Anda di halaman 1dari 11

Pemeriksaan Aset Takberwujud (Intangible Assets)

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Matakuliah Auditing II yang dibimbing oleh


Bapak Nasikin

Disusun Oleh :

Nama :

Kelas :

Try Zuliyanti

135020301111081

Nurul Khoiriyah

135020301111087

Elza Rahmania Dwi Utami

135020301111092

Rifdah Riyan Dara

7133220056

Auditing CD

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FEBRUARI
2016

Pemeriksaan Aset Takberwujud (Intangible Assets)

1.1 Sifat dan Contoh


Pengertian dan Sifat Aset Tidak Berwujud SAK ETAP (IAI, 2009:76)
Asset tidak berwujud adalah asset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik. Suatu asset dapat diidentifikasikan jika :
a. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi
dari perusahaan dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan
melalui suatu kontrak terkait asset atau liabilitas secara individual atau secara
bersama.
b. Muncul dari kontaktual atau hak hukum lainnya, terlepas apakah hak tersebut
dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari perusahaan atau dari hak dan
kewajiban lainnya.
Aset tidak berwujud tidak termasuk :
a. Efek (surat berharga).
b. Hak atas mineral dan cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam dan
sumber daya yang tidak dapat diperbarui lainnya.
Aset tidak berwujud diakui jika :
a. Kemungkinan perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
asset tersebut.
b. Biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.
Entitas mengukur asset tidak berwujus pada awalnya sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan asset tidak berwujud yang diperoleh secara terpisah terdiri atas :
a. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat
dikreditkan, setelah diskon dan potongan dagang.
b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam mempersiapkan
asset sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.
Pengeluaran berikut ini harus diakui sebagai beban dan bukan sebagai asset tidak
berwujud.
1. Merek, logo, judul publikasi, daftar konsumen yang dihasilkan secara internal
dan hal lain yang secara substansi serupa.
2. Aktivitas perintisan, termasuk biaya legal dan kesekretariatan dalam rangka
mendirikan entitas hokum.
3. Aktivitas pelatihan.
4. Aktivitas periklanan dan promosi.
5. Relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh entitas.
6.
Pengertian dan Sifat Aset Takberwujud mnneurut PSAK No. 19 (Revisi
2010) 19.4

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada saat
perolehan atau konstruksi sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain.
Amortisasi adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan aset takberwujud
selama umur manfaatnya.
Jumlah tersusutkan adalah biaya perolehan aset tau jumlah lain yang
merupakan pengganti biaya perolehan dikurangi nilai residunya.
Jumlah tercatat aset adalah jumlah aset yang diakui dalam laporan posisi
keuangan setalah dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi
penurunan nilai.
Nilai residu dari aset takberwujud adalah jumlah estimasian yang dapat
diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset setalah dikurangi estimasi biaya
pelepasan aset, jika aset telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan
pada akhir umur manfaatnya.
Rugi penurunan nilai adalah suatu jumlah yang merupakan selisih lebih jumlah
tercatat suatu aset atas jumlah terpulihkannya.
Umur manfaat adalah :
a. Periode suatu aset yang diharapkan dapat digunakan oleh perusahaan.
b. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu
aset oleh perusahaan.
Menurut penulis, sifat aset takberwujud adalah :
a. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
b. Tidak mempunyai bentuk, sehingga tidak bisa dipegang atau diraba atau
dilihat.
c. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya
cukup material.
Contoh :
a. Goodwill, timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu
perusahaan lain di atas harga yang berlaku untuk aset netonya setelah
dikurangi biaya-biaya, karena perusahaan yang dibeli mempunyai
keunggulan tertentu.
b. Hak Paten, jika perusahaan atau seseorang menemukan suatu produk baru
setlah melakukan riset selama beberapa waktu dengan mengeluarkan biaya
yang cukup besar.
c. Hak Cipta (Copy right), yang diberikan kepada seseorang yang
menciptakab lagu atau mengarang buku.
d. Franchise, misalnya Ketuncky Fried Chicken, Mc Donald, Es Teller 77.
Jika seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk,
cara penyajian dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli hak
franchise
2.1 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Aset TakBerwujud

Tujuan pemeriksaan aset takberwujud adalah sebgai berikut :


