Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGAUDITAN II

“PEMERIKSAAN ASET TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)”

Dosen Pengampu : Wahyu Febri Eka Susanti, S.E., M.Si., AK., C.A.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, seingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang Berjudul “Pemeriksaan Aset Tak Berwujud
(Intangible Assets)” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kelompok Mata kuliah Pengauditan 2.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran, dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman bagi penulis dan pembaca. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 10 Februari 2024

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan aset tak berwujud adalah suatu langkah penting dalam manajemen
keuangan perusahaan. Aset seperti goodwill, hak paten, hak cipta, dan franchise memiliki
nilai ekonomi signifikan dan mempengaruhi gambaran keuangan perusahaan. Oleh karena
itu, pemeriksaan aset tak berwujud membutuhkan pendekatan yang teliti untuk
memastikan keabsahan dan nilai yang tepat dari aset-aset ini.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk memastikan pengelolaan yang tepat, pengakuan
yang akurat, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan terkait. Dinamika bisnis,
perubahan teknologi, dan aktivitas riset dan pengembangan juga memerlukan pemantauan
yang cermat melalui pemeriksaan.
Perlindungan hak kekayaan intelektual, pengelolaan risiko, dan kepatuhan pajak
terhadap aset tak berwujud menjadi fokus utama dalam proses pemeriksaan ini. Hasil dari
pemeriksaan aset tak berwujud memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan
dan memastikan bahwa informasi keuangan yang disajikan dalam laporan perusahaan
akurat dan dapat dipercaya.
Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan komprehensif,
membandingkan perspektif standar akuntansi, mengilustrasikan melalui contoh konkret,
dan merinci langkah-langkah audit, sehingga pembaca dapat memahami dan
mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam praktik bisnis dan audit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja pengertian dan sifat aset tidak berwujud serta contohnya?
2. Apa tujuan pemeriksaan (Audit Objectives) aset tak berwujud?
3. Bagaimana Audit prosedur atas aset tak berwujud?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dan sifat aset tidak berwujud serta contohnya.
2. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan (Audit Objectives) aset tak berwujud.
3. Untuk mengetahui Audit prosedur atas aset tak berwujud.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Pembaca
Sebagai tambahan informasi dalam memperluas pengetahuan tentang Pemeriksaan
Aset Tak Berwujud (Intangible Assets).
2. Bagi Penulis
Dapat memperdalam ilmu dan pemahaman mengenai Pemeriksaan Aset Tak
Berwujud (Intangible Assets).
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sifat dan Contoh


2.1.1 Pengertian dan Sifat Aset Tidak Berwujud menurut SAK ETAP (ΙΑΙ,
2009:76)
Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan
tidak mempunyai wujud fisik. Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
1. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau
terbagi dari perusahaan dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau
ditukarkan melalui suatu kontrak terkait aset atau liabilitas secara
individual atau secara bersama.
2. Muncul dari hak kontraktual atau hak hukum lainnya, terlepas apakah hak
tersebut dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari perusahaan atau dari
hak dan kewajiban lainnya.

Aset tidak berwujud tidak termasuk efek (surat berharga), atau hak atas
mineral dan cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam dan sumber daya
yang tidak dapat diperbarui lainnya.

Aset tidak berwujud diakui jika: kemungkinan perusahaan akan


memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, dan biaya
perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.

Entitas mengukur aset tidak berwujud pada awalnya sebesar biaya


perolehan. Biaya perolehan aset tidak berwujud yang diperoleh secara terpisah
terdiri atas:

1. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat
dikreditkan, setelah diskon dan potongan dagang; dan
2. biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam
mempersiapkan aset sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

Entitas harus mengakui pengeluaran internal yang terjadi atas aset tidak
berwujud, termasuk semua pengeluaran untuk aktivitas riset dan
pengembangan sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali pengeluaran
tersebut merupakan bagian dari biaya perolehan aset lainnya yang memenuhi
kriteria pengakuan dalam SAK ETAP.
Pengeluaran berikut ini harus diakui sebagai beban dan bukan sebagai aset
tidak berwujud.

1. Merek, logo, judul publikasi, daftar konsumen yang dihasilkan secara


internal dan hal lain yang secara substansi serupa.
2. Aktivitas perintisan (biaya perintisan), termasuk biaya legal dan
kesekretariatan dalam rangka mendirikan entitas hukum, pengeluaran
dalam rangka membuka usaha atau fasilitas baru (biaya prapembukaan)
atau pengeluaran untuk memulai operasi baru atau meluncurkan produk
atau proses baru (biaya pra-operasi).
3. Aktivitas pelatihan.
4. Aktivitas periklanan dan promosi.
5. Relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh entitas.

2.1.2 Pengertian dan Sifat aset tak berwujud menurut PSAK No. 19 (Revisi
2015) 19.2 & 19.3
Aset tak berwujud adalah aset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan
atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada
saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan, jumlah yang
diatribusikan ke aset saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan
tertentu dalam PSAK lain, contohnya PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham.
Amortisasi adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan aset tak
berwujud selama umur manfaatnya.
Jumlah tersusutkan adalah biaya perolehan aset, atau junlah lain yang
merupakan pengganti biaya perolehan, dikurangi nilai residunya.
Jumlah tercatat aset adalah jumlah aset yang diakui dalam laporan
posisi keuangan setelah dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi
rugi penurunan nilai.
Nilai residu dari aset tak berwujud adalah jumlah estimasian yang
dapat diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset, setelah dikurangi estimasi
biaya pelepasan aset, jika aset telah mencapai umur dan kondisi yang
diharapkan pada akhir umur manfaatnya.
Nilai spesifik entitas adalah nilai kini dari arus kas yang diharapkan
entitas akan timbul dari penggunaan aset secara berkelanjutan dan dari
pelepasan aset tersebut pada akhir umur manfaatnya atau yang diharapkan
terjadi saat penyelesaian liabilitas.
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset
atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran, (Lihat PSAK
68: Pengukuran Nilai Wajar).
Pengembangan adalah penerapan temuan penelitian atau pengetahuan
lain pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk,
proses, sistem. atau jasa yang baru atau yang mengalami perbaikan
substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian.
Penelitian adalah penyelidikan asli dan terencana yang dilaksanakan
dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis
atas ilmu yang baru.
Rugi penurunan nilai adalah suatu jumlah yang merupakan selisih
lebih jumlah tercatat suatu aset atas jumlah terpulihkannya.
Umur manfaat adalah periode suatu aset yang diharapkan dapat
digunakan oleh entitas; atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan
akan diperoleh dari suatu aset oleh perusahaan.
1. Aset takberwujud diakui jika, dan hanya jika:
a. kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa
depan dari aset tersebut, dan
b. biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal.
2. Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomi masa depan, entitas
menggunakan asumsi rasional dan dapat dipertanggungjawabkan yang
merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku
sepanjang umur manfaat aset tersebut.
3. Dalam menilai tingkat kepastian adanya manfaat ekonomi masa depan
yang timbul dari penggunaan aset tak berwujud, entitas
mempertimbangkan bukti yang tersedia pada saat pengakuan awal aset tak
berwujud dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada bukti
ekstern.
4. Aset tak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.
2.1.3 Contoh
1. Goodwill-timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu
perusahaan lain di atas harga yang berlaku untuk aset netonya setelah
dikurangi biaya-biaya, karena perusahaan yang dibeli mempunyai
keunggulan tertentu.
2. Hak Paten-jika suatu perusahaan atau seseorang menemukan suatu
produk baru setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan
mengeluarkan biaya yang cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan
produk ciptaannya ke Direktorat Hak Paten, untuk memperoleh Hak Paten,
sehingga orang lain tidak dapat membuat produk yang sama, kecuali orang
tersebut sudah membeli hak paten tersebut atau membayar royalti kepada
pemilik hak paten.
3. Hak Cipta (copy right) yang diberikan kepada seseorang yang mencipta
lagu atau buku.
4. Franchise-misalnya Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, Es Teller '77.
Jika seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk,
cara penyajian, dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli
hak franchise.

