Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASET TETAP
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Akuntansi Menengah 1

Dosen Pengampu:
Dr. Elva Nuraina, S.E., M.Si

Disusun Oleh:
Zainul Khoirunnisa 2202106002
Firnanti 2202106021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan tepat waktu.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Adapun materi yang akan kami sampaikan dalam makalah ini yaitu mengenai “Aset Tetap”.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik
dari segi penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima masukan berupa saran maupun kritik dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat
dan juga inspirasi bagi pembaca.

Madiun, November 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Definisi Aset Tetap ...................................................................................................... 2
2.2 Pengakuan ................................................................................................................... 2
2.3 Pengukuran Awal ......................................................................................................... 2
2.4 Pengukuran Setelahnya ............................................................................................... 7
2.5 Penghentian Pengakuan............................................................................................. 11
2.6 Pengungkapan ........................................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aset tetap adalah aset berujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Untuk digunakan
(bukan barang dagangan), digunakan dalam operasi perusahaan yang utama (bukan investasi
jangka panjang), Dimiliki untuk digunakan dalam jangka waktu lebih dari satu siklus operasi
perusahaan (bukan perlengkapan) Memiliki nilai yang relatif tinggi, Dikarenakan memiliki
nilai yang tinggi, penggunaan yang relatif lama dan menjadi alat utama perusahaan
menghasilkan revenue, maka investasi dalam aset tetap (Capital Budgeting) harus
diperhitungkan dengan matang. Umumnya aset tetap dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
Tanah, seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung perusahaan.
Perbaikan Tanah, seperti jalan diseputar lokasi perusahaan lokasi perusahaan yang dibangun
perusahaan, tempat parkir, pagar, dan saluran air bawah tanah. Gedung, seperti gedung yang
digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang. Peralatan, seperti peralatan kantor,
peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan, dan meubel.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari asset tetap?
2. Bagaimana Pengakuan asset tetap?
3. Bagaimana Pengukuran awal suatu asset?
4. Bagaimana Pengukuran Setelahnya Aset Tetap?
5. Bagaimana Penghentian Pengakuan dalam Aset Tetap?
6. Bagaimana Pengungkapan Aset Tetap

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui definisi dari asset tetap;
2. Mengetahui Pengakuan asset tetap;
3. Mengetahui Pengukuran Awal suatu asset;
4. Untuk Mengetahui Pengukuran asset setelah pengukuran awal;
5. Mengidentifikasi bagaimana Penghentian Pengakuan dalam Aset Tetap; serta
6. Mengetahui bagaimana Pengungkapan asset tetap.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Aset Tetap
Aset tetap adalah aset yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Berdasarkan definisi di atas
terdapat beberapa hal penting terkait aset tetap, yaitu:
a. Aset tetap adalah aset berwujud, yaitu mempunyai bentuk fisik (seperti tanah,
bangunan), berbeda dengan paten atau merek dagang yang tidak mempunyai bentuk
fisik (merupakan aset takberwujud).
b. Aset tetap mempunyai tujuan penggunaan khusus, yaitu digunakan dalam produksi
atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk
tujuan administratif. Aset seperti tanah yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk
dijual, bukan merupakan aset tetap.
c. Aset tetap termasuk ke dalam aset tidak lancar, karena diharapkan akan digunakan
untuk lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.
Contoh dari aset tetap adalah tanah, bangunan, peralatan, dan kendaraan yang digunakan
entitas dalam kegiatan operasionalnya dan bukan ditujukan untuk dijual kembali dalam
kegiatan normal perusahaan. Apabila entitas membeli tanah dengan tujuan akan dijual
kembali karena entitas meyakini tanah tersebut akan mengalami peningkatan nilai, maka
tanah tersebut bukan merupakan aset tetap, tetapi merupakan properti investasi (PSAK 13:
Properti Investasi). Jika entitas bergerak di bidang jual beli mobil, maka mobil yang
diperoleh entitas dengan tujuan untuk dijual kembali merupakan persediaan (PSAK 14:
Persediaan), bukan aset tetap.

