Anda di halaman 1dari 18

MAKAKAH TEORI AKUNTANSI

“KONSEP ASET”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6:
1. Jean G. U. Untajana 1922035
2. Kritzya D. Lopuhaa 1922036
3. Prissilia Hurssepuny 1822008
4. Rivaldo Hahuwa 1822002
5. Sri Della L. Siburian 1822006
6. Juliana Dwi Ningtyas 1822049

JURUSAN AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK


POLTEKNIK KATOLIK SAINT PAUL SORONG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teori Akuntansi . Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kita dalam mempelajari dan memahami pokok-pokok bahasan
dalam Teori Akuntansi, khususnya mengenai “Konsep Aset”.
Ka mi me nya da ri ba hwa dala m pem bua ta n m akal ah ini m a si h sa nga t
j a uh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Sorong, 25 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 4
BAB III ISI ................................................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Aset ............................................................................................................... 5
2.2 Jenis-Jenis Aset ............................................................................................................... 5
2.3 Aset Lancar (Current Assets) .......................................................................................... 5
2.3.1 Karakteristik dan Pengakuan Aset Lancar (Current Assets)................................ 5
2.3.2 Pengukuran Aset Lancar (Current Assets)........................................................... 6
2.3.3 Penyajian Aset Lancar (Current Assets) .............................................................. 7
2.4 Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment)........................................................ 7
2.4.1 Jenis-Jenis Investasi Jangka Panjang ................................................................... 8
2.4.2 Pengakuan Investasi Jangka Panjang ................................................................... 8
2.4.3 Pengukuran Jangka Panjang ................................................................................ 8
2.4.4 Penyajian Investasi Jangka Panjang..................................................................... 9
2.5 Aset Tetap ....................................................................................................................... 9
2.5.1 Karakteristik dan Pengakuan ............................................................................... 9
2.5.2 Pengukuran Aset Tetap ...................................................................................... 10
2.5.3 Pengungkapan Aset Tetap Berdasarkan PSAK 16 ............................................ 12
2.5.4 Penilaian dan Penyajian Aset Tetap ................................................................... 12
2.6 Aset Tak Berwujud........................................................................................................ 12
2.6.1 Pengukuran Goodwill dan Amortisasi ............................................................... 13
2.6.2 Penyajian Aset Tak Berwujud ........................................................................... 15
2.6.3 Penungkapan Aset Tak Berwujud dan Akun Terkait ........................................ 15
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Elemen yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan memiliki makna yang
menunjukkan realitas kegiatan perusahaan sehingga pembaca laporan keuangan dapat
memperoleh gambaran yang jelas dan memadai mengenai realitas tersebut secara finansial
tanpa harus mengamati sendiri secara fisis realitas finansial tersebut. Salah satu komponen
kerangka konseptual adalah pengidentifikasian elemen-elemen laporan keuangan.
Pengidentifikasian tersebut meliputi pengertian, pengakuan, pengukuran penilaian dan
pengungkapan. Salah satu elemen tersebut adalah asset. Asset merupakan elemen neraca
yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan jika dikaitkan dengan
elemen lainnya yakni kewajiban dan ekuitas. Maka pada makalah ini kami akan membahas
tentang “Konsep Asset” serta beberap point-point pendukung konsep asset.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu pengertian konsep aset?


2. Bagaimana pengukuran konsep aset?
3. Bagaiman cara pengungkapan serta penyajian dari aset?

1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian konsep aset.
2. Mempelajari pengukuran konsep aset.
3. Memahami cara pengungkapan dan penyajian dari aset.
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Aset


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia aset merupakan kekayaan berupa uang atau
wujud benda lainnya yang nyata. Sedangkan Wikipedia, menyatakan aset merupakan salah
satu saldo normal debit atau sumber ekonomi yang sifatnya memberikan manfaat usaha di
kemudian hari. Definisi aset lainnya juga dinyatakan oleh beberapa ilmuwan dalam sebuah
jurnal, diantaranya oleh Siregar, Hidayat, Munawir, dan lain sebagainya.

Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh
perusahaan. Aset merupakan manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh atau dikendalikan
oleh suatu entitas sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lampau.

2.2 Jenis-Jenis Aset


Aset dibagi kedalam 4 kelompok besar, yaitu:

1. Aset Lancar (Current Assets)


2. Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment)
3. Aset Tetap (Property, Plant, and Equipment)
4. Aset Tak Berwujud (Intangible Assets)

Terdapat pula beberapa jenis aset yang tidak dapat dikelompokkan dalam kelompok
besar diatas, dapat dimasukkan dalam aset lain-lain.

2.3 Aset Lancar (Current Assets)


Aset lancar merupakan jenis aset yang paling mudah untuk dikonversikan menjadi
bentuk lain berupa uang. Aset lancar memiliki banyak sebutan, antara lain juga disebut
sebagai aset likuid dan current assets. Contoh dari aset lancar antara lain deposito, surat
berharga, saham, kas, piutang dagang, dan barang dagangan.
2.3.1 Karakteristik dan Pengakuan Aset Lancar (Current Assets)
Aset lancar memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat direalisasikan sebagai kas atau dijual atau dikonsumsi selama
siklus operasi normal perusahaan
2. Lebih ditekankan pada harapan atau niat daripada ketersediaan, khususnya
dalam hal surat-surat berharga (marketable securities).

Menurut PSAK 1, suatu aset diklasifikasikan menjadi aset lancar jika aset
tersebut:

1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam
jangka waktu siklus operasi normal perusahaan, atau
2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan
akan direalisir dalam Jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca atau
3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.

Hendriksen membagi aset lancar menjadi 2 golongan:

1. Aset lancar moneter, yaitu klaim terhadap jumlah tertentu dari satuan mata uang
pada tingkat daya beli saat itu. Aset lancar moneter memiliki nilai satuan uang
tetap namun dengan daya beli yang dapat berbeda. Yang termasuk dalam aset
lancar moneter adalah kas, piutang dagang, investasi moneter, (investasi dalam
obligasi dan wesel tagih).
2. Aset lancar non-moneter, yaitu hak/klaim, atas sejumlah uang pada suatu
tanggal tertentu dimasa depan, yang pada saat ini jumlahnya tidak dapat
diketahui dengan pasti. Contoh aset lancar non moneter adalah invesasi dalam
saham, persediaan dan biaya dibayar di muka. Ketiga item ini memiliki
karakteristik yang berbeda dibandingkan aset moneter, yaitu Nilai sekarangnya
tidak dapat diestimasi dengan cara mendeskontokan Nilai jatuh tempo dimasa
depan dan menyesuaikannya dengan ketidakpastian dalam penagihan.

Umumnya baik aset lancar moneter atau non-moneter diakui pada saat
diperoleh.

2.3.2 Pengukuran Aset Lancar (Current Assets)


Pengukuran aset lancar dipengaruhi oleh dua hal yaitu:

1. Keharusan untuk menganut sifat konservatif


2. Tingkat kepastian realisasi

Contoh pengukuran yang berhubungan dengan sifat konservatif adalah


penilaian persediaan berdasarkan LOCOM (yang lebih rendah antara harga
perolehan dan nilai pasar). Contoh pengukuran yang berhubungan dengan tingkat
kepastian realisasi adalah surat berharga yang dinilai berdasarkan harga pasar. Hal
ini dapat dilakukan karena adanya secondary market yang menyediakan kepastian
dalam jual beli surat berharga.

Berikut akan disajikan secara ringkas pengukuran dari beberapa pos aset lancar:

1. Kas biasanya disajikan sesuai nilai sekarang yang sudah pasti yaitu sebesar nilai
nominal mata uang tersebut. Dalam hal kas tersebut dalam mata uang asing,
maka harus dikonversikan ke mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca.
2. Piutang disajikan berdasarkan nilai realisasi bersih (Net Realizable Value).
Sebenarnya piutang harus dinilai sesuai nilai jatuh tempo yang didiskontokan
ke masa sekarang. Tetapi karena perbedaan antara hasil diskonto dan nilai jatuh
tempo tidak material, maka pendiskontoan tidak dilakukan. Sesuai asas
konservatif, nilai jatuh tempo ini harus dikurangi dengan taksiran jumlah
piutang yang tidak tertagih.
3. Investasi moneter dapat dinilai sesuai nilai pasar pada tanggal neraca.
4. Persediaan pada umumnya dinilai berdasarkan nilai yang terendah antara harga
pasar dan harga perolehan
5. Biaya dibayar dimuka dinilai berdasarkan kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh manfaat yang baru akan dinilai pada periode berikutnya.

2.3.3 Penyajian Aset Lancar (Current Assets)


Perusahaan menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan liabilitas
jangka pendek terpisah dari liabilitas jangka panjang kecuali untuk industri tertentu
yang diatur dalam SAK khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas
sedangkan liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya.

2.4 Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment)


Investasi jangka panjang adalah investasi yang tidak segera dicairkan dan dimasudkan
untuk dimiliki lebih dari 12 bulan (1 tahun) yang berbentuk aset keuangan. Terdapat
beberapa dasar pengaturan yang terkait dengan investasi jangka panjang ialah PSAK 23
mengenai Pendapatan, PSAK 50 tentang Instrumen keuangan: Penyajian, PSAK 55
tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan pengukuran, PSAK 60 tentang Instrumen
Keuangan: Pengungkapan. Tujuan adanya investasi jangka panjang ialah untuk menambah
pendaptan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama perode akuntansi dalam bentuk
pemasukkan/penambahan aset/penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi dari penanam modal.

2.4.1 Jenis-Jenis Investasi Jangka Panjang


1. Investasi obligasi
Surat utang (dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah bond) dalam
jangka waktu lebih dari 1 tahun. Surat utang dalam jangka kurang dari 1 tahun
disebut instrument pasar uang (money market instrument).
2. Investasi saham
Sarana untuk menumbuhkan kekayaan melalui penerimaan hasil investasi
(dividen), dan melalui apresiasi nilai investasi (capital gain) atau manfaat lain
yang diperoleh akibat kepemilikan saham perusahaan lain tersebut.

2.4.2 Pengakuan Investasi Jangka Panjang


Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan
konversi piutang atau aset lain menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi
jangka panjang apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh dalam jangka
waktu lebih dari 12 bulan; dan
2. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara andal.

Pengeluaran kas dalam rangka perolehan investasi jangka panjang diakui


sebagai pengeluaran pembiayaan. Sedangkan penerimaan kas atas pelepasan
penjualan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan.
Pengeluaran dan penerimaan pembiayaan disajikan dalam LRA.

2.4.3 Pengukuran Jangka Panjang


Metode yang digunakan untuk menilai investasi adalah:

1. Metode Biaya
Pada metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya perolehan, baik pada
saat investasi awal maupun pencatatan selanjutnya. Biaya perolehan
meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang
timbul dalam rangka perolehan investasi tersebut.
2. Metode Ekuitas
Metode ekuitas diterapkan untuk investasi permanen dengan
kepemilikan pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) ke atas atau
kepemilikan kurang dari 20% (dua puluh persen) tetapi memiliki pengaruh
yang signifikan.
3. Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)
Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan diterapkan untuk:
a. Investasi non permanen yang dimaksudkan untuk
penyehatan/penyelamatan perekonomian, misalnya dana
talangan dalam rangka penyehatan perbankan.
b. Investasi non permanen berbentuk dana bergulir.

2.4.4 Penyajian Investasi Jangka Panjang


Investasi jangka panjang disajikan pada neraca menurut jenisnya, baik yang
bersifat non permanen maupun yang bersifat permanen. Investasi non permanen
yang diragukan tertagih/terealisasi disajikan sebagai pengurang investasi jangka
panjang non permanen.
Investasi non permanen yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 12
bulan setelah tanggal pelaporan direklasifikasi menjadi bagian lancar investasi non
permanen pada aset lancar.
Hasil dari investasi, seperti bunga dan dividen, diakui sebagai pendapatan dan
disajikan pada LRA dan LO. Apabila terdapat hasil investasi yang masih terutang
disajikan sebagai piutang pada neraca.

2.5 Aset Tetap


2.5.1 Karakteristik dan Pengakuan
Menurut PSAK, aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Hendriksen mengatakan, bahwa aset tetap dalam hal ini plant dan equipment
memiliki beberapa karakteristik tambahan yaitu:

1. Berupa barang fisik yang digunakan untuk memproduksi barang lain/jasa


2. Memiliki masa manfaat yang terbatas
3. Dinilai berdasarkan hak untuk menggunakan aset tersebut
4. Sifatnya non moneter
5. Menghasilkan jasa selama periode yang lebih panjang dari satu tahun atau satu
siklus operasi perusahaan, mana yang lebih panjang.

Suatu aset berwujud harus diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai
aset tetap bila:

1. Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian di masa yang


akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir ke dalam
perusahaan, dan
2. Biaya perolehan aset dapat diukur.

2.5.2 Pengukuran Aset Tetap


Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu
aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan
biaya perolehan.

1. Jika beberapa aset diperoleh melalui pembelian gabungan (lump-sum). Untuk


aset yang diperoleh melalui pembelian gabungan, maka harga gabungan
dialokasi pada aset berdasarkan perbandingan nilai wajar dari masing-masing
aset.
2. Jika aset baru dibangun dengan terlebih dulu menjual atau menghancurkan aset
lama. Harga perolehan aset baru harus mencakup harga jual aset lama
ditambah dengan biaya pemindahan removal cost).

Dalam pembangunan aset baru, perusahaan akan menghadapi persoalan yang


menyangkut biaya bunga dan alokasi biaya overhead yang digunakan secara
bersamaan (joint overhead cost).

a. Biaya Bunga
Biaya bunga yang timbul karena perusahaan meminjam uang untuk
membangun aset, dapat diperlukan sebagai berikut:
1. Biaya bunga seluruhnya dianggap beban. Alasannya adalah karena
perusahaan bisa menghindari timbulnya beban ini dengan mengeluarkan
dana sendiri (ekuitas). Meskipun demikian alasan ini tetap tidak menjadikan
adanya biaya untuk menggunakan dana.
2. Hanya biaya bunga aktual yang dibayar atas pinjaman untuk tujuan khusus
yang dikapitalisasikan. Asumsinya adalah bunga merupakan biaya bunga
yang sesungguhnya dibayar ke kreditor. Namun, karena nilai sekarang aset
adalah sama bagaimanapun cara pendanaannya, maka jika bunga pinjaman
dikapitalisir, seharusnya bunga atas ekuitas pemilik juga dikapitalisir.
3. Biaya bunga atas pinjaman untuk tujuan apapun dikapitalisasi biaya bunga
akan mencerminkan opportunity cost dari penggunaan dana baik yang
berasal dari luar maupun dari ekuitas sendiri.
4. Seluruh biaya bunga atas penggunaan dana baik yang berasal dari luar
maupun yang berasal dari ekuitas dikapitalisasikan.
b. Alokasi Biaya Overhead
Masalah lain yang timbul dalam pembangunan sendiri suatu aset baru oleh
perusahaan adalah bagaimana biaya overhead dapat dialokasikan secara tepat
kepada aset baru dan kepada produksi normal. Terdapat empat usulan terkait alokasi
biaya overhead, yakni:
1. Jangan bebankan biaya overhead ke aset baru. Asumsi yang mendasari
Usulan ini adalah bahwa biaya overhead seharusnya dibebankan seluruhnya
ke operasi normal dalam periode berjalan, karena sebagian besar
merupakan biaya tetap. Kapitalisasi sebagian dari biaya overhead kedalam
aset tetap akan menyebabkab beban periode berjalan menjadi terlalu
rendah, dan laba bersih periode berjalan menjadi terlalu tinggi.
2. Bebankan tambahan biaya overhead ke aset baru ( artinya hanya tambahan
biaya overhead variable ). Argumen yang mendasari usulan ini adalah jika
seluruh biaya overhead dibebankan pada periode berjalan, maka laba bersih
periode berjalan menjadi lebih rendah daripada yang seharusnya. Padahal
tambahan biaya overhead tersebut timbul karena adanya pembangunan aset
baru, oleh karenanya harus dikapitalisasi sebagai bagian dari aset baru.
3. Bebankan biaya overhead ke aset baru sejumlah overhead yang
penggunaannya untuk produksi normal terbatasi dengan adanya
pembangunan aset baru.
4. Bebankan biaya overhead secara proporsional antara aset baru dan produksi
normal. Argumennya adalah aset baru akan menyumbangkan tambahan
pendapatan di kemudian hari. Oleh karenanya sebagian biaya overhead
harus dikapitalisasi karena memberi manfaat dimasa yang akan datang.

Jika aset baru diperoleh dengan cara penukaran dengan aset lama.
1. Cara pertama: Aset baru dinilai berdasarkan nilai wajar dari aset lama.
2. Cara kedua: Jika nilai wajar aset lama tidak tersedia, aset baru dinilai
berdasarkan nilai wajar dari aset baru.
3. Cara ketiga: Jika nilai wajar aset lama dan aset baru tidak tersedia, maka aset
baru boleh dinilai berdasarkan Nilai tercatat (carrying value) dari aset lama.
4. Cara keempat: Khusus untuk pertukaran aset yang sejenis, kerugian boleh
langsung diakui tetapi keuntungan harus dikapitalisasi.

2.5.3 Pengungkapan Aset Tetap Berdasarkan PSAK 16


Pengungkapan aset tetap diharuskan untuk mengungkapkan dasar penilaian
yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto. Jika lebih dari satu dasar
digunakan jumlah tercatat bruto untuk dasar setiap kategori harus diungkapkan.

2.5.4 Penilaian dan Penyajian Aset Tetap


Berkaitan dengan penilaian dan penyajian aset tetap, IFRS mengizinkan salah
satu dari dua metode yang dapat digunakan, yaitu:
1. Berbasis Harga Perolehan (Biaya) Metode penilaian aset yang didasarkan pada
jumlah pengorbanan ekonomis yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh
aset tetap tertentu sampai aset tetap tersebut siap digunakan.
2. Berbasis Revaluasi (Nilai Pasar) Penilaian aset yang didasarkan pada harga
pasar ketika laporan keuangan disajikan. Penggunaan metode ini akan
memberikan gambaran yang lebih akurat tentang nilai aset yang dimiliki
perusahaan pada suatu waktu tertentu.

2.6 Aset Tak Berwujud


Aset tak berwujud adalah aset tak lancar dan tak berbentuk yang memberikan hak
keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam Laporan Keuangan tidak dicakup
secara terpisah dalam klasifikasi aset yang lain. Salah satu karakteristik aset tak berwujud
yang paling penting adalah tingkat ketidakpastian mengenai Nilai dan manfaatnya
dikemudian hari.

Beberapa karakteristik aset tak berwujud yang membedakannya dengan aset tetap
adalah:

1. Tidak tersedianya penggunaan alternative, contohnya adalah hak proteksi pangsa


pasar, pemilikan proses/produk ekslusif dan lainnya. Namun menurut Hendriksen,
ada beberapa pengecualian atas sifat ini. Misalnya menggunakan merk “mickey
mouse” yang tidak hanya terbatas pada film tapi juga untuk dijual sebagai produk
lain.
2. Tidak dapat dipisahkan, maksudnya aset tak berwujud tidak dapat dipisahkan
dengan perusahaan. Aset ini ada dan memiliki Nilai hanya karena dikombinasikan
dengan aset berwujud lain. Namun ada beberapa sanggahan atas pendapat ini,
pertama bahwa banyak aset tak berwujud yang terpisah seperti copyright. Kedua,
bahwa aset berwujudpun hanya bernilai karena dikombinasikan oleh aset tak
berwujud. Karenanya kedua aset memiliki nilai dan harus diakui.
3. Tingginya ketidakpastian atas manfaat masa depan yang mungkin diterima. Hal ini
menyebabkan sulit untuk menghubungkan aset tak berujud dengan penghasilan
perusahaan pada periode tertentu, sehingga sebaiknya aset tak berwujud langsung
dibebankan pada periode berjalan (pendekatan konservatif). Namun sekali lagi,
beberapa aset tak berwujud memiliki manfaat yang pasti seperti Nilai pendidikan
perguruan tinggi dianggap lebih pasti dari pengambangan suatu jenis peralatan.

2.6.1 Pengukuran Goodwill dan Amortisasi


Goodwill hanya akan terjadi apabila ada transaksi strategis semisal akuisisi
atau merger dengan perusahaan lain. Munculnya goodwill ketika pembayaran
(pembelian) atas transaksi strategis dengan harga diatas harga pasar aset bersih
(nilai buku). Selisih yang timbul inilah yang dinamakan Goodwill. Dengan kata
lain Goodwill merupakan representasi angka yang lebih besar dari nilai buku yang
dibayarkan suatu entitas lain. Manfaat goodwill ada di masa mendatang, seperti
nama besar, tingkat kestrategisan produk atau perushaaan, kedekatan dengan
konsumen, dan lain sebagainya.

Ada 3 cara pendekatan dalam mengukur goodwill yaitu:

1. Goodwill seringkali dianggap timbul dari hubungan bisnis yang


menguntungkan, hubungan baik dengan pekerja dan sikap pelanggan yang
menguntungkan. Sebenarnya goodwill hanya mewakili manfaat residu yang
tidak dapat diasosiasikan dengan suatu aset tertentu. Itu merupakan hasil dari
Manajemen bisnis yang baik dan keuntungan dari monopolis.
2. Nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang melebihi normal. Jika
Perusahaan berhasil memperoleh pendapatan yang melebihi pendapatan
normal dalam suatu jenis industri, maka kelebihan atas pendapatan normal
tersebut dikapitalisir sebagai aset tak berwujud. Namun sebenarnya tidak ada
suatu cara untuk menilai perusahaan secara obyektif.
3. Goodwill sebagai suatu akun penilaian utama (master valuation account),
dimana goodwill merupakan kelebihan harga perusahaan secara keseluruhan
jika dibandingkan dengan total harga jual aset perusahaan jika dijual secara
individu. Jadi goodwill hanyalah nilai perusahaan yang tidak dapat di
hubungkan dengan suatu aset tertentu. Dengan kata lain satu ditambah satu
(aset) tidak sama dengana dua, melainkan lebih dari dua karena telah terjadi
sinergi yang menyebabkan nilai keseluruhan perusahaan bertambah.

Amortisasi adalah alokasi pengurangan nilai aktiva tidak berwujud yakni


seperti merk dagang, hak cipta, dan sebagainya secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu pada setiap periode akuntansi. Pengurangan dilakukan dengan
mendebit akun beban amortisasi terhadap akun aktiva. Aset tak berwujud tidak
tetap yang dibuat secara bertahap oleh perusahaan melalui pengeluaran tahunan
akan dibebankan langsung sebagai beban operasi.

Namun aset tak berwujud yang dibeli secara gabungan (lump sum) atau yang
dikembangkan melalui pengeluaran yang luar biasa dan terindentifikasi seringkali
dikapitalisasi dan diamortisasi. Setelah Nilai aset tak berwujud ditentukan, hal lain
perlu diestimasikan adalah:

1. Masa manfaat aset


2. Pola alokasi selama beberapa periode umur aset

Amortisasi untuk Aset tak Berwujud yang umurnya terbatas yakni seperti,
hak paten, copyright, dan beberapa franchise mempunyai umur maksimum
berdasarkan hukum, dan jarang sekali umur ekonomis melebihi umur menurut
hukum ini. Jika umur ekonomi jauh lebih Pendek dari umur menurut hukum, maka
umur ekonomislah yang seharusnya digunakan. Meskipun begitu aset yang
diperoleh tidak boleh diamortisasi lebih dari 40 tahun. APB menganjurkan agar
aset tak berwujud diamortisasi dengan Metode garis lurus, kecuali jika Metode
sistematis lainnya dianggap lebih layak.

Amortisasi untuk Aset tak berwuud yang umumnya tak terbatas seperti
trademark, trade names, organizationcost dan goodwill merupakan contoh aset tak
berwujud yang dianggap memiliki umur yang tak terbatas. APB mengharuskan aset
tak terbatas ini diamortisasi selama estimasi periode manfaat mereka, tapi tidak
boleh melebihi 40 tahun. Batasan 40 tahun ini merupakan hal arbiter dan alasan
digunakannya adalah bahwa Jangka waktu ini cukup panjang sehingga tidak ada
dampak yang signifikan terhadap laba pada satu periode.

PSAK memiliki batasan yang berbeda untuk periode amortisasi. PSAK No.19
paragraf 17 menyatakan bahwa: Periode amortisasi tidak boleh melebihi 20 tahun.
Periode 20 tahun ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa dalam Jangka waktu
20 tahun sudah banyak perkembangan yang terjadi sehingga setelah lewat waktu
20 tahun aset tak berwujud tersebut diperkirakan tidak ada manfaat
keekonomiannya lagi.

2.6.2 Penyajian Aset Tak Berwujud


Dalam Laporan Posisi Keuangan, aset tak berwujud termasuk dalam aset tidak
lancar. Dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif, penyajian beban amortisasi dan
kerugian dari penurunan nilai sebagai bagian dari laba operasi berkelanjutan,
kecuali apabila kerugian dari penurunan nilai tersebut berhubungan dengan operasi
tidak berkelanjutan.

2.6.3 Penungkapan Aset Tak Berwujud dan Akun Terkait


Pengungkapan hal-hal untuk setiap aset tak berwujud dipisahkan antara aset
tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tak berwujud lainnya, antara
lain:
1. Masa manfaat terbatas atau tidak terbatas
2. Metode amortisasi yang digunakan dengan masa manfaat terbatas.
3. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir
periode.
4. Unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif, amortisasi aset
takberwujud termasuk didalamya.
5. Pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.
BAB III

KESIMPULAN

Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
Aset merupakan manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas
sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lampau. Aset dibagi kedalam 3 jenis
berbeda, yakni aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset tak berwujud.

Pengukuran konsep aset berbeda terkait dengan jenis asetnya. Pengukuran aset lancar
dipengaruhi oleh dua hal yakni, keharusan untuk menganut sifat konservatif dan tingkat
kepastian realisasi. Pengukuran investasi jangka panjang terdapat 3 metode yang dapat
digunakan untuk menilai investasi, yakni metode biaya, ekuitas, nilai bersih yang dapat
direalisasikan. Pengukuran aset tetap diukur berdasarkan biaya perolehan. Pengukuran aset tak
berwujud pada umumnya sulit diukur. Solusi yang biasa dilakukan ialah dengan
memperlakukan aset tak berwujud sebagai nilai residu. Cara pengukuran yang biasa digunakan
ialah pengukuran Goodwill kemudian melalui pengekuran amortisasi.

Sama halnya dengan pengukuran konsep aset yang berbeda setiap jenisnya, dalam
proses penyajian asetnya pun tetap dibedakan sesuai dengan jenis aset. Aset lancar disajikan
menurut ukuran likuiditas sedangkan liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya.
Investasi jangka panjang disajikan pada neraca menurut jenisnya, baik yang bersifat non
permanen maupun yang bersifat permanen. Investasi non permanen yang diragukan
tertagih/terealisasi disajikan sebagai pengurang investasi jangka panjang non permanen. Aset
tetap memiliki dua cara yang dapat dipilih salah satunya dan dapat diterapkan, yakni berbasis
harga perolehan (biaya) dan berbasis revaluasi (nilai pasar). Dalam Laporan Posisi Keuangan,
aset tak berwujud termasuk dalam aset tidak lancar. Dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif,
penyajian beban amortisasi dan kerugian dari penurunan nilai sebagai bagian dari laba operasi
berkelanjutan, kecuali apabila kerugian dari penurunan nilai tersebut berhubungan dengan
operasi tidak berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.akuntansionline.id/perlakuan-goodwill-dalam-akuntansi/
https://accurate.id/akuntansi/pengertian-aset-dan-jenisnya/
https://www.warsidi.com/2011/01/teori-akuntansiaset
https://fitriaerawati.wordpress.com/2019/03/02/investasi-jangka-panjang-menurut-psak
https://ejournal.unsrat.ac.id
Ernawati. 2014. Analisis Penerapan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK No. 16) Atas Aset
Tetap Pada PT. Pelayaran Liba Marindo Tanjung Pinang. Universitas Maritim Raja Ali
Tanjung Pinang.

Hery. 2014. Akuntansi Aset, Liabilitas, dan Ekuitas. Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2016a. Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.1. (Revisi 2015). DSAK-IAI. Jakarta.

Kartikahadi, Hans., Sinaga, Uli Rosita., Syamsul, Merliyana., Siregar, Sylvia Veronica.,
Wahyuni, Ersa Tri. 2015. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Edisi
Kedua. Buku 1. Penerbit Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta.

Kasmir 2016. Analisis Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lubis, Rahmat Hidayat. 2017. Pengantar Akuntansi Jasa. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

Martani. Dwi., Sylvia Veronica Siregar., Ratna Wardhani., Aria Farahmita., Edward Tanujaya.
2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (PSAK Konvergensi IFRS). Edisi 2
Buku 1. Penerbit Salemba Empat. Jakarta Selatan.

Mustamin, Fitrah. 2013. Analisis Pengakuan, Pengukuran dan Pelaporan Aktiva Tetap
Berdasarkan PSAK No. 16. Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal EMBA ISSN 2303-
1174. Vol. 1.

Anda mungkin juga menyukai