal dengan umur ekonomis.
d. METODE PENYUSUTAN SESUAI KETENTUAN KOMERSIAL
Dalam praktik akuntansi komersial metode penyusutan dapat digunakan sesuai pengelompokan
menurut kriteria:

1. Dasar waktu

a.Metode garis lurus (straight line method)Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikanberdasar
berjalannya waktu, dalam jumlah-jumlah yang sama selama masa manfaat asset tetap berwujud
tersebut.

              Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan

Cara penghitungan persentase penyusutan dapat dengan mudah dilakukan apabila diketahui masa
manfaat. Masa manfaat aset tetap selama 5 tahun maka:

Tarif penyusutan 100 = 20%

                                  5

Aset tetap harga perolehan: Rp 300.000.000

Besarnya penyusutan = 20% x Rp 300.000.000 = Rp 60.000.000

Saat penyusutan ayat jurnal yang disusun:

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Biaya penyusutan 60.000.000

           Akumulasi penyusutan asset tetap 60.000.000

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut:

Th Harga Perolehan Biaya Penyusutan Ak. Penyusutan NiLai Sisa Buku


1 300.000.000 60.000.000 60.000.000 240.000.000

2 300.000.000 60.000.000 120.000.000 180.000.000

3 300.000.000 60.000.000 180.000.000 120.000.000

4 300.000.000 60.000.000 240.000.000 60.000.000

5 300.000.000 60.000.000 300.000.000 0

b. Metode Pembebanan Menurun

1.)  Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method)

Metode ini sering disebut metode jumlah angka tahun yang akan menghasilkan jumlah penyusutan
yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

              Dengan rumusan:

              Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penghitungan Penyusutan

              Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Perolehan -/- Nilai Residu

Tarif penyusutan ditetapkan dengan pecahan, yaitu pembilang adalah angka tahun yang ada
selama masa manfaat aset tetap, sebagai contoh 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, sedangkan pembilang
untuk tahun pertama adalah penjumlahan angka tahun sampai dengan angka tahun terakhir.
Sebagai contoh, apabila masa manfaat hanya 5 tahun, maka penjumlahannya (1 + 2 + 3 + 4 + 5) =
15. Penghitungan penyusutan dapat dilakukan:

              Harga perolehan aset tetap                                           Rp 300.000.000

              Nilai residu                                                                      Rp 45.000.000

Masa manfaat 5 tahun

              Penyusutan tahun:

              Ke 1 = 5/15 x (Rp 300.000.000 - Rp 45.000.000)              = Rp 85.000.000


              Ke 2 = 4/15 x (Rp 255.000.000)                                          = Rp 68.000.000

              Ke 3 = 3/15 x (Rp 255.000.000)                                          = Rp 51.000.000

              Ke 4 = 2/15 x (Rp 255.000.000)                                          = Rp 34..000.000

              Ke 5 = 1/15 x (Rp 255.000.000)                                          = Rp 17.000.000

Daftar penyusutan selama 5 tahun sebagai berikut:

Th Harga Tarif Biaya Ak. Nilai Sisa Buku


Perolehan Penyusutan Penyusutan Penyusutan

1 300.000.000 5/15 85.000.000 85.000.000 215.000.000

2 300.000.000 4/15 68.000.000 153.000.000 147.000.000

3 300.000.000 3/15 51.000.000 204.000.000 96.000.000

4 300.000.000 2/15 34.000.000 238.000.000 62.000.000

5 300.000.000 1/15 17.000.000 255.000.000 45.000.000

2.) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method)

Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari tahun ke
tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas asset tetap dalam memberikan jasanya dari tahun
ke tahun semakin menurun.

              Penghitungan biaya penyusutan dapat dirumuskan:

              Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penghitungan Penyusutan

Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Periode

Pada umumnya, tarif penyusutan adalah dua kali tarif penyusutan apabila menggunakan metode
ganis lurus tanpa memerhatikan nilai residu (recidual value) sebagaimana contoh yang lalu:

              Harga perolehan aset tetap              Rp 300.000.000

              Nilai residu                                          Rp 40.000.000,00

Persentase penyusutan dengan metode garis lurus 20%


Persentase penyusutan dengan metode saldo menurun = 2 x 20% = 40%

Biaya penyusutan tahun pertama = 40% x Rp 300.000.000 = Rp 120.000.000

Biaya penyusutan tahun kedua = 40% (Rp 300.000.000 - Rp 120.000.000)

= Rp72.000.000,00

Demikian selanjutnya untuk tahun berikutnya sampai dengan akhir masa manfaat.

              Daftar Biaya Penyusutan akan tampak sebagai berikut:

Th Harga Perolehan Biaya Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

1 300.000.000 120.000.000 120.000.000 180.000.000

2 300.000.000 72.000.000 192.000.000 108.000.000

3 300.000.000 43.200.000 235.200.000 64.800.000

4 300.000.000 25.920.000 261.120.000 38.800.000

5 300.000.000 (1.120.000) 260.000.000 40.000.000

Dan perhitungan di atas pada awal tahun ke 5, terdapat persoalan yaitu nilai sisa buku Rp
38.880.000 tidak dapat digunakan dasar penghitungan biaya penyusutan tahun ke 5, karena aset
tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan yang mengakibatkan nilai sisa buku di bawah nilai
residu. Hal mi dapat dibuktikan sebagai berikut:

Penyusutan tahun ke-5 = 40% x Rp 38 880.000 = Rp 15.552.000

Nilai sisa buku tahun ke-5

= [Rp 300.000.000 - akumulasi penyusutan]

=[Rp 300.000.000 - (Rp 261.120.000 + Rp 15.552.000)]

= [Rp 300.000.000 — Rp 276.672.000] = Rp 23.328.000.

Namun demikian, karena telah ditetapkan bahwa nilai residu ke-5 adalah sebesar Rp 40.000.000
maka perlu dilakukan terhadap biaya penyusutan yang telah dicatat, yaitu pengurangan biaya
sebesar Rp 1.120.000.

2. Dasar penggunaan
a.   Metode jam jasa (service hours method)

Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan teori bahwa pembelian
aset tetap ditunjukkan dari jumlah jam jasa langsung dan dalam metode ini mengakui estimasi
masa manfaat asset yang diukur dalam jam jasa.

Contoh, berdasarkan data aset tetap yang digunakan menunjukkan estimated service life sebesar
20.000 jam, harga perolehan aset Rp 100.000.000 dan nilai residu Rp 5.000.000.

Tarif penyusutan per jam dihitung:

Tarif penyusutan per jam = Harga perolehan – Nilai Residu

                                                               Estimated Service life

Tarif penyusutan per jam = Rp 100.000.000 – Rp 5.000.000

                                                                      20.000

                                                        =Rp 4.750

Apabila aset tersebut manfaatnya 5 tahun dengan jam jasa yang telah diketahui maka daftar biaya
penyusutan akan tampak:

T Harga Jasa Biaya Penyusutan Akumulasi Nilai Sisa


h Perolehan Penyusutan Bulan

1 100.000.000 3.000 3.000X4.750=14.250.000 14.250.000 85.750.000

2 100.000.000 5.000 5.000X4.750=23.750.000 38.000.000 62.000.000

3 100.000.000 5.000 5.000X4.750=23.750.000 61.750.000 38.250.000

4 100.000.000 4.000 4.000X4.750=19.000.000 80.750.000 19.250.000

5 100.000.000 3.000 3.000X4.750=14.250.000 95.000.000 5.000.000

20.000                        95.000.000

b.    Metode unit produksi (productive output method)


Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat
dihasilkan. Kapasitas produksi ini dapat pula dinyatakan dalam bentuk jam pemakaian atau urut-
urut kegiatan lainnya. Perhitungan besarnya biaya penyusutan dapat dirumuskan:

Tarif Penyusutan = Kapasitas sebenarnya

                                                        Kapasitas produksi

              Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan X Dasar Penyusutan

Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Residu

Contoh :

Aset tetap berupa mesin harga perolehannya Rp 300.000.000. Nilai Residu pada akhir tahun ke-5
sesuai masa manfaatnya Rp 40.000.000. Mesin diperkirakan dapat menghasilkan 20.000.000 unit
produksi. Besarnya tarif penyusutan dihitung tahun pertama dengan produksi sebenarnya
3.000.000              unit.