2.2 Pengakuan
Sebagaimana pengakuan untuk aset lainnya, biaya perolehan aset tetap harus diakui
sebagai aset jika dan hanya jika:
1. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Contoh dari aset tetap adalah tanah, bangunan, peralatan,dan kendaraan yang digunakan
entitas dalam kegiatan operasionalnya dan bukan ditujukan untuk dijual kembali dalam
kegiatan normal perusahaan. Ini merupakan prinsip pengakuan umum untuk aset tetap.
Prinsip ini diterapkan pada saat pengakuan awal aset, pada saat ada bagian tertentu dari aset
yang diganti, dan jika ada pengeluaran tertentu yang terjadi terkait dengan aset tersebut
selama masa manfaatnya. Jika pengeluaran tersebut menimbulkan manfaat ekonomis di masa
depan, maka dapat diakui sebagai aset.

2.3 Pengukuran Awal

2
Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada awalnya harus
diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tetap meliputi berikut ini.
1. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain.
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi
dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan
maksud manajemen.
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi
aset.
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
1) biaya imbalan kerja (seperti yang telah didefinisikan dalam PSAK 24: Imbalan Kerja
yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap:
2) biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
3) biaya penanganan (handling) dan penyerahan awal;
4) biaya perakitan dan instalasi;
5) biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil neto
penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut (misalnya,
contoh yang diproduksi dari peralatan yang sedang diuji); dan
6) komisi profesional.
Apabila entitas memiliki aset tetap dan atas kepemilikan aset tetap tersebut, terdapat
kewajiban bagi entitas untuk membongkar atau memindahkan atau merestorasi aset tetap
tersebut pada akhir masa manfaatnya. Dalam ISAK 9 Perubahan atas Kewajiban aktivitas
Parna-Operasi, Restorasi, dan Kewajiban Serupa, kewajiban tersebut diartikan sebagai
aktivitas purna-operasi (decommissioning), restorasi, dan kewajiban yang serupa". Estimasial
biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset tersebut merupakan
salah satu komponen biaya perolehan aset tetap jika biaya tersebut menimbulkan abilitas
yang diakui sebagai provisi sesuai PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset
Kontinjensi. Pada saat perolehan aset tetap tersebut, maka harus diestimasi dan dihitung nilai
kininya (present value) dari biaya sehubungan dengan pembongkaran dan pemindahan aset
tetap dan biaya restorasi aset tetap tersebut. Nilai tersebut kemudian ditambahkan pada biaya
perolehan aset tetap. Total biaya perolehan, termasuk estimasi biaya pembongkaran dan
pemindahan aset tetap dan biaya restorasi aset tetap, akan disusutkan selama estimasi masa
manfaatnya. Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada
awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
Sebagai ilustrasi, PT ABC menyewa kantor dengan masa sewa 5 tahun pada tahun 2015
dan mengeluarkan biaya Rp1 miliar untuk merenovasi kantor tersebut. Perjanjian sewa
mengharuskan PT ABC untuk merestorasi kantor yang disewanya tersebut ke kondisi semula
pada akhir masa sewa. PT ABC mengestimasi total biaya restorasi sekitar Rp120.000.000 dan
tingkat diskonto sebesar 6%. Biaya dekorasi kantor tersebut adal 1 Miliar ditambah estimasi
biaya untuk mendekorasi kantor tersebut, yaitu Rp120.000.000 + (1 + 6%) = Rp89.670.000.
Jadi total biaya dekorasi kantor yang diakui dilaporan posisi keuangan PT.ABC adalah
Rp1.809.670.000.
Perlakuan akuntansi untuk biaya pinjaman diatur dalam PSAK 26: Biaya Pinjaman.
Menurut PSAK 26, biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan

3
perolehan, konstruksi, atau produksi aset kualifikasian adalah bagian dari biaya perolehan
aset tersebut. Apa yang dimaksud dengan aset kualifikasian? Aset kualifikasian (qualifying
asset) adalah aset yang membutuhkan suatu periode waktu yang substansial agar siap untuk
digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.
Berikut adalah beberapa aset yang dapat memenuhi kriteria aset kualifikasian, yaitu:
1. persediaan;
2. pabrik manufaktur;
3. fasilitas pembangkit listrik;
4. aset takberwujud;
5. properti investasi.
Aset keuangan dan persediaan yang dipabrikasi atau diproduksi dengan periode waktu
yang pendek bukan termasuk aset kualifikasian. Begitu pula aset yang siap untuk digunakan
atau dijual sesuai dengan maksudnya ketika diperoleh tidak termasuk aset kualifikasian. Awal
tanggal kapitalisasi bunga pinjaman adalah tanggal ketika entitas pertama kali memenuhi
semua kondisi berikut.
1. Terjadinya pengeluaran untuk aset.
2. Terjadinya biaya pinjaman.
3. Entitas telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk menyiapkan aset untuk
digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.
Terkait pinjaman untuk pembangunan aset tetap tersebut, entitas dapat memperoleh
pinjaman yang secara spesifik untuk tujuan pembangunan aset tetap dan pinjaman dana
secara umum. Biaya pinjaman yang dapat dikapitalisasi dari dua jenis sumber pinjaman
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dana yang secara spesifik untuk tujuan pembangunan aset tetap: jumlah biaya
pinjaman yang dapat dikapitalisasi adalah sebesar biaya pinjaman aktual yang terjadi
atas pinjaman tersebut selama periode berjalan. Apabila terdapat penghasilan investasi
yang diperoleh dari investasi temporer pinjaman tersebut, maka penghasilan investasi
tersebut mengurangi biaya pinjaman yang dikapitalisasi.
2. Dana secara umum yang digunakannya untuk tujuan pembangunan jumlah biaya
pinjaman yang dapat dikapitalisasi adalah dengan menggunakan tingkat aset tetap,
maka kapitalisasi untuk pengeluaran atas aset tersebut.
Sebagai Ilustrasi, pada tanggal 1 Desember 2015, PT semesta menijat kontrak dengan PT
konstruksi untuk membangun usahanya. Pabrik tersebut dibangun di atas tanah yang dimiliki
PT semesta. Nilai kontrak pembangunan pabrik tersebut adalah Rp5,1 miliar. PT semesta
mempunyai beberapa pinjaman berikut.
a. Pinjaman yang secara khusus untuk pembangunan pabrik tersebut:
Utang bank dengan tingkat bunga 12% Rp 2,4 Miliar
(Entitas memperoleh penghasilan bunga sebesar Rp60.000.000 dari investasi
imporer pinjaman khusus ini)

b. Pinjaman umum:
Wesel bayar dengan tingkat bunga 15% Rp3 Miliar
Obligasi dengan tingkat bunga 10% Rp3,6 Miliar

4
Pembangunan pabrik tersebut sudah selesai pada tanggal 31 desember 2015. Pengeluaran
yang terjadi untuk pembangunan pabrik tersebut pertama-tama dialokasikan ke pinjaman
yang secara spesifik ditunjukan untuk pembangunan tersebut dan sisanya baru dialokasikan
ke pinjaman umum.

Tanggal Pengeluaran Pinjaman Khusus PinjamanUmum Rata-rata Tertimbang


1 Januari 1.000.000.000 1.000.000.000
1 April 1.700.000.000 1.400.000.000 300.000.000 300.000.000 x 9/12
1 Agustus 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000 x 5/12
1 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000 x 11/12
Desember
Rp825.000.000

Rata-rata tertimbang biaya pinajaman (dari pinjaman umum).


Wesel bayar dengan tingkat bunga 15% Rp3 miliar x 15% Rp450.000.000
Obligasi dengan tingkat bunga 10% Rp3,6 miliar x 10% Rp360.000.000
Total Rp810.000.000

Biaya Pinjaman yang dapat dikapitaliasi.

Pinjaman Khusus 12% x 2,4 miliar Rp288.000.000


Pinjaman Umum 12,27% x Rp825.000.000 Rp101.227.500
Total Rp389.227.500
Dikurangi: Penghasilan investasi (60.000.000)
Total biaya pinjaman dikapitalisasi Rp329.227.500

Ayat jurnal untuk mencatatnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1/01 2015 Bangunan Rp1.000.000.000
Kas Rp1.000.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1/04 2015 Bangunan Rp1.700.000.000
Kas Rp1.700.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1/08 2015 Bangunan Rp1.200.000.000
Kas Rp1.200.000.000

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1/12 2015 Bangunan Rp1.200.000.000
Kas Rp1.200.000.000

5
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31/12 2015 Kas Rp60.000.000
Bangunan Rp279.277.500
Beban Bunga Rp708.772.500
Kas Rp1.098.000.000

Entitas dapat melakukan akuisisi aset teap secara gabungan, dan membayar satu harga
untuk aset gabungan tersebut. Dalam kasus ini, maka biaya perolehan tersebut harus
dialokasikan ke masing-masing jenis aset, karena tiao aset mempunyai masa manfaat yang
berbeda dan perlu disusutkan terpisah. Pengalokasian tersebut dilakukan berdasarkan
proporsi nilai wajar dari aset yang diperoleh. Sebagai contoh, entitas membeli tanah,
bangunan, dan mesin dengan total biaya Rp1.600.000.000. Nilai wajar dari masing-masing
aset adalah sebagai berikut:
Tanah Rp700.000.000
Bangunan Rp1.000.000.000
Mesin Rp300.000.000
Total Rp2.000.000.000
Total harga perolehan sebesar Rp1.600.000.000 dialokasikan sebagai berikut.
Tanah 700 + 2.000 x Rp1.000.000.000 = Rp560.000.000
Bangunan 1.000 + 2.000 x Rp1.600.000.000 = Rp800.000.000
Mesin 300 + 2.000 x Rp1.600.000.000 = Rp240.000.000
Total Rp1.600.000.000
Ayat jurnal untuk mencatat pembelian tersebut adalah sebagai berikut :
Tanah Rp560.000.000
Bangunan Rp800.000.000
Mesin Rp240.000.000
Kas Rp1.600.000.000

Jika aset yang diperoleh tersebut tidak dapat diukur dengan nilai wajar, maka biaya
perolehannya diukur dengan jumlah tercatat dari aset yang diserahkan. Berikut contoh
pertukaran, baik yang memiliki substansi komersial maupun yang tidak memiliki substansi
komersial.
Pertukaran memiliki substansi komersial
PT A menukar sebidang tanah dengan nikau buku Rp800 jura dengan kas Rp1,6 miliar dan
mesin dengan nilai Rp2 miliar. Nilai wajae dari tanah diestimasi sebesar Rp3,6 miliar.
Transaksi tersebut memiliki substansi komersial. Mesin dicatat sebesar Rp2 miliar, yaitu nilai
wajar dari aset(tanah) yang diserahkan (Rp3,6 miliar) dikurangi dengan kas yang diterima
(Rp1,6 miliar).

6
Mesin Rp2.000.000.000
Kas Rp1.600.000.000
Tanah Rp800.000.000
Keuntungan dari pelepasan tanah Rp2.800.000.000

Pertukaran tidak memiliki substansi komersial


PT A menukarkan mobil jenis X dengan nilai buku Rp260 juta (Harga perolehan Rp400 juta
dan akumulasi penyusutan Rp140 juta) dan nilai wajar Rp265 juta untuk kas sebesar Rp 3
juta dan mobil jenis Y dengan nilai wajar Rp262 juta. Mobil jenis X dan jenis Y tersebut
mempunyai fungsi yang sama untuk PT A. Transaksi tersebut tidak memiliki substansi
komersial, Karena arus kas masa depan PT A diestimasi tidak akan berubah dengan adanya
transaksi pertukaran tersebut. Karena transaksi tersebut tidak memiliki substansi komersial,
maka mobil jenis Y dicatat sebesar nilai buku mobil jenis X (Rp260 juta) dikurangi kas yang
diterima ( 3 juta) yaitu sebesar Rp257 juta.
Kas Rp3.000.000
Mobil Y Rp257.000.000
Akumulasi penyusutan-Mobil X Rp140.000.000
Mobil X Rp400.000.0000

2.4 Pengukuran Setelahnya


Untuk aset tetap, setelah pengakuan awal entitas harus memilih model biaya(cost model)
atau model revaluasi (Revalution model) Sebagai kebijakan akuntansinya. Model yang dipilih
oleh entitas harus diterapkan terhadap “seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama”.
Kebijakan tersebut “tidak perlu diterapkan untuk semua aset tetap yang dimiliki perusahaan”.
Model biaya
Dalam model biaya, setelah diakui sebagai aset maka suatu aset tetap dicatat sebesar biaya
perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Sebagai
contoh, PT berlian membeli pelaratan dengan biaya perolehan Rp1 miliar, pada tanggal 2
januari 2015, entitas mengestimasi umur manfaat peralatan tersebut adalah 10 tahun, tanpa
nilai sisa. Entitas menggunakan metode penyusutan garis lurus. Pada tanggal 31 desemeber.
Diestimasi terdapat rugi penurunan nilai peralatan sebesar 20 juta.

2 Jan 2015 Peralatan Rp1.000.000.000


Kas Rp1.000.000.000

2 Jan Beban penyusutan Rp1.000.000.000


2015 Akumulasi penyusutuan Rp1.000.000.000
(1.000.000.000/10 tahun = 100.000.000)

2 Jan Rugi Penurunan nilai Rp20.000.000.000


2015 Akumulasi Rugi Penurunan nilai Rp20.000.000.000

7
Nilai tercatat peralatan per 31 desember 2015:
Biaya perolehan 1.000.000.000
Dikurangi akumulasi penyusutan (100.000.000)
Dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai (20.000.000)
Peralatan – neto 880.000.000
Model Revaluasi
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara modal
harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal
revaluasi. Berikut adalah contoh penerapan metode revaluasi. PT B memiliki peralatan
dengan perolehan Rp1,56 miliar yang diperoleh pada tanggal 1 desember 2014. Masa
manfaat perlatan tersebut adalah 6 tahun, tanpa nilai sisa. PT B memilih metode revaluasi
untuk peralatan tersebut. Pada tanggal 31 desember 2015 nilai wajar peralatan tersebut adalah
Rp1,6 miliar.
1 Jan 2014 Peralatan Rp1.560.000.000
Kas Rp1560.000.000

31 Des Beban Penyusutan Rp260.000.000


2014 Akm Penyusutan Rp260.000.000
(1.560.000.000/6 tahun = 260.000.000)

31 Des Beban Penyusutan Rp260.000.000


2015 Akumulasi Penyusutan Rp260.000.000
(1.560.000.000/6 tahun = 260.000.000)

Nilai buku Peralatan per 31 Desember 2015 = Rp1.560 juta – (Rp260 juta x 2 tahun) =
Rp1.040 juta. Selisih Surplus Revaluasi = Rp1.600 juta – Rp1.040 juta = Rp560 juta.
Metode Proporsional

Peralatan Rp840.000.000
Akumulasi Penyusutan Rp280.000.000
Surplus Revaluasi Rp560.000.000
Gross up nilai Peralatan = Rp1.600 juta x 6/4 = Rp2.400 juta
Metode Eliminasi

Akumulasi Penyusutan Rp 520.000.000


Peralatan Rp 520.000.000

Peralatan Rp 560.000.000
Surplus Revaluasi Rp 560.000.000

8
Jika jumlah tercatat asset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung
dikredit ke surplus revaluasi. Namun, apabila sebelumnya asset tersebut mengalami
penurunan nilai yang diakui dalam laporan laba rugi komperhensif maka kenaikan tersebut
harus diakui dalam laporan laba rugi komperhensif hingga sebesar jumlah penurunan
tersebut.
Sebaliknya, jika jumlah tercatat asset turun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut
diakui dalam laporan laba rugi komperhensif. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi
tersebut langsung didebit ke surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo
kredit surplus revaluasi untuk asset tersebut.
Ilustrasi
Kondisi 1
Asset tetap dengan biaya perolehan Rp100.000 dan akumulasi penyusutan Rp110.000
dilakukan revaluasi dan menghasilkan nilai Rp130.000.

Akumulasi Penyusutan Rp110.000


Asset Tetap Rp110.000

Asset Tetap Rp40.000


Surplus Revaluasi Rp40.000

Kondisi 2
Asset tetap dengan biaya perolehan Rp200.000 dan akumulasi penyusutan Rp110.000
dilakukan revaluasi dan menghasilkan nilai Rp130.000. Sebelumnya pernah direvaluasi
dengan penurunan Rp30.000.

Akumulasi Penyusutan Rp110.000


Asset Tetap Rp110.000

Asset Tetap Rp40.000


Keuntungan Revaluasi Rp30.000
Surplus Revaluasi Rp10.000

Kondisi 3
Asset tetap dengan biaya perolehan Rp200.000 dan akumulasi penyusutan Rp110.000
dilakukan revaluasi dan menghasilkan nilai Rp70.000.

Akumulasi Penyusutan Rp110.000


Asset Tetap Rp110.000

9
Kerugian Penurunan Nilai Rp20.000
Asset Tetap Rp20.000

Kondisi 4
Asset tetap dengan biaya perolehan Rp200.000 dan akumulasi penyusutan Rp110.000
dilakukan revaluasi dan menghasilkan nilai Rp70.000. sebelumnya pernah direvaluasi dengan
surplus Rp8.000.

Akumulasi Penyusutan Rp110.000


Asset Tetap Rp110.000

Surplus Revaluasi Rp8.000


Kerugian Penurunan Nilai Rp12.000
Asset Tetap Rp20.000

Terdapat dua alternatif perlakuan untuk saldo surplus revaluasi tersebut, yaitu:
1. Surplus revaluasi asset tetap yang disajikan dalam pendatan komperhensif lain dapat
dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat asset tersebut dihentikan pengakuannya
(misal, ketika asset terkait dijual).
2. Sebagian surplus revaluasi dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan asset oleh
entitas, yaitu dipindahkan ke saldo laba sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan
berdasarkan nilai revaluasian asset dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya
perolehan asset tersebut. Pemindahan tersebut langsung ke saldo laba, tidak dilakukan
melalui laporan laba rugi komperhensif.
Penyusutan
Setiap bagian dari asset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total
biaya perolehan seluruh asset harus disusutkan secara terpisah.
Contoh:
PT Anugerah membeli sebidang tanah beserta bangunan dengan masa manfaat 50 tahun
dengan harga perolehan Rp1.25 miliar, bangunan tersebut mempunyai beberapa komponen
yang nilainya signifikan dengan masa manfaat yang berbeda. Berikut adalah komponen-
komponen tersebut dengan alokasi harga perolehan masing-masing, dan beban penyusutan
yang dihitung menggunakan motode garis lurus.
Komponen Harga Perolehan Umur Manfaat Beban Penyusutan
(Tahun) (per Tahun)
Tanah Rp1.200.000.000 Tidak terbatas --
Atap Rp100.000.000 25 Rp4.000.000
Lift Rp800.000.000 20 Rp40.000.000
Sisa komponen Rp1.000.000.000 50 Rp20.000.000
bangunan lain

10
Entitas harus mengestimasi nilai residu dan umur manfaat dari asset tetap untuk menentukan
besaran penyusutan tiap periode. Berikut adalah factor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan umur manfaat dari setiap asset.
1. Prakiraan daya pakai dari asset yang bersangkutan
2. Prakiraan tingkat kausan fisik
3. Keuangan teknis dan keuangan komersial
4. Pembatasan penggunaan asset.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai residu asset adalah jumlah yang diperkirakan akan
diperoleh entitas saat ini dari pelepasan asset, setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan, jika
asset tersebut telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur
manfaatnya.
Terdapat beberapa alternative metode penyusutan, yaitu:
a. Metode garis lurus
b. Metode saldo menurun
c. Metode jumlah unit
Metode penyusutan yang dipilih oleh entitas harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi
manfaat ekonomis masa depan dari asset oleh entitas.
Nilai residu dan umur manfaat setiap asset tetap harus di-review minimum setiap akhir tahun
buku. Apabila berdasarkan hasil review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka
perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan
PSAK 25 (Revisi 2009).
Metode penyusutan yang yang digunakan untu asset tetap juga harus di-review minimum
setiap akhir tahun buku, dan apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola
konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari asset tersebut, maka metode penyusutan harus
diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus
diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK 25.
2.5 Penghentian Pengakuan
Jumlah tercatat asset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
1. dilepaskan, atau
2. tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau
pelepasannya.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan asset tetap harus dimasukkan dalam
laporan laba rugi komperhensif pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya.
Contoh:
PT Mara membeli mesin pada tanggal 1 Juli 2012 dengan harga perolehan Rp400 juta. Asset
tersebut mempunyai umur manfaat 10 tahun dan nilai sisa Rp80 juta. Pada tanggal 1 Januari
2015, entitas menjual asset tersebut dengan harga Rp324 juta.
Penyusutan per tahun = (Rp400 juta – Rp80 juta) / 10 tahun = Rp32 juta
Akumulasi penyusutan sampai tanggal 1 Januari 2015 = Rp32jt x 2,5 tahun = Rp80jt

11
Nilai tercatat pada tanggal 1 Januari 2015 = Rp400 juta – Rp80 juta = Rp320 juta
Keuntungan penjualan asset tetap = Rp324 juta – Rp320 juta = Rp4 juta
Ayat jurnal untuk mencatat penjualan mesin tersebut adalah sebagai berikut.

Kas Rp 324.000.000
Akumulasi Penyusutan Rp 80.000.000
Mesin Rp 400.000.000
Keuntungan dari penjualan Rp 4.000.000
asset tetap

Penurunan Nilai
Entitas harus melakukan review setiap akhir periode untuk menentukan apakah terjadi
penurunan nilai atas asset tetapnya. Dalam menentukan apakah asset tetap mengalami
penurunan nilai, entitas mengacu ke PSAK 48 (Revisi 2013): Penurunan Nilai Aset. Menurut
PSAK 48, suatu asset disebut mengalami penurunan nilai jika nilai tercatatnya lebih besar
dibandingkan nilai terpulihkan. Nilai terpulihkan adalah nilai tertinggi diantara nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual dan nilai pakai.
Nilai wajar dikurangi biaya penjualan adalah jumlah yang dapat dihasilkan dari penjualan
suatu asset atau unit penghasil kas dalam transaksi antara pihak-pihak yang mengerti dan
berkehendak bebas tanpa tekanan, dikurangi biaya pelepasan asset. Sedangkan nilai pakai
adalah nilai kini dari taksiran arus kas yang diharapkan akan diterima.
Sesuai ketentuan dalam PSAK 48, entitas harus menilai apakah terdapat indikasi suatu asset
mengalami penurunan nilai pada setiap akhir periode pelaporan. Jika terdapat indikasi, maka
entitas harus mengestimasi jumlah terpulihkan asset tersebut. Namun, jika tidak terdapat
indikasi, maka entitas tidak perlu mengestimasi jumlah terpulihkan.
Dalam mempertimbangkan ada tidaknya indikasi penurunan nilai atas asset tetap, maka
entitas harus mempertimbangkan dari sumber eksternal dan sumber internal. Informasi dari
sumber-sumber eksternal adalah sebagai berikut.
1. Selama periode tersebut, nilai pasar asset telah turun secara signifikan lebih dari yang
diharapkan sebagai akibat dari berjalannya waktu atau pemakaian normal.
2. Perubahan signifikan dalam hal teknologi, pasar, ekonomi atau lingkup hokum tempt
entitas beroperasi atau di pasar tempat asset dikaryakan, yang berdampak merugikan
terhadap entitas, telah terjadi selama periode tersebut, atau akan terjadi dalam waktu
dekat.
3. Suku bunga pasar atau tingkat imbalan pasar dari investasi telah meningkat selama
periode tersebut.
4. Jumlah tercatat asset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.
Sedangkan informasi dari sumber-sumber internal dapat berupa sebagai berikut.
1. Terdapat bukti mengenai keuangan dan kerusakan fisik asset.
2. Telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat perubahan signifikan yang
berdampak merugikan sehubungan dengan seberapa jauh atau cara suatu asset
digunakan atau diharapkan akan digunakan.

12
3. Terdapat bukti dari pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi
asset lebih buruk, atau akan lebih buruk dari yang diharapkan.

2.6 Pengungkapan
Laporaan keuangan mengungkapkan untuk setiap kelompok asset tetap antara lain:
1. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto;
2. Metode penyusutan yang digunakan;
3. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
4. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi
penurunan nilai) pada awal dan akhir periode, dan
5. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
a. Penambahan,
b. Asset yang diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk
dijual,
c. Akuisisi melalui kombinasi bisnis,
d. Peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi,
e. Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laporan laba rugi komperhensif sesuai
PSAK 48,
f. Rugi penurunan nilai yang di jurnal pembalik dalam laporan laba rugi
komperhensif sesuai PSAK 48, jika ada
g. Penyusutan,
h. Selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran laporan keuangan dari mata
uang fungsional menjadi mata uang pelaporan yang berbeda, dan
i. Perubahan lain.
Laporan keuangan juga mengungkapkan antara lain:
1. Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan asset tetap yang dijaminkan
untuk utang;
2. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat asset tetap yang sedang dalam
pembangunan;
3. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan asset tetap; dan
4. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk asset tetap yang mengalami penurunan
nilai, hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam laporan laba rugi komperhensif,
jika tidak diungkapkan secara terpisah pada laporan laba rugi komperhensif.
Sesuai dengan PSAK 25, enttas mengungkapkan sifat dan dampak perubahan estimasi
akuntansi yang berdampak material pada periode berjalan atau diperkirkan berdampak
material pada periode berikutnya. Untuk asset tetap, pengungkapan tersebut dapat muncul
dari perubahan estimasi dalam:
a. Nilai residu;
b. Estimasi biaya pembongkaran, pemindahan atau restorasi suatu asset tetap;
c. Umur manfaat; dan
d. Metode penyusutan.

13
Jika asset tetap disajikan pada jumlah revaluasian, hal yang harus diungkapkan antara lain:
1. Tanggal efektif revaluasi;
2. Apakah penilai independen dilibatkan;
3. Metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam mengestimasi nilai wajar asset;
4. Penjelasan mengenai nilai wajar asset yang ditentukan secara langsung berdasar harga
yang dapat diobservasi dalam suatu pasar aktif atau transaksi pasar terakhir yang
wajar atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lainnya.
5. Untuk setiap kelompok asset tetap, jumlah tercatat asset seandainya asset tersebut
dicatat dengan model biaya; dan
6. Surplus revaluasi, yang menunjukkan perubahan selama periode dan pembtasan-
pembatasan distribusi kepada pemegang saham.
Informasi berikut relevan dengan kebutuhan pengguna laporan keuangan, sehingga entitas
juga dianjurkan melakukan pengungkapan atas:
1. Jumlah tercatat asset tetap yang tidak dipakai sementara;
2. Jumlah tercatat bruto dari setiap asset tetap yang telah disusutkan penuh dan masih
digunakan;
3. Jumlah tercatat asset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif dan dan tidak
diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual, dan
4. Jika model biaya digunakan, nilai wajar asset tetap apabila berbeda secara material
dari jumlah tercatat.

14
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Aset tetap merupakan suatu aset berwujud yang memiliki manfaat ekonomis lebih dari
satu tahun, digunakan untuk menjalankan kegiatan perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk
dijual kembali. Aset tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat berupa gedung, perlatan,
perlengkapan, mesin, kendaraan, dan lain sebagainya. Aset tetap ini yang nantinya akan
membantu memperlancar kegiatan operasional perusahaan.
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Semua bentuk aset tetap dikenai penyusutan kecuali tanah atau lahan, asset tetap
merupakan sabjek dari penyusutan artinya nilai aset tetap selain tanah misalnya mobil,
berkurang seiring dengan realisasi masa umur manfaatnya, sampai ketika masa guna itu
habis. Penyusutan juga dapat didefinisikan yaitu sebagian dari harga perolehan suatu aset
berwujud yang dialokasikan atau diakui sebagai biaya baik setiap tahun atau setiap bulan
setiap periode akuntansi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Martini, Dwi., dkk. 2013. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK Konvergensi
IFRS, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

16

Anda mungkin juga menyukai