DOSEN PENGAMPU
Erika Apulina Sembiring, S.Pd, M.Si
DISUSUN OLEH :
Erma Safitri 2043000027
JURUSAN : Akuntansi
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Erma Safitri
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Kas
Kas menurut pengertian sempit berarti uang, namun di dalam akuntansi istilah kas mengandung pengertian
yang lebih luas dari uang. Kas adalah kas atau setara kas yang sifatnya sangat likuid dan dapat digunakan
sewaktuwaktu untuk melunasi kewajiban lancar dan juga penggunaannya tidak dibatasi. Misalnya kas
tersebut adalah sinking fund (digunakan untuk melunasi kewajiban jangka panjang). Akuntansi meliputi
pos-pos sebagai berikut :
1. Uang tunai, baik berupa uang kertas maupun uang logam dalam negeri dan luar negeri (valuta asing)
yang ada di perusahaan.
2. Simpanan di bank dalam bentuk rekening giro, rekening tabungan, yang setiap saat dapat diambil atau
simpanan di bank yang tidak terikat oleh batasan tertentu.
3. Hal-hal yang dapat disamakan dengan kas, misalnya cek, slip penjualan kartu kredit atau kartu debet,
maupun bank draft (wesel bank) yang diterima dari pihak lain serta surat berharga lainnya yang dapat
diuangkan di bank atau lembaga keuangan lainnya sebesar nilai nominalnya.
Dengan demikian, selain hal-hal tersebut di atas berikut ini tidak dapat digolongkan sebagai kas, misalnya
cek mundur (post dated check), kas bon, prangko serta simpanan di bank yang tidak dapat diambil atau
tidak dapat digunakan untuk pembayaran setiap saat dibutuhkan (uang jaminan). Cek mundur dan kas bon
harus diperlakukan sebagai piutang sampai kertas-kertas berharga itu dapat diuangkan atau
dipertanggungjawabkan, sedangkan prangko, meterai, dan semacamnya harus diperlakukan sebagai
persekot beban atau persediaan prangko dan meterai sampai pada akhirnya digunakan dan dibebankan
sebagai biaya operasi. Simpanan di bank yang jangka waktu pengambilannya dibatasi (misalnya deposito
berjangka) harus diperlakukan sebagai investasi jangka pendek atau jangka panjang tergantung pada jangka
waktunya. Kas (baik yang ada pada perusahaan atau pada bank) yang penggunaannya telah dibatasi atau
disisihkan untuk tujuan tertentu (misalnya dana untuk ekspansi, dana pensiun, dana pelunasan utang jangka
panjang), walaupun kas tersebut berwujud uang tunai, namun karena uang tersebut tidak dapat digunakan
untuk kegiatan sehari-hari maka tidak boleh diklasifikasikan atau digabungkan dengan kas. Kas dinilai
sebesar nilai nominal uang tunai perusahaan dan nilai nominal cek dari perusahaan lain yang menjadi kas
perusahaan dan saldo rekening bank.
B. PENGENDALIAN INTERNAL KAS
Sesuai dengan sifat kas, khususnya uang tunai, kas tidak mempunyai identitas kepemilikan
(sehingga kalau hilang sulit untuk dilacak) dan mempunyai sifat mudah untuk dipindahtangankan
maka manajemen harus yakin bahwa :
1. setiap pengeluaran kas telah mendapatkan otorisasi dan sesuai dengan tujuan;
2. semua uang yang seharusnya diterima benar-benar telah diterima dan dicatat dengan benar; 3.
transaksi dicatat sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyusunan laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi dan memungkinkan adanya pertanggungjawaban kekayaan perusahaan;
4. tidak ada penyalahgunaan terhadap uang milik perusahaan.
Di samping itu, manajemen bertanggung jawab untuk menyediakan kas yang cukup untuk kegiatan
perusahaannya sehari-hari. Oleh sebab itu, manajemen perlu menetapkan pengendalian internal terhadap
kas yang memadai. Pengawasan internal dalam arti sempit adalah adanya internal check (pengecekan silang
secara otomatis), namun dalam arti luas pengendalian internal meliputi semua proses yang dijalankan oleh
personel perusahaan dengan tujuan untuk:
1. mengamankan dan mencegah terjadinya pemborosan, penyalahgunaan dan inefisiensi dari sumber-
sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan;
2. menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya kebenaran data operasi dan data akuntansi, serta laporan
keuangan yang dihasilkan;
3. mendorong tercapainya efisiensi dan efektivitas operasi dan dipatuhinya kebijaksanaan manajemen
4. menjamin dipatuhinya undang-undang dan peraturan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
Dengan demikian, antara tujuan atau tanggung jawab manajemen dengan tujuan pengendalian internal
adalah identik. Oleh karena itulah, manajemen harus merancang, menerapkan, dan mengawasi
pengendalian intern dengan sebaik-baiknya. Unsur-unsur pengendalian internal yang baik terdiri atas:
1. lingkungan pengendalian, adalah penciptaan suasana kondusif yang menimbulkan kesadaran bagi
seluruh personil perusahaan akan pentingnya adanya suatu pengendalian;
2. penilaian risiko, adalah kebijakan dan prosedur yang dapat mencegah risiko tidak dapat dicapainya tujuan
pengendalian internal;
3. aktivitas pengendalian adalah suatu kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen untuk
menjamin tercapainya tujuan pengendalian internal;
4. informasi dan komunikasi adalah sistem informasi yang menjamin bahwa seluruh transaksi telah dicatat
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum;
5. pemantauan (monitoring), kegiatan untuk menjamin bahwa pengendalian internal telah berjalan sesuai
dengan yang direncanakan.
Prinsip-prinsip pengendalian internal terhadap kas pada dasarnya dapat diringkas sebagai berikut.
1. Setiap kali terjadi penerimaan harus segera dicatat.
2. Penerimaan kas setiap hari harus segera disetorkan ke bank, secara utuh dan pada hari yang sama.
3. Harus ada pemisahan antara petugas yang menangani penerimaan dengan pembukuan kas, serta petugas
yang menyimpan kas.
4. Diadakan pemisahan antara fungsi penerimaan kas (bendahara/kasir penerima) dan fungsi pengeluaran
kas (bendahara/kasir pengguna).
5. Semua pengeluaran kas sebaiknya dilakukan dengan menggunakan check, kecuali pengeluaran-
pengeluaran yang bersifat rutin dan jumlahnya relatif kecil dapat dibayar melalui dana kas kecil.
6. Semua pengeluaran harus terlebih dahulu mendapatkan otorisasi atau persetujuan dari direktur keuangan
atau atasan bendahara.
7. Apabila check telah ditandatangani maka semua bukti-bukti pendukungnya harus diberi tanda telah
dibayar (lunas).
8. Sebaiknya digunakan Cash Register.
Contoh 1 :
1) Pembentukan Kas Kecil. Pada tanggal 1 Januari 20x9 PT. SARI memutuskan untuk
membentuk dana kas kecil, dan untuk pertama kali ditunjuk Ridwan sebagai kasir kas kecil
dan dana yang dibentuk sebesar Rp10 juta. Transaksi di atas di jurnal sebagai berikut :
Tgl Keterangan R Debet Kredit
1-1-x9 Kas Kecil; 10.000.000
Kas 10.000.000
Dibentuk dana kas kecil sebesar
Rp10 juta
2) Pengeluaran dari dana kas kecil Setiap pengeluaran uang dari dana kas kecil harus didasarkan
pada perintah pengeluaran kas kecil, dan kasir kas kecil harus menyimpan semua bukti-bukti
pengeluaran (kuitansi atau bukti kas keluar) dan mencatat transaksi tersebut dalam Buku Kas
Kecil. Misalnya, selama 2 minggu pertama bulan Januari 20x9 sebagai berikut.
Tanggal
2 : pembelian prangko ……………… Rp 160.000
3 : biaya taksi ……………………… Rp 310.000
5 : pengiriman telegram …………… Rp 280.000
6 : biaya angkut pembelian ……….. Rp 600.000
8 : biaya perjalanan dinas ………… Rp5.900.000
11 : bensin untuk kendaraan dinas … Rp 525.000
12 : pengiriman telegram …………… Rp 200.000
13 : biaya telepon …………………… Rp 1.000.000
Jumlah pengeluaran ……..…….. Rp 8.975.000
3) Pengisian kembali kas kecil Pada tanggal 14 Januari 20x9 kas kecil diisi kembali untuk
mengganti pengeluaran-pengeluaran kas kecil yang telah dilakukan. Jurnal untuk mencatat
pengeluaran cek untuk pengisian kembali dana kas kecil adalah sebagai berikut.
Piutang adalah tagihan kepada pelanggan atau pihak lain atas uang, barang atau jasa.
Untuk tujuan laporan keuangan perusahaan mengklasifikasikan piutang menjadi
piutang lancar (jangka pendek) atau piutang tidak lancar (jangka panjang). Perusahaan
mengharapkan dapat mengumpulkan piutang jangka pendek dalam tempo satu tahun
atau kurang atau selama periode siklus normal usaha, mana yang lebih lama.
A. KLASIFIKASI PIUTANG
Dalam usahanya untuk meningkatkan volume penjualan perusahaan sering kali
memberikan kemudahan kepada para pelanggannya dengan jalan memberi
kelonggaran dalam pembayaran. Tentu saja di dalam memberikan kredit ini,
perusahaan harus hati-hati, agar kredit yang telah diberikan nantinya dapat ditagih.
Namun, penjualan secara kredit ini biarpun telah diberikan secara selektif dan hati-
hati, masih ada kemungkinan ada debitur yang tidak mau atau tidak mampu melunasi
utangnya. Piutang atau tagihan yang timbul dari transaksi penjualan kredit ini dalam
akuntansi akan dikelompokkan sebagai piutang usaha. Dalam praktik piutang usaha
ini sering disertai suatu janji tertulis yang dibuat debitur. Apabila halnya demikian
maka piutang yang ada janji tertulisnya akan dikelompokkan sebagai piutang wesel.
Selain piutang usaha, perusahaan juga sering mengadakan transaksitransaksi yang
menimbulkan pos piutang yang lain, seperti piutang bunga, piutang pegawai, piutang
direksi, piutang perusahaan afiliasi. Dalam akuntansi setiap piutang di atas harus
diklasifikasikan dan disajikan dalam neraca dengan benar. Artinya, rekening piutang
harus dapat menunjukkan dengan jelas apakah piutang tersebut piutang usaha,
piutang pegawai, piutang bunga, piutang direksi atau piutang yang lain. Setiap
rekening piutang tersebut harus dilengkapi dengan buku pembantunya masing-
masing. Seluruh piutang perusahaan yang diperkirakan dapat ditagih dalam tempo
satu tahun atau kurang dihitung dari tanggal neraca harus disajikan dalam neraca
dalam kelompok aktiva lancar. Sedangkan piutang yang baru dapat ditagih lewat dari
satu tahun sejak tanggal neraca tidak boleh dikelompokkan sebagai aktiva lancar,
tetapi harus dipisahkan tersendiri dan masuk dalam kelompok investasi atau aktiva
lain-lain, bisa juga piutang jangka panjang. Penting tidaknya suatu piutang usaha
atau piutang wesel bagi perusahaan akan bervariasi dengan volume penjualan kredit
dan lamanya periode kredit yang diberikan kepada pelanggan. Semakin besar volume
penjualan kredit berarti semakin besar pula jumlah piutang perusahaan dan semakin
lama periode kredit berarti semakin besar pula jumlah piutang perusahaan.
Contoh 1
Apabila volume penjualan kredit selama satu tahun Rp600 juta dan lamanya periode
kredit 30 hari maka rata-rata piutang perusahaan akan berjumlah:
30 hari x Rp600.000.000 = Rp100.000.000
360 hari
Apabila perusahaan memperpendek kredit yang diberikan kepada pelanggan dari 30 hari menjadi
15 hari maka jumlah piutang rata-ratanya akan sebesar:
15hari x Rp60.000.000 = Rp50.000.000,00
360hari
Dengan demikian, kalau perusahaan memiliki saldo piutang rata-rata lebih dari yang dihitung di
atas berarti terdapat debitur yang membayar lebih dari yang ditentukan, demikian sebaliknya.
Selanjutnya dalam penyajian laporan keuangan piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut L
1. Piutang dapat digolongkan menjadi dua kategori pokok, yaitu:
a. piutang usaha;
b. piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan
produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang
yang timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.
2. Piutang yang diperkuat dengan kesepakatan tertulis disebut wesel tagih atau piutang wesel.
3. Dalam neraca piutang usaha, wesel tagih, piutang lain-lain harus disajikan secara terpisah
dengan identifikasi yang jelas.
4. Piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak
dapat diterima. Jumlah bruto piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan
untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat diterima.
5. Saldo kredit piutang individual jika jumlahnya material harus dikelompokkan sebagai
kewajiban.
6. Jumlah piutang yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
7. Kewajiban bersyarat dalam hubungannya dengan penjualan piutang yang disertai perjanjian
untuk dibeli kembali kepada suatu lembaga keuangan harus dijelaskan secukupnya.
A. PENGERTIAN PERSEDIAAN
Persediaan meliputi barang-barang yang disebut di atas, baik yang ada dalam perusahaan,
dalam perjalanan maupun yang dititipkan pada pihak lain.
Contoh 6.1:
Sebuah perusahaan membeli 1.000 unit persediaan dengan harga @ Rp1.000,00 atau total Rp 1
juta. Pada saat pembelian diperkirakan persediaan akan laku dijual dengan harga @ Rp1.250,00
atau dengan mark up 25%. Misalkan, sebelum persediaan tersebut dijual kembali, diketahui
untuk membeli persediaan yang sama (identik) harganya naik menjadi @ Rp1.200,00
dan untuk mempertahankan mark up 25%, harga jual harus dinaikkan menjadi @ Rp.1.500,00.
Jika 1.000 unit persediaan dijual, akuntansi historis akan mengakui laba kotor sebagai berikut.
Pendapatan Penjualan Rp1.500.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp1.000.000,00 -
Laba kotor Rp 500.000,00
Namun, untuk mengganti 1.000 unit persediaan sekarang memerlukan dana sebesar
Rp1.200,000,00 sehingga laba yang Rp500.000,00 tersebut yang Rp200.000,00 adalah
merupakan holding gains, sedangkan yang Rp300.000,00 merupakan laba kotor usaha sejati.
Seperti telah dibahas dalam modul sebelumnya, laporan keuangan historis tidak dapat
menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan sebenarnya. Selain pengaruh inflasi pada
harga pokok penjualan, kenaikan harga pengganti persediaan juga tidak dapat diungkapkan
dalam neraca yang menggunakan sistem harga pokok historis. Kegagalan untuk mengakui
holding gains secara terpisah dalam pos pendapatan ketika terjadi kenaikan harga akan
mengakibatkan aktiva yang dilaporkan dalam neraca lebih rendah daripada harga penggantinya.
Sebagai contoh dengan melanjutkan contoh sebelumnya, misalkan persediaan tersebut belum
terjual sampai dengan akhir periode. Akuntansi harga pokok historis akan melaporkan persediaan
sebesar harga perolehannya Rp1.000.000,00. Namun, apabila perusahaan mengakui adanya
holding gains yang belum direalisasi sebesar Rp200.000,00 maka persediaan akan dilaporkan
sebesar Rp1.200.000,00. Holding gains yang belum direalisasi ini, dapat dilaporkan sebagai pos
pendapatan dalam perhitungan laba rugi atau sebagai kenaikan modal sendiri. Pemilihan antara
dua alternatif tersebut tergantung pada aturan pengakuan laba yang digunakan.
Standar akuntansi di Indonesia masih didasarkan pada sistem harga pokok historis,
namun mengingat tingkat inflasi di negara kita rata-rata cukup tinggi, kiranya tidak salahlah
apabila pembaca laporan keuangan menyadari hal tersebut.
C. KLASIFIKASI PERSEDIAAN
1. Perusahaan Jasa
Dalam perusahaan jasa, biasanya hanya terdapat satu jenis persediaan saja, yang
diberi nama Persediaan Bahan Pembantu/Persediaan Bahan Habis Pakai/Inventory of
Supplies. Persediaan ini dapat terdiri atas barang-barang seperti kertas, karbon, pita
mesin tulis, kertas formulir, prangko, meterai, dan alat-alat tulis yang lain. Sebagai
rekening, biaya dari pemakaian bahan pembantu ini dapat diberi nama dengan salah
satu nama, seperti Pemakaian Bahan Pembantu, Biaya Bahan Pembantu, Pemakaian
Bahan Habis Pakai, dan sebagainya. Pada umumnya, saat pembelian bahan habis
pakai akan dicatat sebagai elemen biaya, kemudian pada akhir periode ditentukan
berapa jumlah bahan baku yang masih ada yang harus dilaporkan dalam neraca.
Pencatatan persediaan ini dilakukan melalui jurnal penyesuaian setiap akhir periode.
Contoh :
Misal selama tahun ini Kantor Akuntan Publik Gatotkaca membeli perlengkapan kantor
seperti kertas, ball-point, prangko, amplop, dan sebagainya seharga Rp5 juta, dan pada saat akan
disusun laporan keuangan perlengkapan yang masih ada (belum digunakan) mempunyai kos
Rp1 juta. Jurnal untuk mencatat pembelian dan jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut.
2. Perusahaan Dagang Dalam perusahaan dagang biasanya akan terdapat dua jenis
persediaan, yaitu berikut ini.
a. Persediaan Barang Habis Pakai (perlengkapan), yang terdiri atas alat-alat tulis seperti
kertas tik, karbon dan pita mesin tik yang digunakan untuk menjalankan kegiatan
administrasi; dan bahan pembantu toko yang terdiri dari bahan-bahan pembungkus,
seperti karton, kantong/tas plastik dan tali rafia. Dengan demikian, biaya pemakaian
bahan habis pakai ini akan dialokasikan ke dalam biaya administrasi dan biaya penjualan.
Biasanya banyak perusahaan yang mencatat persediaan bahan habis pakai ini dalam
kelompok rekening persekot biaya.
b. Persediaan Barang Dagangan adalah rekening khusus yang digunakan untuk mencatat
barang dagangan yang belum terjual sampai dengan tanggal neraca. Yang dimaksud
dengan barang dagangan adalah barangbarang yang dibeli perusahaan dengan tujuan
untuk dijual kembali. Jenis barang dagangan ini tentu saja akan bervariasi antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Untuk dealer mobil, barang
dagangannya akan berupa aneka macam mobil, untuk adi pasar (supermarket) barang
dagangannya akan bervariasi dari barang-barang kebutuhan dapur sampai dengan barang-
barang kosmetika dan elektronik. Rekening pasangan dari Persediaan Barang Dagangan
ini adalah rekening Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold).
Contoh 6.3.
Misal Toko Mitra yang baru saja beroperasi, selama minggu ini melakukan pembelian
barang dagangan seharga Rp100 juta dan melakukan penjualan barang dagangan
sebanyak Rp20 juta yang harga perolehannya Rp16 juta. Transaksi tersebut oleh
perusahaan akan dicatat sebagai berikut.
2. Perusahaan Industri/Manufaktur
Dalam perusahaan jenis ini akan memiliki berbagai jenis persediaan, seperti
persediaan bahan habis pakai, persediaan bahan baku, persediaan barang dalam
proses, dan persediaan barang jadi.
Biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung secara langsung dapat
diidentifikasikan pada persediaan barang dalam proses. Sedangkan biaya overhead pabrik
sulit untuk diidentifikasikan dengan barang dalam proses yang bersangkutan. Overhead
pabrik terdiri atas seluruh biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja
langsung. Overhead pabrik ini akan terdiri atas pemakaian bahan pembantu pabrik dan
tenaga kerja tidak langsung yang secara spesifik tidak dapat diidentifikasikan pada
produk atau barang dalam proses. Overhead pabrik juga mencakup biaya umum pabrik,
seperti biaya depresiasi, pemeliharaan, reparasi, pajak kekayaan, asuransi, listrik, air, dan
gaji manager pabrik. Biaya overhead pabrik dapat dibedakan menjadi biaya overhead
tetap (fixed), biaya overhead variabel dan biaya overhead semi variabel. Biaya overhead
tetap adalah biaya overhead yang jumlahnya konstan tidak tergantung pada volume
aktivitas produksi. Contoh biaya overhead tetap ini antara lain, depresiasi, asuransi, dan
sewa. Sedangkan biaya overhead variabel adalah biaya overhead yang jumlahnya
bervariasi secara proporsional dengan volume produksi. Contoh biaya overhead variabel
antara lain (tidak selalu) adalah bahan bakar, bahan pembantu pabrik, dan pemakaian
listrik. Selain itu, ada biaya overhead pabrik yang jumlahnya berubah-ubah, namun
perubahannya tidak sebanding dengan perubahan volume produksi. Biaya overhead
seperti ini akan dikelompokkan sebagai biaya overhead pabrik semi variabel. Contoh
biaya overhead semi variabel antara lain adalah biaya pemeliharaan mesin dan biaya
listrik.
Kieso & Wenandt. (2004). Intermediate Accounting. 11th Ed. John Wiley &
Sons.
Slice, Skousen. (2000). Intermediate Accounting. 14th Ed. South Western College
Publishing.