Anda di halaman 1dari 32

JOURNAL READING

“TERAPI FARMAKOLOGI UNTUK GANGGUAN SKIZOAFEKTIF;

PERBANDINGAN DENGAN SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN BIPOLAR”

DISUSUN OLEH :

Ratna anggun srikandi

013.06.0051

Tutor:

dr. I Md Wedastra, M. Biomed, Sp. KJ

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINK MADYA DI BAGIAN


STASE SMF JIWA RSJ BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZAHAR MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hida
yah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan Jurnal Reading ini dengan judul
“Terapi farmakologi untuk gangguan skizoafektif;Pebandingan dengan sizofrenia dan
gangguan bipolar.” Dimana dalam penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Jiwa RSJ Bangli.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang menjadi tutor at
au fasilitator yang membimbing kami selama melaksanakan tugas ini, dan juga semua pihak y
ang telah membantu dalam penyusunan laporan ini sehingga kami dapat menyelesaikannya d
engan hasil yang memuaskan bagi kami.
Dalam penyusunan jurnal ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangannya sehin
gga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam menyempurnakan.

Bali, 25 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................I

DAFTAR ISI............................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Judul................................................................................................................................1

1.2 Abstrak............................................................................................................................1

1.3 Pendahuluan...................................................................................................................2

1.4 Pembahasan....................................................................................................................4

1.4.1 Metode.......................................................................................................................4

1.4.2 Hasil...........................................................................................................................5

1.4.3 Diskusi.....................................................................................................................12

1.4.4 Keterbatasan.............................................................................................................14

1.4.5 Kepatuhan dengan pedoman etika..........................................................................14

BAB II TELAAH DAN KRITIS JURNAL..........................................................................15

2.1 Gambaran umum.........................................................................................................15

2.2 PICO..............................................................................................................................17

2.3 VIA.................................................................................................................................17

2.3.1 Validity....................................................................................................................17

2.3.2 Importance...............................................................................................................19

2.3.3 Applicable................................................................................................................19

2.4 Kelebihan tulisan.........................................................................................................19

2.5 Kekurangan tulisan......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Judul
Terapi farmakologi untuk gangguan skizoafektif;Pebandingan dengan
sizofrenia dan gangguan bipolar.

I.2 Abstrak
Latar belakang.

Gangguan bipolar dan skizofrenia adalah penyakit mental yang tergolong


cukup parah, masing-masing dengan prevalensi sekitar 1-2% pada populasi umum.
Ada banyak kontroversi mengenai cara membedakan skizofrenia dari gangguan s
kizoafektif atau bipolar karena banyak kesamaan dalam psikopatologi, perkemban
gan, dan faktor biologis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persamaan dan pe


rbedaan dalam pengobatan farmakologis gangguan ini dengan membandingkan po
la resep.

Metode.

Dalam studi retrospektif dan eksploratif ,jurnal ini menganalisis obat yang
diresepkan dari 300 pasien dengan gangguan bipolar, skizofrenia, atau skizoafekti
f dari data yang diperoleh di sepuluh klinik psikiatri dewasa Jerman dari jaringan
psikiatri LWL (“Landschaftsverband Westfalen-Lippe”)

Hasil.

Hanya 21,8% pasien yang dianalisis secara konsisten yang patuh dalam mi
num obat sebelum dirawat di rumah sakit. Polifarmasi diterapkan pada 75,6% kas
us, di mana 2,27 agen psikofarmakologis diresepkan saat pulang. Secara singkat, j
urnal ini mengamati kesamaan yang lebih besar antara pola resep yang terkait den
gan gangguan bipolar dan skizoafektif dibandingkan dengan pola resep skizofreni
a.

1
Kesimpulan.

Polifarmasi cenderung lebih menjadi aturan daripada pengecualian, terutama ketik


a pasien datang dengan gejala psikotik afektif. Gangguan bipolar dan skizoafektif
tidak dapat dibedakan menurut pola resepnya.

Kata kunci

Antidepresan · Litium · Antipsikotik · Psikofarmakologi · Polifarmasi

Kata kunci: COVID-19/virus corona/skizofrenia/kesehatan masyarakat

I.3 Pendahuluan

Walaupun terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainya, skizofrenia,


gangguan skizoafektif, dan gangguan bipolar memberikan gambaran
fisiopatologis yang mirip dilihat dari perkembangan dan biological, sehingga
untuk membedakan antara gangguan tersebut cukup sulit. Kelompok skizofrenia
memiliki dasar biologikal yang menunjukan ketidakseimbanagan antara sistem
dopamenergik, serotonergik dan glutamatergik yang bervariasi. Terdapat variasi
dari subtipe yaitu paranoid, katatonik, disorganized, residual atau tidak dapat
dibedakan dengan skizofrenia, seluruh subtipe tersebut memiliki terapi yang
berbeda. Pedoman nasional dan internasional mengenai terapi skizofrenia yang
merekomendasikan monoterapi dengan antipsikotik. Namun, kenyataan pada
klinis terdapat perkembangan pada kecenderungan terhadap terapi kombinasi,
termasuk strategi pemberian terapi yang terdiri dari terapi antipsikotik
dikombinasikan dengan obat kelas lain yang mengandung zat psikofarmakologis