              Tarif penyusutan = 3.000.000 X 100% = 15%

                                                20.000.000

              Biaya Penyusutan = 15% ( Rp 30.000.000 – Rp 40.000.000) = Rp 39.000.000

Demikian pula selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun ke-5. Besarnya penyusutan
akan bervariasi karena sangat bergantung pada produksi sebenarnya yang dapat dihasilkan oleh
mesin tersebut.

Daftar biaya penyusutan selama 5 tahun :

Th Harga Jasa Tarif Biaya Akumulasi Nilai Sisa


Perolehan Penyusutan Penyusuta Bulan
n

1 300.000.000 3.000.000 2/20X100%=15% 39.000.000 39.000.000 261.000.000

2 300.000.000 5.000.000 5/20X100%=25% 65.500.000 104.000.000 196.000.000

3 300.000.000 5.000.000 5/20X100%=25% 65.000.000 169.000.000 131.000.000

4 300.000.000 4.000.000 4/20X100%=20% 52.000.000 221.000.000 79.000.000


5 300.000.000 3.000.000 3/20X100%=15% 39.000.000 260.000.000 40.000.000

20.000.00 260.000.000
0

3.   Dasar kriteria lainya

Menggunakan dasar kriteria lainnya bahwa biaya penyusutan dapat dihitung dengan dasar jenis
dan kelompok. Pengelompokan ini dikenali dalam kelompok atau dalam perpajakan dikenali
dengan golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan golongan bangunan. Ketentuan Pasal 11 Undang-
Undang Pajak Penghasilan mengelompokkannya ke dalam “Bukan Bangunan” dan kelompok
“Bangunan”. Akuntansi komersial mengelompokkan aset berdasarkan masa manfaat. 

Contoh:             

Aset tetap yang dibeli terkelompokkan ke dalam aset tetap yang masa manfaatnya 5 tahun dan
seterusnya. Apabila PT Maju mempunyai 5 truk dengan nilai perolehan dan nilai residu sesuai
daftar berikut ini, penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus. Alokasi biaya penyusutan
tampak:

a. Daftar biaya penyusutan truk

b. Dasar penyusunan kelompok

Masa Manfaat 5 Tahun

Truk Ke Harga Perolehan Jumlah Yang dapat Nilai residu


disusutkan

1 150.000.000 140.000.000 10.000.000

2 150.000.000 140.000.000 10.000.000

3 200.000.000 180.000.000 20.000.000

4 200.000.000 180.000.000 20.000.000

5 100.000.000 90.000.000 10.000.000

800.000.000 730.000.000 70.000.000


                                                                      1                         

Tarif penyusutan Grup = Taksiran rata-rata umur grup aset             

Apabila taksirn rata-rata umum grup aset tetap 5 tahun.

Tarif penyusutan grup = 1/5 x 100% = 20%.

Biaya penyusutan setiap tahun = 20% x Rp 730.000.000 = Rp 146.000.000

Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan telah menjelaskan tentang
pengeluaran -pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan tidak berwujud serta pengeluaran
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun pembebanannya dilakukan melalui
penyusutan atau amortisasi. Pasal 9 ayat (2), pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan
pembayaran di muka, sebagai contoh sewa untuk beberapa tahun yang dibayarakan sekaligus
pembebananya akan dilakukan melalui alokasi-alokasi per tahun.

Penyusutan menurut akuntansi pajak ini tidak mempertimbangkan nilai sisa (residual
value), sehingga diartikan bahwa seluruh harga perolehan tersebut disusutkan. Sebenarnya banyak
cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh asset tetap telah disampaikan dalam akuntansi
konvensional. Tetapi dapat teridentifikasi bahwa aset tetap dapat diperoleh melalui:

1. pembelian baik secara tunai kredit atau angsuran,

2. leasing (sewa guna usaha),

3. pertukaran dengan sekuritas atau dengan aset lainnya,

4. penyertaan modal,

5. membangun sendiri,

6. hibah atau pemberian,

7.bangun guna serah (built operate and transfer—BOT).

Pasal 10 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan mengatur


penetapan harga perolehan atau harga penjualan dalam rangka menghitung penghasilan
sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung laba atau rugi apabila terjadi
penjualan atau pengalihan harta, dan menghitung dan penjualan barang dagangan. Dalam
menentukan harga perolehan atau harga penjualan, suatu harta dapat dikelompokkan menjadi:

1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta.

2. Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta.

3. Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau  pengambilalihan usaha.

4. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta karena hibah, bantuan,
atau sumbangan, dan warisan.

5. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai
yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal.

e. SAAT PENYUSUTAN ASET TETAP SESUAI KETENTUAN KOMERSIL


Paragraf 58 SAK No. 16 (Revisi 2007) menyatakan bahwa penyusutan aset dimulai pada
saat aset berada pada lokasi dan kondisi yang siinginka agar aset siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen.terjadinya perbedaan pengakuan tersebut mengakaibtkan
perbedaan periode pengakuan aset tetap,sehingga berakibat perbedaan saat aiakuinya penyusutab
aset tetap.

Harga Perolehan Atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi Jual Beli Harta

Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta ditentukan sebagai
berikut:

1. Yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa:

a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harga yang sesungguhnya dibayar;

Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

b.Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang sesungguhnya diterima.

2.   Yang dipengaruhi hubungan istimewa:


a.Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harga jumlah yang seharusnya dikeluarkan;

b.Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang seharusnya diterima.

Harga Perolehan Atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi Tukar-Menukar Harta

Dalam hal terjadi transaksi tukar menukar harta dengan harta lain, maka nilai perolehan atau
nilai penjualan harta tersebut adalah:

1.   Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harga yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan
harga pasar;

2.  Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang berdasarkan harga pasar (Pasal 10 ayat
(2) Undang-Undang PPh)

Harga Perolehan atau Harga Pejualan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta karena Hibah,
Bantuan atau Sumbangan, dan Warisan

Apabila terjadi pengalihan harta karena hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dan bantuan atau sumbangan, dengan syarat hibah, bantuan atau sumbangan tersebut
tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, serta warisan, maka dasar penilaian atau nilai
perolehan bagi pihak yang menerima pengalihan harta adalah:

1. Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan


Nilai perolehan adalah sama dengan nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Dengan demikian, yang
memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh. Apabila
tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang
menerima pengalihan sama dengan nilai pasar.
2. Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak
diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan sebagai berikut:
a. Apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan/atau
bangunan tidak dapat diketahui , namun tahun perolehannya diketahui, maka niilai
perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah:
1) Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan dalam
tahun 1986 atau sebelumnya, adalah sama besarnya dengan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak
Bumi dan Bangunan tahun pajak 1986; atau
2) Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan
sesudah tahun 1986, adalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam
SPPT PBB tahun pajak diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan; atau
3) Apabila SPPT PBB tidak ada adalah berdasarkan surat keterangan dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP Pratama).
b. Apabila nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang mengalihkan harta
berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi yang
menerima harta tersebut adalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam
SPPT PBB tahun pajak yang paling awal yang tersedia atas nama yang mengalihkan
harta tersebut, atau jika SPPT PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP Pratama).
c. Untuk harta selain tanah dan/atau bangunan, apabila nilai atau harga perolehan bagi
yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi yang
menerima pengalihan harta tersebut adalah sama besarnya dengan 60% dari harga pasar
wajar harta tersebut pada saat terjadinya pengalihan.