2.2 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Aset Tak Berwujud


Tujuan pemeriksaan aset tak berwujud sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik
atas Aset tak berwujud.
Dalam hal ini auditor cukup menggamalkan internal control questionnaires
(ICQ). Beberapa ciri internal control yang baik atas aset tak berwujud
adalah: (a) adanya sistem otorisasi dalam penambahan dan penghapusan aset
tak berwujud. (b) adanya internal auditor yang memeriksa kelengkapan bukti
pendukung dari perolehan dan penambahan aset tak berwujud, serta
otorisasinya.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan, dan penghapusan
Aset tak berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap
serta diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
Misalnya, untuk memperoleh frunchise apakah ada perjanjian franchise-nya,
serta Apakah sudah diotorisasi oleh direksi.
3. Untuk memeriksa apakah aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan
masih mempunyai kegunaan di masa yang akan datang.
Untuk menaksir masa manfaat aset tak berwujud harus dipertimbangkan
antara Lain:
a. ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat
Maksimum:
b. kemungkinan untuk memperbarui atau memperpanjang batas masa
manfaat yang telah ditentukan,
c. pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan
ekonomi dan teknologi yang memengaruhi masa manfaat.
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aset tak berwujud yang dimiliki
perusahaan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
ETAP/PSAK/IFRS.
a. Menurut SAK ETAP (IAI, 2009) 80
Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada
di alokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai
dengan keinginan Manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset
dihentikan-pengakuannya. Entitas harus memilih metode amortisasi yang
mencerminkan pola pemanfaatan aset di masa mendatang. Jika entitas
tidak dapat menetapkan pola yang andal, maka entitas harus
menggunakan metode garis lurus.
b. Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2015) 19.34
Jumlah tersusutkan aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas
dialokasikan secara sistematis selama umur manfaatnya. Amortisasi
dimulai ketika aset tersedia untuk digunakan, yakni ketika aset berada
pada lokasi dan dalam kondisi untuk beroperasi sesuai dengan cara yang
dimaksudkan oleh manajemen. Amortisasi dihentikan pada waktu mana
yang lebih dulu antara ketika aset tersebut digolongkan sebagai aset yang
dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok aset lepasan yang
dikelompokkan dalam aset yang dimiliki untuk dijual).
5. Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aset tak
berwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
Contohnya, perusahaan mempunyai hak paten, copy right atau franchise dan
memberikan/menjual aset tak berwujud tersebut kepada pihak ketiga, maka
auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa royalti betul-betul sudah
dicatat dan diterima oleh perusahaan.
6. Untuk memeriksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan
keuangan sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
di Indonesia ETAP/PSAK/IFRS.
a. Menurut SAK ETAP (ΙΑΙ, 2015) 19.20
Entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk setiap kelompok aset
tidak berwujud, yaitu:
1) Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan
2) Metode amortisasi yang digunakan
3) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi pada awal dan akhir
periode
4) Unsur pada laporan laba rugi yang di dalamnya terdapat amortisasi
aset tidak berwujud.
5) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan penambahan, pelepasan, amortisasi, dan perubahan
lainnya secara terpisah.
b. Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2010) 19.40
Suatu kelompok aset tak berwujud adalah pengelompokan aset yang
memiliki sifat dan digunakan yang serupa dalam kegiatan operasi entitas.
Contoh dari kelompok terpisah mencakup:
1) nama merek;
2) kepala surat kabar dan judul publisitas;
3) peranti lunak komputer;
4) lisensi dan waralaba;
5) hak cipta, paten, dan hak kekayaan intelektual industri lain, serta hak
operasional dan penyediaan jasa lain;
6) resep, formula, model, desain, dan purwarupa; dan
7) aset tak berwujud dalam pengembangan.

2.3 Audit Prosedur Atas Aset Tak Berwujud


1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tak berwujud
Jika auditor menyimpulkan bahwa internal control atas aset tak berwujud
adalah baik, maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa dipersempit.
2. Minta perincian aset tak berwujud per tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) yang antara lain menunjukkan.
Penambahan aset tak berwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak
paten) atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-produk baru,
yang jika dianggap marketable bisa diurus (didapatkan) hak patennya ke
Direktorat Hak Paten, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat produk
yang sama, kecuali membayar royalti kepada pemegang hak paten.
3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu check footing dan
cross footing.
4. Periksa penambahan aset tak berwujud:
a. Apakah diotorisasi pejabat entitas yang berwenang.
b. Periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk mengetahui apakah
otorisasi tersebut diberikan melalui rapat tersebut.
c. Periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.
5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset tak berwujud.
Periksa apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan di Indonesia ETAP/PSAK/IFRS dan perhitungannya akurat. Jika
ada aset tak berwujud yang dihapuskan, misalnya goodwill, karena tidak lagi
mempunyai kegunaan, maka harus diperiksa otorisasi dari pejabat entitas
yang berwenang.
6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak
ketiga dan periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut sudah
dicatat dan diterima perusahaan.
Perjanjian untuk menjual/menyewakan hak paten, hak cipta dan franchise
milik perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan di hadapan notaris,
karena itu auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk permanent
file. Untuk royalti yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah dikenakan
PPh 23 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku. Selain itu auditor harus
memeriksa buku penerimaan kas (bank) untuk mengetahui apakah pendapatan
dari penjualan/penyewaan tersebut sudah diterima oleh perusahaan dan dicatat
di buku perusahaan.
7. Periksa apakah penyajian aset takberwujud dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS.
Dalam hal ini entitas harus mencatat perolehan/penambahan aset takberwujud
sebesar harga perolehannya. Di laporan posisi keuangan (neraca) aset
takberwujud disajikan sebesar nilai netonya, setelah diamortisasi. Sedangkan
di catatan atas laporan keuangan harus dijelaskan antara lain: saldo aset
takberwujud terdiri dari apa saja, dengan mencantumkan nilai neto dari
masing-masing jenis aset tak berwujud, dan metode serta periode
amortisasinya. Dikertas kerja pemeriksaan aset takberwujud auditor harus
mencantumkan kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo
perkiraan aset takberwujud.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Mahasiswa dan masyarakat perlu meluangkan waktu untuk mempelajari konsep dasar
dan pentingnya aset tidak berwujud dalam konteks bisnis dan keuangan. Ini dapat
dilakukan melalui membaca literatur terkait, mengikuti kursus atau seminar, serta
melakukan analisis studi kasus tentang bagaimana perusahaan mengelola aset tidak
berwujud dalam laporan keuangannya. Ini akan membantu mahasiswa dan masyarakat
untuk mengaplikasikan pengetahuan teoritis mereka ke dalam situasi nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. (2019). Auditing : petunjuk praktis pemeriksaan akuntan oleh akuntan
publik. Buku 2 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai