BLOK 4.5
KELOMPOK: 4
Putri Mazayani
(13861)
Kurniati Rachmat
(13865)
(13867)
(13872)
(13876)
(13882)
(13887)
(13891)
Asri Herlindawati
(13894)
(13896)
(13899)
(13902)
1. CEDERA KEPALA
Cedera kepala dapat diartikan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan otak,
atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut. Dalam bidang Ilmu Penyakit Saraf,
cedera kepala dititikberatkan pada cedera terhadap jaringan otak, selaput otak, dan
pembuluh darahnya. Strubb (1) mengemukakan dua pandangan pokok penting, yaitu: 1)
cedera yang disebabkan adanya benturan pada kepala atau akselerasi-deselerasi yang tibatiba dari otak di dalam rongga tengkorak, dan 2) adanya gangguan fungsi saraf yang terjadi
segera. Gangguan fungsi saraf ini secara klinis dapat berwujud berbagai macam bentuk,
namun kehilangan kesadaran sering kali merupakan gambaran utama.
A. Patogenesis Cedera Kepala
1) Metabolisme Otak Normal
Berat otak manusia normal berkisar antara 1200-1400 gram, merupakan 2% dari
berat badan total manusia. Dalam keadaan istirahat, otak memerlukan oksigen
sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan oksigen tubuh dan memerlukan 70% glukosa
tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi tersebut disertai dengan aktifitas
metabolik otak yang terjadi secara terus menerus memerlukan aliran darah yang
konstan ke dalam otak, sehingga otak memelukan makanan yang cukup dan teratur.
Dalam setiap menit, otak memerlukan 800 cc oksigen dan 100 mg glukosa sebagai
sumber energi. Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam beberapa menit
akan menimbulkna adanya gangguan pada jaringan otak yang bervariasi dari ringan
sampai berat (kematian sel otak).
Secara normal, otak memerlukan glukosa untuk menghasilkan energi melalui
proses glikolosis dan siklus kreb serta membutuhkan 4 x 10 21 ATP per menit.
Kecepatan metabolisme glukosa di otak adalah 30 mol/ 100 gr otak/ menit atau 5
mg/ 100 gr otak/ menit. Kecepatan metabolisme oksigen di otak adalah 165 mol/
100 gr otak/ menit. Metabolisme glukosa terutama terjadi di mitokondria yang akan
menghasilkan senyawa fosfat berenergi tinggi seperti ATP. Maka jaringan otak sangat
rentan terhadap gangguan suplai glukosa dan oksigen. Kebutuhan glukosa dan
oksigen dihantarkan melalui aliran darah secara konstan. Neuron-neuron otak
mendapatkan seluruh sediaan energi dari metabolisme oksidatif glukosa. Untuk
melakukan fungsi-fungsinya, otak memerlukan seperempat kebutuhan oksigen yang
digunakan oleh tubuh per menit.
Metabolisme aerob glukosa sangat efektif untuk menghasilkan energi yang
diperlukan. Satu molekul glukosa menghasilkan 38 molekul ATP, sedangkan
:4
:3
:2
:1
:6
:5
:4
:3
:2
:1
:5
:4
:3
:2
:1
Sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna di dalam makanan akhirnya akan
membentuk glukosa. Karbohidrat di dalam makanna yang dicerna secara aktif
mengandung residu glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang akan dilepas di intestinum.
Zat-zat ini lalu diangkut ke hati lewat vena porta hati. Galaktosa dan fruktosa segera
dikonversi menjadi glukosa di hati.
Glukosa dibentuk dari senyawa-senyawa
glukogenik
yang
mengalami
lokasi serta beratnya kerusakan jaringan otak akibat cedera kepala. Dalam keadaan
stres, ada 2 komponen utama sebagai respon adaptasi terhadap stres, yaitu:
1. Sistem saraf autonom simpatis
2. Sistem Corticotropin-releasing hormon (CRH)
Pusat sistem simpatis terletak di batang otak. Aktivasi sistem ini akan menyebabkan
terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin) yang mempunyai efek sangat kuat
terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati, sehingga akan
meningkatkan pelepasan glukosa oleh hati masuk ke dalam sirkulasi, selain itu juga
menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer. Juga akan menghambat sekresi
insulin oleh sel pankreas. Norepinefrin, mempunyai efek lemah terhadap
glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis karena mempunyai
efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi hati. Laktat juga merupakan
prekursor yang penting bagi glukosa dalam hati dan merupakan prekursor yang penting
bagi glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan
perifer dan kemungkinan down regulation dari piruvat dehidrogenase. Laktat akan
berfungsi sebagai substrat alternatif bagi proses glukoneogenesis dalam keadaan stres
katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam hati untuk berpartisipasi dalam proses
glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan adiposa, karena kecepatan lipolisis akan
meningkat sebagai akibat sekresi hormon ccounterregulatory.
Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak paling banyak terdapat di nukleus
paraventrikuler hipotalamus. Perangsangan sistem CRH akan mengaktivasi aksis
hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan adrenocorticotropin hormone (ACTH),
yang akan merangsang korteks adrenal untuk melepas kortisol. Efek kortisol terhadap
metabolisme karbohidrat adalah perangsangan proses glukonegenesis (6-10 kali lipat)
dan selanjutnya akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Selain itu, stres dan kerusakan jaringan juga akan merangsang sekresi hormon
pertumbuhan (growth hormone) yang juga mempunyai efek diabetogenik, mengurangi
pemakaian glukosa. Sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF) mengubah metabolisme
glukosa dengan mempengaruhi fungsi sel-sel pankreas sehingga mengakibatkan
terjadinya intoleransi glukosa.
Pada cedera otak metabolisme basal dapat meningkat hingga 30%. Mekanisme
mungkin bersifat neural, kimiawi atau hormonal. Katabolisme meningkat dengan
kehilangan Nitrogen mencapai 100 mg/ kgBB/ 24 jam. Pada keadaan ini protein lebih
banyak diurai. Asam amino yang terurai dari proteolisis diantaranya digunakan untuk
pembentukan glukosa. Alanin, setelah keluar dari otot di dalam hepar diubah menjadi
asam piruvat yang kemudian diubah kembali menjadi alanin dengan proses
transaminase dari valin, leusin, dan isoleusin. Siklus alanin ini berperan memberikan
glukosa. Sumber glukosa lain ialah glutamin dengan deaminasi, dalam reaksi ini
terbentuk amonia. Pembentukan glukosa yang berlebihan oleh hepar dengan
menggunakan alanin yang berasal dari penguraian protein otot akan menyebabkan
semaik tingginya kadar glukosa dalam darah.
2. LUKA
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka adalah
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier,
1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a.
b.
c.
d.
e.
Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka:
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1%-5%.
b. Clean-contamined Wounds
(luka
bersih
terkontaminasi),
merupakan
luka
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I: Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II: Luka Partial Thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis danbagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III: Luka Full Thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV: Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
4. Mekanisme terjadinya luka :
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi)
b. Luka memar (Contusion wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya
g. Luka bakar
5. Fase penyembuhan luka :
a. Vascular response: beberapa detik setelah terjadinya luka pada tipe apapun, respon
tubuh dengan penyempitan pembuluh darah (konstriksi) untuk menghambat
perdarahan dan mengurangi pajanan terhadap bakteri. Pada saat yang sama, protein
membentuk jaringan fibrosa untuk menutup luka. Ketika trombosit bersama protein
menutup luka, luka menjadi lengket dan lemb membentuk fibrin. Setelah 10-30
menit setelah terjadinya luka, pembuluh darah melebar karena serotonin yang
dihasilkan trombosit. Plasma darah mengaliri luka dan melawan toxin yang
dihasilkan mikroorganisme, membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka dan membawa agen fagosit untuk melawan bakteri maupun
jaringan yang rusak.
b. Inflamasi: Bagian luka akan menjadi hangat dan merah karena aprose fagositosis.
Fase inflamasi terjadi 4-6 hari setelah injuri. Tujuan inflamasi untuk membatasi
efek bakteri dengan menetralkan toksin dan penyebaran bakteri.
c. Proliferasi/resolusi: penumpukan deposit kolagen pada luka, angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru), proliferasi dan pengecilan lebar luka. Fase ini
berhenti 2 minggu setelah terjadinya luka, tetapi proses ini tetap berlangsung
lambat 1-2 tahun. Fibroblast mensistesis kolagen dan menumbuhkan sel baru.
Miofibroblas menyebabkan luka menyempit, bila tidak terjadi penyempitan akan
terjadi kematian sel. Contohnya jika terjadi scar atau kontraktur. Epitelisasi adalah
perpindahan sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Perpingahan
tersebut terbatas 3 cm. Epitelisasi akan lebih cepat jika luka dalam keadaan lembab.
d. Maturasi/rekontruksi: fase terakhir penyembuhan dengan remodelling scaryang
terjadi. Biasanya terjadi selam asetahun atau lebih seteleh luka tertutup. Selama
fase ini fibrin di bentuk ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan
memperkuat susunannya. Remodeling ini mencakup sintesis dan pemecahan
kolagen.
3. FRAKTUR
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2002).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak
adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur.
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan
kaki (Muttaqin, 2008). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia
dan fibula.
B. Anatomi Tulang Ekstremitas Bawah
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh
dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang
femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a.
b.
c.
pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus
medialis.
e.
f.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
Fraktur Tertutup
Fraktur Terbuka
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC :
IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun
adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat
jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya
disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang
luas luka.
III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian
distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.
Tabel Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
Type I
Wound Size
S.Tissue
< 1 cm
contamination
Minimal
Minimal
Not comminuted
Moderate
Mod. No ST loss
May be
Extensive
comminuted
Skin, Sc tissue, +/- Usually
comminuted
Usually
Puncture
Type II
Type
wound
1-5 cm long
III > 5cms
A
Type
Extensive
muscle
Loss of
B
Type
III >5cms
Extensive
periosteum
Neurovascular
comminuted
Usually
damage
comminuted
2.
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price
dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
3.
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan
ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e. Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f. Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering
terjadi pada anak anak.
g. Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h. Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
Transversal Spiral
Oblik
Segmental Kominuta
Greenstick
Impaksi Fissura
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa di ketahui dengan
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).
1.
Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang
fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel
endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif
tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Fase ini dimulai pada minggu ke 23
setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 48.
3.
4.
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase
remodeling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. Kalus
sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang yang teratur
dengan susunan havers kalus definitif. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama
beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5.
Stadium Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang
berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang
tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan
terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang
akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan
ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
KASUS D
Seorang pria usia 45 tahun, bekerja sebagai buruh pabrik, mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pria tersebut mengalami CKB, luka terbuka di daerah lengan bawah kanan, dan
fraktur di tibia fibula dekstra open segmental tipe 3A distal dekstra. Direncanakan dipasang
Gips.
Pada hari ke-5 post operasi klien dirawat di ruang rawat bedah syaraf setelah
sebelumnya dirawat di ICU. Kondisi klien hari ini terpasang kateter, infuse NaCl 0,9% 20
tpm, NGT sejak 5 hari yang lalu.
Saat dilakukan pengkajian pagi ini, pasien tampak gelisah. Balutan insersi infus
tampak kotor dan lepas.
Hasil pemeriksaan fisik: - TD: 110/90 mmHg
- RR: 20x/mnt
Hasil pemeriksaan penunjang: - AL: 12,96 mg%
- HB: 12,7
- N: 80x/mnt
- S: 38o C
- SGOT: 35
- SGPT: 49
- AT: 21
Program terapi:
- Rawat luka
- Injeksi ceftriakson 2x500 mg, ranitidine 2x4 mg, ketolorac 3x4 mg, piracetam 2x1 gr
ASUHAN KEPERAWATAN
Hasil Pengkajian:
DO
1. Pasien hari ke-5 post operasi, ada luka di
lengan bawah kanan, fraktur di tibia
fibula dekstra open segmental tipe 3 A
2.
3.
4.
5.
distal dekstra
Terpasang kateter
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
NGT terpasang sejak 5 hari yang lalu
Pasien tampak gelisah, balutan insersi
infus tampak kotor dan lepas
6. Pemeriksaan fisik:
a. TD: 110/ 90 mmHg
b. RR: 20 x/ menit
c. Nadi: 80 x/ menit
d. Suhu: 38 C
7. Pemeriksaan penunjang:
a. Al: 12,96 mm %
b. HB: 12,7
c. AT: 21
d. SGOT: 35
e. SGPT: 49
8. Program terapi:
a. Rawat luka
b. Injeksi: ceftiaxon 2 x 500 mg,
Ranitidine 2 x 4 mg, Ketorolac 3x 4
mg, Piracetam 2 x 1 gr
DS
-
Asuhan Keperawatan
Permasalahan
Data
DO:
Diagnosa
Keperawatan
Risiko infeksi
Keperawatan
Risk for infection
Self-Care deficit:
luka
di
lengan
gelisah,
Bathing
Impaired Physical
Permasalahan
Data
Diagnosa
Keperawatan
1. Pasien
tibia
mengalami
fibula
segmental
dekstra
tipe
Keperawatan
Mobility
fraktur
open
3A distal
dekstra
2. Riwayat CKB
1. Suhu tubuh saat pengkajian Kenaikan
terakhir 38oC
suhu
tubuh Hyperthermia
NOC
1. Infection severity
1. Infection Control
Definisi: Meminimalkan
berhubungan
infeksi.
2. Risk control-infectious
process
Definisi: tindakan personal
Faktor risiko:
Pertahanan primer
tidak adekuat:
broken skin
untuk mencegah,
mengeliminasi, dan
mengurangi ancaman dari
infeksi
(contoh:
pemasangan
terhadap infeksi.
Mengetahui konsekuensi
kateter intravena,
prosedur invasif)
trauma jaringan
NIC
pasien yang
berhubungan dengan
Aktivitas :
Ganti peralatan untuk
merawat pasien sesuai
dengan prosedur SOP.
Ajarkan teknik cuci tangan
yang benar kepada petugas
kesehatan.
Cuci tangan dengan benar
sebelum dan setelah
melakukan tindakan
perawatan kepada klien.
Terapkan universal
precaution, contoh: sarung
tangan steril pada saat
melakukan prosedur invasif.
Desinfeksi area yang akan
Diagnosa
(contoh: trauma,
destruksi jaringan)
Prosedur invasif
NOC
infeksi.
Mengetahui perilaku
yang berhubungan
dengan risiko infeksi
Mengidentifikasi risiko
infeksi pada situasi
sehari-hari
Mengidentifikasi. tanda
dan gejala yang
mengindikasikan risiko
potensial infeksi pada
pasien.
Mengidentifikasi strategi
untuk melindungi diri
NIC
dilakukan prosedur invasif.
Pastikan menerapkan teknik
aseptik saat melakukan
pemasangan infus (IV line),
NGT, dan kateter.
Pastikan menerapkan teknik
perawatan luka dengan
benar.
Kelola terapi antibiotik
sesuai prosedur.
Instruksikan pasien untuk
meminum antibiotik seperti
yang diresepkan.
Ajarkan pada klien dan
berhubungan dengan
infeksi.
Monitor perilaku pasien
yang berhubungan
dengan risiko infeksi.
Monitor lingkungan
pasien yang
berhubungan dengan
risiko infeksi.
Mempertahankan
untuk mempertahankan
kebersihan peralatan
pasien.
Mengembangkan strategi 2. Infection protection
kontrol infeksi yang
Definisi: pencegahan dan
efektif
deteksi dini pada infeksi
Menggunakan alat
Diagnosa
NOC
NIC
pelindung diri
Mempraktekan strategi
kontrol infeksi
Mempraktekan tindakan
Aktifitas:
untuk mengistirahatkan
pasien
Monitor perubahan
status kesehatan pasien
sistemik
Monitor kerentanan infeksi
Monitor jumlah granulosit,
sel darah putih dan hasil
yang lainnya
Batasi jumlah pengunjung
sesuai kebutuhan
Inspeksi kullit dan
membran mukus untuk
adanya kemerahan, suhu
mencukupi nutrisi
Sarankan pasien untuk
istirahat
Berikan obat-obatan
imunisasi
Sarankan pasien untuk
konsumsi antibiotik
3. Perawatan luka
Definisi : Pencegahan dari
komplikasi luka dan
mempercepat penyembuhan
luka.
Aktifitas :
Diagnosa
NOC
NIC
plaster
Monitor karakteristik luka
termasuk drainase, warna,
mengganti balutan
Secara rutin bandingkan
dan catat perubahan
apapun yang terjadi pada
luka
Reposisi pasien minimal
dua jam sekali (sesuai
indikasi)
Dokumentasikan ukuran,
lokasi dan tampilan luka
2. Self-care deficit:
1. Client Satisfaction:
Bathing
Physical Care
Domain 4:
Definisi: Meningkatkan
Activity/Rest
class 5: Self-Care
Definisi: Terganggunya
kemampuan untuk
tubuh.
1. Self-Care Assistance
Definisi: Membantu klien
untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
Aktivitas:
Mempertimbangkan budaya
pasien ketika melakukan
aktivitas perawatan diri.
melakukan pemenuhan
kebutuhan mandi atau
Indikator:
- Membantu perawatan
Mempertimbangkan usia
pasien ketika melakukan
Diagnosa
NOC
NIC
Batasan karakteristik:
- Membantu toileting
- Membantu mandi
- Mempertahankan
membersihkan diri
sendiri.
- Membantu
mempertahankan
Related factor:
kenyamanan
- musculoskeletal
eating.
- Membantu ambulasi
terapeutik dengan
- neuromuscular
- Membantu reposisi
mempertahankan
impairment
- Membantu berpindah
kehangatan, kenyamanan,
- kelemahan
Menyediakan lingkungan
untuk meningkatkan
kemampuannya.
Indikator:
berpakaian
melakukannya.
toileting
mandi
grooming
hygiene
Diagnosa
NOC
NIC
oral hygiene
kemampuan berpindah
memposisikan diri
2. Positioning
Definisi: Dengan sengaja
memposisikan pasien atau
bagian tubuh untuk
meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan atau psikologis
pasien.
Aktivitas:
Hindari memposisikan
pasien pada posisi yang
dapat meningkatkan nyeri.
3. Impaired Physical
Mobility
Domain 4:Activity/rest
class 2: Activity/exercise
Definisi: Pembatasan
1. Mobility
Definisi: kemampuan untuk
untuk repositioning.
1. Traction/Immobilization
Care
Diagnosa
NOC
NIC
kemandirian pergerakan
Indikator:
Keseimbangan
Aktivitas:
Body positioning
performance
Transfer performance
Batasan karkteristik:
-
kesulitan
berpindah
tempat
- keterbatasan ROM
Faktor yang berhubungan:
- medikasi
musculoskeletal
kerusakan
Berjalan
Bergerak dengan mudah
Diagnosa
NOC
NIC
Aktivitas:
Bantu pasien mengenakan
alas kaki ketika berjalan
untuk menghindari injuri
Konsultasikan dengan
fisioterapis mengenai
rencana ambulasi
Instruksikan pasien untuk
menggunakan alat bantu
Instruksikan pasien/keluarga
mengenai teknik berpindah
dan ambulasi yang aman
Monitor penggunaan kruk
atau alat bantu jalan yang
lain
Dukung ambulasi mandiri
dengan batas aman
Evaluasi
- Pasien dapat mempertahankan tingkat hygiene yang baik.
- Pasien terbebas dari infeksi dan pathogen dibuktikan dengan kondisi luka bersih dan
-
Dosis
Dosisyang
yangtersedia
tersedia
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Identitas diri klien
Nama
: Tn. D
Pekerjaan
: Buruh pabrik
Umur
: 45 tahun
Lamanya bekerja
: 3 tahun
Tgl. Masuk RS
: 17 April 2014
Alamat
Tgl. Pengkajian
: 22 April 2014
Agama
: Islam
Sumber Informasi
: keluarga
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMP
Riwayat Penyakit
Keluhan utama saat masuk RS :
(Kecelakaan lalu lintas)
1. Riwayat penyakit sekarang : (post operasi hari ke-5)
2. Riwayat penyakit dahulu : 3. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah
dilakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai diambil kasus kelolaan.
Masalah atau Dx medis pada saat MRS:
CKB, luka terbuka lengan kanan bawah, fraktur tibia fibula dekstra open segmental
tipe 3A distal dekstra.
Pemasangan Gips.
Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD
- Kateter
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- NGT
Catatan penanganan kasus (dimulai saat pasien dirawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
- Pada hari ke-5 post operasi klien dirawat diruang rawat bedah syaraf setelah
sebelumnya dirawat di ICU.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan
2. Pola nutrisi/metabolik
Program diit RS
:
Intake makanan
:
Intake cairan
3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar
b. Buang air kecil
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi/ROM
0 : mandiri, 1 : alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total
Oksigenasi
5. Pola tidur dan istirahat
(lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur) :
6. Pola perceptual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
7. Pola seksualitas dan reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)
8. Pola peran-hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan
keuangan)
Pola managemen koping-stress (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir
ini, dll)
9. Sistem nilai dan keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan,
dll)
Pemeriksaan Fisik
(Cephalocaudal)
Keluhan yang dirasakan saat ini : gelisah
TD :110/90 mmHg
BB/TB :
Kepala :
Ada cedera
Leher :
Thorak :
P: 20x/menit
N: 80 x/menit
S: 380C
Abdomen :
Inguinal :
Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan) :
luka terbuka lengan kanan bawah, fraktur tibia fibula dekstra open segmental
Hasil pemeriksaan penunjang :
Al : 12,96 mg%
SGOT : 35
HB : 12,7
SGPT : 49
AT : 21
PENANGANAN KASUS
- Rawat luka
- Injeksi ceftriakson 2x500 mg, ranitidine 2x4 mg, ketolorac 3x4 mg, piracetam 2x1 gr.
Simulasi 1
Identifikasi tindakan yang akan dilakukan.
Tindakan yang akan dilakukan pada pasien adalah pemasangan IV line, penggantian
NGT, perawatan luka, dan pemberian obat pemerikasaan fisik.
Simulasi 2
Tindakan
1.
Pemasangan IV line
- Menggunakan sarung tangan steril
- Identifikasi vena yang akan diinsersi
- Periksa cairan infus seusai order
- Hubungkan cairan infus dengan infus set dan gantungan
- Alirkan cairan infus melalui selang infus sehingga tidak ada udara
didalamnya, tanpa melepas jarus atau penutup pada ujung selang infus
- Kencangkan klem sampai cairan infus tidak menetes
- Letakkan alas plastik (perlak) dibawah lengan pasien
- Kencangkan tourniquet 5-15 cm diatas tempat tusukan (belum
dikencangkan)
- Anjurkan pasien untuk mengepal dan membukanya beberapa kali, palpasi
dan pastikan tampat yang akan ditusuk
- Kencangkan tourniquet
- Bersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol, lalu diulangi
dengan menggunakan kapas betadin denngan arah melingkar dari dalam
keluar lokasi penusukan
- Buka IV cateter dari pangkalnya, peganga IV cateter lalu tusuk perlahan
pada posisi 15-300 dengan lubangn jarum menghadap ke atas. Perhatikan
prinsip steril.
- Bila IV cateter telah mengenai vena rendahkan posisi IV cateter sejajar
kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik IV cateter kedalam vena
sampai masuk semua
- Sambungkan plastik IV cateter engan ujung selang infus tanpa
mengeluarkan darah
- Buka tourniquet dan buka klem infus untuk mengecek tetesan
- Tutup dengan kasa steril yang diberi antiseptik (betadin/klorheksidin,
jangan basah) pada tempat insersi
- Fiksasi
2.
3.
Cuci tangan
Perawatan Luka
Pasien mengalami luka terbuka di lengan bawah kanan. Hari ke-5 pasien post
operasi dirawat di ruang rawat bangsal bedah syaraf, kemungkinan luka sudah
masuk pada tahap granulasi (penyembuhan). Prinsip perawatan luka yang
akan dilakukan adalah prinsip lembab.
-
Bantu klien pada posisi nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka
dan instruksikan pada klien supaya tidak menyentuh daerah luka atau
peralatan.
Cuci tangan
Pasang perlak pengalas di bawah area luka
Pakai sarung tangan bersih, buka balutan luka dengan membasahi plester
pembalut luka. Lepaskan plester menggunakan pinset dengan melepaskan
ujung dan menariknya dengan perlahan sejajar kulit dan mengarah pada
balutan.
Angkat balutan kotor perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau
sarung tangan.
Bila balutan lengket pada luka lepaskan dengan menggunakan normal
pada luka.
Luka difiksasi dengan plester atau dibalut dengan rapi.
Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat yang telah disediakan, dan
4.
Pemberian obat