Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan penting
dalam pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan paien secara
efisien sesuai dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap pasien
yang didasarkan pada prioritas pasien ( atau korban selama bencana) bersumber pada
penyakit/ tingkat cedera, tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya.
Dengan triage dapat ditentukan kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera
menerima

perawatan

secepat

mungkin.

Tujuan

dari

triage

adalah

untuk

mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan


pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai
tindakan diagnostik atau terapi. Menurut Lee, C.H., (2010) menerangkan pada situasi
diklasifikasikan sebagai bencana masal, membutuhkan metode triase cepat dan efektif.
Dalam rangka mengoptimalkan hasil pasien secara keseluruhan dalam situasi
bencana, ada pergeseran dari melakukan apa yang terbaik untuk setiap pasien untuk
melakukan kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar orang. Ada beberapa tumpang
tindih dalam prinsip-prinsip dasar dari korban massal dan sistem triase bencana yang
sedang digunakan di seluruh dunia, namun data efikasi masih terbatas dalam literature.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skenario
LBM 1
DOKTER SIAGA

Empat orang pasien datang secara bersamaan ke UGD dengan keluhan yang
berbeda. Keempat orang pasien tersebut merupakan korban ledakan tabung gas yang
terjadi pada perumahan padat penduduk. Berdasarkan hasil primary survey didapatkan:
Pasien pertama, An. DM laki-laki 5 tahun, pasien mengeluhkan nyeri akibat
mengalami luka bakar pada punggung dan kedua lengan atasnya dengan luas sekitar
18%. Pasien tampak rewel dan tidak kooperatif. GCS E4V5M6, Nadi: 112x/menit,
RR:22x/menit, temperatur: 38,5oC.
Pasien kedua, Ny. SR wanita 21 tahun, mengeluhkan nyeri pada paha
kanannya akibat tertimpa kayu saat akan menyelamatkan diri. Krepitasi (-), hematom
(+) femur dextra, combusio (+) < 5%, dissability (-). GCS E4V5M6, Tensi: 110/70
mmHg, Nadi: 96x/menit, temperatur: 36oC.
Pasien ketiga, Tn. I laki-laki 35 tahun datang tak sadarkan diri, tampak kepala,
leher dan dada menderita luka bakar derajat 3. Menurut keluarga, pasien sempat
tersengat listrik akibat menyentuh kabel saat akan menyelamattkan diri. Pasien tidak
dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan dan bernafas tidak
teratur. GCS E1V1M2, Tensi: 50/palpasi, N: 20x/menit lemah, RR: 6x/menit,
temperatur: 35oC.
Pasien keempat, Tn. PD laki-laki 25 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada
wajah, dada, perut, punggung, dan kedua tangannya akibat terbakar saat akan
menyelamatkan isterinya. Keluarga pasien mengatakan keadaan pasien semakin lemah
dan kesulitan bernafas. Tampak combusio grade 2 pada wajah, leher, dada, punggung,
dan lengan pasien dengan luas sekitar 30%. Sedangkan pada daerah perut tampak

combusio grade 1 engan luas 9%. Paensi jalan nafas terganggu akibat menghirup
udara panas. GCS E2V4M5, tensi: 80/50 mmHg, nadi: 128x/menit, RR: 32x/menit,
temperatur: 38,5oC.
Anda selaku dokter jaga harus dapat melakukan triage untuk memprioritaskan
penanganan pasien-pasien tersebut.

2.2 Terminologi

Primary survey adalah penilaian cepat oleh tenaga kesehatan terhadap keadaan
yang mengancam nyawa.

Combusio (luka bakar) adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas.

Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma


atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan.

2.3 Permasalahan dan pembahasan


1. Jelaskan tentang TRIAGE !
a. Definisi triage
Triase berasal dari bahasa Perancis, trier, yang berarti menseleksi,
yaitu teknik untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien atau korban,
saat sumber daya terbatas.
b. Prinsip triase
Triase mempunyai 2 komponen:
1. Menyeleksi pasien dan menyusun prioritas berdasarkan beratnya
penyakit.
2. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya.
Prinsip dasarnya adalah melakukan yang terbaik untuk sebanyakbanyaknya korban. Perhatian dititikberatkan pada pasien atau korban dengan
kondisi medis yang paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk
diselamatkan.

c. Kategori triase
Ada 4 sistem level untuk kategori triase:
1. Segera Immediate (I) MERAH Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya:
-

Tension pneumothorax

Distress pernafasan (RR lebih dari 30x/menit)

Perdarahan internal vasa besar

Perdarahan hebat

Cedera jalan nafas

Cardiac arrest

Shock- nadi radial tidak teraba, akral dingin, pengisian kapiler


lebih dari 2 detik

Luka terbuka di abdomen atau thorax

Trauma kepala berat

Komplikasi diabetes

Keracunan

Persalinan patologis, misal malpresentasi janin

Tidak sadar

Luka bakar, termasuk luka bakar inhalasi

Fraktur terbuka

2. Tunda Delayed (II) KUNING Pasien perlu tindakan definitif


tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dapat menunggu giliran
pengobatan tanpa bahaya.
Misalnya:
-

Fraktur tertutup pada ekstremitas (perdarahan terkontrol)

Perdarahan laserasi terkontrol

Luka bakar <25% luas permukaan tubuh

Trauma tulang belakang (dapat dilakukan imobilisasi dan proteksi


dari trauma lebih lanjut)

Perdarahan sedang

Trauma kepala tanpa gangguan kesadaran

3. Minimal (III) HIJAU Pasien mendapat cedera minimal, dapat


berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
Misalnya:
-

Laserasi minor

Memar dan lecet

Luka bakar superfisial

4. Expectant (0) HITAM Paisen mengalami cedar mematikan dan


akan meninggal meski mendapat pertolongan.
Misalnya:
-

Cedera kepala berat

Luka bakar derajat III hampir di seluruh tubuh

Kerusakan organ vital

Secara umum, dalam triase terdapat 3 kategori utama:


1. Pasien yang pasti selamat, meski mereka mendapatkan
pertolongan atau tidak Minimal (HIJAU) dan Tunda
(KUNING)
2. Pasien yang akan selamat bila mendapatkan penanganan
segera Segera (MERAH)
3. Pasien luka sangat berat dengan prognosis buruk, tetap
meninggal meskipun mendapatkan pertolongan maksimal
(HITAM)

d. Prinsip triase bencana


Korban yang paling mudah diselamatkan ditolong lebih dahulu dengan
sumber daya yang ada. Korban dengan kondisi medis paling berat sementara
ditinggalkan.

Gambar 1. Prinsip TRIAGE berencana

Gambar 2. Alur TRIAGE


2. Bagaimana prosedur dilakukan primary survey dan secondary survey ?
A. Primary Survey
Adalah penilaian utama terhadap pasien, dilakukan dengan cepat, bila
ditemukan hal yang membahayakan nyawa pasien, langsung dilakukan
tindakan resusitasi.
-

A : AIRWAY. Jika pasien sadar : Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien,


ada obstruksi airway atau tidak. Jika pasien tidak sadar : Look ; ada
sumbatan airway atau tidak, Listen; suara-suara nafas, Feel ; hembusan
nafas pasien.

Untuk mengetahui dan menilai pasien sadar atau tidak, kita menilai dengan
mengajak bicara pasien. Jika pasien dapat menjawab dengan baik maka
dapat dinilai kesadaran pasien dan tidak adanya sumbatan pada jalur
pernapasan pasien.
Salah satu tanda adanya sumbatan pada pasien adalah :

Mendengkur : pangkal lidah (snoring)

Suara berkumur : cairan (gaargling)

Stridor : kejang / edema pita suara (crowing)

Kalau terjadi obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda


bunyi nafas tambahan. Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
1. Gurgling (kumur-kumur) = obstruksi akibat adanya air dalam saluran
nafas. Penanganannya melalui suction. Terdapat dua jenis suction
yakni, yang elastic dan yang rigid. Pilih saction yang rigid karena lebih
mudah diarahkan. Jangan melakukan tindakan yang berlebihan di
daerah laring sehingga tidak timbul vagal refleks.

2. Stridor (crowing) = obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT.
Penanganan pertama nya dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)

3. Snorg (mengorok) = biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat


dan pasien dalam keadaan tidak sadar. Penangannya yang pertama
dengan membuka mulut pasien dengan jalan; chin lift atau jaw trust.
Kemudian diikuti dengan membersihkan jalan nafas melalui finger
sweep (cara ini tidak amam karena memungkinkan trauma mekanik
pada jari dokter) atau melalui bantuan instrumen.
Tindakan berikutnya dengan pemasangan oropharingeal tube (untuk
pasien tidak sadar) atau nasopharyngeal tube untuk pasien sadar. Sebagai
tambahan info, bahwa pada oropharingeal tube terdapat tiga jenis ukuran
sehingga sebelum memasangnya dokter harus menentukan ukuran yang
sesuai. Cara mudahnya dengan menyamakan ukuran dengan panjang dari
lubang telinga ke sudut mulit atau panjang dari sudut telinga ke lubang
hidung, Begitu pula dengan pemasangan nasopharingeal tube.

C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang


mengalami trauma basis crania (Suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan
pada Duramater). Cirinya adalah keluar darah atau cairan bercampur darah
dari hidung atau telinga. C-spine kontrol dilakukan dengan indikasi:
a. Multiple trauma
b. Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
c. Penurunan kesadaran.
d. Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
Jika terjadi dalam waktu yang lama keadaan pasien akan makin parah maka
akan muncul tanda-tanda berupa yaitu :

Gelisah (hipoksia)

Gerak otot nafas tambahan (tracheal tug, retraksi sela iga)

Gerak dada dan gerak paradoksal

Sianosis (Tanda lambat)

Ada berbagai cara pembebasan jalan nafas yaitu :

10

Sumbatan pangkal lidah


o Jaw thrust
o Chin lift
o Jalan nafas orofaring
o Jalan nafas nasofaring
o Intubasi trakea / LMA
Bersihkan cairan
o Penghisap / suction
Sumbatan di plica vocalis
o Cricothiroidotomy

Orofaringeal tube

Nasofaring tube

11

Necklift
(Necklift, jawthrust dan chinlift kontraindikasi pada pasien dengaan trauma
cervikal).

Chinlift

Jawthrust

12

Cricotiroidotomy
Obstruksi terbagi menjadi 2, yaitu :

Obstruksi airway totalis : yaitu penghambatan jalan nafas secara total,


biasanya karena tersedak. Jika pasien tidak sadar, bisa terjadi sianosis, dan
resistensi terhadap nafas buatan. Jika pasien sadar, pasien akan terlihat
berusaha bernafas dan memegang lehernya dalam keadaan sangat gelisah,

bisa ditemukan sianosis.


Obstruksi airway parsial : yaitu penghambatan jalan nafas karena:
Cairan seperti darah, cairan serosa. Terdengar bunyi gurgling atau
seperti orang berkumur-kumur.
Lidah Jatuh kebelakang, terdengar bunyi snoring atau seperti
orang mengorok.
Penyempitan laring/trakea. Biasanya karena edema di daerah leher.
Terdengar bunyi crowing atau bunyi high pitched karena
penyempitan tersebut.

Pada Airway juga harus diperhatikan kontrol servikal, karena


harus dipastikan ada trauma atau fraktur servikal/tidak. Trauma dari
Os. Clavicula keatas sudah dianggap pasien trauma inhalasi. Pada

13

korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme
terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda
cedera leher, patut dicurigai mengalami cedera leher.
Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera
leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.
Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau
dengan bantuan benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan
leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menggunakan kedua tangan atau
paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan
control pada jalan napas korban.
-

B : BREATHING. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.


Ventilasi yang baik

meliputi: fungsi paru baik, dinding dada dan

diafragma. Nilai frekuensi pernafasannya,

lihat ada sesak atau tidak, lihat

ada trauma di thorax atau tidak, tanda-tanda sianosis juga harus


diperhatikan.
Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat)

Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan


Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
Penderita tampak nyaman
Frekuensi cukup

Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat

Gerakan dada kurang baik


Ada suara nafas tambahan
Sianosis
Frekuensi kurang atau lebih
Perubahan status mental (gelisah)

Tanda-tanda tidak adanya pernafasan

Tidak ada gerakan dada atau perut


Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung
Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

14

Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien
sadar maka pasien mampu berbicara dalam satu kalimat panjang. Keadaan
dada pasien yang mengembung apalagi tidak simetris mungkin disebabkan
pneuomotorak atau pleurahemorage. Untuk membedakannya dilakukan
perkusi di daerah paru. Suara paru yang hipersonor disebabkan oleh
pneumotorak sementara pada pleurahemorage suara paru menjadi redup.
Penanganan pneumotorak ini antara lain dengan menusukan needle 14 G di
daerah yang hipersonor atau pengguanan chest tube.

Jika terdapat henti napas :


Hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan
melalui :
a. Mouth to mouth
b. Mouth to mask
Jika menggunakan ventilator oksigen dapat diberikan melalui :
a. Kanul. Pemberian Oksigen melaui kanul hanya mampu memberikan
oksigen 24-44 %. Sementara saturasi oksigen bebas sebesar 21 %.
b. Face mask/ rebreathing mask. Saturasi oksigen melalui face mask
hanya sebesar 35-60%.

15

c. Non-rebreathing mask. Pemberian oksigen melalui non-rebreathing


mask inilah pilihan utama pada pasien cyanosis. Konsentrasi
oksigen yang diantarkannya sebesar 80-90%. Perbedaan antara
rebreathing mask dan non-rebreathing mask terletak pada adanya
valve yang mencegah udara ekspirasa terinhalasi kembali.
Note : pada pasien pneumotorok perhatikan adanya keadaan
pergesaran mediastinum yang tampak pada pergeseran trakea,
peningkatan tekanan vena jugularis, dan kemungkinan timbul
tamponade jantung
-

C : CIRCULATION. Setelah melakukan penangan pada system


pernapasan, sistem sirkulasi dapat segera dinilai dengan cara :

Memeriksa denyut nadi (radialis atau carotis). Pada orang dewasa dan
anak-anak, denyut nadi diraba padaarteri radialis dan arteri carotis
(medial dari M. Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi,
meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis, yakni pada sisi medial
lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan
lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering
ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi denyut jantung
adalah 85-200 kali/menit sedangkan pada anak-anak adalah 60-140
kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda
diagnostic yang buruk.

Menilai warna kulit

Meraba suhu akral dan kapilari refill

Periksa perdarahan
Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai

penilaian terhadap adanya masalah pada system sirkulasi, karena


kurangnya perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan terjadinya

16

penurunan kesadaran. Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan


dengan penilaian jalan napas dan system pernapasan. Pada saat melakukan
penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi carotis dapat pula teraba.
Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan.
Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap
terjadinya shock. Penanganan luka secara baik dilakukan setelah korban
stabil.
Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan
berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas.
Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi
tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut, maka harus dilakukan
masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP,
CPR).
-

D : Dissability. Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member


respon suara terhadap rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Tidak ada
waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale, maka sistem
AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat:

Awake (A)

Verbal response (V)

Painful response (P)

Unresponsive (U)
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic

pasien. Status neurologic yang dinilai melalui GCS (Glasgow Coma Scale)
dan keadaan pupil serta kecepatannya.
Hal yang dinilai dari GCS antara lain (E-V-M)
Eye
4. Membuka spontan

17

3. Membuka terhadap suara


2. Membuka terhadap nyeri
1. Tidak ada respon
Verbal
5. Berorientasi baik
4. Berbicara tapi tidak berbentuk kalimat
3. Berbicara kacau atau tidak sinkron
2. Suara merintih atau menerang
1. tidak ada respon
Motorik
6. Mengikuti perintah
5. Melokalisir nyeri
4. Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
3. Fleksi abnormal (dekortikasi)
2. Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1. tidak ada respon (flasid)
Kesadaran baik >13, sedang 9 -12, Buruk /koma < 8
Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi
maka kemungkinan terdapat cedera kepala yang ipsilateral. Jika respon
pupil lambat maka kemungkinan terdapat cedera kepala.
-

E : Exposure. Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka/trauma


lain secara generalis. Tetapi jaga agar pasien tidak hipotermia.

Buka pakaian pasien untuk mengeksplorasi tubuh pasien untuk


melihat kemungkinan adanya multiple trauma. Kemudian selimuti
pasien agar mencegah hipothermi.

18

Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan


kembali

Secondary

Survey

Pelayan

Kesehatan

diharapkan

memeriksan kembali dari awal, anamnesis riwayat pasien, lakukan


pemeriksaan neurologi yang komplit (tes refleks, CT-scan, MRI),
dan membuat diagnosis spesifik, dan lainnya.
Tambahan Primary Survey
-

Monitoring EKG, laju nafas, nadi, tekanan darah, ABG (Arterial


Blood Gases), suhu, ekskresi urin. Pasang kateter urin dan
lambung.

Rontgen : pemakaian foto rontgenharus selektif, tapi jangan


mengganggu proses resusitasi.

B. Secondary Survey (anamnesa & pemeriksaan head to toe)


Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi
dilakukan dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.
1. Anamnesis
A

: Alergi

: Medikasi (obat yg diminum saat ini)

: Past illnes ( penyakit penyerta)/ pregnancy

: Last meal

: Event/ environment (lingkungan) yg berhubungan dgn kejadian


perlukaan

2. Pemeriksaan fisik
- Kepala
- Abdomen

19

- Maxilo-facial
- Perineum/vagina/rektum
- Leher
- Muskulo-skeletal
- Thorax
- Pemeriksaan neurologis lengkap
Tambahan Secondary Survey
Pemeriksaan

lanjutan

hanya

dilakukan

setelah

ventilasi

dan

hemodinamika penderita dlm keadaan stabil.


1. CT Scan (head, thorax, abdomen)
2. Pemeriksaan rontgen dengan kontras
3. Foto ekstremitas & vertebrae
4. Endoskopi dan USG (transesofageal, bronkoskopi, esofagoscopi,
urografi).
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat
dengan baik.
Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan
dengan perhatian utama :
Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata
Telinga bagian luar dan membrana timpani
Cedera jaringan lunak periorbital
Pemeriksaan leher
Luka tembus leher
Emfisema subkutan

20

Deviasi trachea
Vena leher yang mengembang
Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga
Suara napas dan jantung
Pemantauan ECG (bila tersedia)
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali
bila ada trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher)
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan
tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)
Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
Cari luka, memar dan cedera lain
Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :
Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
Pelvis dan tulang panjang
Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak
disertai deficit neurologis fokal
Foto atas daerah yang lain dilakukan secara selektif.
Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan sewaktu survei primer
Pemantauan & re-evaluasi berlanjut

21

Untuk memantau penurunan keadaan dengan evaluasi ulang terusmenerus, sehingga gejala yang baru timbul segera dapat dikenali dan dapat
ditangani secepatnya. Bila perlu lakukan primary survey (ABCDE) dan
Resusitasi ulang (ABC).
Penanganan definitif
Dimulai setelah primary survey dan sekunder selesai. Misalnya
menangani keluhan-keluhan pasien lain (selain yang trauma berat). Atau
tindakan operatif, serta konsultasi ke dokter spesialis, termasuk dalam tahap
ini.
Rekam Medis & Rujukan
Catat data pasien di rekam medik. Bila fasilitas RS kurang memadai
untuk menangani pasien trauma, dapat dirujuk ke RS yang lebih lengkap
fasilitasnya.
3. Jelaskan tentang luka bakar !

Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat
kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik
(electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation).
Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu
panas, kimia, elektrik, radiasi dan thermal.
Luka bakar adalah luka yang terjadi bila sumber panas bersentuhan
dengan tubuh atau jaringan dan besarnya luka ditentukan oleh tingkat panas
atau suhu dan lamanya terkena.

Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik.
a. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
b. Seperti Gas,cairan, bahan padat (solid)
c. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

22

d. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)


e. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran
napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase
ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat
cedera termis bersifat sistemik.
b. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat
kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan
masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai
panas/energi.
c. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka
bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

Tanda dan Gejala


Derajat I (superficial)
a. Lapisan luar epidermis terbakar
b. Edema Kulit kering
c. Pucat saat ditekan
d. Eritema ringan hebat
Derajat II (parsial)
a. Mengenai epidermis
b. Bila dibersihkan tampak homogeny
c. Pucat bila ditekan
d. Kemerahan dan kulit melepuh
e. Sensitif terhadap dingin
Derajat III
a.

Mengenai seluruh lapisan kulit

23

b.

Warna merah tua, hitam, putih atau cokelat

c.

Permukaan kering dan edema

d.

Kerusakan jaringan lemak terlihat

Derajat IV

a.

Mengenai seluruh jaringan dibawah kulit

b.

Kerusakan jaringan seluruh lapisan kulit

c.

Mengenai muskulus dan tulang (Hudak & Gallo : 1996)

Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi
yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh trhadap kondisi ini adalah :
Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melelui
kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta
edema

jaringan

yang

diikuti

dengan

penurunan

curah

jantung

Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor edema
menyeluruh.
Respon Renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan
GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal
ginjal.
Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik
dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas.
Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
Respon Imonologi

24

Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari


organisme

yang

masuk.

Terjadinya

gangguan

integritas

kulit

akan

memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka.

Klasifikasi
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
1. Luka bakar mayor
a. Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
b. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
c. Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
d. Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
e. Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
2. Luka bakar moderat
a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak.
b. Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
c. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
3. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griglak (1992) adalah :
a. Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
b.
c.
d.
e.

kurang dari 10 % pada anak-anak.


Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
Luka tidak sirkumfer.
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan
jaringan parut. Pada saat kejadian, hal pertama yang harus di lakukan adalah
menjatuhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang

25

panas dengan air. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus, walau api telah di padamkan, sehingga destruksi
tetapi meluas. Proses tersebut dapat di hentikan dengan mendinginkan daerah
yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memberikan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi, yaitu:
- Periksa jalan nafas
- Bila dijumpai obstruksi jalan nafas, buka jalan nafas dengan
pembersihan jalan nafas ( suction, dsb ), bila perlu lakuan
-

trakeostomi atau intubasi.


Berikan oksigen
Pasang iv line untuk rsusitasi cairan, berikan cairan RL untuk

mengatasi syok.
Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada

ileus paralitik
Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP), untuk pemantauan

sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif (>40%)


2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untuk
menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.
Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk
resusitasi dapat di tentukan. Dua cara yang lazim di gunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:
Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama
hitunglah :
1.

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)

2.

Berat Badan (kg) x luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)

3.

2000 cc glukosa 5% (3)

Separuh dari jumlah (1),(2), dan (3) diberikan dalam 8 jam


pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai
monitoring pemberian cairan dilakukan perhitungan diuresis.
Cara Baxter. Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak
dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung

26

dengan rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari


jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan Ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua
diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.
3. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin,
diberikan secara intravena. Hati-hati dengan pemberian intramuscular
karea dengan sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di otot.
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka
dilakukan

dengan debridement dan

memandikan

pasien

dengan

menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan


antiseptik.

Antiseptik

lokal

yang

dapat

dipakai

yaitu

Betadine atau nitras argenti 0,5%.


5. Berikan antiseptik topikal pasca pencucian luka degan tujuan untuk
mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim
lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat
digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver
sulfadiazine 1%, atau gentamisin sulfat.
6. Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
7. Berikan serum antitetanus/toksoid yaitu ATS 3000 unit pada orang
dewasa dan separuhnya pada anak-anak.
Luka bakar khusus
A. Luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi
Luka bakar dapat disebabkan oleh asam alkali, dan hasil-hasil
pengolahan minyak. Luka bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali
lebih dalam merusak jaringan. Segeralah bersihkan bahan kimia tersebut dari
luka bakar Kerusakan jaringan akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh
lamanya kontak, konsentrasi bahan kimia dan jumlahnya. Segera lakukan irigasi
sebanyak-banyaknya, bila mungkin gunakan penyemprot air. Lakukan tindakan
ini dalam waktu 20 30 menit. Untuk luka bakar alkali, di perlukan waktu yang
lebih lama. Bila bahan kimia merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu
sebelum irigasi.

27

Jangan memberikan bahan-bahan penetral (neutralizing agent) sebab


reaksi kimiawi yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat memperberat
kerusakan yang terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan irigasi terusmenerus selama 8 jam pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi ini dapat
digunakan kanula kecil yang di pasang pada sulkus palpebra.
B. Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik terjasi karena tubuh terkena aliran listrik. Luka bakar
listrik sering menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat daripada luka
bakar yang terlihat pada permukaannya.
Penanganan harus segera dilakukan meliputi perhatian pada jalan nafas,
pernafasan, pemasangan infus, ECG,dan pemasangan kateter. Apabila urine
berwarna gelap, mungkin urine mengandung hemokhromogens. Janganlah
menunggu

konfirmasi

laboratorium

untuk

melakukan

terapi

terhadap

mioglobinuria. Pemberian cairan ditingkatkan sedemikian rupa sehingga


tercapai produksi urine sekurang-kurangnya 100 cc/jam (dewasa). Bila urine
belum tampak jernih, berikan segera 25 gr manitol dan tambahkan 12,5 gr
manitol pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk mempertahankan diuresis
sejumlah tersebut di atas. Bila terjadi asidosis metabolik, pertahankan perfusi
sebaik mungkin dan berikan Natrium bikarbonat untuk memberikan urine
menjadi alkalis dan meningkatkan kelarutan mioglobin dalam urine.
1.

Nutrisi yang di berikan cukup menutupi kebutuhan kalori dan


keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu

2.
3.

sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.


Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.
Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului hidroterapi
untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka
sangat kotor atau di jumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian

4.
5.

dapat diulang sampai dengan 2 3 kali sehari.


Rehabilitasi termasuk latihan pernafasan dan pergerakan otot dan sendi.
Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa
dicapai secepatnya dengan :
-

Perawatan luka bakar yang baik.

28

Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam.


Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan menambalnya
secepat mungkin.

6.

Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai

7.

dalam posisi baik


Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang
akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh persekundam
dalam 3 minggu atau lebih selalu ada timbul kemungkinan timbul parut
hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi.
Sebaiknya di pasang perban menekan, bidai yang sesuai dan anjuran

8.

untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang bersangkutan.


Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.
Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit
penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang

9.

efektif terhadap pseudomonas.


Suplementasi vitamin dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per
minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg.

4. Jelaskan tentang syok !


a. Definisi
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal
gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan
segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya
perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha
mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan
syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua
jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok
hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada
pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik

29

dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis.
Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang
datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
b. Jenis Syok
1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung).
Disebabkan

oleh

kegagalan

fungsi

pompa

jantung

yang

mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali


untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh
gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan.
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tandatanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau
adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat
jantung.
Patofisiologi shock kardiogenik
Tanda dan gejala shock kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung yang ada pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri
ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri coroner berkurang sehingga
asupan oksigen ke jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran
setan. Tanda klasik shock kardiogenik adalah tekanan darah rendah , nadi
cepat, dan lemah, hipoksia otak yang termanisfestasi dengan adanya
konfusi dan agitasi penurunan keluaran urine, serta kulit yang dingin dan
lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung
seperti pada gagal jantung. Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk
mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang

30

berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure)


menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
Menurut

Mubin

(2008),

diagnosis

syok

kardiogenik

adalah

berdasarkan:
A.

B.

Keluhan Utama Syok Kardiogenik


1.

Oliguri (urin < 20 mL/jam).

2.

Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).

3.

Nyeri substernal seperti IMA.

Tanda Penting Syok Kardiogenik


1.

Tensi turun < 80-90 mmHg

2.

Takipneu dan dalam

3.

Takikardi.

4.

Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.

5.

Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.

6.

Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.

7.

Sianosis.

8.

Diaforesis (mandi keringat).

9.

Ekstremitas dingin.

10. Perubahan mental.


2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai
dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam
kompartemen

intraselular

dan

ekstraseluler.

Cairan

intra

seluler

menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh
ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan
intersisial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan
intravascular.

Syok hipovolemik terjadi

jika penurunan volume

intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akanmenggambarkan kehilangan


750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg. Paling sering,
syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik).

31

Patofisiologi Syok Hipovolemik


Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu,
platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan
membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh
darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan
penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan
menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem

kardiovaskuler pada

awalnya

berespon

terhadap

syok

hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan


kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon
ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan
ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus
caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem
kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung,
dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2
efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab
pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

32

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan


meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara
tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam
(NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
3. Syok distributif
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
Etiologi shock distributif
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus
simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosikondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu
1.

Syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,

2.

Syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi


transfusi, alergi sengatan lebah

3.

Syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1


thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam

syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
A. Syok Neorugenik
Disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif,
Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi
pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).

33

Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi


karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain.
Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
B. Syok Anafilaktik
Syok anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang fatal
dan dapat menimbulkan bencana, yang dapat terjadi dalam beberapa
detik-menit, sebagai akibat reaksi antigen antibody, pada orang-orang
yang sensitive setelah pemberian obat-obat secara parentral, pemberian
serum / vaksin atau setelah digigitserangga.
Reaksi ini diperankan oleh IgE antibody yang menyebabkan
pelepasan mediator kimia dari sel mast dan sel basofil yang beredar
dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A, serotonin dll.
Patofisiologi shock anafilaktik
Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid
adalah berhubungan dengan degranulasi sel mast dan basophil yang
kemudian mengeluarkan mediator kimia yang selanjutnya bertanggung
jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui
kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu
melalui pelepasan histamine secara langsung.
Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam
arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang berlebihan
kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis tidak dapat

34

dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada


penggunaan

obat-obat

NSAID

atau

pemberian

gama-globulin

intramuscular
C. Syok Septik
Shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa
organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu
umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan ketidakadekuatan perfusi
jaringan yang mengancam kehidupan (Brunner & Suddarth vol.3, edisi
8, 2002)
Menurut M. A Henderson (1992), Shock septik adalah shock
akibat infeksi berat dimana sejumlah besar toksin memasuki peredaran
darah .Escherichia coli merupakan kuman yang sering menyebabkan
shock ini.Secara umum shock septik adalah infasi aliran darah oleh
beberapa

organisme

mempunyai

potensi

untuk

menyebabkan

reaksipejamu umum toksin. Hesilnya adalah keadaan ketidak


adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
Shock septik sering terjadi pada:
Bayi baru lahir
Usia diatas 50 tahun
Penderita gangguan system kekebalan

Patofisiologi shock septik


Yaitu respon imun yang membangkitkan aktivasi berbagai
mediator kimiawi mempunyai beberapa efek yang menharah pada
perembesan cairan dari kapiler, yang mengarah pada shock , yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengarah pada perembesan
cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Sebelum terjadinya shock septik
biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis.
Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah

35

lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan


LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh
hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS
masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor
dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga
mempercepat

ikatan

dengan

CD14.1,2

Kompleks

CD14-LPS

menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor


kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu
faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh
sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi
intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).
Sedangkan pada bakteri gram positif, komponen dinding sel
bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG)
merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen
dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan
molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari
reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar
untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks
dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem
imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin
dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi
disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan
trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan
dan disfungsi/kegagalan organ multiple. Penyebaran infeksi bakteri
gram negative yang berat potensial memberikan sindrom klinik yang
dinamakan syok septik. Penyebab syok septik terjadi akibat racun yang
dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis(zat yang dibuat
oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang

36

dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan


ganggguan peredaran darah
Tanda dan gejala shock septik
Pertanda awal dari shock septik sering berupa penurunan
kesiagaan mental dan kebingungan yang timbul dalam waktu 24 jam
atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung
memang meningkat tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan
darah menurun. Pernafasan menjadi cepat sehingga paru-paru
mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya didalam
darah menurun. Gejala awal berupa menggigil hebat suhu tubuh yang
naik secara cepat, kulit hangat dan kemerahan denyut nadi yang lemah
dan tekanan darah yang turun naik. Pada stadium lanjut suhu tubuh
sering turun sampai dibawah normal. Tanda dan gejala yang lain
seperti:
-

Demam tinggi

Vasodilatasi

Peningkatan HR

Penurunan TD

Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat Vasodilatasi)

Bila shock memburuk beberapa organ mengalami kegagalan seperti:

Ginjal: produksi air kemih berkurang

Paru-paru: gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen


dalam darah

Jantung: penimbunan cairan dan pembengkakan. Bisa timbul


bekuan darah didalam pembuluh darah.

Factor resiko terjadinya shock septik:


Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah saluran kemihkelamin, hati, kandungan empedu, usus, infeksi, pemakaian antibiotic
jangka panjang dan tindakan medis atau pembedahan.

37

c. Stadium Syock
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif
pada organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat
resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi
vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh
gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi
jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat
menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya
asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang
terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock
juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock
berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori
& peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn
berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD
menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi
sistem multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru
2 jam). terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis :
TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.

38

5. Bagaimana penatalaksanaan pada masing-masing korban (kebutuhan cairan dan


tetesannya), jenis triage masing-masing korban, dan mana yang lebih dulu
ditangani ?
TRIAGE TAG
N

Prioritas

Keterangan

Prioritas

Korban gawat-darurat, artinya

tertinggi

terancam jiwa atau anggota

(merah)

badanya (akan menjadi cacat),

Contoh

o
1

jika tidak mendapat


pertolongan secepatnya.

Kelainan pernapasan
(obstruksi jalan napas, henti
napas, sukar bernapas hebat);
henti jantng; perdarahan tak
terkontrol atau lebih dari 2
liter; cedera kepala hebat
(korban tidak sadar); luka
dada terbuka dan luka hancur
pada abdominopelvic (perutpinggul; syok hebat dan
tekanan sistolik kurang dari
80 mmHg; luka bakar yang
mengenai saulran napas;
serangan jantung,troke, heat
stroke, hipotermi berat, dan
masalah medis lainnya;
kemungkinan fraktur vertebra
cervical; luka terbuka pada
mata; fraktur femur dan
fraktur tanpa pulsus distal;
dan lain-lain

Prioritas tinggi Korban moderate emergent,

Luka bakar hebat; cedera

(kuning)

yaitu korban gawat atau

spinal selain cervical;

darurat yang tidak dapat

perdarahan sedang, atau lebih

39

dimasukkan prioritas tertinggi

dari 2 liter; korban sadar

maupun prioritas sedang

dengan cedera kepala serius;


fraktur multipel (selain
diatas); cedera bagian
belakang; overdosis obat; dan
lain-lain

Prioritas

Korban gawat tidak darurat,

Perdarahan ringan; fraktur

sedang (hijau)

artinya meskipun kondisinya

dan cedera jaringan lunak

dalam keadaan gawat tetapi ia

minor; luka bakar ringan

tidak memerlukan tindakan

sedang; trauma dengan

segera; atau korban darurat

tingkat survival yang sangat

tidak gawat; atau korban tidak

rendah dan sulit diharapkan

gawat tidak darurat

(korban tidak sadar dengan


otak terekspos; luka bakar
derajat 2 atau 3 hingga lebih
dari 40 %; dan lain-lain

Prioritas

Korban ada tanda-tanda telah

Tidak adanya respirasi dan

terakhir

meninggal

denyut nadi > 20 menit mulai

(hitam)

kejadian (kecuali korban


tenggelam atau korban
hipotermia ekstrem); tidak
adanya respirasi dan denyut
nadi; trauma yang
menyebabkan RJP tidak dapat
dilakukan atau tidak efektif;
dekapitasi (leher putus)

Prioritas merah : terdapat gangguan ABC

Prioritas kuning : tidak terdapat gangguan ABC tetapi dapat


membunuh cepat

Prioritas hijau : luka ringan

40

Prioritas hitam : meninggal

TRIASE PASIEN DISKENARIO


1. Pasien pertama

DM, 5 tahun

Luk bakar pada punggung dan kedua lengan atas, luas sekitar 18%.

Tampak rewel dan tidak kooperatif

GCS : E4V5M6, nadi : 112x/menit, RR : 22x/menit, temperature 38,50C

Pasien pertama termasuk dalalm prioritas tinggi (kuning) karena luka bakar
yang dialami pasien termasuk luka bakar berat, tanda vital masih dalam batas
normal hanya terjadi sedikit peningktan suhu dan kesadaran masih baik.
2. Pasien kedua

Ny. SR wanita 21 tahun

Nyeri pada paha kanannya akibat tertimpa kayu

Krepitasi : (-), hematom (+) femur dextra, combusio (+) < 5%, disability
(-), GCS : E4V5M6, tensi : 110/70 mmHg, nadi : 96x/menit, temperature :
360C

Pasien kedua termasuk dalam prioritas sedang (hijau) karena luka bakar yang
dialami pasien termasuk luka bakar ringan, tanda vital dan kesadaran baik.
Pasien tidak memerlukan tindakan segera.
3. Pasien ketiga

Tn. I laki-laki 35 tahun

Datang tidk sadarkan diri

Luka bakar derajat 3 pada kepala, leher, dan dada

41

Tersengat listrik saat menyelamatkan diri

Tidak memberikan respon terhadap ragsangan yang diberikan

Napas tidak teratur

GCS : E1V1M2, tensi : 50/palpasi, N : 20x/menit lemah, RR: 6x/menit,


temperatur : 350C

Pasien ketiga termasuk dalam prioritas tertinggi (merah) karena luka bakar
yang dialami pasien termasuk luka bakar berat, pasien daam keadaan koma,
tekanan daran kurang dari 80 mmHg, kesukaran untuk bernapas. Pasien
memerlukan tindakan segera.
4. Pasien keempat

Tn. PD laki-laki 25 tahun

Nyeri pada wajah, dada, perut, dan kedua tangannya akibat luka bakar

Keluarga pasien mangatakan keadaan pasien makin lemah dan kesulitan


bernafas

Luka bakar derajat 2 pada wajah, leher, dada, punggung dan lengan pasien
dengan luas sekitar 30%

Luka bakar derajat 1 pada perut dengan luas 9%

Patensi jalan nafas terganggu akibat menghirup udara panas

GCS : E2V4M5, tensi 80/50 mmHg, nadi 128x/menit, RR : 32x/menit,


temperature 38,50C

Pasien keempat termasuk dalam prioritas tertinggi (merah) karena luka bakar
yang dialam pasien termasuk dalam luka bakar berat, kesadaran menurun
(somnolen), penurunan tekanan darah. Pasien memerlukan tindakan segera
URUTAN PENANGAN PASIEN

42

Pasien yang ditangani terlebih dahulu adalah pasien prioritas merah,


pada kasus diskenario yang termasuk dalam prioritas merah adalah pasien
ketiga dan keempat, yang lebih dahulu ditangai lebih dahulu adalah pasien
keempat karena keadaan umum pasien keempat lebih baik dan kemungkinan
untuk keberhasilan untuk penangannnya lebih besar, selanjutnya pasien ketiga
dilanjutkan oleh pasien pertama dan kedua.
6. Apa perbedaan ATLS dan ACLS ?
A. ACLS
Advanced

Cardiovascular

Life

Support

adalah

serangkaian

penanganan klinis untukperawatan darurat serangan jantung, stroke, dan


keadaan darurat medis lainnya. Serta pengetahuan dan keterampilan dalam
melakukan penanganan.
Merupakan upaya tindak lanjut dalam resusitasi jantung paru (RJP)
untuk mencegah serangan jantung, mengobati serangan jantung, dan mencapai
sirkulasi spontan kembali (ROSC) setelah serangan jantung.Intervensi ACLS
bertujuan untuk mencegah serangan jantung meliputi manajemen jalan napas,
dukungan ventilasi, dan pengobatan bradiaritmia dan takiartmia. Berdasarkan
American Heart Association (AHA) pada Advanced Cardio-vascular Life
Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac Arrest, dikemukakan bahwa
kunci bertahan hidup pada cardiac arrest adalah Basic Live Support (BLS)
dan sistem ACLS yang terintegrasi dengan baik. Dasar berhasilnya ACLS
adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang berkualitas, dan untuk VF/
pulseless VT diperlukan defibrilasi yang cepat dan tepat.
Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan sistematis
Bantuan Hidup Jantung Lanjut (ACLS), maka kita harus melakukan
pengamatan dan pemeriksaan secara sistematis pula. Pengamatan dan
pemeriksaan tersebut dimulai dari survei primer Bantuan Hidup Dasar
dilanjutkan dengan survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Survei Bantuan
Hidup Dasar Primer merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa setelah
terjadi keadaan henti jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang
penolong ataupun secara simultan. Tujuan awal pelaksanaan Survei Bantuan

43

Hidup Dasar Primer adalah memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang pada
penderita henti jantung mendadak dengan melakukan kompresi dada secara
efektif dan benar, diikuti dengan pemberian ventilasi yang efektif sampai
didapatkan kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau tindakan
dihentikan karena tidak ada respon dari penderita setelah tindakan dilakukan
beberapa saat. Jikalau setelah dilakukan survei Bantuan Hidup Dasar Primer
secara efektif didapatkan kembalinya sirkulasi secara spontan, maka tindakan
Survei Bantuan Hidup Dasar Primer langsung dilanjutkan Survei Bantuan
Hidup Jantung Lanjut.
Tujuan survei Bantuan Hidup Dasar Primer adalah berusaha
memberikan bantuan sirkulasi sistemik, ventilasi, dan oksigenasi tubuh secara
efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau
telah tiba peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan Bantuan Hidup
Jantung Lanjut.
Survei Bantuan Hidup Dasar Primer dilakukan baik untuk penderita
yang mengalami henti jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita
saksikan atau datang ke Rumah Sakit sudah tidak sadarkan diri. Kita
memeriksa respon penderita dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak
atau menggoyangkan badan penderita bertujuan untuk mengetahui respon
kesadaran penderita (Check responsiveness). Setelah yakin bahwa penderita
dalam keadaan tidak sadar, maka kita meminta bantuan orang lain
menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat dan
meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan medis yang
lengkap (Call for Help). Jika saat melakukan pertolongan hanya seorang diri,
setelah

melakukan

pemeriksaan

respon

kesadaran,

penolong

segera

menghubungi Rumah sakit terdekat atau ambulans dan melakukan


pertolongan awal kompresi dada dengan dengan cepat dan kuat dengan
frekuensi 30 kali diselingi pemberian bantuan napas 2 kali (1 detik setiap
napas bantuan) sampai bantuan datang.
Sebelum melakukan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer , kita harus
memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan

44

pertolongan, dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respon penderita,


sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan
menyediakan AED.
Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C - A B. Sebelum
melakukan Bantuan Hidup Dasar harus diperhatikan langkah yang tepat
dengan

melakukan

pemeriksaan

terlebih

dahulu.

Setelah

dilakukan

pemeriksaan (kesadaran, sirkulasi, pernapasan, perlu tidaknya defibrilasi),


harus dianalisis secara cepat dan tepat tindakan yang perlu dilakukan. Sebagai
contoh :
-

Periksa respon penderita untuk memastikan penderita dalam

keadaan sadar atau tidak sadar


Periksa denyut nadi sebelum melakukan kompresi dada atau

sebelum melakukan penempelan sadapan AED.


Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum melakukan tindakan
kejut lsitrik pada jantung (defibrilasi).

Perhatikan : selalu melakukan pemeriksaan sebelum melakukan


tindakan.
Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan
memahami hak penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP
tidak perlu dilaksanakan seperti :

Henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan


1. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara
sah dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita
2. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah
mendapat pengobatan secara optimal
3. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka
mortalitas tinggi, misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau
kelainan kromosom seperti trisomi 13

Henti jantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan

45

1.

Tanda-tanda klinis kematian yang irreversibel, seperti kaku mayat,

2.
3.

lebam mayat, dekapitasi, atau pembusukan.


Upaya RJP dengan resiko membahayakan penolong
Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan seperti

hangus terbakar, dekapitasi atau hemikorporektomi.


B. ATLS
Kasus-kasus yang perlu penanganan bantuan hidup dasar seperti :
Tenggelam
Kecelakaan
Serangan jantung
Kesetrum listrik
Kehabisan oksigen dan darah
Pangkal lidah yang menutupi tenggorokan
Tujuan dari bantuan hidup dasar adalah menormalkan kembali sistem tubuh
antara lain yaitu :
- Sirkulasi pernapasan
- Sirkulasi peredaran darah
Penanganan bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan untuk mencegah
terjadinya kematian. Dari jenis kematian dibagi 2 yaitu :

Mati klinis : Keadaan tanpa napas dan nadi yang baru terjadi sekitar 4-6
menit (bersifat reversible) belum terjadi kerusakan sel-sel otak.

Mati biologis : suatu keadaan tanpa napas dan denyut nadi yang terjadi
lebih dari 8 menti, atau adanya tanda-tanda mati.

Tanda-tanda kematian berupa :


Adanya kekakuan mayat
Terdapat kebiruan disekitar tubuh
Suhu tubuh dingin
Pupil tidak ada refleks dan melebar

46

Gangguan

Mati dalam

Airway

Sumbatan

3-5

Breathing

Henti nafas

3-5

Circulation

Shock berat

1-2 jam

Disability

Coma

1-2 minggu

Doktrin pertolongan pasien gawat adalah Time saving is life saving, dimana
waktu dan data dasar untuk bertindak sangat terbatas. Sehingga diperlukan
konsep berpikir sederhana, tindakan sistematik dan ketrampilan yang memadai
dalam menolong pasien. Prognosis pasien trauma paling baik pada jam
pertama atau yang disebut The Golden Hour.
Trauma meruupakan salah satu yang membutuhkan tindakan bantuan
dasar, trauma di negara berkembang banyak menghadapi kendala sehingga
menyebabkan perbedaan konsep penanganan. Yang disebabkan oleh berbagai
macam kendala berupa sumber dana, sumber fasilitas dan komunikasi yang
terbatas. Karena oleh karena keterbatasan ini maka tetap berarah ke
pertolongan individu, membantu dan mengembangkan sistem dan melihat ke
arah prevensi.
Pedoman penanganan Hidup dasar (Basic and Advance Life Therapy Support)
adalah A, B, C.
Basic and Advance Life Therapy Support (dulu) :

Airway

Breathing

Circulation

Drugs

ECG

Fibrilation Treatment

Basic and Advance Life Therapy Suppport (Sekarang) :

Airway

47

Breathing

Circulation

Disabilty

Exposure/ Enviroment

Tujuan ATLS :
1. Evaluasi korban dengan cepat dan tepat
2. Resusitasi & stabilisasi korban sesuai prioritas.
3. Menentukan kebutuhan korban cukup/melebihi fasilitas yang ada.
4. Mengatur cara rujukan antar rumah sakit.
5. Menjamin bahwa penanganan korban sudah optimum.
ATLS terdiri dari Initial Assesment. Initial Assesment adalah penilaian
awal yang cepat tepat dan sistematis terhadap pasien trauma. Initial Assesment
terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
V Persiapan :
V 1.Triase
V 2. Primary survey (ABCDE)
V 3. Resusitasi
V 4. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
V 5. Secondary survey
V 6. Tambahan terhadap secondary survey
V 7. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
V 8. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

48

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Triage adalah perawatan terhadap pasien yang didasarkan pada prioritas
pasien (atau korban selama bencana) bersumber pada penyakit/ tingkat cedera,
tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya. Triase biasa digunakan
jika terjadi bencana masal, yang memerlukan penolongan segera pada korban dengan
melakukan triase. Prosedur triase yang paling banyak digunakan adalah START
(Simple Triage and Rapid Treatment).
Pada skenario, terdapat empat orang korban yang memiliki derajat luka yang
berbeda-beda. Pasien pertama, anak DM yang berusia 5 tahun termasuk dalam triase
kuning karena pada pasien didapatkan luka bakar yang cukup luas, pasien tampak
rewel dan tidak kooperatif. Pasien kedua, Ny. SR 21 tahun termasuk dalam triase
hijau karena luka bakar yang dialami tidak terlalu luas, dan pasien hanya
mengeluhkan nyeri dan sedikit krepitasi. Pasien ketiga, Tn. I 35 tahun termasuk
dalam triase merah karena didapatkan luka bakar derajat tiga dan pasien tidak
memberi respon terhadap rangsangan. Sedangkan pasien keempat, Tn. PD 25 tahun
termasuk dalam triase merah karena didapatkan luka bakar derajad dua namun
terletak pada daerah sensitive atau daerah yang berbahaya, pada pasien juga
didapatkan patensi jalan napas.
Pasien atau korban ketiga dan keempat merupakan pasien yang seharusnya
mendapat penanganan terlebih dahulu, dikarenakan kondisi pada pasien tersebut
sangat mengancam jiwa (waktu penanganan tidak boleh lebih dari satu jam).

49

DAFTAR PUSTAKA

Catatan Kuliah Ilmu Bedah : Combustio/Luka Bakar, Aksara Medisina, Jakarta : 2010
Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI), Advanced Trauma Live Support (ATLS) untuk
Dokter, Edisi 6, American College of Surgeons : 2013
Kinsella J, Rae CP. Clinical pain management acut pain. In : Macintyre PE, editor. Akut
pain management in burns. 2nd rd. London: Hodder & Stoughton Limited ; 2008:
399-405.
Mansjoer A, Trijanti K, Luka Bakar , dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid 2,
Media Eusculapius, FK-UI : 2013
Moenajat Y, Luka Bakar, pengetahuan klinik praktis , Edisi 2, FK- UI, Jakarta: 2012
Munster A, Luka Bakar, dalam Cameron J : Terapi Bedah Mutakhir, Edisi 4, jilid dua,
BinaRupa Aksara, Jakarta :2010
Rab H. Agenda gawat darurat (Critical Care) : pengetasan kritis pada intergumenter- luka
bakar. Bandung : PT. Alumni; 1998: 963-73.

50

Anda mungkin juga menyukai