1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aset
tak berwujud.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan dan penghapusan aset tak
berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta di otorisasi
oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
3. Untuk memeriksa apakah aset takberwujud yang dimiliki perusahaan masih
mempunyai kegunaan di masa yang akan datang (manfaatnya lebih dari satu
tahun).
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aset takberwujud dilakukan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS.
5. Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aset
takberwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
6. Untuk memeriksa apakah penyajian aset takberwujud sudah dicatat dan
diterima oleh perusahaan.
Penjelasan atas tujuan pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aset
takberwujud.
Dalam hal ini auditor cukup menggunakan internal control questionnaires
(ICQ).
Contoh ICQ untuk aset takberwujud bisa dilihat di Exhibit 15-1.
Beberapa ciri internal control yang baik atas aset takberwujud adalah:
a. Adanya sistem otorisasi dalam penambahan dan penghapusan aset
takberwujud
b. Adanya internal auditor yang memeriksa kelngkapan bukti pendukung dari
perolehan dan penambahan aset takberwujud, serta otorisasinya.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan, dan penghapusan aset
takberwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta diotorisasi
oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
Misalnya, unutk memperoleh franchise apakah ada perjanjian franchise-nya,
serta apakah sudah diotorisasi oleh direksi.
3. Untuk memeriksa apakah aset takberwujud yang dimiliki perusahaan masih
mempunyai kegunaan di masa yang akan datang.
Untuk menaksir masa manfaat aset takberwujud harus dipertimbangkan, antara
lain :
a. Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat
maksimum
b. Kemungkinan unutk memperbarui atau memperpanjang batas masa manfaat
yang telah ditentukan
c. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan
ekonomi dan teknlogi yang mempengaruhi masa manfaat
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi aset takberwujud yang dimiliki
perusahaan sesuai dengan standart akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS.

Menurut SAK ETAP (IAI,2009) 80


Entitas harus mengalokasikan jumlah yang dapat disusutkan dari aset tidak
berwujud secara sistematis selama umur manfaatnya. Beban amortisasi untuk
setiap periode harus diakui sebagai beban.
Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di
alokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan
keinginan manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset dihentikanpengakuannya. Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola
yang andal, maka entitas harus menggunakan metode garis lurus.
Entitas harus mengukur aset tidak berwujud pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi penurunan nilai.
Semua aset tidak berwujud dianggap mempunyai umur manfaat yang terbatas.
Untuk manfaat aset tidak berwujud yang berasal dari kontraktual atau hak hukum
lainnya tidak boleh melebihi periode hak kontraktual atau hak hukum
tersebut,tetapi mungkin lebih pendek tergantung pada lamanya periode ekspektasi
penggunaan aset tersebut. Jika hak kontraktual atau hak hukum lainnya untuk
masa yang terbatas dapat diperbaharui, maka umur manfaat aset tidak berwujud
harus termasuk periode yang diperbaharui hanya jika terdapat bukti yang
mendukung pembaharuan oleh entitas tanpa biaya yang signifikan.
Jika entitas tidak mampu mengestimasi umur manfaat suatu aset tidak
berwujud, maka umur manfaatnya diangap 10 tahun.
Menurut PSAK No.19 (Revisi 2010) 19.34

Jumlah tersusutkan aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas


dialokasikan secara sistematis selama umur manfaatnya. Amortisasi dimulai
ketika saat tersedia untuk digunakan, yakni ketika aset berada pada lokasi dan
dalam kondisi untuk beroperasi sesuai dengan cara yang dimaksud oleh
manajemen. Amortisasi dihentikan pada waktu mana yang lebih dulu antara
ketika aset tersebut di golongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual (atau
termasuk dalam kelompok aset lepasan yang dikelompokkan dalam aset yang
dimiliki untuk dijual) sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): aset tidak lancar
yang dimiliki untuk dijual dan operasi yang dihentikan dan tanggal ketika aset
dihentikan pengakuannya. Metode amortisasi yang digunakan menggambarkan
pola konsumsi entitas atas manfat ekonomi masa depan diharapkan, jika pola
tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, maka digunakan metode garis
lurus. Amortisasi yang dibebankan untuk setiap periode diakui dalam laporan
laba rugi kecuali pernyataan ini atau PSAK lain mengizinkan atau
mensyaratkan amortisasi tersebut dimasukkan dalam jumlah tercatat aset lain.
Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah tersusutkan
aset atas dasar yang sistematis selama umur manfaatnya. Metode tersebut
mencakup metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode unit

produksi. Metode yang digunakan dipilih berdasarkan pada pola konsumsi


manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dan diterapkan secara konsisten
dari periode ke periode, kecuali terdapat perubahan dalam perkiraan pola
konsumsi tersebut.
Nilai residu aset tak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas diasumsikan
dengan nol, kecuali :
a. Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud tersebut
pada akhir umur manfaatnya, atau
b. Ada pasar aktif bagi aset tak berwujud tersebut, dan :
1. Nilai residu aset tak berwujud dapat ditentukan dengan mengacu pada
harga yang berlaku di pasar tersebut.
2. Terdapat kumungkinan besar bahwa pasar akan tetap tersedia sampai
akhir umur manfaat aset tersebut.
Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aset tak
berwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan .
Contohnya, perusahaan mempunyai hak paten, copy right atau frenchise dan
memberikan/menjual aset takberwujud tersebut kepada pihak ketiga, maka
auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa royalti betul-betul sudah dicatat
dan diterima oleh perusahaan.
Untuk memeriksa apakah penyajian aset takberwujud dalam lapiran keuangan
sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS.
Menurut PSAK ETAP (IAI, 2009) 81
Entitas harus mengungkapkan hal-halberikut untuk setiap kelompok aset tidak
berwujud :
a.
b.
c.
d.

Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan.


Metode amortisasi yang digunakan.
Jumlah tercatat bruto dan akumulasi pada awal dan akhir periode.
Unsur pada laporan laba rugi yang didalamnya terdapat amortisasi aset tidak
berwujud
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan
penambahan, pelepasan, amortisasi dan perubahan lainnya secara terpisah.
Entitas juga harus mengungkapkan :
a. Penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset tidak
berwujud yang material bagi laporan keuangan entitas.
b. Keberadaan dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang hak penggunaannya
dibatasi dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang ditentukan sebagai
jaminan atas uang.
c. Jumlah komitmen untuk meperoleh aset tidak berwujud.

Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2010) 19.40


1. Entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap kelompok aset tak berwujud,
dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset
tak berwujud lain:
a. Umur manfaat tidak terbatas atau terbatas dan, jika umur manfaat terbatas
diungkapkan, tingkat amortisasi yang digunakan atau umur manfaatnya;
b. Metode amortisasi yang digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur
manfaat terbatas;
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat dengan
akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode
d. Pos dalam laporan laba rugi komprehensif yang mana amortisasi aset tak
berwujud termasuk didalamnya;
e. Rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan;
Penambahan, yang secara terpisah mengindikasikan aset tak berwujud
dari pengembangan internal, diperoleh secara terpisah, dan diperoleh
melalui kombinasi bisnis;
Aset yang dikelompokkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual atau
termasuk dalam kelompo aset lepasan yang dikelompokkan sebagai
dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009); Aset Tidak
Lancar yang dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan
Pelepasan Lain:
Peningkatan atau penurunan selama periode yang berasal dari revaluasi
sesuai dengan dijelaskan diatas dari pengakuan rugi penurunan nilai atau
pembalikan di pendapatan komprehensif lain sesuai dengan PSAK48
(revisi 2009); Penurunan Nilai Aset (jika ada)
Rugi penurunan nilai yang diakui dalamlaporan-laporan laba rugi selama
periode sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009)
Setiap amortisasi yang diakui selama periode;
Selisih kurs neto yang timbul dari nilai penjabaran laporan keuangan
suatu ke mata uang penyajian, dan penjabaran operasi luar negeri ke mata
uang penyajian yang digunakan perusahaan; dan
Perubahan lain pada jumlah tercatat aset tersebut selama periode.
2. Suatu kelompok aset tak berwujud adalah pengelompokkan aset yang memiliki
sifat dan digunakan yang serupa dalam kegiatan operasi entitas. Contoh dari
kelompok terpisah mencakup:
a. Nama Merek;
b. Kepala surat kabar dan judul publisitas;
c. Peranti lunak komputer;
d. Lisensi dan waralaba;
e. Hak cipta, paten, dan hak kekayaan intelektual industri lain, serta hak
operasional dan penyediaan jasa lain;
f. Resep, formula, model, desain, dan purwarupa; dan

g. Aset tak berwujud dalam pengembangan.


Klarifikasi tersebut dipisah (atau digabung) menjadi kelompok lebih kecil (atau
lebih besar) jika hal tersebut menghasilkan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan.
1. Entitas mengungkapkan informasi mengenai penurunan nilai aset tak berwujud
sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2008)
2. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi
dan Kesalahanmensyaratkan entitas untuk mengungkapkan sifat dan jumlah
perubahan dalam estimasi akuntansi yang memiliki pengaruh internal pada
periode kini atau diharpkan memiliki pengaruh material pada periode
selanjutnya. Pengungkapan tersebut mungkin timbul akibat dari perubahan
dalam:
a. Penilaian umur manfaat aset tak berwujud
b. Metode amortisasi; atau
c. Nilai residu.
3. Entitas juga mengungkapkan:
a. Untuk aset tak berwujud yang dinilai dengan umur manfaat tidak terbatas,
jumlah tercatat aset dan alasan yang mendukung penilaian umur manfaat
tidak terbatas tersebut. Dalam memberikan alasan, entitas menjelaskan
faktor signifikan dalam menentukan aset yang memiliki umur manfaat tidak
terbatas;
b. Penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset tak
berwujud yang material terhadap laporan keuangan entitas;
c. Untuk aset-aset tak berwujud yang diperoleh melalui hibah pemerintah dan
awalnya diakui pada nilai wajar;

Nilai wajar pada pengakuan awal atas aset tersebut;

Jumlah tercatatnya; dan

Aset tersebut diukur setelah pengakuan awal dengan model biaya atau
model revaluasi.
d. Keberadaan dan jumlah tercatat aset tak berwujud yang kepemilikannya
diibatasi dan jumlah tercatat aset tak berwujud yang menjadi jaminan untuk
liabilitas.
e. Nilai komitmen kontaktual untuk akuisis aset tak berwujud.
4. Entitas mengungkapkan nilai agregat dari pengeluaran penelitian dan
pengembangan yang diakui sebagai beban selama periode.
5. Pengeluaran penelitian dan pengembangan terdiri dari seluruh pengeluaran
yang dapat diatribusikan secara langsung pada kegiatan penelitian dan
pengembangan.
6. Entitas dianjurkan, namun tidak diharuskan, untuk mengungkapkan informasi :
a. Penjelasan mengenai aset tak berwujud yang telah diamortisasi seluruhnya
tetapi masih digunakan; dan
b. Penjelasan mengenai aset tak berwujud signifikan yang dikendalikan oleh
Entitas namun diakui sebagai aset karena tidak memenuhi kriteria

pengakuan dalam pernyataan ini atau karena aset tersebut diperoleh atau
dihasilkan sebelum PSAK 19 (revisi 2000); Aset Tidak Berwujud Efektif
Diberlakukan.
3.1 AUDIT PRSEDUR ATAS ASET TAK BERWUJUD
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tak berwujud.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan internal control questionnaires,
seperti gambar berikut.

Jika auditor menyimpulkan bahwa inetrnal control atas aset takberwujud


adalah baik, maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa dipersempit
2. Minta perincian aset tak berwujud per tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) yang antara lain menunjukkan:
a. Saldo awal, penambahan, amortisasi dan penghapusan serta saldo akhir.
Penambahan aset takberwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak
paten)atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-produk baru,
yang jika dianggap marketable bisa diurus (didapatkan) hak patennya ke
Direktorat Hak Paten, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat
produk yang sama, kecuali membayar royalti kepada pemegang hak paten.
Contoh rincian dapat dilihat pada gambar berikut.

3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu check footing
dan cross footing.
4. Periksa penambahan aset tak berwujud:
a. Apakah diotorisasi pejabat entitas yang berwenang.
b. Periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk mengetahui apakah
otorisasi tersebut diberikan melalui rapat tersebut.
c. Periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.
5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset tak berwujud.
Periksa apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
di Indonesia ETAP/PSAK/IFRS dan perhitungannya akurat. Jika ada aset tak
berwujud yang dihapuskan, misalnya goodwill, karena tidak lagi mempunyai
kegunaan, maka harus diperiksa otorisasi dari pejabat entitas yang berwenang.
6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat entitas dengan pihak ketiga
yang ingin menggunakan hak paten, hak cipta, dan franchise yang
dimiliki perusahaan. Periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut
(dalam bentuk royalty fee) sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
Perjanjian untuk menjual/menyewakan hak paten, hak cipta, dan franchise
milik perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan di hadapan notaris,
karena itu auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk permanent file.
Untuk royalti yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah dikenakan PPh 23
sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.
Selain itu auditor harus memeriksa buku penerimaan kas (bank) untuk
mengetahui apakah pendapatan dari penjualan/penyewaan tersebut sudah
diterima oleh perusahaan dan dicatat di buku perusahaan.
7. Periksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS.
Dalam hal ini entitas harus mencatat perolehan/penambahan aset takberwujud
sebesar harga perolehannya. Di laporan posisi keuangan (neraca) aset
takberwujud disajikan sebesar nilai netonya, setelah diamortisasi. Sedangkan di

catatan atas laporan keuangan harus dijelaskan al: saldo aset takberwujud
terdiri dari apa saja, dengan mencantumkan nilai neto dari masing-masingjenis
aset tak berwujud, dan metode serta periode amortisasinya.
Di kertas kerja pemeriksaan aset takberwujud auditor harus mencantumkan
kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo perkiraan aset
taakberwujud.

Anda mungkin juga menyukai