Apabila terjadi pengalihan harta karena hibah yang diterima oleh bukan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang di tetapkan oleh
Menteri Keuangan, dan bantuan atau sumbangan, dengan syarat hibah, bantuan atau sumbangan
tersebut tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau
hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, serta warisan, maka dasar penilaian
atau nilai perolehan bagi pihak yang menerima pengalihan harta adalah sama dengan nilai pasar
dari harta tersebut.

Harga Perolehan atau Harga Penjualan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta Termasuk
Setoran Tunai yang Diterima Oleh Badan sebagai Pengganti Penyertaan Modal
Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran
tunai atau pengalihan harta. Apabila terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai diterima oleh
badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal, maka dasar penilaian
harta bagi badan yang menerima pengalihan adalah sama dengan nilai pasar dari harta yang
dialihkan

tersebut.

f. HARGA PEROLEHAN ASET MEMBANGUN SENDIRI


Harga perolehan aset tetap yang dibangun sendiri meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan
sehubungan pembangunan hingga siap pakai. Kemungkinan masalah yang timbul meliputi
pembebanan biaya tidak langsung dengan alokasi secara proporsional, dan bungan selama masa
konstruksi dan penghematan biaya. Untuk kepentingan perpajakn perlakuan akuntansi tetap dapat
diikuti, tetapi bunga selama masa konstruksi (pembangunan) akan dikapita lisasi yang nantinya
secara bertahap dibebankan sebagai biaya melalui penyusutan. Masalah penghematan biaya
biasanya dengan membangun sendiri menjadi lebih murah, selisihnya tidak diakui sebagai
penghasilan. Sedangkan kerugian akiibat nilai bangunan menjadi lebih tinggi diakui sebagaii beban
kerugian.

g. METODE PENYUSUTAN SESUAI KETENTUAN PERPAJAKAN


Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap
berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

 Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.


 Harta berwujud yang berupa bangunan.

Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:

 Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4
tahun.
 Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8
tahun.
 Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16
tahun.
 Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20
tahun.

Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:

 Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.


 Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan
lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10
tahun.

Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method).

Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan.
Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap terwujud.
Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta
berwujud bukan bangunan saja.

Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:

TARIF DEPRESIASI
KELOMPOK HARTA MASA
BERWUJUD MANFAAT SALDO
GARIS LURUS
MENURUN

I.  Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II.  Bangunan

Permanen 20 tahun 5% –

Tidak Permanen 10 tahun 10% –

Saat penyusutan dapat dimulai pada:


1) Bulan dilakukan pengeluaran.
2) Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai.
3) Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud
mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Untuk lebih memudahkan Wajib Pajak dan memberikan keseragaman dalam pengelompokan
harta tetap berwujud, maka keluarlah Peraturan Menteri Keuangan No. 96/KMK.03/2009 Tanggal
15 Mei 2009 mengatur tentang jenis-jenis harta yang termasuk kedalam kelompok harta berwujud
bukan bangunan untuk keperluan penyusutan, berlaku sejak 1 Januari 2009 sebagai berikut.

Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam kelompok 1

No Jenis Usaha Jenis Harta


1 Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan
termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan
sejenisnya yang bukan bagian dari
bangunan.
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin
hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin
akunting/pembukuan, komputer, printer,
scanner dan sejenisnya.
c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,
tape/cassette, video recorder, televisi dan
sejenisnya.
d. Sepeda motor, sepeda dan becak.
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi
industri/jasa yang bersangkutan.
f. Dies, jigs, dan mould.
g. Alat-alat komunikasi seperti pesawat
telepon, faksimile, telepon seluler dan
sejenisnya.

2 Pertanian, perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti


kehutanan, cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.

3 Industri makanan dan minuman Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan


seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering,
pallet, dan sejenisnya.
4 Transportasi dan Pergudangan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
angkutan umum.
5 Industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, biporar test
system, elimination (PE8-1), pose checker.
6 Jasa Persewaan Peralatan Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel
Tambat Air Dalam Buoys, Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.

7 Jasa telekomunikasi selular Base Station Controller

Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 2

No Jenis Usaha Jenis Harta


1 Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk
meja, bangku, kursi, lemari dan sejenisnya
yang bukan merupakan bagian dari
bangunan. Alat pengatur udara seperti AC,
kipas angin dan sejenisnya.
b. Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c. Container dan sejenisnya.

2 Pertanian, perkebunan, a. Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor


kehutanan, perikanan dan mesin bajak, penggaruk, penanaman,
penebar benih dan sejenisnya.
b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan
atau memproduksi bahan atau barang
pertanian, perkebunan, peternakan dan
perikanan
3 Industri makanan dan minuman a. Mesin yang mengolah produk asal binatang,
unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu,
pengalengan ikan .
b. Mesin yang mengolah produk nabati,
misalnya mesin minyak kelapa, margarin,
penggilingan kopi, kembang gula, mesin
pengolah biji-bijian seperti penggilingan
beras, gandum, tapioka.
c. Mesin yang menghasilkan/memproduksi
minuman dan bahan-bahan minuman segala
jenis.
d. Mesin yang menghasilkan/memproduksi
bahan-bahan makanan dan makanan segala
jenis

4 Industri mesin Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin


ringan (misalnya mesin jahit, pompa air).
5 Perkayuan, kehutanan a. Mesin dan peralatan penebangan kayu.
b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan
atau memproduksi bahan atau barang
kehutanan.

6 Konstruksi Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat,


dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
7 Transportasi dan Pergudangan a. Truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar
muat, truk peron, truck ngangkang, dan
sejenisnya;
b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu (misalnya gandum, batu - batuan,
biji tambang dan sebagainya) termasuk
kapal pendingin, kapal tangki, kapal
penangkap ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela
atau mendorong kapal-kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran
terapung dan sejenisnya yang mempunyai
berat sampai dengan 100 DWT;
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
e. Kapal balon.

8 Telekomunikasi a. Perangkat pesawat telepon;


b. Pesawat telegraf termasuk pesawat
pengiriman dan penerimaan radio telegraf
dan radio telepon.

9 Industri semi konduktor Auto frame loader, automatic logic handler, baking
oven, ball shear tester, bipolar test handler
(automatic), cleaning machine, coating machine,
curing oven, cutting press, dambar cut machine,
dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in
system oven, dynamic test handler, eliminator
(PGE-01), full automatic handler, full automatic
mark, hand maker, individual mark, inserter
remover machine, laser marker (FUM A-01), logic
test system, marker (mark), memory test system,
molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut
press, trimming/forming machine, wire bonder,
wire pull tester. 
10 Jasa Persewaan Peralatan Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Tambat Air Dalam
11 Jasa Telekomunikasi Seluler Mobile Switching Center, Home Location Register,
Visitor Location Register. Authentication Centre,
Equipment Identity Register, Intelligent Network
Service Control Point, intelligent Network Service
Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver
Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena
Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 3

No Jenis Usaha Jenis Harta


1 Pertambangan selain minyak Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang
dan gas pertambangan, termasuk mesin-mesin yang
mengolah produk pelikan.
2 Permintalan, pertenunan dan a. Mesin yang mengolah/menghasilkan
pencelupan produk-produk tekstil (misalnya kain katun,
sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu
hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-
kain bulu, tule).
b. Mesin untuk yang preparation, bleaching,
dyeing, printing, finishing, texturing,
packaging dan sejenisnya.

3 Perkayuan a. Mesin yang mengolah/menghasilkan


produk-produk kayu, barang-barang dari
jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu.

4 Industri kimia a. Mesin peralatan yang


mengolah/menghasilkan produk industri
kimia dan industri yang ada hubungannya
dengan industri kimia (misalnya bahan
kimia anorganis, persenyawaan organis dan
anorganis dan logam mulia, elemen radio
aktif, isotop, bahan kimia organis, produk
farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna,
cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-
resinonida wangi-wangian, obat kecantikan
dan obat rias, sabun, detergent dan bahan
organis pembersih lainnya, zat albumina,
perekat, bahan peledak, produk pirotehnik,
korek api, alloy piroforis, barang fotografi
dan sinematografi.
b. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk
industri lainnya (misalnya damar tiruan,
bahan plastik, ester dan eter dari selulosa,
karet sintetis, karet tiruan, kulit samak,
jangat dan kulit mentah).

5 Industri mesin Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin


menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin
kapal).
6 Transportasi dan Pergudangan a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-
batuan, biji tambang dan sejenisnya)
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki,
kapal penangkapan ikan dan sejenisnya,
yang mempunyai berat di atas 100 DWT
sampai dengan 1.000 DWT.
b. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran
terapung dan sejenisnya, yang mempunyai
berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000
DWT.
c. Dok terapung.
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat di atas 250 DWT.
e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter
segala jenis.

7 Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak


jauh.
Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 4

No Jenis Usaha Jenis Harta


Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi
Transportasi dan Pergudangan a. Lokomotif uap dan tender atas rel.
b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan
batere atau dengan tenaga listrik dari sumber
luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang dan barang,
termasuk kontainer khusus dibuat dan
diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat
atau beberapa alat pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-
batuan, biji tambang dan sejenisnya)
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki,
kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-
keran terapung dan sebagainya, yang
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
g. Dok-dok terapung.
Terhadap pengeluaran harta berwujud bukan bangunan pengelompokannya ditetapkan berdasarkan
pada Keputusan Menteri Keuangan.

Khusus untuk bangunan tidak permanen dimaksudkan adalah bangunan yang bersifat sementara
dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang
masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun, misalnya bangunan berupa barak atau asrama dari
kayu.

h. PENYUSUTAN PADA AKHIR MASA MANFAAT


Cara penghutngan penyusutan tersebut dilakukan untuk tahun-tahun selanjutnya sampai dengan
masa manfaat aset tetap tersebut berakhir. Apabila Wajib Pajak menggunakan metode saldo
menurun, besarnya biaya penyusutan semakin lama semakin menurun. Sebagai contoh, PT
Nusantara memiliki aset tetap berwujud mesin dengan harga perolehan Rp250.000.000,00 dengan
masa manfaat 4 tahun, dasar penyusutannya adalah nilai buku pada awal periode. Besarnya biaya
penyusutan selama masa manfaat terlihat pada tabel berikut ini.

Tahu Harga Perolehan Biaya Akumulasi Nilai Sisa


n ke Penyusutan Penyusutan Buku
1 Rp250.000.000,00 125.000.000,00 125.000.000,00 125.000.000,0
0
2 250.000.000,00 62.500.000,00 187.500.000,00 62.500.000,00
3 250.000.000,00 31.250.000,00 218.750.000,00 31.250.000,00
4 250.000.000,00 31.250.000,00 250.000.000,00 0
Pada akhir masa manfaat (tahun ke-4), Nilai Sisa Buku disusutkan sekaligus. Dalam contoh diatas,
nilai sisa buku pada tahun ke-3 sebesar Rp31.250.000,00 akan dibebankan seluruhnya sebagai
biaya penyusutan tahun ke-4.

i. SAAT PENYUSUTAN ASET TETAP


1) pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau 
2) pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau 
3) dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau 
4) dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya penghasilan 
5)
j. PENARIKAN HARTA BUKAN BANGUNAN
Aset tetap perusahaan yang tidak terpakailagi dapat ditarik dari pemakaian dengan cara menjual
aset tetap tersebut. Dalam ketentuan perpajakan nilai sisa bukunya dihitung sampai dengan akhir
tahun sebelum aset tersebut dijual.

Ketentuan pasal 11 ayat 8 UU PPh, bahwa telah terjadi penjualan atau penarikan harta (pasal 4
ayat 1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka nilai buku harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang
diterimaatau diperoleh, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan, sehingga
keuntungan atau kerugian karena pengalihan atau penarikan harta dikenakan pajak dalam tahun
dilakukan pengalihan harta. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari
penjualan harta yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan
dengan penjualan, dan/atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan. Pada tahun
terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi dan Nilai Sisa Bukunya
dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal ini penggantian
asuransi ternyata jumlah yang diterima baru dapat diketahui dengan pasti beberapa waktu
kemudian, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar
jumlah sebesar kerugian dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Namun
demikian, apabila terjadi pengalihan harta karena bantuan, sumbangan, hibah, atau warisan (yang
memenuhi syarat pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh) berupa harta berwujud, maka
jumlah sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.

k. PENGELOMPOKAN HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK


KEPERLUAN PENYUSUTAN ATAS USAHA JASA TELEKOMUNIKASI
SELULER
Hal ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan dan juga dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 138 Thn 2000 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah
dimaksud menyatakan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat dtetapkan saat pengakuan
penghasilan biaya dalam halhal tertentu dan/atau bagi Wajib Pajak tertentu sesuai kebijakan
pemerintahan.

Dengan kewenangan tersebut keluarlah Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep. -520/PJ./2001
Tanggal 11 Desember 2002 tentang Jenis-Jenis Harta yang Digunakan dalam Usaha Jasa
Telekomunikasi Seluler yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk
keperluan penyusutan.

Jenis Usaha yang Disusutkan dan Pengelompokannya

Jenis-jenis Harta Berwujud untuk Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler

No Kelompok Aset Jenis Aset


Berwujud
1 I Base Station Controller
2 II Mobile Swiching Center, Home Location Register, Visitor
Location Register, Authentication Centre, Equipment
Identity Register, Intelligent Network Service Management
Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal
SDH/Mini Link, Antenna
Tata Cara Penghitungan Penyusutan Fiskal

Untuk penghitungan penyusutan fiskal atas jenis-jenis harta tersebut diatur sebagai berikut :

1) Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut dimulai pada tahun 2002.


2) Atas jenis-jenis harta sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
tersebut telah diimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan sejak sebelum tahun
pajak/tahun buku 2002, penyusutan penghitungan fiskal sampai dengan tahun pajak/tahun
buku 2001 menggunakan tarif penyusutan kelompok 3
3) Penghitungan penyusutan fiskal atas harta yang dimaksud pada butir 2 mulai
tahun pajak 2002 menggunakan tarif penyusutan kelompoknya yang baru (kelompok 1 atau
kelompok 2) dengan metode penyusutan/dasar penyusutan yang tetap sama, yaitu :
a. Metode garis lurus, dasar penyusutan adalah harga perolehan
b. Metode saldo menurun, dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiska
4) Masa manfaat yang tersisa atas harta dimaksud pada butir 2 setelah perpindahan dari
kelompok 3 ke kelompok 1 atau kelompok 2 akan mengalami penyesuaian otamatis karena
beban penyusutan semakin besar. Khusus untuk harta disusutkan dengan metode saldo
menurun, masa maanfaat yang tersisa dalam :
a. Kelompok 1 akan berakhir paling lama pada tahun keempat sejak tahun pajak 2002
(nilai sisa buku fiskal disusutkan sekaligus). 
b. Kelompok 2 akan berakhir paling lama tahun kedelapan sejak tahun pajak 2002 (nilai
sisa buku fiskal disusutkan sekaligus).
l. PENGHITUNGAN PENYUSUTAN ATAS KOMPUTER, PRINTER,
SCANNER, DAN SEJENISNYA
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor
138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
520/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 dengan ini perlu diberikan penegasan mengenai
pelaksanaannya sebagai berikut:

1. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 tanggal 14


Desember 2000, harta berwujud bukan bangunan berupa komputer, printer, scanner dan
sejenisnya termasuk dalam kelompok II
2. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April
2002, harta berwujud bukan bangunan tersebut dimasukkan ke dalam kelompok I
3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, agar diperhatikan mengenai
penghitungan penyusutan atas komputer, printer, scanner dan sejenisnya yang telah dimiliki
dan dipergunakan dalam perusahaan sebelum tanggal 1 April 2002, sebagai berikut:
a) Penyusutan berdasarkan ketentuan lama (penyusutan kelompok II) berlaku sampai
dengan bulan Maret 2002;
b) Penyusutan berdasarkan ketentuan baru (penyusutan kelompok I) berlaku mulai bulan
April 2002, dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami
penyesuaian/percepatan secara otomatis.
m. PENGHITUNGAN PENYUSUTAN ATAS TELEPON SELULER DAN
KENDARAAN PERUSAHAAN
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep.-220/PJ/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan
atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan tanggal 18 April 2002 mengatur
pembebanan biaya melalui penyusutan terhadap telepon seluler dan kendaraan perusahaan. Aturan
tersebut meliputi :

1. Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan digunakan perusahaan
untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan 50% dari
jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan asset tetap (harta berwujud
bukan bangunan) kelompok 1 (perhatikan pengelompokan sesuai Keputusan Menteri
Keuangan terakhir No.138/KMK.03/2002)
2. Biaya perolehan, pembelian, atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang
sejenis yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk antar-jemput para pegawai, dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan sebagai asset tetap
kelompok 2 (perhatikan pengelompokan sesuai Keputusan Menteri Keuangan terakhir
No.138/KMK.03/2002)
3. Biaya perolehan, pembelian, perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang
dimiliki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya
perolehan, pembelian, atau perbaikan besar melalui penyusutan asset tetap (harta berwujud
bukan bangunan) kelompok 2 (perhatikan Keputusan Menteri Keuangan
terakhirNo.138/KMK.03/2002)4.Dalam hal pembebanan biaya tersebut pada butir 1, butir
2, dan butir 3,ternyata penghasilan Wajib Pajak dimaksud dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-
biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final
atau norma penghitungan khusus, sehingga ketentuan pembebanan tidak diberlakukan.
Demikian halnya atas biaya-biaya yang dibebankan sebagai biaya perusahaan maka juga
tidak dianggap sebagai penghasilan bagi pegawai perusahaan yang bersangkutan.
n. KETENTUAN LAIN
Penyimpangan dari ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU PPh yang mengatur masalah penyusutan
bahwa Menteri Keuangan selanjutnya mempunyai kewenangan mengatur tersendiri untuk
penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik
bidang-bidang usaha tertentu seperti pertambangan minyak dan gas bumi, serta perkebunan
tanaman keras.

A.  Pengertian dan Karaktaristik Aktiva Tak Berwujud.


1.        Pengertian
Aktiva tak berwujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari
pemilikan suatu aktiva yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti
pemilikan aktiva tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Aktiva tidak
berwujud mungkin timbul dari:
1.    Pemerintah – seperti hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama dagang.
2.    Perusahaan lain – misalnya pembelian yang mencakup pembayaran untuk goodwill.
3.    Penjualan tertentu – seperti franchise dan lease.
Secara umum, akutansi untuk aktiva tak berujud adalah sejalan dengan akutansi untuk aktiva
tetap. Seperti halnya aktiva tetap, aktiva berujud juga dicatat atas harga dasar harga perolehan dan
harga perolehan ini dihapus secara rasuonal dan sistematis selama masa manfaat aktiva tak berujud
tersebut. Jika pada suatu saat dihentikan, maka nilai buku aktiva tak berujud dihapuskan dari
pembukuan dan dicatat pula laba atau rugi penghentian (jika ada).
Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan antara akutansi aktiva tak berujud bila
dibandingkan dengan akutansi aktiva tetap. Pertama, istilah yang digunakan untuk menghapus
aktiva tak berujud adalah amortisasi (bukan depresiasi). Untuk mencatat amortisasi aktiva tak
berujud maka rekening Biaya Amortosasi didebet dan rekening aktiva tak berujud yang
bersangkutan dikredit. Alternatif lain, bisa juga dikredit rekening Akumulasi Amortisasi, seperti
halnya akumulasi depresiasi pada aktiva tetap. Namun sebagian besar perusahaan memilih cara
yang sederhana, yaitu dengan langsung mengkredit rekening aktiva tak berujud. Perbedaan kedua
ialah bahwa periode amortisasi suatu aktiva tak berujud tidak boleh melebihi 40 tahun. Sebagai
contoh, jika masa manfaat suatu aktiva tak berujud adalah 60 tahun, maka amortisasinya harus
dilakukan 40 tahun. Akan tetapi jika masa menfaat aktiva tak berujud kurang dari 4 tahun, maka
masa manfaat itulah yang akan digunakan. Aturan tesebut dimaksudkan untuk menjaga agar semua
aktiva tak berujud, terutama yang tidak ketentuan masa manfaatnya, dihapus dalam periode waktu
yang wajar.
Berbeda dengan aktiva tetap, amortisasi aktiva tak berujud hanya mengenal satu metoda,
yaitu metoda garis lurus. Oleh karena itu, perlakuan akutansi aktiva tak berujud pada berbagai
perusahaan relatif mudah diperbandingkan.
2.    Karakteristik Aktiva tidak Berwujud
Aktiva tak berwujud mempunyai karakteristik penting, yaitu :
a)    Kurang memiliki eksistensi fisik, tidak seperti aktiva berwujud seperti property, pabrik, dan
peralatan, aktiva tak berwujud memperoleh nilai dari hak dan keistimewaan atau privilege yang
diberikan pada perusahaan yang menggunakannya.
b)   Bukan merupakan instrument keuangan, aktiva seperti deposito bank, piutang usaha, dan investasi
jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik, tetapi tidak
diklasifikasikan sebagai aktiva tak berwujud. Aktiva ini merupakan instrument keuangan dan
menghasilkan nilainya dari hak untuk menerima kas atau ekuivalen kas di masa depan.
c)    Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, Aktiva tak berwujud menyediakan jasa
selama periode bertahun tahun. Investasi dalam aktiva ini biasanya dibebankan pada periode masa
mendatang melalui beban amortisasi periodik.

Akuntansi untuk aktiva tak berwujud mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi
aktiva jangka panjang lainya, yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk jumlah
setelah akuisisi dalam kondisi bisnis normal ( amortisasi ), dan akuntansi untuk jumlah jika
nilainya turun secara substansial serta terus-menerus.

B.     Klasifikasi dan Prisip Akuntansi Dasar Aktiva Tak Berwujud


1.      Klasifikasi Aktiva Tak Berwujud
a)      Cara akuisisi ( manner of acquisition ). Aktiva tak berwujud dapat diperoleh dengan cara
membelinya dari entitas lain. Seperti membeli wiralaba atau paten dari orang lain. Cara lain untuk
memperoleh aktiva tak berwujud adalah dengan cara membuatnya sendiri melalui operasi,
contohnya adalah paten dan merek dagang.
b)      Dapat diidentifikasi ( identifiability ). Beberapa kativa tak berwujud dapat diidentifikasi secara
terpisah dari perusahaan lainya. Contohnya hak pataen, merek dagang , dan wiralaba. Aktiva tak
berwujud lainya tidak dapat dipisahkan tetapi nilainya dapat diturunkan dari nilai aktiva yang
berhubungan denganya. Contohnya adalah goodwill, yang nilainya dibedakan atas beberapa factor
seperti loyalitas konsumen atas kualitas produk, dan bukan dari kepemilikan khusus.
c)      Dapat dipertukarkan ( exchangeability ). Beberapa aktiva tak berwujud dapat diidentifikasi dapat
dijual maupun dibeli, atau dengan kata lain dapat dipertukarkan. Contohnya termasuk paten, merek
dagang dan wiralaba. Aktiv atak berwujud lainya, yang dapat depertukarkan kecuali dengan
menjual perusahaan itu juga . Contohnya dalah biaya organisasi. Tidak ada pihak lain yang mau
membeli biaya organisasi ini secara terpisah ( terlepas dari perusahaanya ). Goodwill  adalah
contoh aktiva tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi dan tidak dapat dipertukarkan. Goodwill
hanya hanya akan memepunyai nilai jika dikombinasikan atau dihubungkan denan aktiva lainya
dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengakuisisi aktiva lainya secara simultan.
d)     Periode manfaat yang diharapkan ( period of expected benefit ). Beberapa aktiva tak berwujud,
seperti biaya organisasi, diharapkan dapat memeberikan manfaat kepada perusahaan dalam jangka
waktu yang tidak terbatas. Sebagai contoh paten memeiliki umur hokum selama 17 tahun, dan
periode manfaat leasehold yang dicantumkan dalam kontrak lease.
2.      Prinsip Akuntansi Dasar untuk Aktiva tak berwujud
Akuntansi untuk aktiva tak berwujud melibatkan prinsip dan prosedur akuntansi serupa yang
diaplikasikan untuk aktiva tak berwujud lainya, seperti properti, pabrik dan peralatan yaitu :
a)      Pada akuisisi menerapkan prinsip biaya.
b)      Selama periode penggunaan, menerapkan prinsip penandingan.
c)      Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang diakui atas
pelepasan sama dengan selisih antara pertimbangan yang diterima.

C.    Pencatatan dan penilaian aktiva tidak berwujud tersebut


1.    Mencatat Biaya Pembelian Aktiva Tak Berwujud
Sesuai dengan prinsip biaya, aktiva tak berwujud harus dicatat pada saat diakuisisi dengan
biaya ekuivalen kas saat ini. Biaya ini termasuk harga beli, biaya transfer dan hukum, dan setiap
pengeluaran lainya yang berkaitan dengan akuisisi. Biaya akuisisi merupakan biaya pasar saat ini
dari semua penukar yang diserahkan atau dari aktiva yang diterima, mana yang lebih dapat
ditentukan.

Perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis aktiva tak berwujud


Cara Akuisisi
Jenis Pembelian Dibuat secara internal
a.Aktiva tak     a.Di kapaitalisasikan a.Dibebankan atau
Berwujud yang dapat
pada biaya akuisisi. dikapitalisasi tergantung
diidentifikasi secara
terpisah ( hak paten, b. Diamortisasi selama pada aktiva tak berwujud
merek dagang, dan umur hukum atau
tertentu.
biaya organisasi ) estimasi masa manfaat
mana yang lebih b. Jika dikapitalisasi, akan
singkat dengan umur di amortisasi sebagai
maksimum 40 tahun aktiva tak berwujud yang
dibeli.
b.Aktiva tak berwujud a. Dibebankan pada saat
yang tidak dapat
terjadinya.
diidentifikasi secara
terpisah ( goodwill ) b. Tidak tersedia pilihan
untuk pengkapitalisasian,
sehingga tidak akan ada
amortisasi

2.    Mencatat Biaya Aktiva Tak Berwujud yang Dibuat secara Internal.
Kadang kala perusahaan membuat sendiri aktiva tak berwujud, seperti paten. Hanya biaya
yang secara spesifik dapat diidentifikasi dari penciptaan aktiva tak berwujud tersebut hanya akan
diidentifikasi. Jadi, walaupun perusahaan telah mengeluarkan biaya penelitian yang sangat besar
untuk membentuk hal yang dipatenkan, namun hanya biaya untuk mendapatkan paten tersebut
yang dikapitalisasi sebagai aktiva. Karena kendala ini, biaya yang dikapitalisasi untuk aktiva tak
berwujud yang dibuat secara internal mungkin tidak mencerminkan nilainya, sedangkan biaya
yang dikapitalisasi untuk aktiva tak berwujud yang dibeli melalui transaksi yang wajar
diasumsikan mencermikan nilainya
Beberapa fakor yang harus dipertimbangkan dalam mengestimasi umur aktiva tak berwujud :
  Ketentuan hukum, peraturan, atau kontraktual yang dapat membatasi umur manfaat maksimum.
  Ketentuan untuk pembaruan ( renewal ) atau perpanjangan ( extension ) yang dpat mengubah batas
umur masa manfaat aktiva tersebut.
  Pengaruh keusangan, permintaan, dan factor ekonomis lainya yang dapat mengurangi umur
manfaat.
  Perkiraan umur pelayanan ( service life ) dari seorang atau kelompok pegawai.
  Tindakan yang diharapkan dilakukan pesaing dan pihak lainya yang dapat membatasi keunggulan
kompetitif yang sudah ada.
  Umur manfaat yang tidak terbatas dan masa manfaat yang tidak dapat diproyeksikan dengan layak.
   Apakah aktiva tak berwujud itu terdiri dari berbagai factor individual dengan umur manfaat efektif
yang bervariasi.
Menurut sifatnya itu, maka aktiva tak berwujud jarang mempunyai nilai residu. Biaya aktiva 
tak berwujud yang tidak memiliki masa umur manfaat yang dapat ditentukan atau umur hukum
tidak terbatas juga harus diamortisasi berdasarkan estimasi umur manfaatnya.
a)    Penurunan Nilai Aktiva Tak Berwujud
Jika jumlah yang tidak didiskontokan atas arus kas masuk yang diharapkan dari penggunaan
aktiva tak berwujud yang dapat diidentifikasi lebih kecil dari nilai buku yang belum
diamortisasikan, maka aktiva tak berwujud disesuaikan ke nilai wajarnya. Kerugian penurunan ini
langsung diakui sebesar perbedaan antara nilai buku dan nilai wajar. Nilai buku aktiva yang telah
direvisi akan diamortisasi selama sisa umur manfaat aktiva tersebut, tetapi periode amortisasi tidak
lebih dari 40 tahun
b)   Pelepasan Aktiva Tak Berwujud
Ketika sebuah aktiva tak berwujud dijual, dipertukarkan, atau dilepaskan, biaya yang belum
diamortisasi harus dihilangkan dari akun keuntungan atau kerugian pelepasan diakui dan dicatat.
Keuntungan atau kerugian adalah sama dengan perbedaan antara hasil bersih dari pelepasan dan
biaya yang belum diamortisasi.

D.  Aktiva Tidak Berwujud Yang Dapat Dipertukarkan


Aktiva Tak Berwujud yang dapat dipertukarkan adalah adalah aktiva tak berwujud yang
dapat diidentifikasi sebagian dari aktiva lainya dan dapat dijual secara terpisah. Contohnya :
mencangkup hak paten, hak cipta, merek dagang, dan waralaba, biaya organisasi.
1.    Hak Paten
Hak paten adalah hak istimewa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memberikan
kewenangan kepada pemegang hak untuk memproduksi, menjual dan mengawasi penemuannya
dalam jangka waktu tertentu sejak hal tersebut diberikan. Suatu hak paten biasanya tidak dapat
diperbaharui, jangka waktunya bisa diperpanjang dengan memberikan hak paten yang baru,
apabila terdapat perbaikan atau perubahan pada rancangan dasar penemuan yang lama.
Harga perolehan suatu aktiva-aktiva tak berujud adalah kas (atau ekulivalensinya) yang
dibayarkan untuk mendapatkan hak paten. Hak paten seolah-olah diberi oleh pemerintah. Dengan
adanya hak ini, pemegang hak paten menjadi terlindung dari kemungkinan adanya pelanggaran
oleh pesaing. Perlindungan dari pesaing sangat berguna bagi perusahaan dalam mengamankan
upaya memperoleh laba melalui penjualan barang atau jasa. Itulah sebabnya perusahaan yang
berhasil menemukan suatu produk baru, tidak segan-segan untuk mengeluarkan sejumlah uang
demi memperoleh hak paten dari pemerintah, agar pohak lain (pesaing) tidak dibenarkan untuk
memproduksi danmenjual temuan baru tersebut. Pengeluaran untu memperoleh hak paten dicatat
dalam rekening Hak Paten (atau sering disingkat Paten) dan diamortisasi selama masa tertentu.
Harga perolehan hak paten harus diamortisasi selama masa berlaku hak tersebut atau selama
masa manfaatnya, tergantung mana yang lebih pendek. Dalam menentukan masa manfaat,
perusahaan harus mempertimbangkan kapan penemuan diperkirakan akan mulai ketinggalan
jaman, atau tidak memadai lagi dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan hak paten menjadi
tidak ekonomis lagi sebelum akhir masa berlaku hak tersebut. Untuk memberikan gambaran
mengenai perhitungan biaya paten, misalnya PT Erwin Megah membeli hak paten dengan harga
perolehan Rp. 60.000.000,00. Masa manfaat hak tersebut diperkirakan 8 tahun. Dengan demikian
amortisasi pertahun adalah Rp. 7.500.000,0 (Rp. 60.000.000,0 : 8). Jurnal untuk mencatat
amortisasi tahunan adalah sebagai berikut.
Des 31        Biaya Paten ………… Rp.  7.500.000
                       Hak Paten ……………Rp. 7.500.000
       ( untuk mencatat amortisasi hak paten )
Biaya paten dikelompokan dalam laporan rugi-laba sebagai biaya operasi.
2.    Hak Cipta  
Hak cipta adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, yang memberikan hak istimewa
kepada pemegang hak tersebut untuk memproduksi dan menjual suatu karya seni atau karya tulis.
Harga perolehan suatu hak cipta terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan mempertahankan
hak tersebut.
Maka manfaat suatu hak cipta biasanya lebih pendek daripada masa berlakunya. Mengingat
sulitnya penentuan masa manfaat suatu hak cipta, maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam
periode waktu yang relatif pendek.
3.    Merek Dagang atau Nama Dagang
Merek dagang atau nama dagang adalah kata, rangkain kata, logo, atau simbol yang
membedakan atau memberi identitas suatu perusahaan tertentu atau produk tertentu. Apabila kita
mendengar nama dagang seperti Lux, Pepsodent, Indomie, atau Coca Cola, dengan cepat terbayang
dalam pikiran kita produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya pada produk
lain. Nama dagang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perusahaan dan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pemasarannya. Penemu atau pemakai pertama dapat
memperoleh hak istimewa untuk menggunakan merek dagang atau nama dagang atau
mendaftarkannya pada pemerintah.
Apabila merek dagang atau nama dagang dibeli, maka harga perolehan hak tersebut adalah
harga belinya.Apabila dikembangkan sendiri oleh perusahaan, maka hara perolehan meliputi biaya
hukum, biaya pendaftaran, biaya perancangan dan pengeluaran-pengeluaran lain yang langsung
berhubungan dengan perolehan hak tersebut.
Seperti halnya aktiva tak berujud lainnya, hak merek harus diamortasikan selama masa
manfaat atau masa berlakunya, tergantung mana yang yang lebih pendek. Mengingat sulitnya
penentuanmasa manfaat suatu hak merek, biasanya dtetapkan jangka waktu yang relatif pendek.
4.    Franchise (Waralaba) dan License (Perijinan)
Bila Kita makan di Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken, Mac Donald, atau
Pizza Huts, maka disitu kita menemukan franchise. Franchise adalah Adalah hak yang diperoleh
untuk melakukan suatu usaha tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti pola
usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang aslinya
dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.
Periijinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun
pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan
tentu ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus
diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait
dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, yang artinya lebih dari satu
tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.
Franchise dan lisensi bisa diberikan untuk waktu terbatas, atau terbatas dengan kemungkinan
perpanjangan waktu, atau tidak terbatas. Harga perolehan suatu hak franchise dan lisensi adalah
semua pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan hak tersebut. Bila jangka waktunya
terbatas, maka harga perolehan suatu hak franchise dan lisensi adalah semua pengeluaran yang
diperlukan untuk mendapatkan hak tersebut. Bila jangka waktunya terbatas, maka harga perolehan
franchise (atau lisensi) harus diamortasi sebagai biaya operasi selama jangka waktu ijin
pengeoprasianhak tersebut. Namun apabila jangka waktunya tidak terbatas, maka amortisasi
dilakuakn selama jangka waktu ijin pengoprasian hak tersebut. Namun apabila jangka waktunya
tidak terbatas, maka amortisasi dilakukan selama jangka waktu yang ditentukan dengan taksiran
yang wajar. Jika dalam jangka perjanjian franchise tesebut pihak pemegang hak diwajibkan
membayar secara tahunan, maka pembayaran tersebut diperlakukan sebagai biaya operasi pada
periode dilakukan pembayaran.
5.    Lease hold (Hak sewa)
Adalah hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung,
sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat
akte (notaris). Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :
Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber
daya (dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi
menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.Manfaat yang akan diterima oleh
perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh perusahaan untuk periode waktu lebih
dari satu tahun buku.

6.    Perijinan (Permit & Licences)


Periijinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun
pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan
tentu ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus
diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait
dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, yang artinya lebih dari satu
tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.
7.    Hak Penggandaan (Copyright)
Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi,
novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright
meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.
8.    Biaya Organisasi
Biaya yang timbul dalam bentukan suatu organisasi perusahaan tersebut biaya organisasi.
Biaya tersebut meliputi pengeluaran untuk biaya jasa yang dibayarkan kepada underwriters untuk
pengurusan saham dan obligasi, biaya pengurusan ijin dan akte pendirian dan biaya promosi untuk
pengenalan kepada organisasi kepada masyarakat. Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagau
aktiva tak berujud dengan nama Biaya Organisasi. Sebenarnya biaya organisasi akan bermanfaat
selama hidup perusahaan, tetapi dalam praktik perusahaan menetapkan masa manfaat dengan
taksiran tertentu yang dianggap wajar. Seperti halnya aktiva tak berujud lainnya, biaya organisasi
juga diamortisasi selama jangka waktu tertentu.
9.    Goodwill
Goodwill adalah kelebihana-kelebihan, keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan,
yang oleh karenanya menjadi dinilai lebih oleh pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa
karena perusahaan memiliki reputasi manajemen yang sangat bagus, menghasilkan suatu produk
unggul yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain.Goodwill hanya diakui
(dibuatkan perkiraan) jika terjadi suatu transaksi, yang mana dalam transaksi tersebut perusahaan
dinilai lebih oleh pihak lain. Transaksi yang dimaksudkan bisa berupa : penjualan perusaahaan,
bergabung/ berhentinya sekutu (anggota persero) baru, merger atau akuisisi.
10.     Biaya Research Dan Pengembangan
Biaya research dan pengembangan bukan aktiva tak berujud, tetapi karena pengeluaran-
pengeluaran ini berhubungan dengan hak paten dan hak cipta maka pengeluaran tersebut akan
dibahas pada makalah ini. Banyak perusahaan melakukan pengeluaran yang cukup besar
jumlahnya untuk keperluan research dan pengembangan dalam rangka mendapatan produk baru
atau proses yang lebih baik. Pada perusahan-perusahaan raksasa seperti IBM, Toyota, atau
Mitsubishi, pengeluaran untuk keperluan ini mungkin melebihi anggaran belanja sebuah negara
sedang berkembang.
Research dan pengembangan memiliki sejumlah masalah akuntansi: (1) kadang-kadang sulit
untuk mengaitkan pengeluaran pada proyek tertentu, dan (2) seringkali terdapat ketidakpastian
mengenai manfaat dari pengeluaran tersebut, baikbesarnya maupun kapan manfaat tersebut akan
diperoleh. Oleh karena itu pengeluaran untuk research dan pengembangan biasanya dicatat sebagai
biaya pada waktu terjadi pengeluaran. Pengeluaran seperti ini tidak memperhatikan apakah
pengeluaran akan berhasil atau tidak berhasil:
Sebagai contoh, misalnya PT Ardi Perkasa melakukan pengeluaran sebesar Rp.
30.000.000,00 untuk biaya research dan pengembangan. Research dan pengembangan ini telah
menghasilkan dua penemuan yang sangan berhasil dan telah memperoleh dua hak paten.
Walaupun demikin, pengeluaran untuk research dan pengembangan tidak dapat dimasukkan dalam
harga perolehan hak paten, melainkan tetap harus diperlakukan sebagai biaya pada periode
dikeluarkannya biaya tersebut.
Banyak ahli tidak menyetujui pendekatan akuntansi ini. Mereka berpendapat bahwa dengan
memperlakukan pengeluaran research dan pengembangan sebagai biaya, akan menyebabkan aktiva
dan laba bersih menjadi terlalu rendah. Namun pihak lain berpendapat, bahwa dengan
mengkapitalisasi pengeluaran ini hanya akan menimbulkan aktiva yang sifatnya sangat spekulatif
dalam neraca

E.  Penyajian Dalam Laporan Keuangan     


Pada umumnya aktiva tetap dilaporkan bersama-sama dengan sumber alam, tetapi aktiva
tidak berujud dilaporkan tersendiri setelah aktiva tetap. Pelaporan harus cukup jelas dan bila mana
perlu diberi catatan tambahan, baik dalam laporan itu sendiri ataupun dalam catatan atas laporan
keuangan. Selain itu, metoda depresiasi atau amortisasi yang digunakan juga harus dijelaskan dan
jumlah depresiasi atau amortisasi untuk tahun yang bersangkutan juga disebutkan. Contoh
penyajian aktiva tetap, sumber alam dan aktiva tak berujud dalam neraca adalah sebagai berikut:
PT. ARDI PERKASA
Neraca sebagian
Aktiva Tetap
Tambang batu bara, atas dasar
Harga perolehan, dikurangi deplesi                   Rp         95.400.000
Gedung dan peralatan, atas
Dasar harga perolehan                                       Rp    2.207.100.000
Kurangi: Akumulasi depresiasi                         Rp   1.229.000.000
                                                                                 987.100.000
Jumlah aktiva tetap                                             Rp     1.073.500.00
Aktiva tak berujud
Hak Paten                                                            Rp      410.000.000
Jumlah                                                                 Rp   1.483.500.000

60.000.000
Tarif deplesi= x 100 %=12 %
500.000.000

1. Hak Paten (patent) : hak diberikan kepada pihak yang menemukan hal untuk menjual,
membuat, mengawasi
2. Hak Cipta (copyright) : hak diberikan kpd seorang pengarang atau pencipta untuk
menerbitkan, menjual, mengawasi
3. Merek Dagang (trade mark) : didaftarkan terlebih dahulu dan dilindungi oleh UU yang
penggunaan tidak terbatas.
4. Waralaba (franchise) : hak yang diberikan oleh pihak tertentu (franchisor) kepada pihak
lain atas penggunaan fasilitas franchisor.
5. Leasehold : hak dari penyewa untuk menggunakan aset tetap dalam perjanjian sewa
menyewa.
6. Goodwill : sebagai kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan / kondisi
normal faktor tertentu yang mendukung
7. Biaya Yang Ditangguhkan (deffered cost) : pembayaran dimuka
Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap Tak Berwujud
Pada dasarnya permasalahan akuntansi atas aktiva tetap tak berwujud (intangible asset) sama saja
dengan aktiva tetap berwujud, yaitu :

1. Perolehan (Acquisition Cost)

Sama halnya dengan Tangible Asset, Perolehan atas Intangible Asset juga dicatat sebesar nilai
faktur ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang menyertainya.
2. Pengeluaran-Pengeluaran setelah perolehan (Expenditures)

Jika terjadi pengeluaran-pengeluaran setelah perolehan, maka konsep kapitalisasi maupun


pembebanannya sama saja dengan tangible asset (aktiva tetap berwujud).

3. Amortisasi (Amortization)

Amortisasi adalah pengalokasian harga perolehan ke beban usaha (biaya), yang pada aktiva tetap
dikenal dengan depresiasi (penyusutan). Penghitungan maupun pencatatan atas amortisasi sama
saja dengan cara penghitungan maupun pencatatan atas penyusutan aktiva tetap berwujud.

Hal penting yang perlu diketahui :

(-). Amortisasi kebanyakan merupakan biaya usaha dan jarang digolongkan ke dalam harga pokok
produksi, kecuali merk dagang yang memang digolongkan ke dalam kelompok harga pokok
penjualan.

(-). Amortisasi lebih baik jika dihitung menggunakan metode garis lurus saja, karena pada
dasarnya intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada hubungannya dengan output produk
yang dihasilkan oleh perusahaan.

4. Pelaporan (disclosure)

Intangible asset dilaporkan hanya nilai bersihnya (net value) setelah dikurangi akumulasi
amortisasinya. Akumulasi amortisasi tidak pernah dimnculkan di dalam neraca.
Khusus mengenai Perlakuan Goodwill, lebih jauh dan lebih detail lagi dapat di baca di artikel lain:
PERLAKUAN GOODWILL , disana dilengkapi dengan jurnal dan contoh kasusnya.

Anda mungkin juga menyukai