“KONSEP ASET”
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6:
1. Jean G. U. Untajana 1922035
2. Kritzya D. Lopuhaa 1922036
3. Prissilia Hurssepuny 1822008
4. Rivaldo Hahuwa 1822002
5. Sri Della L. Siburian 1822006
6. Juliana Dwi Ningtyas 1822049
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teori Akuntansi . Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kita dalam mempelajari dan memahami pokok-pokok bahasan
dalam Teori Akuntansi, khususnya mengenai “Konsep Aset”.
Ka mi me nya da ri ba hwa dala m pem bua ta n m akal ah ini m a si h sa nga t
j a uh dari sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Elemen yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan memiliki makna yang
menunjukkan realitas kegiatan perusahaan sehingga pembaca laporan keuangan dapat
memperoleh gambaran yang jelas dan memadai mengenai realitas tersebut secara finansial
tanpa harus mengamati sendiri secara fisis realitas finansial tersebut. Salah satu komponen
kerangka konseptual adalah pengidentifikasian elemen-elemen laporan keuangan.
Pengidentifikasian tersebut meliputi pengertian, pengakuan, pengukuran penilaian dan
pengungkapan. Salah satu elemen tersebut adalah asset. Asset merupakan elemen neraca
yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan jika dikaitkan dengan
elemen lainnya yakni kewajiban dan ekuitas. Maka pada makalah ini kami akan membahas
tentang “Konsep Asset” serta beberap point-point pendukung konsep asset.
1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian konsep aset.
2. Mempelajari pengukuran konsep aset.
3. Memahami cara pengungkapan dan penyajian dari aset.
BAB II
ISI
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh
perusahaan. Aset merupakan manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh atau dikendalikan
oleh suatu entitas sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lampau.
Terdapat pula beberapa jenis aset yang tidak dapat dikelompokkan dalam kelompok
besar diatas, dapat dimasukkan dalam aset lain-lain.
1. Diharapkan dapat direalisasikan sebagai kas atau dijual atau dikonsumsi selama
siklus operasi normal perusahaan
2. Lebih ditekankan pada harapan atau niat daripada ketersediaan, khususnya
dalam hal surat-surat berharga (marketable securities).
Menurut PSAK 1, suatu aset diklasifikasikan menjadi aset lancar jika aset
tersebut:
1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam
jangka waktu siklus operasi normal perusahaan, atau
2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan
akan direalisir dalam Jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca atau
3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
1. Aset lancar moneter, yaitu klaim terhadap jumlah tertentu dari satuan mata uang
pada tingkat daya beli saat itu. Aset lancar moneter memiliki nilai satuan uang
tetap namun dengan daya beli yang dapat berbeda. Yang termasuk dalam aset
lancar moneter adalah kas, piutang dagang, investasi moneter, (investasi dalam
obligasi dan wesel tagih).
2. Aset lancar non-moneter, yaitu hak/klaim, atas sejumlah uang pada suatu
tanggal tertentu dimasa depan, yang pada saat ini jumlahnya tidak dapat
diketahui dengan pasti. Contoh aset lancar non moneter adalah invesasi dalam
saham, persediaan dan biaya dibayar di muka. Ketiga item ini memiliki
karakteristik yang berbeda dibandingkan aset moneter, yaitu Nilai sekarangnya
tidak dapat diestimasi dengan cara mendeskontokan Nilai jatuh tempo dimasa
depan dan menyesuaikannya dengan ketidakpastian dalam penagihan.
Umumnya baik aset lancar moneter atau non-moneter diakui pada saat
diperoleh.
Berikut akan disajikan secara ringkas pengukuran dari beberapa pos aset lancar:
1. Kas biasanya disajikan sesuai nilai sekarang yang sudah pasti yaitu sebesar nilai
nominal mata uang tersebut. Dalam hal kas tersebut dalam mata uang asing,
maka harus dikonversikan ke mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca.
2. Piutang disajikan berdasarkan nilai realisasi bersih (Net Realizable Value).
Sebenarnya piutang harus dinilai sesuai nilai jatuh tempo yang didiskontokan
ke masa sekarang. Tetapi karena perbedaan antara hasil diskonto dan nilai jatuh
tempo tidak material, maka pendiskontoan tidak dilakukan. Sesuai asas
konservatif, nilai jatuh tempo ini harus dikurangi dengan taksiran jumlah
piutang yang tidak tertagih.
3. Investasi moneter dapat dinilai sesuai nilai pasar pada tanggal neraca.
4. Persediaan pada umumnya dinilai berdasarkan nilai yang terendah antara harga
pasar dan harga perolehan
5. Biaya dibayar dimuka dinilai berdasarkan kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh manfaat yang baru akan dinilai pada periode berikutnya.
1. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa
yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh dalam jangka
waktu lebih dari 12 bulan; dan
2. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara andal.
1. Metode Biaya
Pada metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya perolehan, baik pada
saat investasi awal maupun pencatatan selanjutnya. Biaya perolehan
meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang
timbul dalam rangka perolehan investasi tersebut.
2. Metode Ekuitas
Metode ekuitas diterapkan untuk investasi permanen dengan
kepemilikan pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) ke atas atau
kepemilikan kurang dari 20% (dua puluh persen) tetapi memiliki pengaruh
yang signifikan.
3. Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)
Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan diterapkan untuk:
a. Investasi non permanen yang dimaksudkan untuk
penyehatan/penyelamatan perekonomian, misalnya dana
talangan dalam rangka penyehatan perbankan.
b. Investasi non permanen berbentuk dana bergulir.
Hendriksen mengatakan, bahwa aset tetap dalam hal ini plant dan equipment
memiliki beberapa karakteristik tambahan yaitu:
Suatu aset berwujud harus diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai
aset tetap bila:
a. Biaya Bunga
Biaya bunga yang timbul karena perusahaan meminjam uang untuk
membangun aset, dapat diperlukan sebagai berikut:
1. Biaya bunga seluruhnya dianggap beban. Alasannya adalah karena
perusahaan bisa menghindari timbulnya beban ini dengan mengeluarkan
dana sendiri (ekuitas). Meskipun demikian alasan ini tetap tidak menjadikan
adanya biaya untuk menggunakan dana.
2. Hanya biaya bunga aktual yang dibayar atas pinjaman untuk tujuan khusus
yang dikapitalisasikan. Asumsinya adalah bunga merupakan biaya bunga
yang sesungguhnya dibayar ke kreditor. Namun, karena nilai sekarang aset
adalah sama bagaimanapun cara pendanaannya, maka jika bunga pinjaman
dikapitalisir, seharusnya bunga atas ekuitas pemilik juga dikapitalisir.
3. Biaya bunga atas pinjaman untuk tujuan apapun dikapitalisasi biaya bunga
akan mencerminkan opportunity cost dari penggunaan dana baik yang
berasal dari luar maupun dari ekuitas sendiri.
4. Seluruh biaya bunga atas penggunaan dana baik yang berasal dari luar
maupun yang berasal dari ekuitas dikapitalisasikan.
b. Alokasi Biaya Overhead
Masalah lain yang timbul dalam pembangunan sendiri suatu aset baru oleh
perusahaan adalah bagaimana biaya overhead dapat dialokasikan secara tepat
kepada aset baru dan kepada produksi normal. Terdapat empat usulan terkait alokasi
biaya overhead, yakni:
1. Jangan bebankan biaya overhead ke aset baru. Asumsi yang mendasari
Usulan ini adalah bahwa biaya overhead seharusnya dibebankan seluruhnya
ke operasi normal dalam periode berjalan, karena sebagian besar
merupakan biaya tetap. Kapitalisasi sebagian dari biaya overhead kedalam
aset tetap akan menyebabkab beban periode berjalan menjadi terlalu
rendah, dan laba bersih periode berjalan menjadi terlalu tinggi.
2. Bebankan tambahan biaya overhead ke aset baru ( artinya hanya tambahan
biaya overhead variable ). Argumen yang mendasari usulan ini adalah jika
seluruh biaya overhead dibebankan pada periode berjalan, maka laba bersih
periode berjalan menjadi lebih rendah daripada yang seharusnya. Padahal
tambahan biaya overhead tersebut timbul karena adanya pembangunan aset
baru, oleh karenanya harus dikapitalisasi sebagai bagian dari aset baru.
3. Bebankan biaya overhead ke aset baru sejumlah overhead yang
penggunaannya untuk produksi normal terbatasi dengan adanya
pembangunan aset baru.
4. Bebankan biaya overhead secara proporsional antara aset baru dan produksi
normal. Argumennya adalah aset baru akan menyumbangkan tambahan
pendapatan di kemudian hari. Oleh karenanya sebagian biaya overhead
harus dikapitalisasi karena memberi manfaat dimasa yang akan datang.
Jika aset baru diperoleh dengan cara penukaran dengan aset lama.
1. Cara pertama: Aset baru dinilai berdasarkan nilai wajar dari aset lama.
2. Cara kedua: Jika nilai wajar aset lama tidak tersedia, aset baru dinilai
berdasarkan nilai wajar dari aset baru.
3. Cara ketiga: Jika nilai wajar aset lama dan aset baru tidak tersedia, maka aset
baru boleh dinilai berdasarkan Nilai tercatat (carrying value) dari aset lama.
4. Cara keempat: Khusus untuk pertukaran aset yang sejenis, kerugian boleh
langsung diakui tetapi keuntungan harus dikapitalisasi.
Beberapa karakteristik aset tak berwujud yang membedakannya dengan aset tetap
adalah:
Namun aset tak berwujud yang dibeli secara gabungan (lump sum) atau yang
dikembangkan melalui pengeluaran yang luar biasa dan terindentifikasi seringkali
dikapitalisasi dan diamortisasi. Setelah Nilai aset tak berwujud ditentukan, hal lain
perlu diestimasikan adalah:
Amortisasi untuk Aset tak Berwujud yang umurnya terbatas yakni seperti,
hak paten, copyright, dan beberapa franchise mempunyai umur maksimum
berdasarkan hukum, dan jarang sekali umur ekonomis melebihi umur menurut
hukum ini. Jika umur ekonomi jauh lebih Pendek dari umur menurut hukum, maka
umur ekonomislah yang seharusnya digunakan. Meskipun begitu aset yang
diperoleh tidak boleh diamortisasi lebih dari 40 tahun. APB menganjurkan agar
aset tak berwujud diamortisasi dengan Metode garis lurus, kecuali jika Metode
sistematis lainnya dianggap lebih layak.
Amortisasi untuk Aset tak berwuud yang umumnya tak terbatas seperti
trademark, trade names, organizationcost dan goodwill merupakan contoh aset tak
berwujud yang dianggap memiliki umur yang tak terbatas. APB mengharuskan aset
tak terbatas ini diamortisasi selama estimasi periode manfaat mereka, tapi tidak
boleh melebihi 40 tahun. Batasan 40 tahun ini merupakan hal arbiter dan alasan
digunakannya adalah bahwa Jangka waktu ini cukup panjang sehingga tidak ada
dampak yang signifikan terhadap laba pada satu periode.
PSAK memiliki batasan yang berbeda untuk periode amortisasi. PSAK No.19
paragraf 17 menyatakan bahwa: Periode amortisasi tidak boleh melebihi 20 tahun.
Periode 20 tahun ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa dalam Jangka waktu
20 tahun sudah banyak perkembangan yang terjadi sehingga setelah lewat waktu
20 tahun aset tak berwujud tersebut diperkirakan tidak ada manfaat
keekonomiannya lagi.
KESIMPULAN
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
Aset merupakan manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas
sebagai akibat dari transaksi atau kejadian di masa lampau. Aset dibagi kedalam 3 jenis
berbeda, yakni aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset tak berwujud.
Pengukuran konsep aset berbeda terkait dengan jenis asetnya. Pengukuran aset lancar
dipengaruhi oleh dua hal yakni, keharusan untuk menganut sifat konservatif dan tingkat
kepastian realisasi. Pengukuran investasi jangka panjang terdapat 3 metode yang dapat
digunakan untuk menilai investasi, yakni metode biaya, ekuitas, nilai bersih yang dapat
direalisasikan. Pengukuran aset tetap diukur berdasarkan biaya perolehan. Pengukuran aset tak
berwujud pada umumnya sulit diukur. Solusi yang biasa dilakukan ialah dengan
memperlakukan aset tak berwujud sebagai nilai residu. Cara pengukuran yang biasa digunakan
ialah pengukuran Goodwill kemudian melalui pengekuran amortisasi.
Sama halnya dengan pengukuran konsep aset yang berbeda setiap jenisnya, dalam
proses penyajian asetnya pun tetap dibedakan sesuai dengan jenis aset. Aset lancar disajikan
menurut ukuran likuiditas sedangkan liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya.
Investasi jangka panjang disajikan pada neraca menurut jenisnya, baik yang bersifat non
permanen maupun yang bersifat permanen. Investasi non permanen yang diragukan
tertagih/terealisasi disajikan sebagai pengurang investasi jangka panjang non permanen. Aset
tetap memiliki dua cara yang dapat dipilih salah satunya dan dapat diterapkan, yakni berbasis
harga perolehan (biaya) dan berbasis revaluasi (nilai pasar). Dalam Laporan Posisi Keuangan,
aset tak berwujud termasuk dalam aset tidak lancar. Dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif,
penyajian beban amortisasi dan kerugian dari penurunan nilai sebagai bagian dari laba operasi
berkelanjutan, kecuali apabila kerugian dari penurunan nilai tersebut berhubungan dengan
operasi tidak berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.akuntansionline.id/perlakuan-goodwill-dalam-akuntansi/
https://accurate.id/akuntansi/pengertian-aset-dan-jenisnya/
https://www.warsidi.com/2011/01/teori-akuntansiaset
https://fitriaerawati.wordpress.com/2019/03/02/investasi-jangka-panjang-menurut-psak
https://ejournal.unsrat.ac.id
Ernawati. 2014. Analisis Penerapan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK No. 16) Atas Aset
Tetap Pada PT. Pelayaran Liba Marindo Tanjung Pinang. Universitas Maritim Raja Ali
Tanjung Pinang.
Hery. 2014. Akuntansi Aset, Liabilitas, dan Ekuitas. Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2016a. Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.1. (Revisi 2015). DSAK-IAI. Jakarta.
Kartikahadi, Hans., Sinaga, Uli Rosita., Syamsul, Merliyana., Siregar, Sylvia Veronica.,
Wahyuni, Ersa Tri. 2015. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Edisi
Kedua. Buku 1. Penerbit Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta.
Lubis, Rahmat Hidayat. 2017. Pengantar Akuntansi Jasa. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.
Martani. Dwi., Sylvia Veronica Siregar., Ratna Wardhani., Aria Farahmita., Edward Tanujaya.
2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (PSAK Konvergensi IFRS). Edisi 2
Buku 1. Penerbit Salemba Empat. Jakarta Selatan.
Mustamin, Fitrah. 2013. Analisis Pengakuan, Pengukuran dan Pelaporan Aktiva Tetap
Berdasarkan PSAK No. 16. Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal EMBA ISSN 2303-
1174. Vol. 1.