Meskipun tren ini sudah dikonfirmasi dengan beberapa penelitian dan data
percobaan yang menunjukan kemanjuran cukup besar terhadap terapi kombinasi.
Baru-baru ini terdapat tinjauan sistematik dan meta analisis yang dilakukan oleh
galling et al. Melaporkan bahwa bukti yang berkualitas tinggi kurang untuk
kemanjuran terapi kombinasi terdiri dari dua antipsikotik. Selain itu, Hingga saat
ini tidak terdapat studi berkualitas tinggi yang membahas multifarmasi terapi
kombinasi (strategi augmentasi)

2
Penanganan gangguan bipolar dalam fase akut, Pada saat ini terdapat
pedoman nasional dan internasional yang merekomendasikan pemberian mood
stabilizer/ penstabil mood (seperti lithium, valproate) atau antipsikotik (seperti
olanzapine, risperidone,quetiapine) dalam terapi mono/tunggal atau kombinasi,
sementara itu rekomendasi yang jelas untuk pengobatan depresi bipolar masih
kurang, karena (a) pemberian antidepresan untuk depresi bipolar bersifat
kontroversial, meskipun kecenderungannya adalah untuk merekomendasikan
inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI). (b) penggunaan penstabil mood
sebagai monoterapi akut telah menghasilkan temuan yang tidak konsisten (c)
pengobatan multi-farmasi depresi bipolar sejauh ini belum diselidiki secara
memadai. Penggunaan antipsikotik dalam monoterapi untuk mengobati depresi
bipolar juga memiliki efek yang beragam. Penstabil mood seperti carbamazepine,
lamotrigin (hanya untuk episode depresi),dan lithium disetujui untuk pencegahan
episode bipolar. Untuk lebih lanjut, antipsikotik seperti aripiprazole, olanzapine,
dan risperidone telah terbukti efektif dalam pengobatan profilaksis dari episode
manik dan oleh karena itu lebih sering digunakan terapi ini. Strategi yang tersebar
luas dalam praktik klinis untuk mencegah episode depresif dan manik yang
merupakan karakteristik dari gangguan bipolar adalah terapi kombinasi, meskipun
faktanya hanya sedikit studi terkontrol telah membuktikan kemanjurannya. Ada
bukti substansial bahwa selain penstabil mood, antipsikotik atipikal memiliki efek
yang positif. Menurut Pedoman S3 DGPPN (“Deutsche Gesellschaft für
Psychiatrie, Psychotherapie, Psychosomatik Und Nervenheilkunde”) tentang
gangguan bipolar, mengatakan terapi kombinasi farmakologis yang diresepkan
dalam rutinitas klinis karena tingginya angka pasien yang tidak cukup merespons
monoterapi, rekomendasi tersebut yang masih dipertanyakan mengingat
kurangnya data yang meyakinkan dari studi terkontrol strategi polifarmasi.

Gangguan skizoafektif (SAD) ditandai dengan gejala skizofrenia dan


gangguan bipolar; Namun, terdapat kontroversi tentang keberadaan gangguan ini.
Tidak ada pedoman yang dikembangkan untuk pengobatan SAD, dan hanya
beberapa studi terkontrol yang meneliti pengobatan farmakologis dari gangguan

3
ini. Badge dkk menyarankan untuk mengobati gejala afektif terutama dengan obat
litium dan menggunakan obat karbamazepin untuk mencegah kejadian
kekambuhan, peneliti tersebut merekomendasikan untuk mengobati gejala
psikotik terutama dengan clozapine. Karena (a) data tentang terapi gangguan
bipolar sangat tidak konsisten, dan (b) satu-satunya obat yang disertifikasi untuk
pengobatan SAD adalah paliperidone (yang juga mencakup terapi untuk episode
manik), pertanyaannya tetap pada tingkat bukti mana yang dapat diperoleh oleh
psikiater yang mendasarkan keputusan pemberian terapeutik ketika mencoba
untuk membantu pasien dengan gangguan ini.

Dalam penelitian ini jurnal ini membandingkan pola resep dalam kasus
yang didiagnosis SAD/ gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan gangguan bipolar
untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dalam pengobatan farmakologis
dari gangguan ini.

I.4 Pembahasan
I.4.1 Metode

Penelitian ini telah disetujui oleh komite etika lokal. Untuk penelitian
dengan metode retrospektif dan eksploratif ini, peneliti jurnal memperoleh akses
ke file rekam medik 300 pasien dari sepuluh klinik psikiatri dewasa Jerman di
"Landschafts Verband Westfalen Lippe" (Jaringan Psikiatri LWL), sehingga
mencakup wilayah sekitar 8,3 juta penduduk. Pasien yang termasuk dalam
penelitian ini telah didiagnosis dengan skizofrenia (F20), gangguan bipolar (F31),
atau SAD (F25) dari tahun 2004 hingga 2011, diklasifikasikan menurut ICD-10
(Klasifikasi Penyakit Internasional, versi ke-10). Kriteria eksklusi adalah

(a) presentasi bersamaan dari lebih dari satu gangguan yang disebutkan di
atas,

(b) penyakit mental lain, atau

(c) epilepsi.

4
Setelah menerapkan kriteria eksklusi ini, catatan dari 287 pasien dianalisis.
Kumpulan data kami terdiri dari 99 pasien dengan skizofrenia, 101 dengan SAD,
dan 87 dengan diagnosis gangguan bipolar. Setelah perawatan rawat inap,
diagnosis dan pengobatan pada titik waktu pemulangan dianalisis.

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS (IBM,


Böblingen, Jerman). Homogenitas distribusi menjadi sasaran uji Levene, data
demografi dengan uji chi-kuadrat, dan perbedaan kelompok dengan uji Kruskal-
Wallis (dalam kasus tidak ada distribusi normal) atau ANOVA satu arah (analisis
varians dalam kasus distribusi normal). ) diikuti dengan tes post hoc.

I.4.2 Hasil
I.4.2.1 Data sosiodemografi

Sosiodemografi pasien yang termasuk dalam penelitian ini ditunjukkan pada


Tabel1. Menggunakan analisis uji chi-square ing untuk data demografi, peneliti
jurnal mengamati tidak ada perbedaan di antara ketiga kelompok diagnostik
dalam jenis kelamin atau tingkat pendidikan. Perbedaan yang signifikan juga
dicatat dalam: (a) kualifikasi cuti sekolah antara pasien skizofrenia dan pasien
gangguan bipolar (P= 0,017) dan selanjutnya antara pasien dengan SAD dan
pasien dengan gangguan bipolar (P< 0,0001), sedangkan tingkat pendidikan
maksimal yang dicapai adalah sebagai berikut: skizofrenia ≥ gangguan bipolar>
SAD; (b) status pekerjaan (skizofrenia vs. gangguan bipolar P< 0,0001;
skizofrenia vs. SADP= 0,031; SAD vs. gangguan bipolarP< 0,0001), dengan
persentase pasien pengangguran tertinggi pada kelompok skizofrenia; dan (c)
status perkawinan, dengan persentase yang lebih rendah secara signifikan usia
pasien "dalam hubungan yang stabil" pada kelompok skizofrenia daripada di SAD
(P= 0,001) dan kelompok gangguan bipolar (P< 0,0001). Mengenai usia pasien,
jurnal inimenemukan perbedaan yang cukup signifikan antara tiga kelompok
diagnosis: F(2.284)= 28.473,P< 0,0001. Tes post hoc menunjukkan bahwa pasien
dengan skizofrenia (M= 38,4 tahun, SD=1,218) secara signifikan P< 0,0001) dan
gangguan bipolar (M= 49,6 tahun, SD= 12,044, P< 0,0001) lebih muda dari

5
pasien dengan SAD (M= 46,7 tahun, SD= 10,807, p< 0.0001) dan gangguan
bipolar (M = 49.6 years, SD = 12.044, p< 0.0001).

Table 1 data sosiodemografi pasien

I.4.2.2 Kepatuhan pasien

Data mengenai kepatuhan bergantung pada masing- masing subjektif


pasien. Dari pasien yang dianalisis dalam penelitian ini, 97.5% memiliki
pengalaman minum obat, tetapi hanya 21,8% dari mereka yang menunjukkan
mengkonsumsi obat yang konsisten sebelum menjalani rawat inap ( Gambar.1).
Dalam hal ini, kelompok pasien dengan skizofrenia (13,1%) menunjukkan hal
yang dapat dipercaya paling rendah, dan secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan pasien dengan gangguan bipolar (27,6%) atau mereka
dengan SAD (24,8%): skizofrenia vs. SAD2(1, n= 200)= 2,45, skizofrenia vs.
bipolar χ2(1, n= 186) = 4,37, P= 0,036; SAD vs. gangguan bipolar 2(1, n= 188) =
0,390,P= 0,532. Tidak ada data yang dapat dipercaya tentang konsumsi obat
yang tersedia untuk 26,4% pasien.

6
Gambar 1. Kepatuhan pasien. Presentase pasien dengan tanpa penggunaan
terapi, dengan kepatuhan pengobatan tinggi , dengan kepatuhan
pengobatan rendah atau kepatuhan non medikasi dan kasus dinama tidak
ada dta yang realibel yang dapat tersedia pada saat rawat inap terakhir

I.4.2.3 Pola Resep

Hanya 24,4% pasien yang termasuk dalam penelitian ini yang diberikan
monoterapi/ terapi tunggal, sementara sekitar tiga perempat diberikan terapi
kombinasi dua atau lebih obat psikofarmakologis (Gambar. 2) Data ini
mengungkapkan rata-rata 2,27 obat per pasien. Proporsi pasien monoterapi
terbesar pada kelompok skizofrenia (44,4%), diikuti gangguan bipolar (16,1%)
dan SAD (11,9%;. Gambar 2). Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok: H(2)= 36,19,P<
0,0001. Setelah tes post hoc mengidentifikasi jumlah yang lebih kecil dari agen
psikofarmakologis yang diresepkan pada skizofrenia (M = 1,81) dibandingkan
pada gangguan bipolar (M = 2,43, P< 0,0001) dan kelompok SAD (M= 2,53, P<
0,0001). Obat yang diresepkan adalah antipsikotik, penstabil mood, dan
antidepresan(Gambar 3). Semua pasien dalam kelompok skizofrenia menerima
terapi antipsikotik: di 44,4%, mereka diberikan terapi monoterapi, di 35,4%
diberikan terapi kombinasi dengan berbagai antipsikotik, dan pada 20,2%

7
ditambah terapinya dengan penstabil mood (50%) atau antidepresan (50%). Pada
kelompok pasien dengan SAD dan gangguan bipolar, antipsikotik merupakan
bagian dari pengobatan masing-masing pada 97% dan 88,5% kasus.

Khususnya, mereka diberikan monoterapi (SAD 11,9%, gangguan bipolar


8%) atau terapi kombinasi yang terdiri dari berbagai antipsikotik (SAD 13,95%, g
angguan bipolar 4,6%) hanya pada beberapa pasien. Jadi, berbeda dengan skizofre
nia, pada sebagian besar pasien SAD dan gangguan bipolar, antipsikotik digunaka
n dalam terapi augmentasi. Pada 54,5% pasien dengan diagnosis SAD dan 52,9%
dari mereka dengan gangguan bipolar, antipsikotik ditambah dengan penstabil mo
od. Terapi polifarmasi termasuk ketiga kelas zat antipsikotik, antidepresan, dan pe
nstabil suasana hati tidak diberikan pada pasien skizofrenia. 5,9% pasien SAD, da
n 18,4% pasien gangguan bipolar. Tidak ada perbedaan relevan yang diamati dala
m resep antipsikotik generasi pertama (FGA) dan kedua (SGA) di antara tiga kelo
mpok diagnostik (data tidak ditampilkan). Suntikan kerja panjang (LAI) diberikan
kepada 18% pasien skizofrenia, 18% pasien SAD, dan 3,5% pasien gangguan bipo
lar.

8
Gambar 2. jumlah obat antipsikotik yang diresepkan. Proporsi pasien yang
menerima obat angguk, satu obat, dua obat, tiga obat, empat obat, dan lima
obat ditunjukkan dalam persen berdasarkan jumlah pasien yang dimasukka
n atau jumlah pasien skizofrenia (F20), gangguan skizoafektif (F25), dan gan
gguan bipolar (F31) diklasifikasikan menggunakan sistem klasifikasi ICD-10
(International Statistical Classification of Diseases and Related Health Proble
ms) .

9
Gambar 3. Pola resep dari kelompok zat farmasi yang berbeda. Persentase p
asien dalam kelompok diagnosis yang berbeda yang menerima: antipsikotik s
ebagai monoterapi; terapi kombinasi antipsikotik; antipsikotik dan penstabil
suasana hati; antipsikotik dan antidepresan; atau antipsikotik, antidepresan,
dan penstabil suasana hati, antidepresan, AP antipsikotik, NONApenstabil s
uasana hati. F20 skizofrenia, F25 gangguan skizoafektif, F31 gangguan bipol
ar

I.4.2.4 Frekuensi Resep


Secara keseluruhan, 66,8% pasien diobati dengan antipsikotik, 21,9% di a
ntaranya menerima FGA dan 44,9% SGA. Gambar . 4A). Flupentixol adalah FGA
yang paling sering diresepkan, diikuti oleh haloperidol > pipamperone > zuclopen
thixol > melperon > prometazin (Gambar 4B). Urutan frekuensi SGA yang direse
pkan adalah sebagai berikut: quetiapine > olanzapine > risperidon > aripiprazole >
amisulkebanggaan > clozapine > ziprasidone > paliperidone (Gambar 4C). Stabili
sator suasana hati dibagikan kepada 23,6% pasien Valproate adalah yang paling 3
0 > klorprotiksen > levomepromazin 20 10 0 semua pasien F20 F25 F31 (Gambar
4A). penstabil suasana hati yang sering diresepkan (61,4%), diikuti oleh litium (21,
6%), lamotrigin (11,8%), dan karbamazepin (5,2%; Gambar 4D). Dalam kasus re
sep penstabil mood, valproate adalah satu-satunya penstabil mood yang digunakan
untuk pasien skizofrenia, dan diberikan kepada 63,3% SAD dan 55,4% pasien gan
gguan bipolar (data tidak ditampilkan). Stabilisator suasana hati lainnya dibagikan
dalam diagnostik ini kelompok adalah karbamazepin, lamotrigin, atau lithium (dat

10
a tidak ditampilkan). Tidak ada perbedaan yang diamati dalam dosis. Antidepresa
n diberikan kepada 9,6% dari pasien penelitian jurnal ini (Gambar 4A). Urutan fre
kuensi antidepresan yang diresepkan adalah sebagai berikut: escitalopram > venla
faxine > citalopram > agomelatin >mirtazapin > sertraline > trimipramine > amitri
ptyline > bupropion > doxepin > duloxetine > fluoxetine > fluvoxamine >maprotil
ine > paroxetine (Gambar 4e). Tiga obat pertama yang tercantum di sini terdiri dar
i 45,1% dari antidepresan yang diresepkan.

Gambar 4 frekuensi resep obattion. A Persentase antipsikotik (AP), juga dib


agi menjadi pertama-(FGA)/ generasi kedua anmabuk perjalanan (SGA), pe
nstabil suasana hati (NONA), dan antidepresan (IKLAN), dihitung pada tota
litas pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini. B-e Frekuensi yang dik
eluarkan obat dari kelompok zat farmasi yang berbedaFGA (B), SGA (C), N
ONA (D ), dan AD (e)—ditunjukkan sebagai perpersentase b

11
I.4.3 Diskusi

Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik klinis sehari-hari sebagian besar


pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia, SAD, atau gangguan bipolar
menerima polifarmasi yang terdiri dari dua atau lebih obat psikotropika yang
meningkat dari skizofrenia menjadi SAD hingga gangguan bipolar. Hanya 23,7%
dari pasien ini yang diberikan monoterapi (sesuai dengan rekomendasi lini
pertama dalam pedoman pengobatan). Temuan ini sejalan dengan hasil meta-
analisis pilihan pengobatan pada skizofrenia nia di klinik Jerman dan studi yang
meneliti pola resep antipsikotik , antidepresan , dan penstabil suasana hati. Terapi
kombinasi telah terbukti bermanfaat dalam praktik klinis sehari hari dan dapat
dibenarkan oleh tingkat komorbiditas yang tinggi dan kebutuhan akan kemajuan
terapi rawat inap yang cepat dan efisien. Dalam penelitian ini, valproat diresepkan
tiga kali lebih sering daripada lithium. Sementara valproate adalah satu-satunya
penstabil mood yang diberikan kepada pasien skizofrenia, valproat diberikan
kepada 63,3% pasien SAD dan 55,4% pasien gangguan bipolar dibandingkan
dengan lithium yang digunakan pada 19,7% pasien SAD dan 25,7% pasien
gangguan bipolar. Efek positif yang signifikan dari terapi augmentasi valproat
ditunjukkan dalam meta-analisis yang memberikan argumen untuk strategi terapi
ini pada skizofrenia atau SAD yang dipraktikkan di seluruh dunia meskipun
kurang bukti berkualitas tinggi. Namun, hanya sedikit penelitian yang diterbitkan
yang berfokus pada evaluasi terapi kombinasi farmakologis, faktor yang mungkin
disebabkan oleh standar tinggi desain percobaan yang diperlukan. Upaya terapi
gagal ketika pasien tidak patuh. Pada saat penelitian ini, hanya 13,1% pasien
dengan skizofrenia yang melaporkan asupan obat yang konsisten. Pasien dengan
gangguan SAD dan bipolar yang didiagnosis agak lebih patuh (masing-masing
24,8 dan 27,6%) sebelum dirawat di rumah sakit. Namun, persentase ini terlalu
rendah untuk mencerminkan tingkat kepatuhan yang memuaskan. Telah diketahui
dengan baik bahwa risiko kekambuhan meningkat ketika kepatuhan pasien buruk,
seperti halnya risiko non-respons atau resistensi terapi meningkat. Sejalan dengan
hasil penelitian jurnal bahwa pasien dengan skizofrenia dalam pengaturan

12
penelitian ini lebih muda dari pasien dengan SAD dan gangguan bipolar dan
kurang patuh, dalam banyak penelitian usia muda diidentifikasi sebagai prediktor
kepatuhan yang buruk pada pasien dengan skizofrenia dan gangguan bipolar.
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, pasien dari ketiga entitas diagnostik diobati
dengan antipsikotik, agen psikofarmakologis yang paling sering diresepkan.
Persetujuan antipsikotik untuk mengobati depresi akut atau gejala manik (serta
untuk pencegahan kambuh) memperluas spektrum kemanjuran, mungkin alasan
untuk aplikasi yang luas dan resep yang sering. Ini juga dapat menjelaskan jumlah
yang lebih tinggi dari antipsikotik yang diresepkan pada gangguan bipolar yang
dilaporkan dalam penelitian ini. Perlu dicatat bahwa mayoritas pasien dengan
skizofrenia dalam penelitian kami menerima monoterapi antipsikotik berbeda
dengan mayoritas pasien dengan gangguan bipolar yang diberi antipsikotik
ditambah dengan penstabil mood. LAI adalah obat pilihan utama untuk pasien
yang tidak patuh. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa 21,2% pasien
dengan skizofrenia menerima pengobatan LAI, seperti halnya 26,2% dari mereka
dengan gangguan skizoafektif. Sejalan dengan kepatuhan yang lebih baik yang
jurnal ini amati di antara pasien penelitian dengan gangguan bipolar, hanya 7,7%
dari pasien gangguan bipolar yang menerima depot neuroleptik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan tentang


farmakoterapi yang digunakan untuk menstabilkan pasien dengan skizofrenia,
SAD, dan gangguan bipolar dalam kondisi fisiologis untuk mengidentifikasi
perbedaan dalam pola resep psikofarmakologis agen di antara tiga entitas
diagnostik.

Dalam studi kohort penelitian jurnal ini, pengobatan farmakologis skizofre


nia (antipsikotik dalam monoterapi) sangat berbeda dari SAD atau gangguan bipol
ar (antipsikotik dan penstabil mood), sementara SAD dan gangguan bipolar tidak
menunjukkan perbedaan yang relevan. SAD dan gangguan bipolar terutama ditan
dai dengan gejala afektif mereka, yang sangat mempengaruhi strategi pengobatan
mereka dan mungkin alasan kesamaan yang kami amati dalam pola resep. Tinjaua
n sistematis studi klinis yang membandingkan karakteristik demografis dan klinis

13
pasien dengan SAD, skizofrenia, dan gangguan bipolar menunjukkan bahwa SAD
bukan merupakan komorbiditas skizofrenia atau gangguan bipolar atau gangguan
independen Sebaliknya hal tersebut diberi peringkat di suatu tempat antara skizof
renia dan gangguan bipolar, yang dibentuk oleh pasien dengan karakteristik skizof
renia dan gangguan bipolar. Perilaku pengobatan dokter yang diamati dalam penel
itian jurnal ini tampaknya mendukung asumsi ini

I.4.4 Keterbatasan

Akhirnya, perlu dicatat bahwa keterbatasan penelitian ini adalah penelitian


kohort yang terdiri dari hanya pasien rawat inap pada titik waktu kemungkinan
akan kambuh dan masuk kembali. Pasien yang stabil dengan rejimen pengobatan
yang berhasil (kombinasi) tidak disertakan.

I.4.5 Kepatuhan dengan pedoman etika

Semua prosedur yang dilakukan dalam studi yang melibatkan peserta manusia
tidak sesuai dengan standar etika dari komite penelitian institusional dan/atau
nasional dan dengan deklarasi Helsinki 1964 dan amandemennya atau standar
etika yang sebanding. Informed consent diperoleh dari semua peserta individu
yang termasuk dalam penelitian.

14
BAB II
TELAAH DAN KRITIS JURNAL

II.1 Gambaran umum


Sumber Jur Nervenarzt https://doi.org/10.1007/s00115-018-0507-3
nal
Penulis Jurn H.-J. Assion A. Schweppe H. ReinboldU. Frommberger
al

Judul jurnal Terapi farmakologi untuk gangguan skizoafektif;Pebandingan


dengan sizofrenia dan gangguan bipolar.

Judul jurnal ini sudah berhubungan dengan topik, namun dalam ju


dul tidak menyebutkan lokasi studi serta judul jurnal ini telah men
ggambarkan penelitian, karena dalam penelitian jurnal in
Waktu pener 28 Maret 2018
bitan

Abstrak jurn Dalam jurnal ini abstrak dibuat secara singkat dan jelas dalam sat
al u paragraf. Abstrak dalam jurnal ini sudah mencakup kompenen I
MRAD karena diawali dengan introduction kemudian disebutkan t
ujuan penelitian, material and metode, result, di akhiri dengan con
clusion dan tidak terdapat discussion serta keyword dalam jurna
l. Abstrak dalam jurnal ini sudah informative dan memenuhi syar
at abstrak jurnal yaitu 200-250 kata

15
Pendahuluan
Pendahuluan dalam jurnal ini menjelaskan latar belakang
jurnal
penelitian dengan baik dan sudah menjelaskan maksud dari
penelitian yang dilakukan dan dilengkapi data studi pendahuluan
yang semakin menguatkan bahwa penelitian ini harus dilakukan
dikarenakan kondisi saat ini belum ada studi berkualitas tinggi
yang membahas multifarmasi terapi kombinasi (strategi
augmentasi) untuk gangguan skizoafektif, gangguan skizofrenia
dan gangguan bipolar.

Metode Penelitian jurnal ini menggunakan desain penelitian studi retrospe


Jurnal ktif dan eksploratif dimana jumlah sampelnya sebanya 300
pasien dari data rekam medik. Tempat peneltian di 10 klinik
psikiatri di jerman.Waktu penelitian yaitu 2004 - 2011. Jurnal ini
juga sudah mencantumkan criteria inklusi dan eklusi. Dalam jurna
l penelitian ini disebutkan program software yang digunakanuntu
k analisis data yaitu SPPS.

Isi Jurnal
Pada bagian isi jurnal dijelaskan secara rinci mengai
permasalahan dalam jurnal dan dikaji secara. Terutama dalam
penelitian ini jurnal ini membandingkan pola resep dalam kasus
yang didiagnosis SAD/ gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan
gangguan bipolar untuk mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan dalam pengobatan farmakologis dari gangguan ini.

Kesimpulan Pada jurnal ini kesimpulan nya telah menjawab tujuan peneliti
jurnal yaitu

16
Daftar pusta Daftar pustaka dari jurnal dapat dicantumkan dengan metode
ka jurnal Vancover dan terdapat 35refrensi
Level evidan Level III
ce

II.2 PICO
P (Patient) pasien yang telah di diagnosis gangguan
skizoafektif gangguan bipolar, skizofrenia, atau ski
zoafektif dari data yang diperoleh di sepuluh klinik
psikiatri dewasa Jerman

I (Intervention) Tidak diberikan intervensi


C (Comparison) pasien yang telah di diagnosis gangguan bipolar, s
kizofrenia, dari data yang diperoleh di sepuluh klin
ik psikiatri dewasa Jerman

O (Outcame) mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dalam


pengobatan farmakologis gangguan ini dengan me
mbandingkan pola resep.

II.3 VIA
II.3.1 Validity
1. Apakah pertanyaan penelitian pada jurnal?

Pertanyaan dalam jurnal ini yaitu bagaimana persamaan dan


perbedaan dalam pengobatan implikasi farmakologis antara gangguan
skizoafektif dengan gangguan bipolar dan skizofrenia.

2. Apakah metode penelitian pada jurnal?

Metode pada penelitian yang digunakan adalah studi kualitatif


dengan menggunakan metode retrospektif dan eksploratif

3. Apakah metode penelitian sesuai dengan tujuan penelitian?

17
Sudah sesuai karena metode penelitian ini menggunakan studi
retrospektif dan ekploratif untuk menjawabatujuan jurnal dengan mencari
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara gangguan skizoafektif
dengan gangguan bipolar dan skizofrenia yang ditinjau pengambilan
datanya dari riwayat pengobatan mereka selama 7 tahun.

4. Bagaimana populasi target dan populasi terjangkau dalam penelitian


ini?

Populasi target pada penelitian ini dijelaskan yaitu dari 10 klinik


psikiatri dewasa di jerman, sedangkan populasi terjangkau yaitu telah
didiagnosis dengan skizofrenia (F20), gangguan bipolar (F31), atau SAD
(F25) dari tahun 2004 hingga 2011,

5. Bagaimana sampel dan penentuan sampel dari penelitian ini?

Sampel yang digunakan pada penelitian jurnal ini dijelaskan oleh


peneliti yaitu sampel yang telah dintau kembali setelah dilakukan criteria
eklusi yaitu pasien yang telah perawatan rawat inap, diagnosis dengan
skizofrenia (F20), gangguan bipolar (F31), atau SAD (F25) dan
pengobatan.

6. Apakah teknik dan besar sampel sesuai dengan metode penelitian?

Teknik pengambilan sampel tidak dijelaskan secara rinci oleh


peneliti jurnal, namun dapatdismpulkan melalui krita inlusi dan eklusi
atau menggunakan purposive sampling

7. Apa variabel penelitian dan instrument yang digunakan ?

Variabel terikat dalam jurnal ini adalah penderita dengan gangguan


skizofrenia dan variabel bebasnya adalah pengobatan farmakologi yang
dibandingkan dengan ganguan bipolar dan skizofrenia.

8. Apakah analisa statistik yang digunakan, sesuai atau tidak dengan


metode penelitian?

18
Analisis statistik digunakan menggunakan spss ,untuk uji Homogenitas
distribusimengunakan uji Levene, untuk uji data demografi dengan uji chi-
kuadrat, dan untuk menguji perbedaan kelompok dengan uji Kruskal-Wallis
(dalam kasus tidak ada distribusi normal) atau ANOVA satu arah (analisis varians
dalam kasus distribusi normal).
II.3.2Importance
9. Apakah jurnal penting untuk dilakukan?

Ya, penelitian ini perlu dilakukan karna kondisi di praktek klinis Ada bany
ak kontroversi mengenai cara membedakan skizofrenia dari gangguan skizoafektif
atau bipolar karena banyak kesamaan dalam psikopatologi, perkembangan, dan fa
ktor biologis serta terdapat kontraversi dalam terapi tungal atau kombinasi dalam
gangguan tersebut.

II.3.3Applicable
10. Apakah jurnal dapat digunakan atau tidak?

Ya, jurnal ini dapat digunakan sebagai acuan atau refrensi bagi
praktisi klinis dan membrikan strategi pengobatan yang tepat untuk
penderita gangguan skizoafektif , gangguan bipolar dan skizofrenia.
II.4 Kelebihan tulisan
 Penelitian jurnal ini juga menjelskan strategi resep pengobatan pasien
skizofrenia skizoafektif , gangguan bipolar.

 Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik klinis sehari-hari sebagian besar


pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia, SAD, atau gangguan bipolar
menerima polifarmasi yang terdiri dari dua atau lebih obat psikotropika ya
ng meningkat dari skizofrenia menjadi SAD hingga gangguan bipolar

 Memberikan infromasi terapi kombinasi telah terbukti bermanfaat dalam p


raktik klinis sehari hari dan dapat dibenarkan oleh tingkat komorbiditas ya
ng tinggi dan kebutuhan akan kemajuan terapi rawat inap yang cepat dan e
fisien.

19
 Peneliti mencantumkan dan membandingkan dari berbagai refrensi
penelitian sebelumnya.

II.5 Kekurangan tulisan


 Dari hasil jurnal persentase mengenai tingkat kepatuhan pengobatan pada
pasien terlalu rendah sehingga data tidak mencerminkan secara optimal.

 Kekurangan menggunakan desain dalam jurnal yang terdiri dari hanya pas
ien rawat inap pada titik waktu kemungkinan akan kambuh dan masuk ke
mbali sehingga data yang dihasilkan belum cukup baik

 Refrensi pendukung yang digunakan oleh penliti jurnal tahunnya kurang


terbaru dan masih minim.

DAFTAR PUSTAKA JURNAL

1. Cheniaux E, Landeira-Fernandez J, Lessa Telles L et al(2008) Does


schizoaffffective disorder really exist? A systematic review of the studies that
compared schizoaffffective disorder with schizophrenia or mood disorders.
JAffffectDisord106(3):209–217

2. Patel K, Cherian J, Gohil K et al (2014) Schizophrenia:overview and treatment


options. P T 39(9):638–645

20
3. Hasan A, Falkai P, Wobrock T et al (2012) World Federation of Societies of
Biological Psychiatry (WFSBP) guidelines for biological treatment of
schizophrenia, part 1: update 2012 on the acute treatment of schizophrenia and the
management of treatment resistance. World J Biol Psychiatry 13:318–378
4. Hasan A, Falkai P, Wobrock T et al (2013) World Federation of Societies of
Biological Psychiatry (WFSBP) guidelines for biological treatment of
schizophrenia, part 2: update 2012 on the
longtermtreatmentofschizophreniaandmanagement of antipsychotic-induced side
effffects. World J Biol Psychiatry14:2–44

5. NationalInstituteforHealthandClinicalExcellence (NICE) (2012) Core


interventions in the treatment and management of schizophrenia in primary
and secondary care (update). http://www.nice.
org.uk/nicemedia/live/11786/43607/43607.pdf. Accessed: 15 Feb2018

6. Längle G, Steinert T, Weiser P et al (2012) Effffects of polypharmacy on


outcome in patients with schizophrenia in routine psychiatric treatment.
ActaPsychiatrScand125:372–381

7. Wolffff-Menzler C, Hasan A, Malchow B et al (2010) Combination therapy in


the treatment of schizophrenia. Pharmacopsychiatry 43(4):122–129

8. Assion H, Reinbold H, Lemanski S et al (2008) Amisulpride augmentation in


patients with schizophreniapartially responsiveorunresponsive to clozapine. A
randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Pharmacopsychiatry 41(1):24–
28

9. Correll CU, Rummel-Kluge C, Corves C et al (2009) Antipsychotic


combinations vs monotherapy in schizophrenia: a meta-analysis of randomized
controlled trials. Schizophr Bull35(2):443–457

10. Farahani A, Correll CU (2012) Are antipsychotics or antidepressants needed


for psychotic depression? A systematic review and meta-analysis of trials
comparing antidepressant or antipsychotic monotherapy with combination
treatment. J Clin Psychiatry73(4):486–496–e187. Dst…

JURNAL ASLI

21
22
23
24
25
26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai