Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TEORI AKUNTANSI
Tentang
ASET

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Candra Andy Wijaya C301 19 079


2. Dewi Sartika C301 19 189
3. Pipit Febrianti C301 19 214
4. Vivi Ferawati C301 19 220

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah S. W. T. karena berkat
rahmat dan ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh Mata Kuliah
Teori Akuntansi yang memberikan tugas membuat makalah dengan tentang “Aset”.
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas dan bisa memahami isi dari
makalah yang kami buat.

Palu, Februari 2022

Penyusun
Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................1
1.3. Tujuan ........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Aset ........................................................................................2
2.2. Pengukuran Aset .......................................................................................3
2.3. Penilaian Aset ............................................................................................6
2.4. Pengakuan Aset ........................................................................................13
2.5. Teori Stewardship ....................................................................................14
BAB III REVIEW ARTIKEL .....................................................................................17
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha
dikemudian hari. Aset dipahami sebagai harta total. Namun biasanya untuk keperluan
bisnis analisis dirinci menjadi beberapa kategori seperti aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap, aset tidak berwujud.
Aset merupakan elemen pelaporan keuangan yaitu neraca yang akan membentuk
informasi berupa posisi keuangan perusahaan bila dihubungkan dengan elemen yang lain
yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset mempresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang
memampukan perusahaan untuk menyediakan jasa dan barang.
Bagi manajemen, di dalam membaca neraca, nilai aset perlu dicermati karena
menjadi dasar pengukuran prestasi keuangan perusahaan. Ukuran ini menjadi
pembanding prestasi sesuatu perusahaan dengan prestasi perusahaan yang lain dalam hal
yang sama.
1.2. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Aset!
2. Mengetahui Pengukuran Aset!
3. Mengetahui Penilaian Aset!
4. Mengetahui Pengakuan Aset!
5. Mengetahui Teori Stewardship!
1.3. Tujuan
1. Memahami Pengertian Aset.
2. Memahami Pengukuran Aset.
3. Memahami Penilaian Aset.
4. Memahami Pengakuan Aset.
5. Memahami Teori Stewardship.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Aset


Aset adalah sumber daya dengan nilai ekonomi yang dimiliki atau dikendalikan oleh
individu, perusahaan atau Negara dengan harapan akan memberikan manfaat dimasa akan
dating atau masa depan.
a. Jenis-Jenis Aset Menurut Keberadaan Fisik
Menurut keberadaan fisik, aset dibagi menjadi dua yaitu
1. Aset berwujud, terdiri dari benda apa saja yang bisa dirasakan dan dilihat oleh
mata yaitu antara lain rumah, tanah, alat kantor, uang, kas, emas, surat berharga,
mesin, barang dagang.
2. Aset tak berwujud, yaitu asset yang tidak bisa dilihat. Adapun jenis-jenis aset tak
berwujud atau intangible assets antara lain izin, hak paten, merk dagang, good
will, hak cipta, kekayaan intelektual, dan lain-lain.
b. Jenis-Jenis Aset Menurut Konvertibilitas
1. Aset Tidak Lancar
Aset tidak lancar atau aktiva tidak lancar merupakan aset yang sulit dikonversi
atau diubah ke dalam bentuk lain. Contohnya antara lain merk dagang, hak paten,
tanah, alat, mesin, dan bagunan saja.
2. Aset Lancar
Aset lancar merupakan aset yang tidak sulit untuk dikonversikan menjadi bentuk
lain. Aset lancar ini memiliki banyak sebutan, antara lain juga disebut sebagai
aset likuid dan current assets. Contoh dari aset lancar antara lain deposito, surat
berharga, saham, kas, piutang dagang, dan barang dagangan.
c. Klasifikasi Aset
Untuk bisnis yang menengah hingga yang besar, mengetahui klasifikasi aset adalah
hal yang penting. Perusahaan harus bisa membagi mana aset yang berwujud dan aset
yang tak berwujud demi menentukan resiko yang mungkin terjadi dan solvabilitasnya.
Meskipun demikian, tak menutup kemungkinan bisnis startup atau bisnis yang masih
kecil dan individu pribadi juga disarankan untuk mengetahui bagaimana
pengklasifikasian aset.
d. Sifat-Sifat Aset
Ada tiga sifat utama dari aset, yaitu sumber daya, nilai ekonomi, dan kepemilikan.
Aset tentunya merupakan sebuah sumber daya yang bisa dimanfaatkan di masa depan
nanti. Selain itu, aset juga jelas memiliki nilai ekonomi karena bisa diperjual-belikan.
Aset juga bisa mencerminkan kekayaan seseorang yang mana bisa dikonversikan
menjadi uang tunai atau bentuk kekayaan yang lainnya.
e. Penggunaan Aset
1. Aset Operasi
Aset operasi merupakan aset yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,
entah itu kebutuhan pribadi maupun kebutuhan bisnis. Aset yang bisa digunakan
untuk kebutuhan ini antara lain peralatan berbisnis, hak cipta, hak paten, mesin,
barang dagang, dan lain-lain.
2. Aset Non Operasi
Sebaliknya, aset non operasi adalah aset yang tidak digunakan untuk keseharian,
contohnya adalah tanah kosong, surat berharga, bunga deposito, dan investasi.
2.2. Pengukuran Aset
Pengukuran adalah penentuan angka satuan pengukur terhadap suatu objek untuk
menunjukkan makna tertentu objek tersebut. Ojek dapat berupa barang, jasa, binatang,
tubuh manusia, dan benda atau konstruk lainnya. Makna (atribute) dapat berupa nilai,
luas, berat, volume, tinggi, umur, indeks prestasi, dan sebagainya. Di dalam akuntansi
istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa
akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik suatu objek,
pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan akuntansi untuk menunjukan proses
penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk menunjuk proses penentuan jumlah
rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Dalam penilaian suatu pos
untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan berbagai dasar penilaian (bases
for valuation) bergantung pada makna yang ingin direpresentasi melalui pos statemen
keuangan. Penilaian pos aset dimaksudkan untuk menentukan berapa jumalah rupiah
yang harus dilekatkan pada tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya.
a. Dasar Pengukuran Tangible Assets
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor (PSAK)16 Revisi 2007 adalah
standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang mengatur
tentang perlakuan akuntansi aset tetap. PSAK 16 hampir sepenuhnya mengadopsi
IAS 16
 Satu asat tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap
pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehannya diukur
dengan jumlah tercatat dari aset yang diserahkan.
 Pengakuan biaya perolehan awal dihentikan ketika aset tersebut berada pada
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan.
b. Dasar Pengukuran Intangible Assets
Standar akuntansi mengharuskan mengukur aset tidak berwujud awalnya
sebesar harga perolehan (IAS 38, para. 24). Penggunaan model nilai saat ini untuk
aset tidak berwujud jarang digunakan. IAS 38 paragraf 75 memperbolehkan model
revaluasi. Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset
tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah
revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan
dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Selain itu,
IAS 38 melarang pengakuan aset tidak berwujud internal (paragraf 48, 63).
Meskipun pengeluaran dapat menimbulkan manfaat masa depan, itu dihapuskan atas
dasar bahwa ia tidak menghasilkan aset yang dapat diidentifikasi secara terpisah
(ayat 49,64). Salah satu cara internal aktiva tidak berwujud dapat muncul dalam
neraca adalah melalui kapitalisasi pembangunan biaya, seperti yang dijelaskan
sebelumnya.Penilaian aset tidak berwujud adalah kontroversial, melibatkan seperti
halnya estimasi subjektif dari nilai wajar aktiva.
c. Dasar Pengukuran Financial Instrument
Permasalahan tentang instrumen keuangan (financial instrument) diatur dalam
IPSAS 15, namun IPSAS 15 ini hanya mencakup masalah penyajian dan
pengungkapan saja sementara masalah pengukuran dan pengakuan belum diatur
dalam IPSAS sehingga harus merujuk pada IAS 39 Financial Instrument:
Recognition and Measurement. Sesuai dengan IAS 39 maka aset keuangan dibagi
menjadi 4 kategori sebagai berikut:
1. Aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi (Financial assets at fair value
through profit or loss/FVTPL).
2. Investasi yang ditahan sampai jatuh tempo (Held-to-maturity investments/HTM).
3. Pinjaman dan Piutang (Loans and receivables/L&R).
4. Aset keuangan yang tersedia untuk dijual (Available-for-sale financial assets
/AFS).
FVTPL dapat termasuk aset keuangan yang dipegang untuk tujuan
diperdagangkan (trading). Aset keuangan dimasukkan dalam kategori dengan tujuan
untuk diperdagangkan jika entitas memiliki tujuan untuk menjual atau membeli
kembali dalam jangka waktu dekat.
Kategori kedua, HTM, mencakup aset keuangan dengan pembayaran yang
tetap dan tertentu serta ada jangka waktu jatuh tempo dimana entitas memiliki
keinginan positif dan kemampuan untuk memegangnya sampai dengan jatuh tempo.
Aset keuangan ini mencakup investasi dalam obligasi dan instrumen utang lainnya
dimana entitas tidak akan menjualnya sebelum masa jatuh tempo.
Kategori ketiga, L&R, termasuk aset keuangan dengan pembayaran yang telah
ditentukan waktunya serta tetap yang tidak memiliki nilai pada pasar aktif. Termasuk
di dalam kategori ini adalah piutang, wesel tagih, pinjaman dll.
Kategori keempat, AFS, termasuk aset keuangan yang tidak termasuk dalam
ketiga kategori tersebut di atas atau entitas yang memilih untuk mengklasifikasikan
asetnya ke dalam golongan ini.
 Pengukuran
1. Pengukuran awal (initial measurement)
Ketika aset keuangan diakui dalam neraca maka harus dicatat pertama
kali dengan nilai wajarnya. Nilai wajar merupakan harga transaksi actual atau
yang diestimasi pada saat berlangsungnya transaksi antara pihak-pihak yang tidak
memiliki hubungan istimewa yang memiliki pengetahuan yang cukup atas aset
keuangan yang diukur.
2. Pengukuran selanjutnya (subsequent measurement)
Pengukuran selanjutnya dari aset keuangan menggunakan salah satu di
antara tiga metode yaitu metode biaya (cost), biaya teramortisasi (amortized cost)
dan nilai wajar (fair value). Subsequent measurement menggunakan metode cost
ketika suatu instrumen tidak dapat diukur pada nilai wajarnya sehingga laba rugi
yang belum terealisasi tidak akan dicatat/diakui namun laba/rugi akan diakui
ketika investasi dalam kategori ini dijual atau dihapus.
Subsequent measurement menggunakan metode amortized cost untuk
mendapatkan tingkat bunga yang konstan selama masa manfaat aset. Aset
keuangan yang diukur dengan cara ini adalah HTM dan L&R. Apabila HTM dan
L&R dijual maka keuntungan dan kerugian yang terealisasi akan dicatat dalam
laporan laba rugi.
Metode amortisasi yang digunakan dalam metode ini adalah effective
interest rate method. Subsequent measurement menggunakan metode fair value
untuk aset keuangan kategori FVTPL dan AFS. Investasi yang termasuk dalam
kategori ini termasuk investasi dalam instrumen utang dan ekuitas. Pengukuran
dengan fair value tidak dapat dilakukan ketika instrumen ekuitas tidak memiliki
nilai pada pasar aktif dan tidak dapat diukur secara andal pada nilai wajarnya.
Untuk kategori FVTPL semua perubahan dalam nilai wajarnya dilaporkan dalam
laporan laba rugi namun untuk kategori AFS semua perubahannya dilaporkan
sebagai komponen yang terpisah dari ekuitas sampai terealisasi dimana ketika
realisasi itu terjadi (melalui penjualan) maka akan dicatat dalam laporan laba rugi.
 Pengukuran Nilai Wajar
FASB’s SFAS 157 → Fair Value Measurements, menyediakan beberapa
contoh teknik valuasi yang digunakan untuk mengestimasi nilai wajar (fair value),
yaitu:
a. The Market Approach
penggunaan informasi dan harga yang dapat diobservasi dari transaksi aktual
untuk asset atau kewajiban (liabilities) yang identik, mirip atau yang dapat
diperbandingkan.
b. Income Approach
konversi atas jumlah di masa yang akan datang (seperti aliran kas atau earnings)
menjadi jumlah tunggal yang didiskontokan pada masa sekarang.
c. Cost Approach
jumlah yang saat ini akan diperlukan untuk menggantikan kapasitas jasa asset
tersebut (kos penggantian saat ini/ current replacement cost)
FASB telah mengusulkan, terlepas mana pendekatan yang digunakan,
valuasi/penilaian tersebut harus memperhatikan input pasar, yaitu asumsi dan data
yang digunakan partisipan pasar untuk mengestimasi nilai wajar.
 Hierarki Nilai Wajar (Fair Value Hierarchy)
Tiga kategori atau level untuk input yang digunakan untuk mengestimasi nilai
wajar (FASB, 2004, hlm 5, par 14), yaitu:
 Level 1, menggunakan harga yang dikutip (quoted price) untuk asset dan
kewajiban yang identik pada referensi pasar aktif di mana informasi tersebut
tersedia. Harga yang dikutip tidak boleh disesuaikan.
 Level 2, jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban pada referensi pasar
aktif tidak tersedia, nilai wajar harus diestimasi berdasarkan harga yang dikutip
untuk asset atau kewajiban yang serupa/mirip pada pasar aktif, disesuaikan
sepantasnya sesuai dengan perbedaannya.
 Level 3, jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban yang sama dan
serupa/mirip pada pasar aktif tidak tersedia, atau jika perbedaan antara asset
dan kewajiban yang mirip tidak secara
 objektif tersedia, nilai wajar harus diestimasi menggunakan teknik penilaian
berganda bersesuaiandengan pendekatan pasar, income dan cost.
2.3. Penilaian Aset
a. Tujuan Penilaian Aset
Karena aset merupakan elemen pembentuk posisi keuangan sebagai informasi
semantik sebagai investor dan kreditor, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan
tujuan pelaporan keuangan. Tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat
dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan usaha. Jadi tujuan penilaian aset adalah
merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan
dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai.
b. Konsep dan Basis Penilaian
Hendriksen dan Van Breda (1992) membahas konsep dan dasar penilaian aset
untuk tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi yaitu arah aliran aset dan waktu,
karena aset merupakan komponen penentu posisi keuangan pada saat tertentu, baisi
pengukuran untuk menilai aset pada saat tersebut yang paling valid adalah harga atau
nilai pertukaran (exchange prices atau values). Nilai yang diperoleh atas dasar
pertukaran disebut dengan nilai pemasukan (input/entry values atau exchange input
values). Sedangkan yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai
keluaran (output/exit values atau exchange output values). Gambar berikut
menyarikan hubungan antara berbagai dasar pengukuran tersebut.
Nilai masukan nilai keluaran
Masa lalu kos historis harga jual masa lalu

Sekarang kos pengganti harga jual sekarang

Masa datang kos harapan nilai terealisasi harapan


Dasar diatas lebih mengarahkan untuk mencapai keterandalan penilaian atas
dasar nilai pertukaran. Pos-pos tertentu lebih objektif atau terandalkan
penilaiannya kalau didasarkan atas nilai masukan sedangkan pos-pos lainnya lebih
terandalkan kalau didasarkan atas nilai keluaran. Karena pemakai dianggap
berkepentingan dengan aliran kas bersih, penilaian aset harus berpaut atau relevan
dengan kepentingan tersebut. Bila aliran kas menjadi basis pengukuran aliaran kas
tersebut harus cukup pasti atau jelas melekat pada pos aset yang diukur. Pada
umumnya, pos-pos aset moneter dapat ditukarkan dengan atau berubah menjadi kas
dengan cukup pasti sehingga penilaiannya dapat didasarkan pada nilai keluaran (nilai
aliran kas bila pos tersebut keluar atau dijual).
 Nilai Masukan
Didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan
untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha.
Kalau tujuan menyajikan makna aset ini adalah untuk menunjukkan aliran kas
yang akan keluar dari unit usaha (seandainya unit usaha harus memperoleh
objek jasa yang sama) maka nilai masukan merupakan alternatif nilai keluaran
untuk objek jasa bila memang tidak ada pasar objek tersebut sehingga nilai
keluaran tidak dapat diukur dengan cukup pasti dan andal. Sebagai nilai
alternatif nilai keluaran, nilai masukan menunjukkan secara konservatif nilai
maksimum objek jasa atau pos aset bersangkutan.
1. Kos Historis
Kos Historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa
yang paling objektif untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos menunjukan
harga pertukaran pada saat terjadinya. Salah satu keunggulan pos historis
dari sudut konsep penilaian adalah dapat diujinya hasil penilaian tersebut
(verifiable) karena kos historis terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang
independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, kos historis dapat
dihandalkan sebagai informasi (reliable). Kos historis merupakan nilai
kesepakatan terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli tidak dapat
memperoleh barang/jasa yang sama ditempat lain dengan nilai lebih rendah.
Kos kebijaksanaan adalah kos selayaknya yang manajemen bijaksana,
atau hati-hati bersedia membayarnya untuk suatu objek. Kos ini tidak
termasuk kos yang merepresentasi ketidaknormalan atau ketidakbijaksanaan
seperti pemborosan (waste), manipulasi salah urus, atau kurang
kompetennya manajemen.
Kos standar adalah kos yang seharusnya terjadi dalam kondisi proses
produksi tertentu yang diasumsi. Walaupun kos standar lebih banyak
diterapkan untuk tujuan internal manajemen (untuk pengendalian), kos
standar dapat dipertimbangkan sebagai pengukur aset (khususnya sediaan
barang) untuk merefleksi kos produksi dalam kondisi perusahaan beroperasi
pada tingkat efisiensi dan kapasitas normal.
Kos asli merupakan kos suatu aset bagi perusahaan yang pertama kali
menempatkannya untuk digunakan dalam layanan publik. Kos asli dikenal
dalam konteks layanan publik khususnya bila perusahaan membeliaset
bekas dari perusahaan layanan publik lain. Walaupun bermanfaat untuk
penetapan tarif layanan publik, kos asli tidak relevan untuk tujuan penilaian
aset karena tidak merefleksi penghargaan sepakatan.
2. Kos Pengganti
Kos Pengganti atau kos masukan sekarang menunjukan jumlah rupiah
harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha
untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya
yang setara (ekuivalen). Kos pengganti hampir sama konsepnya dengan kos
standar sekarang (current standart cost). Kos standar sekarang adalah berapa
kos yang seharusnya untuk menghasilkan suatu produk dengan kondisi
harga, teknologi, dan efisiensi sekarang. Kos pengganti berbeda dengan kos
standar sekarang karena kos pengganti hanya didasarkan pada harga
sekarang tetapi masih tetap didasarkan pada teknologi dan efisiensi masa
lalu.
Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekarang
yang ditentukan dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak
independen yang kompeten. Nilai penaksiran biasanya ditujukan untuk aset
tetap perusahaan yang berjalan terus guna menetapkan “nilai buku
sekarang” yaitu kos pengganti atau reproduksi sekarang dikurangi
depresiasi sampai tanggap penaksiran.
Nilai wajar secara umum berarti jumlah rupiah yang dapat diterima
untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang
berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Secara khusus, nilai
wajar dimaksudkan untuk menunjuk jumlah rupiah aset untuk menentukan
agar laba yang diperoleh merepresentasi tingkat kembalian wajar (fair
return) bagi investor.
Nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang
diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos
pengganti tidak tersedia. Jadi, nilai terrealisasi bersih / netto dikurangi laba
normal merupakan cara untuk menaksir kos pengganti atau kos sekarang.
3. Kos Harapan
Secara semantik, kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan
ekonomik di masa datang seandainya potensi jasa aset tersebut diperoleh
secara bagian demi bagian (piecemeal) dan bukan sekaligus (lump sum).
Untuk penilaian sekarang, kos harapan harus didiskon menjadi kos
harapan sekarang atau kos masukan masa datang diskonan (discounted
future input cost). Untuk dapat menggunakan dasar penilaian ini tentu saja
harus ada alternatif pemerolehan aset secara bagian demi bagian sebagai
pembanding dan diketahui dengan pasti kos masa datang tiap bagian
tersebut.
 Nilai Keluaran
Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya
(nonkas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa
akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui pertukaran atau konversi. Secara
umum, penilaian ini lebih berpaut dengan aset tujuannya adalah dijual atau
dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk kegiatan produksi. Ada
berbagai dasar penilaian yang dapat digunakan dan tiap pos aset dapat dinilai
menurut dasar yang paling sesuai dengan tujuan pelaporan tiap pos tersebut.
1. Harga Jual Masa Lalu
Harga jual masa lalu (past selling price) sebenarnya menunjukkan kas
yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu pos aset yang timbul
karena transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai atribut semacam ini adalah
piutang usaha karena jumlah rupiah piutang usaha merupakan harga jual
masa lalu. Oleh karena itu, harga jual masa lalu merupakan salah satu
bentuk khusus penilaian yang disebut nilai terrealisasi netto (net realizable
values). Disebut netto atau bersih karena niai keluaran piutang atau sediaan
barang tidak termasuk rugi piutang tak tertagih atau kos kegiatan penjualan
tambahan untuk mendapatkan nilai sekarang pos-pos aset tersebut.
2. Harga Jual Sekarang
Penentuan kos yang berkaitan dengan kegiatan tambahan untuk
menuntaskan transaksi konversi atau penjualan dalam hal tertentu sulit
ditentukan atau ditaksir. Sebagai alternatif, penilaian dapat didasarkan atas
harga jual sekarang (current selling price). Untuk piutang, harga jual
sekarang dapat ditentukan atas dasar harga yang disepakati oleh perusahaan
anjak piutang (factoring company).
Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan
akan berlangsung terus dan transaksi dilaksanakan dalam pasar yang
normal. Bila tidak ada pasar regular, penilaian dapat ditentukan atas dasar
nilai likuidasi (liquidation values). Nilai likuidasi hanya dapat digunakan
apabila kondisi berikut dipenuhi: (1) bila produk atau potensi jasa lainnya
telah berkurang manfaat normalnya lantaran menjadi usang atau tidak laku
lagi dipasarkan dan (2) bila unit usaha merencanakan untuk menutup
usaha dalam waktu dekat sehinggatidak dapat menjual seluruh potensi jasa
unit usaha dalam pasar yang normal sehingga perusahaan ada di dalam
posisi tawar-menawar yang lemah (disadvantaged bargaining power).
Nilai jual sekarang sebenarnya didasari oleh konsep setara tunai
sekarang (current cash equivalents). Nilai ini menunjukkan jumlah rupiah
kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara menjual setiap jenis
aset di pasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi (menjual) asetnya
secara normal. Secara teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau
properitas yang relevan untuk semua aset. Artinya, semua aset dapat
menggunakan dasar penilaian ini pada titik waktu tertentu sehingga agregasi
jumlah rupiah aset menjadi bermakna tanpa menghadapi masalah agregasi
jumlah rupiah masa lalu, sekarang, dan masa datang yang skala daya
belinya berbeda. Kelemahannya adalah tidak semua aset mempunyai pasar
(untuk barang tangan kedua) dan harga pasar kutipan sehingga hasil
pengukuran kurangterandalkan.
3. Nilai Terrealisasi Harapan
Secara semantik, nilai terrealisasi harapan suatu aset adalah
penerimaan kas atau potensi jasa masa datang yang jumlah dan waktunya
cukup pasti. Untuk penilaian sekarang suatu aset, nilai terrealisasi harapan
harus didiskon menjadi nilai terrealisasi harapan sekarang atau penerimaan
kas / potensi jasa masa datang diskonan (discounted future cash receipts /
service potensials).
Dasar penilaian ini lebih bermanfaat dan valid untuk menilai investasi
tunggal atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut pandang investor.
Untuk penilaian aset secara individual, dasar penilaian ini mengandung
beberapa kelemahan yaitu:
1. Kalau tidak ada pasar untuk aset bersangkutan, penentuan aliran kas
masa datang bersifat subjektif sehingga sulit diverifikasi.
2. Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko tiap aset
sangat problematik.
3. Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu
kesatuan dalam menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk
mendatangkan kas.
4. Memperkuat alasan 3 diatas, beberapa aset memang tidak terpisahkan
(severable) sehingga nilai sekarang seluruh aset (the value of the firm)
tidak akan sama dengan penjumlahan semua kas masa datang diskonan
tiap pos aset.
 Kos atau Pasar yang Lebih Rendah
Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah (KAPYLR, baca:
kapiler) atau cost or market whichever is lower (COMWIL) atau lower of cost or
market (LOCOM) ini merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena
pengertian pasar dalam hal ini dapat berarti pasar barang masukkan atau
keluaran (input atau output market).
Penggunaan konsep penilaian ini didasari oleh konsep dasar
konservatisme. Dalam kondisi ketidakpastian, kreditor secara historis
mendasarkan keputusannya pada nilai konversi aset yang terendah sehinga
penyajian aset dalam neraca juga mengikuti konsep ini.
Secara teoritis, penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah
mempunyai banyak kelemahan sehingga mengundang banyak kritik. Penilaian
ini dianggap lemah secara teoretis karena alasan berikut:
1. Konservatisme cenderung merendahkan aset total. Ini disebabkan nilai
sediaantidak pernah dilaporkan lebih tinggi dari kos pemerolehan.
2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat lebih
rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada periode berikutnya
sehingga laba menjadi lebih tinggi.
3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau antar periode.
Karena penilaian antarperiode dapat berubah-ubah dari kos ke pasar,
penilaian ini dapat mengakibatkan penilaian dalam suatu periode secara
internal tidak konsisten.
4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila terjadi
penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan harga, atau
kemampuan mendatangkan laba maka selayaknyalah bahwa kos juga harus
diturunkan.
KAPYLR sebenarnya merupakan penilaian atas dasar kos pengganti
untuk merefleksi nilai pasar masukan. Argumen yang mendasari adalah bahwa
penurunan dalam kos pengganti pada umumnya merefleksi atau memberi
indikasi dalam penurunan harga jual. Dengan kos pengganti (melalui KAPYLR),
perusahaan dapat mempertahankan tingkat laba kotor penjualan normal (normal
profit margin). Lebih dari itu, bila kos pengganti dibawah kos tetapi lebih tinggi
dari nilai terrealisasi bersih (NTB) penjualan (net realizable value) yaitu harga
jual dikurangi pengeluaran yang wajar untuk menjual, selisih tersebut akan
merupakan penilaian lebih (overstatement) sediaan barang.
Atas dasar penalaran diatas, ketentuan umum penilaian sediaan
dinyatakan sebagai berikut: Sediaan dinilai atas dasar KAPYLR dengan
ketentuan bahwa pasar tidak melebihi nilai terrealisasi bersih atau tidak lebih
rendah dari nilai terrealisasi bersih dikurangi laba kotor normal / LKN (normal
profit margin).
Penilaian Menurut FASB, Konsep-konsep penilaian yang dibahas diatas
menjadi dasar untuk menjelaskan berbagai dasar yang dapat digunakan untuk
mengukur atau menilai elemen statement keuangan sesuai dengan atribut yang
ingin direpresentasi oleh pengukuran. Bila dikaitkan dengan aset, dasar penilaian
menurut FASB (SFAC No. 5, prgf 67) dapat disarikan sebagai berikut ini:
a. Historical Cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan
kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos historisnya yaitu jumlah
rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya.
b. Current (replacement) Cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai
sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang
harus dikorbankan kalau aset tertentu yang sejenis diperoleh sekarang.
c. Current Market Value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga
disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau
setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut
dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). Net
Realizable Value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang
disajikan sebesar nilai terrealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau
setaranya yang akan diterima (tanpa didiskon) dari aset tersebut dikurangi
dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset
tersebut menjadi kas atau setaranya.
d. Present (or Discounted) Value of Future Cash Flows. Piutang dan investasi
jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa
mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskon implisit)
dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk
mendapatkan penerimaan tersebut.
2.4. Pengakuan Aset
Beberapa peraturan pengakuan dinyatakan secara informal sebagai kebiasaan dan
lainnya secara formal disusun dalam keputusan berwenang. Dua contoh peraturan
pengakuan konvensional adalah:
1. Piutang dicatat sebagai aset ketika terjadi penjualan kredit.
2. Perlengkapan dicatat sebagai aset ketika dibeli.
Banyak kriteria pengakuan yang telah diaplikasikan pada masa lalu untuk
membantu akuntan memutuskan kapan mencatat aset. Tidak semua kriteria tersebut
disusun dalam Framework (kerangka) dan sebagian lagi memiliki sedikit atau tanpa dasar
teoritis.
1. Kepercayaan terhadap hukum.
Pengakuan beberapa aset tergantung pada konsep legal dari aset tersebut.
Sebagai contoh, catatan piutang berdasar pada penjualan persediaan dan pembelian
aset tetap memberikan hak yang sah untuk penggunaannya.Kriteria ini berhubungan
dengan relevansi dan keandalan dari informasi akuntansi. Control digunakan untuk
menentukan keberadaan aset. Meskipun demikian hak legal yang terlewatkan secara
umum menunjukkan terlewatkannya pengendalian dan dapat digunakan dalam
penentuan kapan mengakui keberadaan aset. Walaupun hak legal
kepemilikan atau pengendalian dari keuntungan penggunaan property sering
digunakan sebagai kriteria pengakuan. Framework paragraf 35: ‘Jika informasi
adalah untuk menyatakan dengan tepat transaksi dan peristiwa lain yang
memiliki tujuan untuk penyajian, perlu bahwa semua dicatat dan disajikan sesuai
dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya.’
Keberadaan hak-hak hukum adalah indikator, tetapi bukan kriteria untuk pengakuan
aset.
2. Menetapkan substansi ekonomis dari transaksi atau kejadian.
Memastikan substansi ekonomi dari transaksi berkaitan dengan tujuan
informasi yang relevan dan dapat dipercaya. Materialitas juga faktor: jika peristiwa
ini signifikan secara ekonomis, maka cukup penting untuk mencatat dan melaporkan.
Materialitas didefinisikan dalam Framework paragraf 30: ‘Informasi itu material
apabila kelalaian atau salah saji dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna
yang diambil atas dasar laporan keuangan.’ Ada sisi berbeda dengan substansi
ekonomi dan kriteria materialitas dan oleh karena itu sulit untuk digeneralisasikan.
Namun, banyak peraturan didasarkan padanya. Kadang-kadang kriteria substansi
ekonomi diterapkan bertentangan dengan hukum.
3. Penggunaan konservatisme (prinsip kehati-hatian) Mengantisipasi kerugian,
tetapi tidak keuntungan.
Dalam Framework dinyatakan dalam ayat 37: ‘kehati-hatian adalah penyertaan
kadar kehati-hatian dalam pelaksanaan pertimbangan yang diperlukan dalam
membuat estimasi dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau pendapatan
tidak berlebihan dan kewajiban atau beban tidak dinilai terlalu rendah.’ Pendekatan
ini tampaknya tidak konsisten dengan konsep netralitas. Netralitas terjadi ketika
informasi bebas dari bias dan tidak dipilih atau disajikan dengan cara yang akan
mempengaruhi penilaian untuk mencapai hasil yang ditetapkan atau hasil.
konservatisme menyiratkan bahwa kewajiban yang dapat direkam awal, tetapi bukan
aset.
2.5. Teori Stewardship
Teori stewardship merupakan salah satu “Grand Theory” yang biasanya mendasari
suatu penelitian. Sebelum membahas penjelasan tentang teori stwardship, diketahui
bahwa teori stewardship ini berdasarkan teori dari sosiologi dan psikologi serta berasal
dari pemikiran akuntansi manajemen, dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi
untuk bertindak sesuai keinginan prinsipals, selain itu perilaku steward tidak akan
meninggalkan organisasinya karena steward berusaha mencapai sasaran organisasinya.
Menurut teori stewardship pemilik (principal stakeholders) perusahaan
menggambarkan bahwa direktur sebagai principals sedangkan manajer dan karyawan
sebagai steward. Teori stewardship berkaitan dengan kompleksitas manusia dan
memberikan penjelasan yang lebih baik dalam mengelola perilaku. Teori stewardship
menggambarkan suatu kondisi manajer yang memiliki motivasi atau termotivasi pada
suatu target pencapaian utama untuk kepentingan bersama suatu organsasi bukan
termotivasi untuk kepentingan pribadi (Donaldson dan Davis, 1991).
Menurut Chin dalam Kaihatu (2006), Jika ditelusuri dari filsafat ilmu maka teori
stewardship ini dibangun atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa
manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam
hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship
theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-
baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Jadi dapat dikatakan dalam teori stewardship ini menjelaskan dasar dari suatu
tindakan seorang manajer yang diberikan amanah untuk mencapai tujuan bersama dan
bertindak sesuai dengan principal demi kepentingan bersama. Dalam teori stewardship ini
menggambarkan bahwa manajer memiliki suatu amanah dan mendapatkan kepercayaan
yang tinggi untuk melakukan tugasnya karena mempunya integritas dan kejujuran yang
tinggi bagi kepentingan publik atau kepentingan bersama. Teori ini mengasumsikan
adanya suatu hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan suatu organisasi dilihat
dari kinerja dan maksimalisasi manajer dan principals dalam hal target untuk mencapai
tujuan bersama suatu organisasi.
Menurut Donaldson dan Davis (1991), Pada sektor swasta para penganut teori
stewardship berpendapat bahwa apabila manajer-manajer pada tingkat yang lebih tinggi
misalnya CEO suatu perusahaan yang bertindak sebagai stewardship akan mempunyai
sikap pro-organisasional pada saat struktur manajemen perusahaan memberikan otoritas
dan keleluasaan yang tinggi. Pada teori stewardship ini, didasarkan pada pelayan yang
memiliki perilaku dimana manajer-manjer dapat dibentuk agar selalu dapat diajak
bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif atau berkelompok dengan
utilitas tinggi dan selalu bersedia untuk melayani daripada bersifat individualisme untuk
mencapai kepentingan pribadi. Stewards mengoptimalkan penciptaan nilai bagi
perusahaan. Dalam hal ini, steward akan mengoptimalkan persamaan nilai untuk
mendapatkan modal yang memadai mengingat bisnis risiko dan mengeksploitasi peluang
pertumbuhan. Oleh karena itu, para steward akan fokus pada penjualan, keuntungan dan
investasi masa depan.
Berdasarkan teori stewardship terdapat dua kelompok yaitu principals dan
steward yang berkerja bersama-sama untuk meningkatkan kesejahteraan sesuai
keinginan. Principlas akan merekrut pada karyawan atau pegawainya berdasarkan
kemampuan dalam mngelola sumber daya organisasi untuk memaksimalkan manfaat.
Berdasarkan asumsi teori stewardship menyatakan bahwa manejer akan berusaha
mengelola sumberdaya secara maksimal dan mengambil suatu keputusan yang terbaik
bagi kepentingan organisasi dan bekerja atas dasar pemikiran bahwa keuntungan
manager atau steward dan pemilik (principlas) berasal dari perusahaan yang kuat secara
organisasi dan ekonimi. Menurut Davis et al. (1997), steward akan memiliki komitmen
organisasi dalam bekerja untuk memenuhi tujuan dengan menyelesaikan tugas dan tugas
yang diperlukan, mengambil kredit untuk kesuksesan perusahaan dan merasa frustrasi
ketika tujuan tidak tercapai.
Menurut Davis et al. (1997), ketika manajer mampu mengelola organisasi secara
maksimal, teutama dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya
manajer telah memenuhi aspek psikologis dari teori ini. Penciptaan nilai (value cretion)
dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi aset
perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun
structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan nilai
tambah (value added) bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong dan
meningkatkan kinerja keuangan serta nilaiperusahaan untuk kepentingan stakeholders.
Impilikasi Teori Stewardship Teori stewardship merupakan grand teori yang
dapat diterapkan untuk dijadikan acuan teori pada penelitian akuntansi khususnya pada
organisasi sektor publik baik sektor publik pemerintah maupun non-pemerintah
(organisasi nirlaba). Tujuan dari akuntansi organisasi sektor publik dipersiapkan untuk
memenuhi kebutuhan informasi yang berhubungan antara steward dengan principle.
Sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan organisasi nirlaba dituntut untuk
memberikan pelayanan yang bertindak sebagai steward bagi kepentingan principal
(masyarakat atau rakyat). Manajemen pemerintahan dan organisasi nirlba lebih banyak
bertindak sebagai steward karena dipengaruhi oleh jenis layanan yang diberikan, tingkat
kapasitas manajemen publik, jenis insentif dan sanksi yang digunakan, serta frekuensi
informasi yang diperlukan. Berdasarkan uraian tersebut, maka sangat relevan jika teori
stewardship diterapkan pada penelitian organisasi sektor publik (sektor pemerintahan)
dan organisasi nirlaba.
BAB III
REVIEW ARTIKEL

Nama Kelompok Kelompok 5


Nama Anggota 1. Candra Andy Wijaya C301 19 079
2. Dewi Sartika C301 19 189
3. Pipit Febrianti C301 19 214
4. Vivi Ferawati C301 19 220
Mata Kuliah Teori Akuntansi
Materi Materi tentang Aset
Tanggal Review 14 Februari 2022
Judul Artikel Pembangunan Sistem Informasi Aset Di Pt.Industri Telekomunikasi
Indonesia (Persero) Berbasis Web
Penyusun Artikel Utami Dewi Widianti

Tahun Oktober 2012


Vol. & Halaman Artikel Volume 1 Nomor 2 Halaman 57-62

Tujuan Artikel Tujuan dari artikel ini adalah untuk memudahkan PT. Industri
Telekomunikasi Indonesia (Persero) dalam memonitoring dan
pendokumentasian data keberadaan asset untuk pemeliharaan dan
pemenuhan atas kebutuhan informasi mengenai asset yang dimiliki
oleh perusahaan.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam tahap pengumpulan data
adalah observasi, wawancara dan studi pustaka sedangkan tahap
pengembangan sistem menggunakan model waterfall. Metode aliran
data yang digunakan adalah terstruktur yang terdiri dari DFD dalam
menggambarkan model fungsional dan ERD dalam menggambarkan
model data.
Hasil dan Pembahasan  Analisis Prosedur yang sedang berjalan
Setelah diadakan pengamatan sistem yang sedang
berjalan, diperoleh satu prosedur sebagai prosedur sistem
manual yang sedang berjalan yaitu prosedur
pendokumentasian. Dimana prosedur ini terbatas melakukan
pencatatan data aset dan pelaporan aset baru. Aliran
dokumen akan lebih jelas terlihat pada flow map. Sistem
yang sedang berjalan adalah sistem pendokumentasian aset
perusahaan secara manual. Aset atau properti diarsipkan
dengan cara mendata langsung aset baru yang telah
dilaporkan oleh bagian SPK yaitu bagian kontrak pengadaan
aset baru dan langsung dilakukan pencatatan data aset.
Sistem ini dinilai banyak terdapat kekurangan, diantaranya
sistem bekerja sebatas pendokumentasian / pencatatan aset
saja belum adanya pengolahan dan pemeliharaan aset,
pendokumentasian data yang tidak teratur dan tidak
terstruktur, berkas-berkas yang mudah hilang dan kegiatan
pelaporan yang memakan waktu juga pengaksesan data yang
terbatas. Untuk itu Sub Divisi Adrus membutuhkan sistem
informasi untuk pengelolaan dan pendokumentasian aset atau
properti perusahaan. Dalam hal ini sistem bekerja dengan
sistem berkas yang keberadaannya mudah hilang,
pengaksesan informasi yang terbatas, pelaporan yang manual
sehingga akan memerlukan waktu lama untuk pembuatan
laporan sesuai permintaan Divisi Sekper & SDM, proses
sistem hanya terbatas pencatatan data aset saja belum adanya
pengolahan aset dan pemeliharaan. Sehingga pemantauan
keberadaan aset terbatas.
 Analisis Basis Data
Dalam memodelkan data dan menggambarkan
hubungan antara data yang ada pada sistem manual aset
perusahaan digunakan alat bantu yaitu diagram E-R. Dari
sistem manual pencatatan aset yang sedang berjalan dapat
dilihat hubungan antar entitas.
Untuk itu diusulkan untuk perancangan diagram E-R
yaitu terdapat kunci yang unik (primary key) pada setiap
entitas (tabel induk) yang dapat membedakan dengan atribut
lainnya sehingga table tersebut dapat dijadikan referensi
untuk tabel yang lainnya.
 Analisis Kebutuhan Non Fungsional
Analisis kebutuhan non fungsional dilakukan untuk
menghasilkan spesifikasi kebutuhan non fungsional.
Spesifikasi kebutuhan non fungsional adalah spesifikasi
yang rinci tentang hal-hal yang akan dilakukan sistem
ketika diimplementasikan. Analisis kebutuhan ini
diperlukan untuk menentukan keluaran yang akan
dihasilkan sistem, masukan yang diperlukan sistem,
lingkup proses yang digunakan untuk mengolah masukan
menjadi keluaran, volume data yang akan ditangani
sistem, jumlah pemakai dan kategori pemakai, serta
kontrol terhadap sistem.
 Analisis Kebutuhan Fungsional
Alat bantu yang digunakan untuk menggambarkan
kebutuhan fungsional sistem yang akan dibangun, yaitu
diagram konteks dan diagram aliran data. Untuk
menjelaskan bagaimana suatu masukan diproses pada
sistem maka digunakan spesifikasi proses dan kamus
data untuk mengetahui aliran data yang mengalir pada
sistem.
 Perancangan Sistem
Perancangan akan dimulai setelah tahap analisis
terhadap sistem selesai dilakukan. Perancangan dapat
didenifisikan sebagai penggambaran, perencanaan dan
pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen
yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan
berfungsi. Tahapan ini menyangkut mengkonfigurasi
dari komponen- komponen perangkat lunak dan
perangkat keras dari suatu sistem sehingga setelah
instalasi dari sistem akan benar-benar memuaskan dari
rancang bangun yang telah ditetapkan pada akhir tahap
analisis sistem. Perancangan sistem meliputi tahapan
perancangan basis data, perancangan struktur
menu,perancangan tampilan antarmuka, jaringan
semantik dan perancangan prosedural
 Implementasi
Setelah sistem dianalisis dan didesain, maka akan
menuju tahap implementasi. Implementasi sistem merupakan
tahap meletakkan sistem sehingga siap untuk dioperasikan.
Implementasi bertujuan untuk mengkonfirmasi modul-
modul perancangan, sehingga pengguna dapat memberi
masukan kepada pengembang sistem.
Implementasi antarmuka dilakukan dengan setiap
halaman web yang dibuat dan pengkodeannya dalam bentuk
file program. Berikut ini adalah implementasi antarmuka
yang dibuat dan dibedakan antara antarmuka untuk
karyawan dengan bagian administrator dan Kepala Divisi
Sekper & SDM.
Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ulang sistem informasi aset
perusahaan yang berbasis web yaitu :
 Sistem Informasi Aset Perusahaan yang berbasis web dapat
membantu dalam pengololaan aset perusahaan sehingga
menghasilkan informasi yang valid.
 Menciptakan sistem informasi Aset perusahaan yang tidak
terbatas pada pendeskripsian ilustratif dokumen aset saja.
 Memudahkan pencarian seputar informasi properti atau aset
perusahaan dengan pencarian informasi yang lebih cepat.
 Sistem Informasi Aset Perusahaan dinilai dapat dengan mudah
dipelajari, sangat mudah digunakan, dengan tampilan yang cukup
menarik, dan menyenangkan user.
 Metode pengembangan sistem yang digunakan yaitu waterfall
adalah sesuai, karena model ini menyarankan pendekatan
pengembangan secara sekuen dan sistemastis untuk
pengembangan perangkat lunak dimulai di level sistem, berlanjut
ke analis, lalu perancangan, pemrograman, pengujian dan
pemeliharaan.
Keunggulan  Dengan diterapkannya Sistem Informasi Aset di PT. Industri
Telekomunikasi Indonesia (Persero), dapat diakses dimana saja
tentunya dengan adanya internet tanpa harus berada dikantor.
 Memudahkan PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero)
dalam memonitoring dan pendokumentasian data Perusahaan.
 Memudahkan dalam pencarian data aset perusahaan untuk
pemeliharaan dan pemenuhan atas kebutuhan informasi
mengenai asset yang dimiliki oleh perusahaan.
 Memudahkan dalam membuat laporan data asset perusahaan
Kelemahan  Apabila diterapkannya Sistem Informasi Aset di PT. Industri
Telekomunikasi Indonesia (Persero), data aset perusahaan bisa
saja bocor ke publik karna bisa diakses oleh hecker yang tidak
bertanggungjawab.
 Disaat kita membutuhkan laporan data asset, akan tetapi laporan
tersebut tidak dapat diakses apabila keadaan jaringan Wifi tidak
memungkinkan atau lagi bermasalah.
 Dalam penyusunan artikel masi terdapat pengulangan
kalimat yang sama sehinga kalimatnya berulang ulang.
 Isi dari artikel terlalu banyak membuat pembacanya malas
untuk membaca artikel tersebut.
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Aset adalah sumber daya dengan nilai ekonomi yang dimiliki atau
dikendalikan oleh individu, perusahaan atau Negara dengan harapan akan
memberikan manfaat dimasa akan dating atau masa depan.
 Aset Menurut Keberadaan Fisik
1. Aset berwujud yaitu antara lain rumah, tanah, alat kantor, uang, kas, emas,
surat berharga, mesin, barang dagang.
3. Aset tak berwujud yaitu antara lain izin, hak paten, merk dagang, good
will, hak cipta, kekayaan intelektual, dan lain-lain.
 Aset Menurut Konvertibilitas
1. Aset Tidak Lancar, merupakan aset yang sulit dikonversi atau diubah ke
dalam bentuk lain. Contohnya antara lain merk dagang, hak paten, tanah,
alat, mesin, dan bagunan saja.
2. Aset Lancar, disebut sebagai aset likuid dan current assets. Contoh dari
aset lancar antara lain deposito, surat berharga, saham, kas, piutang
dagang, dan barang dagangan.
 Basis Penilaian

Nilai masukan nilai keluaran


Masa lalu kos historis harga jual masa lalu

Sekarang kos pengganti harga jual sekarang

Masa datang kos harapan nilai terealisasi harapan


DAFTAR PUSTAKA

https://accurate.id/akuntansi/pengertian-aset-dan-jenisnya/
https://id.scribd.com/document/293572604/makalah-teori-akuntansi-ASET
https://pdfcoffee.com/makalah-teori-akuntansi-aset-pdf-free.html
https://id.scribd.com/document/347818111/makalah-teori-akuntansi-Aset
https://id.scribd.com/document/349036649/TEORI-AKUNTANSI-ASET
https://pdfcoffee.com/qdownload/makalah-stewardship-theory-pdf-free.html
https://pdfcoffee.com/1-teori-akuntansi-aset-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai