Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin (ADA, 2003 dikutip dari Soegondo, 2007). Paling sedikit terdapat 3
bentuk diabetes mellitus : tipe I atau biasa disebut Diabetes Melitus Dependen
Insulin (DMDI), tipe II atau biasa disebut Noninsulin Dependen Diabetes
mellitus (NIDDM), dan dan diabetes gastasional ( Elizabeth j. Corwin 2002).
Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian
ulkus gangren pada penyandang diabetes mellitus berkisar antara 17-32%,
sedangkan laju amputasi berkisar antara 15-30%.Pengelolaan kaki diabetik
mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang
rusak,

pemberian

antibiotik,

dan

obat-obat

vaskularisasi

serta

amputasi.Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi eksterimitas


bawah non tarumatik yang peling sering terjadi di dunia.Sebagian besar
komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan
pembentukan ulkus di kulit.Risiko amputasi ekstrimitas bawah 15-46 kali
lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita diabetes mellitus.Komplikasi kaki diabetik adalah alasan yang
paling sering terjadinya rawat inap pasien dengan prevalensi 25% dari seluruh
rujukan diabetes di Amerika Serikat dan Inggris (Yunizone, 2008).
Gangguan kesehatan akibat komplikasi DM dapat berupa gangguan
mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah
(vaskulopati) dan kelainan pada kaki.Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak (Irwanashari,
2008).Salah satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah
timbulnya luka. Luka yang bila tidak dirawat dengan baik akan berkembang
menjadi ulkus gangren (Suyono, 2004). Pada gangren, kulit dan jaringan
disekitar luka akan berwarna kehitaman dan menimbulkan bau.
Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa
darah. Kadar gula darah yang tidak ditangani dengan baik dan berlangsung

dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki
penyandang diabetes, yakni kerusakan saraf.Masalah pertama yang timbul
adalah kerusakan saraf ditangan dan kaki.Saraf yang rusak telah membuat
penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin,
pada tangan dan kaki.Hilangnya sensasi rasa ini disebabkan kerusakan saraf
yang disebut sebagai neuropati diabetik (Merry, 2007).
Masalah kedua adalah terjadinya gangguan pada pembuluh darah,
sehingga menyebabkan tidak cukupnya aliran darah ke kaki dan tangan.
Aliran darah yang buruk ini akan menyebabkan luka dan infeksi sukar
sembuh. Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer yang umum menyerang
kaki dan tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin
memperburuk aliran darah. Hal itu dapat mengakibatkan darah menjadi lebih
kental sehingga sirkulasi darah menjadi terganggu, terutama ke bagian-bagian
ekstremitas tubuh.Luka menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat yang
diperlukan tubuh sebagai regenerasi luka sulit sampai ke daerah luka (Merry,
2007).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan luka gangren (kronik) pada klien diabetes
melitus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan diabetes melitus disertai gangren dan perawatan
1.3.2

luka
Tujuan khusus
1. Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian diabetes
2. Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari diabetes.
3. Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari diabetes
4. Diharapkan mahasiswa mengaplikasikan perawatan luka
5. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan

pada pasien dengan diabtes dan ulkus Gangren di kaki


1.4 Manfaat Masalah
Mahasisiwa dapat mengerti pengertian, etiologi, klasifikasi, patofis,
peneriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, dan komlikasi dari diabetes,
begitu juga asuhan keperawatan diabetes dengan ulkus gangren.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin di dalam tubuh. Gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein.( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen

yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau Hiperglikemia.


glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi.insulin yaitu suatu

hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah


dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.(Brunner & Suddarth, 2001)
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kadar glukosa di dalam
darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang
bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal
insulin memasukan gula ke dalam sel sehingga bisa menghabiskan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi (Soegondo S,2005).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitamhitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai.Ulkus kaki diabetic merupakan suatu komlikasi
kronik dari penyaki DM ( Askandar, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit.Adanyakumansaprofit
tersebutmenyebabkanulkusberbau,ulkusdiabetikumjuga merupakan salah satu
gejala

klinik

dan

perjalanan

penyakit DM dengan neuropati

(Andyagreeni, 2010).
2.2 Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Pankreas

perifer,

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira


15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya ratarata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia.Bagian depan ( kepala ) kelenjar
5

pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pylorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini.Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pancreas terbentuk
dari epitel yang berasal dari lapisan epitelyang membentuk usus (Tambayong,
2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim
dan elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau Langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 %

memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu


hormon yang mempunyai anti insulin like activity .
2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong,
2001).
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica
lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada
keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan
glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat.Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.Enzim fosforilase penting untuk
6

gliogenolisis.

Bila

cadangan

glikogen

hepar

menurun

maka

glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan


dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer
tergantung dari keseimbangan fisiologisbeberapa hormon antara lain :
1.

Hormon

yang

dapat

yaitu insulin.Kerja

merendahkan

insulin

yaitu

kadar

gula

darah

merupakan hormon yang

menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa


darah masuk kedalam sel:
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang
disekresi
oleh medula
adrenal dan
jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Glukogen,
epineprin,
glukokortikoid,
dan growth

2.

hormone membentuk

suatu

mekanisme counfer-regulator yang

mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.


2.3 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI):
3. Faktor genetic. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
4. Faktor imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
5. Faktor lingkungan. Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor


genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1. Neuropati:Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan
dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah
terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler

2. Angiopati. Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan


faktor resiko lain.
3. Iskemia.Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan
pembuluh

darah)

pada

pembuluh

darah

besar

tungkai

(makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai,


bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang
luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

Adanya hormone aterogenik


Merokok
Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:


Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Tidak terabanya denyut nadi
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
Kulit mengkilap
Hilangnya rambut dari jari kaki
Penebalan kuku
Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1. Trauma
2. Infeksi
Penyebab diabetes melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995
adalah :
1. DM tipe I (IDDM/DM yang tregantung insulin)
a. Faktor herediter menyebabkan timbulny diabetes melitus melalui
kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau
mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta,
jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
b. Faktor infeksi virus. berupa infeksi virus coxikie da gondogen yang
merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu
yang peka secara genetic.
2. DM tipe II (NIDDM/DM tidak bergantung insulin)
terjadi palingseringa pada orang dewasa, dimanaterjadi obesitas. pada
individu yang mengalami obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor

insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. jadi membuat insulin
yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yag biasa
3. DM malnutrisi
a. Fibro calculous pancreatic DM (FCPD). terjadi karena mengkonsumsi
makanan rendah kalori da rendah protein sehingga klasifikasi pankreas
melalui proses mekani (fibrosis) atau toksik (cyanide) yang
menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
b. Protein defisiensi pancreatic diabetes melitus (PDPD). karena
kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel beta
pancreas
4. DM tipe lain
a. Penyakit hormonal : seperti acromegali yang meningkat gh (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankreas yang menyebabkan
sel-sel ini hiperaktif dan rusak
b. Penyakit pancreas seperti : pancreatitis, ca pancreas dll
c. Obat-obatan yang bersifat siotoksin terhapad sel-sel seperti aloxan dan
streptozerin. yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiade,
phenothiazine dll.
1. Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan
(misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta. Ada beberapa factor antara lain :
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah
terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

10

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer


Suzanne C, 2001).
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis
jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong (Maulana
Mirza, 2009).
2. Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
(Smeltzer Suzanne C, 2001). Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan
orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena
diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah
pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan
lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak
mengalami obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang
kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot

11

akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam
peredaran darah.
c. Kurang Gerak Badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat
badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko
terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan
tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena
diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung
koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit
yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,
terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya
anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan
remaja pun meningkat.
2.4 Klasifikasi
1. Type I : Diabetes Melitus tergantung insulin (IDDM)
Kurang lebih 5-10% penderita mengalami diabetes tipe I, yaitu diabetes
yang tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas
dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh
suatu proses otoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin diperlukan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. diabetes tipe I ditandai
dengan awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
2. Type II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Kurang lebih 90-95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu
diabetes yang tidak tergantung insulin.Diabetes tipe II ini terjadi akibat

12

penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin)


atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
3. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
Komplikasi akut sindrom hiperosmolar nonkatotik disertai dengan
keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit,
pankreatitis, kelainan hormonal, obat-obat seperti glukokrtikoid dan
preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes.
4. Diabetes Melitus Gestasional
Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau
ketuga. Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan ,
yaitu :
-

Derajat 0

: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .


Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II
: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III
: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau

tanpa selulitis.
Derajat V
: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah

ke

tungkai

akibat

adanya

makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai,


terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )

13

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi.Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik


1. Glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :
a. glukosa darah puasa
b. glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
c. glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization)
menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl, atau glukosa darah puasa 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh
lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal
hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum
atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar
glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau
serum.
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu


plasma vena
darah kapiler

< 110
< 90

110 199
90 - 199

200
200

Kadar glukosa darah puasa


plasma vena
darah kapiler

< 110
< 90

14

110 125

126

90 - 109

110

c. HBAIC

(Glucosated

Haemoglobin

AIC)

meningkat

yaitu

terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).


d. Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
e. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
f. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari
330Mosm/l
g. Elektrolit :
1. Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
2. Kalium : Normal
3. Fosfor : Lebih sering menurun
h. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 4 kali dari normal
yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4
bulanterakhir.
i. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan
penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
j. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi )
;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap
stressatau infeksi.
k. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi
/penurunan fungsi ginjal ).
l. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
m. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I
) atau normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi
insulin, gangguan dalam penggunaannya.
n. Resistensi insulin dapat berkembang

sekunder

terhadap

pembentukkan antibodi (autoantibodi).


o. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
p. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
q. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
2.6 Komplikasi
Akut
:hipoglikemia & ketoasidosis
15

Kronik

:makroangiophati

(atherosklerosis),

mikroangiophati

(retinophati, nephrophati), neurophati, mudah terinfeksi.


Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan
individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini,
Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita,
sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas seharihari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6. Pola hubungan dan peran
16

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita


malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan

menyebabkan

pasien

mengalami

kecemasan

dan

gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).


9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis

yang

negatif

berupa

marah,

kecemasan,

mudah

tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak


mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan muncul bermacam macam reaksi psikologis dari
kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota
keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan
yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi
keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota
keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Diet

17

Prinsip umum Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
a. Memberikan
semua
unsur
makanan

esensial

(misalny

vitamin,mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangu faktor resiko
kardiovaskulerlatihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaina
insulin. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean bodymass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini dapat
bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi rasa stres, dan mempertahankan kesegaran tubuh.
3. Pemantauan
Pemantauan Kadar Glukosa Darah secara Mandiri
Hiperglikemia pagi hari
Hemoglobin glikosilasi
Pemeriksaan urin untuk glukosa
Pemeriksaan urin untuk keton
4. Terapi Insulin
Tipe pemberian insulin yang digunakan oleh seorang pasien bervariasi
menurut berbagai faktor.Sebagai contoh, pengetahuan pasien, kemauan,
tujuan yang hendak dicapai, status kesehatan dan kemampuan keuangan,
semuanya ini dapat mempengaruhi keputusan yang menyangkut
penggunaan insulin. Selain itu, filosofi dokter tentang pengendalian kadar
glukosa darah dan ketersediaan alat serta staf pendukung dapat
mempengaruhi pula keputusan yang berkaitan dengan terapi insulin. Ada
dua cara pendekatan yang umum digunakan dalam pelaksanaan terapi
insulin :

18

1. Pemberian Secara Konvensional


Pada tipe pemberian yang disederhanakan ini (misalkan, 1-2
suntikan/hari), kadar glukosa pasien mungkin masih diatas normal
2. Pemberian Secara Intensif
Pendekatan kedua adalah menggunakan cara pemberian insulin yang
lebih kompleks (2-4x suntikan/hari) untuk mencapai kadar glukosa
darah yang sebesar mungkin, tetapi aman dan praktis. Alasan lain
pemakaian teknik pemberian insulin yang lebih kompleks adalah
untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada pasien dalam
mengubah dosis insulinnya setiap hari sesuai perubahan pola makan
serta aktivitasnya dan menurut variasi kebutuhan terhadap kadar
glukosa darah yang ada.
2.8 Luka Kronik
2.8.1 Definisi
Luka dapat diklasifikasikan atas dasar Usia Luka ( Wound Age ), yaitu
luka akut dan luka kronik. Luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam
waktu yang diharapkan. Ada yang mengatakan bila luka tidak sembuh dalam
waktu 3 bulan maka disebut luka kronik. ( 1 ) Hal yang penting adalah pada luka
kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah
kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab
dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka
dikatagorikan sebagai luka kronik.

(3)

Aterosklerosismerupakan penyebab

palingumum dariiskemia kronis pada tungkai. (2)


Menurut Cohen,dkk.(4) luka akut akan mencapai penyembuhan normal
melalui proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk
mencapai pemulihan integritas anatomi dan fungsi.

Pada luka kronik maka

terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang diharapkan dalam waktu


tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas anatomi dan fungsi.

(4,5)

Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak lengkap. Luka akut
biasanya terjadi pada individu yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan
luka secara primer atau dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar
luka yang terjadi akibat trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan
19

sebagai luka akut. Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan
luka akibat ada kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan
sembuh bila penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi.
kronik mengalami rekurensi.

( 4,5 )

(4)

Seringkali luka

Diantara kondisi patologis tersebut adalah

penyakit vaskuler, oedema, diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure).

(3)

Torre menyebutkan penyebab luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia jaringan,


trauma berulang, adanya jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti
diabetes melitus, malnutrisi, imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
(5)

2.8.2

Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka bersifat dinamis dengan tujuan akhir pemulihan

fungsi dan integritas jaringan. Dengan memahami biologi penyembuhan luka, kita
dapat mengoptimalkan lingkungan jaringan dimana luka berada.
Proses penyembuhan luka merupakan hasil akumulasi dari proses-proses
yang meliputi koagulasi, inflamasi, sintesis matriks dan substansi dasar,
angiogenesis, fibroplasias, epitelisasi, kontraksi dan remodeling. Tetapi secara
garis besar proses kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka : Fase
inflamasi, fase proloferasi dan fase maturasi.
A.

20

B.

Gambar A, B. Fase-fase Penyembuhan Luka (Torre JDL, Sholar A. Wound


Healing, Chronic Wounds. e-Medicine from WebMD (serial online) 2006 (cited
2006 May 26) ;1(477) Available from
URL:HYPERLINK/http://www.emedicine.com/plastic/topic477.htm)
Fase Inflamasi

21

Fase inflamasi secara klinis ditandai dengan cardinal sign: Rubor, calor,
tumor, dolor serta function laesa. Proses ini terjadi segera setelah trauma. Secara
simultan cascade pembekuan, arachidonic pathways dan pembentukan growth
factors serta sitokin bekerjasama memulai dan mempertahankan fase ini. (5)
Setelah cedera jaringan pembuluh darah segera mengalami vasikonstriksi,
produk tromboplastik jaringan menjadi terpapar dan dimulailah cascade
komplemen dan koagulasi.Pletelet yang terperangkap dalam luka mengalami
degranulasi, melepaskan substansi biologis yang penting untuk penyembuhan
luka. Setidaknya ada tiga jenis substansi yang dilepaskan : a) Alpha granules
yang mengandung growth factors seperi TGFbeta, PDGF, dan Insuline Like
Growth Factors-1 ( IGF-1), b) Dense bodies yang mengandung amine vasoaktif
seperti serotonin yang berfungsi meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan
c) Lisosom yang mengandung hidrolase dan protease.(6)

Fase Proliferasi
Fase proliferasi penyembuhan luka dimulai kira-kira 2-3 hari setelah
terjadinya luka, ditandai dengan munculnya fibroblast.Fibroblast bermigrasi dari
tepi luka menggunakan matrix fibrin-based provisional yang dibentuk selama fase
inflamasi. Dalam minggu pertama luka fibroblast dikendalikan oleh makrfag: bFGF, TGF-beta dan PDGF yang berperan dalam proliferasi dan sintesis
glycosaminoglycans dan proteoglycans, serta kollagen.
Pada fase ini fibroblast merupakan tipe sel dominan, dan mencapai
puncaknya pada hari ke 7-14.Setelah sekresi kolgen fibroblast kemudian
bergabung membentuk fibro-kolagen.Peningkatan jumlah jaringan kolagen pada
luka berbanding lurus dengan kekuatan regangan luka.
Pada fase ini juga terjadi stimulasi jumlah keratinosit dan populasi sel
endotel. Secara simultan dengan proliferasi seluler terjadi perkembangan
angiogenesis yang diawali dari pembuluh darah dari tepi luka, selanjutnya disebut
neovaskularisasi.
Fase Maturasi

22

Produksi kolagen baru masih merupakan proses dominan penyembuhan


luka dari minggu pertama sampai keenam. Kolagen ditempatkan secara random
pada jaringan granulasi luka akut. Remodeling kolagen menjadi struktur yang
lebih terorganisasi terjadi selam proses maturasi, meningkatkan kekuatan
regangan luka. Selama pembentukan parut, kolagen tipe III jaringan granulasi
digantikan oleh kolagen tipe I sampai perbandingannya 4:1.
Luka akhirnya ditutup oleh migrasi sel-sel epitel yang berasal dari tepi
luka, mengisi defek sampai terjadi kontak dengan epitel dari sisi berlawanan dan
menghentikan proses migrasi ketika kontak terjadi. Proses epitelisasi ini tidak
memberikan kontribusi pada kekuatan penyembuhan luka,karena proses
remodeling terjadi dibawahnya.
2.8.3

Epidemiologi Luka Kronis


Luka kronis terutama mempengaruhi orang-orang di atas usia 60. Insiden

adalah 0,78% dari populasi dan prevalensi berkisar 0,18-0,32%. Sebagai


penduduk usia, jumlah luka kronis diperkirakan akan meningkat.
2.8.4

Etiologi
Selain sirkulasi yang buruk, neuropati, dan kesulitan bergerak, faktor yang

berkontribusi terhadap luka kronis adalah penyakit sistemik, usia, dan penyakit
trauma. Comorbid berulang yang dapat berkontribusi pada pembentukan luka
kronis termasuk vaskulitis (radang pembuluh darah), kekebalan penindasan,
pioderma gangrenosum, dan penyakit yang menyebabkan iskemia. Penekanan
kekebalan dapat disebabkan oleh penyakit atau obat medis yang digunakan dalam
jangka panjang, misalnya steroid.Faktor lain yang dapat menyebabkan luka kronis
adalah usia tua. Kulit orang tua lebih mudah rusak, dan sel-sel yang lebih tua tidak
berkembang biak secepat dan tidak mungkin memiliki respon yang memadai
terhadap stres dalam hal upregulation gen yang terkait dengan stres protein.
Fibrosis kronis, aterosklerosis, edema, penyakit sel sabit, dan arteri insufisiensi
merupakan penyakit yang terkait dengan luka kronis.Faktor utama yang
menyebabkan luka kronis, di antaranya adalah iskemia, cedera reperfusi, dan
kolonisasi bakteri.

23

2.8.5

Gejala klinis
Pasien luka kronis sering mengeluhkan nyeri yang dominan. Enam dari

sepuluh pasien dengan kaki vena ulkus mengalami nyeri.Nyeri persisten (pada
malam hari, saat istirahat, dan saat aktivitas) adalah masalah utama bagi pasien
dengan ulkus kronis.
2.8.6

Klasifikasi Luka Kronik


A. Ulkus Pada Pembuluh Darah Vena
1. Diagnosa
a. Penyakit Arteri harus disingkirkan:
Pulsasi extremitas dengan ABI> 0,8.
ABI <1,0 menunjukkan penyakit pembuluh darah, jika ABI <0,7
maka terapi kompresi merupakan kontraindikasi.
Pada pasien usia lanjut, pasien diabetes atau pasien dengan
ABI>1.2, Kaki: Indeks brakialis> 0,6 atau tekanan oksigen
transkutan > 30 mmHg dapat membantu untuk menunjukkan
aliran arteri yang cukup.
b. Warna duplex scanning ultrasound atau manuver valsava berguna
dalam mengkonfirmasi etiologi kelainan pada vena.
c. Jika mencurigai sickle cell disease, mendiagnosa dengan sediaan
sickle cell sabit dan elektroforesis hemoglobin.
d. Jika ulkus lebih dari tiga bulan atau tidak responsif setelah enam
minggu terapi, biopsi untuk diagnosis histologis (kemungkinan
keganasan atau penyakit lainnya).
e. Jika memburuk meskipun pengobatan atau sakit yang berlebihan,
mempertimbangkan diagnosis lain seperti pioderma gangrenosum,
gammopati IgA monoklonal, granulomatosis Wegener, penyakit
granulomatosa kulit kronis dan etiologi mikobakteri atau jamur
(kecurigaan tinggi untuk bisul dengan warna gelap, perbatasan biru /
ungu, bersamaan dengan penyakit sistemik seperti penyakit Crohn,
ulcerative colitis, rheumatoid arthritis, penyakit kolagen vaskuler
lainnya, leukemia). Kultur spesifik untuk mikrobakteri dan atau
jamur yang berguna, seperti biopsi untuk histologi.
2. Kompresi pada ekstremitas bawah

24

a. Menggunakan sistem kompres. Tingkat kompresi harus diubah ketika


gabungan penyakit vena/arteri dikonfirmasi selama diagnostik
ditegakkan.
b. kompresi pneumatik intermiten (IPC) kaki dapat digunakan dengan
atau tanpa kompresi (pilihan lain untuk pasien yang tidak dapat atau
tidak bisa menggunakan kompresi yang memadai). Karena hipertensi
vena adalah kondisi yang sedang berlangsung, tingkat terapi kompresi
harus dilanjutkan terus-menerus dan selamanya.
3. Pengendalian Infeksi
a. Debridement
Menghilangkan jaringan nekrotik, jaringan devitalisasi, enzimatik,
debridement mekanis, biologis atau autolitik.
b. Penilaian Infeksi
Jika infeksi dicurigai dalam debridement ulkus, atau jika epitelisasi dari
margin tidak mengalami kemajuan dalam waktu dua minggu dari
debridement dan inisiasi terapi kompresi, menentukan jenis dan tingkat
infeksi pada debridement ulkus oleh biopsi jaringan atau dengan teknik
swab divalidasi secara kuantitatif .
c. Pengobatan
Jika 106 CFU/g jaringan atau ada streptokokus beta hemolitikus, maka
gunakan antimikroba topikal (menghentikan keseimbangan bakteri untuk
meminimalkan sitotoksisitas dan tingkat resistensi).Antibiotik sistemik
yang diberikan tidak efektif menurunkan tingkat bakteri pada luka
granulasi, namun, antimikroba topikal bisa efektif.
4. Persiapan Luka Bed
a. Memeriksa pasien secara keseluruhan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki penyebab kerusakan jaringan:
1) Penyakit sistemik (penyakit autoimun, operasi besar, merokok
kronis) dan obat-obatan (obat imunosupresif dan steroid
sistemik)
2) Nutrisi
3) perfusi dan oksigenasi Jaringan
5. Debridement
Lakukan debridement awal dan debridement lanjutan Debridement
tergantung pada status luka, kemampuan penyedia layanan kesehatan dan
kondisi keseluruhan pasien.
25

6. Pembersihan luka
Pembersihkan luka dari awal dan pada setiap penggantian balutan luka
menggunakan larutan netral, tidak iritasi dan tidak beracun. pembersihan
luka rutin harus dicapai dengan minimal bahan kimia dan / atau trauma
mekanik. Saline steril atau air biasanya dianjurkan.Air keran hanya boleh
digunakan jika sumber air bersih.
7. Dokumentasi perjalanan luka
Dokumen perjalanan luka, kekambuhan dan karakteristik (lokasi,
stadium, ukuran, dasar, eksudat, kondisi infeksi kulit sekitarnya dan
nyeri).Tingkat penyembuhan luka harus dievaluasi untuk menentukan
apakah pengobatan yang optimal.
8. Dressing (balutan)
a. Penggunaan balutan(dressing)

yang

dapat

mempertahankan

lingkungan lembab penyembuhan luka.


b. Gunakan penilaian klinis untuk memilih balutan luka yang lembab
yang memfasilitasi kelembaban yang lama. dressing basah-dengankering tidak bisa lembab terus menerus dan tidak pilihan untuk
membalut luka.
c. Pilih balutan untuk mengeluarkan eksudat dan melindungi luka kulit.
d. Pilih balutan yang terfiksasi, meminimalkan geser dan gesekan, dan
tidak menyebabkan kerusakan jaringan tambahan.
e. Pilih balutan dengan biaya yang efektif dan sesuai dengan etiologi
ulkus, pengaturan dan persediaan yang ada. Pertimbangkan waktu
penyedia layanan kesehatan, kemudahan penggunaan dan tingkat
penyembuhan, serta biaya.
9. Pembedahan
a. Skin grafting tanpa memperhatikan penyakit vena yang mendasari
bukanlah solusi jangka panjang dan rentan terhadap ulserasi
berulang.
b. Subfascial endoscopic perforator surgery (SEPS) adalah prosedur
pilihan untuk mengatasi etiologi pada kelainan vena yang mendasari
(dengan atau tanpa pencangkokan kulit atau penggunaan kulit buatan
dua lapisan).
c. Pembedahan ekstensi minimal pada sistem vena, seperti ablasi vena
dangkal, ablasi laser endovenous atau valvuloplasty, terutama bila

26

dikombinasikan dengan terapi kompresi, dapat berguna dalam


mengurangi kambuhnya ulkus vena kaki. Prosedur yang kurang luas
daripada ligasi dalam vena perforantes beberapa dapat membantu
menurunkan hipertensi vena bila dikombinasikan dengan sistem
kompresi yang memadai.
d. free flap ditransfer dengan anastomosis mikrovaskuler bisa
mengurangi ulkus vena kaki dengan lipodermatosclerosis dengan
memungkinkan eksisi luas jaringan yang sakit dan mengganti katup
vena yang baik dalam jaringan yang ditransfer.
10. Penggunaan Agen tambahan
Bagian ini akan dibatasi untuk merekomendasikan agen yang memiliki
data yang cukup menunjukkan mereka untuk menjadi berguna dalam
ulkus vena. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas manfaat
dari agen lain dalam pengobatan ulkus vena. Contoh-contoh zat lain
seperti saat ini sedang diselidiki termasuk sel induk(stem cell), kulit
buatan, cangkok, oksigen topikal, stimulasi listrik, tekanan negatif,
terapi laser, fototerapi, USG dan prostaglandin,
11. Pengobatan Jangka Panjang
a. Pasien dengan ulkus vena yang sembuh atau secara pembedahan
harus

menggunakan

stoking

kompresi

terus-menerus

dan

selamanya. Sebagian besar pengobatan tidak menghilangkan


tekanan vena yang mendasari sebelumnya(hipertensi vena),
sehingga tingkat kompresi diperlukan jangka panjang.
b. Latihan untuk meningkatkan fungsi pompa pada otot betis telah
terbukti

membantu dalam jangka panjang perawatan dan

pencegahan ulkus vena. Otot betis fungsi pompa telah terbukti


meningkat dengan latihan.
B. ULKUS KARENA TEKANAN
1. Positioning dan Permukaan bed yang mendukung
a. Menetapkan jadwal reposisi dan menghindari posisi pada ulkus.
b. Menjaga kepala tempat tidur di tingkat terendah dari ketinggian yang
konsisten. Batasi jumlah waktu kepala tempat tidur ditinggikan dan
mengangkat hanya bila ada indikasi medis (misalnya, satu sampai dua
jam setelah makan tabung, atau dengan pernafasan parah atau
kompromi jantung).

27

c. Menilai

semua

pasien

untuk

risiko

ulkus

karena

tekanan,

menggunakan permukaan yang mengurangi tekanan untuk pasien


yang berisiko.
d. Permukaan yang statis mungkin cocok untuk pasien yang dapat
berganti posisi.
e. Permukaan yang dinamis mungkin cocok untuk pasien yang tidak
dapat berganti posisi.
f. Hindari lama duduk untuk pasien yang berisiko. Reposisi setidaknya
setiap jam atau kembali ke tempat tidur.
g. Gunakan bantalan kursi untuk mengurangi tekanan dalam posisi
duduk (hindari jenis donat karena mereka telah terbukti untuk
meningkatkan kongesti vena dan edema).
2. Makanan
a. Lakukan penilaian gizi (berat badan, tingkat pra-albumin dan kadar
albumin serum).
b. Meningkatkan asupan makanan atau suplemen jika kurang gizi dan
beresiko.
c. Pastikan asupan makanan yang cukup untuk mencegah malnutrisi
(jika kompatibel dengan keinginan individu).
d. Jika masih kurang cukup, menggunakan dukungan gizi (feeding tube)
untuk menempatkan pasien dalam keseimbangan nitrogen positif (3035 kal / kg / hari dan 1,25-1.5g protein / kg / hari).
e. Berikan suplemen vitamin dan mineral jika kekurangan yang
dikonfirmasi atau diduga.
3. Pengendalian Infeksi
a. Mengobati infeksi yang jauh (misalnya saluran kemih, katup jantung,
sinus tengkorak) dengan antibiotik yang tepat dalam tekanan ulkus
tulang rawan pasien atau pasien dengan ulkus yang ada sebelumnya.
b. Debridemen. Hapus nekrotik, jaringan devitalisasi, enzimatik,
debridement mekanis, biologis atau autolitik.
c. Penilaian Infeksi. Jika infeksi dicurigai dalam ulkus debridement, atau
jika kontraksi dan epitelisasi dari margin yang tidak berkembang
dalam waktu dua minggu dari debridement dan bantuan tekanan,
menentukan jenis dan tingkat infeksi pada ulkus debridement oleh
jaringan biopsi atau oleh kuantitatif divalidasi usap teknik. Budaya
harus dilakukan untuk mengisolasi bakteri baik aerobik dan anaerobik.

28

d. Pengobatan. Jika 106 CFU / g jaringan atau streptokokus beta


hemolitik, gunakan antimikroba topikal (menghentikan keseimbangan
bakteri untuk meminimalkan sitotoksisitas dan pengembangan
resistensi). Antibiotik sistemik diberikan tidak efektif menurunkan
tingkat bakteri pada luka granulasi, namun, antimikroba topikal
diterapkan bisa efektif.
e. Mendapatkan keseimbangan bakteri (<105 CFU / g jaringan dan tidak
ada streptokokus beta hemolitik) dalam ulkus tekanan sebelum
mencoba penutupan bedah dengan cangkok kulit, luka pendekatan
langsung, flap pedicled atau free flap.
f. Mendapatkan biopsi tulang untuk kultur dan histologi dalam kasus
osteomyelitis dicurigai terkait dengan ulkus karena tekanan.
g. Setelah dikonfirmasi, osteomyelitis mendasari ulkus tekanan harus
cukup debridement dan ditutup dengan flap mengandung otot atau
fasia. (Pilihan antibiotik, dipandu oleh hasil kultur, harus digunakan
selama tiga minggu)
4. Persiapan Bed Luka
a. Memeriksa pasien secara keseluruhan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki penyebab kerusakan jaringan:
1) Penyakit sistemik (penyakit autoimun, operasi besar, merokok
kronis, sepsis, kegagalan organ, trauma besar / luka bakar,
diabetes, vaskulitis tidak terkontrol dan pioderma gangrenosum)
dan obat-obatan (obat imunosupresif dan steroid sistemik)
2) Nutrisi (berat badan, pra-albumin tingkat, tingkat albumin serum
dan asupan protein yang cukup)
3) Jaringan perfusi dan oksigenasi (dehidrasi, dingin, stres dan sakit
perfusi

jaringan

menurun,

merokok

menurunkan

oksigen

jaringan)
4) Debridement. Lakukan debridement awal dan pdebridement
lanjutan). Metode debridement (pilih tergantung pada status luka,
kemampuan penyedia layanan kesehatan dan kondisi keseluruhan
pasien. Namun, itu adalah umum untuk menggabungkan metode
debridement untuk memaksimalkan tingkat penyembuhan).
5) Pembersihan luka. Pembersihan luka awalnya dan pada setiap
perubahan ganti balutan, netral tidak menyebabkan iritasi, cairan
yang tidak beracun. Capai dengan trauma minimal.Surfaktan
29

beracun mungkin berguna sebagai cairan mungkin disampaikan


oleh tekanan intermiten meningkat. Sabun ringan (nonperfumed,
tanpa antibakteri ditambahkan dan pH kulit: 4,5-5,7) dan air
untuk membersihkan, digunakan secara teratur, efektif, aman dan
murah. Gunakan garam steril atau air, keran air jika bersih. Luka
agen antiseptik, misalnya hidrogen peroksida, hipoklorit, asam
asetat, chlorhexamide, providone / yodium, setrimid dan lain-lain
memiliki sifat antibakteri, tetapi semua beracun untuk jaringan
granulasi yang sehat.
6) Lain lainnya. Pengendalian infeksi harus dicapai dengan
mengurangi beban bakteri dan mencapai keseimbangan bakteri.
7) Mencapai keseimbangan kelembaban lokal dengan manajemen
eksudat.
8) Dokumentasi

Sejarah

Luka.

Dokumentasi

luka

sejarah,

kekambuhan dan karakteristik (lokasi, pementasan, ukuran, dasar,


eksudat, infeksi kondisi kulit sekitarnya dan nyeri). Tingkat
penyembuhan luka harus dievaluasi untuk menentukan apakah
pengobatan yang optimal.
5. Dressing (balutan)
a. Penggunaan balutan(dressing) yang dapat mempertahankan lingkungan
lembab penyembuhan luka.
b. Gunakan penilaian klinis untuk memilih balutan luka yang lembab yang
memfasilitasi kelembaban yang lama. dressing basah-dengan-kering
tidak bisa lembab terus menerus dan tidak pilihan untuk membalut luka.
c. Pilih balutan untuk mengeluarkan eksudat dan melindungi luka kulit.
d. Pilih balutan yang terfiksasi, meminimalkan geser dan gesekan, dan
tidak menyebabkan kerusakan jaringan tambahan.
e. Pilih balutan dengan biaya yang efektif dan sesuai dengan etiologi
ulkus, pengaturan dan persediaan yang ada. Pertimbangkan waktu
penyedia layanan kesehatan, kemudahan penggunaan dan tingkat
penyembuhan, serta biaya.
6. Operasi
a. Ekstensi luka tidak teratur membentuk sinus atau rongga harus
dieksplorasi dan diobati.
b. jaringan nekrotik harus debridement
c. jaringan yang terinfeksi harus diobati dengan antimikroba topikal,
antibiotik sistemik atau debridement (Lihat pedoman 3,2 dan 3,4 pada
30

Infeksi pada halaman 11). Hanya jaringan dengan jumlah bakteri


rendah ( 105 CFU / g) dan tanpa streptokokus beta hemolitikus yang
dilanjutkan ke penutupan.
d. tonjolan tulang yang mendasari dan rongga fibrosis harus dihapus.
e. eksisi tulang tidak boleh berlebihan.
f. pengalihan tinja atau urin jarang diperlukan untuk mendapatkan luka
yang sembuh.
g. Pertimbangkan prosedur radikal (amputasi dan hemicorpectomy)
hanya dalam kasus yang jarang dan ekstrim.
h. ulkus tekanan harus ditutup pembedahan jika tidak merespon
perawatan luka dan tidak ada kontraindikasi lain untuk prosedur bedah.
i. Komposisi penutupan jaringan mengarah ke kesempatan terbaik untuk
penutupan, meskipun kekambuhan dan residivisme terus jadi masalah.
j. Manajemen untuk mengatasi spasme otot dan kontraktur tetap harus
dilakukan pre-op dan terus setidaknya sampai luka sembuh.
7. Penggunaan Agen tambahan
Pada Bagian ini hanya merekomendasikan agen yang memiliki data yang
cukup menunjukkan mereka untuk menjadi berguna dalam ulkus karena
tekanan. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas manfaat dari
agen lain dalam pengobatan ulkus tekanan. Contoh-contoh zat lain seperti
saat ini sedang diselidiki termasuk sel induk, kulit buatan, cangkok,
oksigen topikal, stimulasi listrik, tekanan negatif, terapi laser, fototerapi,
USG dan prostaglandinSistemik
C. Ulkus diabetes
1. Diagnosa
a. penyakit arteri klinis signifikan harus dikesampingkan:
Pulsasi jelas teraba atau ABI> 0,9.
ABI> 1,3 menunjukkan arteri noncompressible.
Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan ABI,> 1.2 a Doppler
yang normal bentuk gelombang yang diturunkan, jari kaki: Indeks
brakialis> 0,7 atau tekanan oksigen transkutan dari> 40 mm Hg

dapat membantu untuk menunjukkan aliran arteri yang memadai


Warna duplex scanning ultrasound memberikan data anatomi dan

fisiologis mengkonfirmasikan etiologi iskemik untuk luka di kaki.


b. Tentukan adanya neuropati signifikan dengan pengujian dengan 10g
(5,07) Semmes-Weinstein monofilamen.
2. Pengendalian Infeksi
a. Debridement.
b. Penilaian Infeksi
31

c. Pengobatan. Jika 106 CFU / g jaringan atau streptokokus hemolitik


beta, gunakan antimikroba topikal (menghentikan sekali dalam
keseimbangan bakteri untuk meminimalkan sitotoksisitas dan
pengembangan resistensi). Antibiotik sistemik tidak efektif untuk
menurunkan tingkat bakteri pada luka granulasi, namun antimikroba
topikal dapat lebih efektif.
d. Untuk infeksi akut kaki diabetik tidak terbatas pada luka granulasi,
antibiotik sistemik lebih efektif.
e. Selulitis (peradangan dan infeksi pada kulit dan jaringan subkutan
paling sering karena streptokokus atau stafilokokus) sekitar ulkus
harus diobati dengan antibiotik sistemik gram bakterisida positif.
f. Jika osteomyelitis dicurigai, tindakan diagnostik yang tepat termasuk
menyelidik luka dengan kapas aplikator berujung steril, serial X-ray,
MRI, CT dan radionuklida scan.
g. Osteomielitis lebih baik diobati dengan pengangkatan tulang yang
terinfeksi, diikuti oleh dua sampai empat minggu pemberian
antibiotik. Bila tidak berespon, dapat diobati secara efektif dengan
terapi antibiotik yang berkepanjangan.
h. Minimalkan tingkat jaringan bakteri, sebaiknya ke 105 CFU / g
jaringan tanpa streptokokus hemolitik beta dalam ulkus sebelum
mencoba penutupan bedah dengan cangkok kulit, kulit setara, flap
pedicled atau gratis.
3. Persiapan Bed Luka
Memeriksa pasien secara keseluruhan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki penyebab kerusakan jaringan:
1) Penyakit sistemik (penyakit autoimun, operasi besar, merokok
kronis, sepsis, kegagalan organ, trauma besar / luka bakar,
diabetes, vaskulitis tidak terkontrol dan pioderma gangrenosum)
dan obat-obatan (obat imunosupresif dan steroid sistemik)
2) Nutrisi (berat badan, pra-albumin tingkat, tingkat albumin serum
dan asupan protein yang cukup)
3) Jaringan perfusi dan oksigenasi (dehidrasi, dingin, stres dan sakit
perfusi

jaringan

menurun,

jaringan)

32

merokok

menurunkan

oksigen

4. Debridement. Lakukan debridement awal dan pemeliharaan debridement


(bedah, enzimatik, mekanik, biologis atau autolitik). Debridement tajam
disukai untuk ulkus diabetes.Metode debridement yang dipilih tergantung
pada status luka, kemampuan penyedia layanan kesehatan, kondisi
keseluruhan pembatasan lisensi pasien dan profesional.
5. Pembersihan. Sabun ringan (nonperfumed, tanpa antibakteri ditambahkan
dan pH kulit: 4,5-5,7) dan air untuk membersihkan, digunakan secara
teratur, efektif, aman dan murah. Gunakan garam steril atau air, keran air
jika andal bersih. Luka agen antiseptik, misalnya hidrogen peroksida,
hipoklorit, asam asetat, chlorhexamide, providone / yodium, setrimid dan
lain-lain memiliki sifat antibakteri, tetapi semua beracun untuk jaringan
granulasi yang sehat
6. Dokumentasi Sejarah Luka
a. Dokumen sejarah luka, kekambuhan dan karakteristik (lokasi,
pementasan, ukuran, dasar, eksudat, infeksi kondisi kulit sekitarnya
dan nyeri). Tingkat penyembuhan luka harus dievaluasi untuk
menentukan apakah pengobatan yang optimal.
7. Dressing
a. Penggunaan pembealut luka yang mempertahankan lingkungan
penyembuhan luka lembab.
b. Gunakan penilaian klinis untuk memilih pembalut luka lembab yang
memfasilitasi kelembaban lanjutan. Basah-to-kering dressing tidak
dianggap terus menerus lembab dan pilihan luka tidak pantas
berpakaian.
c. Pilih lapisan pembalut luka untuk mengelola eksudat dan melindungi
peri-luka kulit.
d. Pilih pembalut luka yang tetap di tempat, meminimalkan geser dan
gesekan, dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan tambahan.
e. Lapisan pembalut luka pilih yang biaya-efektif dan sesuai dengan
etiologi ulkus, pengaturan dan penyedia.
f. Selektif menggunakan bahan adjuvant (topikal, perangkat dan / atau
sistemik) setelah mengevaluasi pasien dan karakteristik ulkus
mereka, dan ketika ada kurangnya kemajuan penyembuhan dalam
menanggapi terapi yang lebih tradisional.
8. Operasi

33

a. Tendon Achilles pemanjangan meningkatkan penyembuhan luka kaki


depan diabetes. Memperpanjang tendon Achilles mengurangi tekanan
pada ulkus plantar kaki depan pada pasien dengan Dorsofleksi
terbatas dan mungkin bermanfaat dalam penyembuhan ulkus kaki
diabetik tertentu.
b. Pasien dengan iskemia harus dipertimbangkan untuk prosedur
revaskularisasi.
9. Penggunaan Agen Adjuvant
a. Platelet yang diturunkan faktor pertumbuhan (PDGF) yang efektif
untuk ulkus kaki diabetik neurotropik.
b. Terapi oksigen Hyperbaric mungkin bermanfaat dalam mengurangi
tingkat amputasi pada pasien dengan ulkus kaki diabetik iskemik.
10. Pencegahan Kambuh
a. Pasien dengan ulkus diabetes sembuh harus menggunakan sepatu
pelindung untuk mencegah kekambuhan.
b. perawatan kaki yang baik (mandi yang tepat, kuku pemangkasan dan
memakai alas kaki yang tepat) dan pemeriksaan harian kaki akan
mengurangi kambuhnya ulkus diabetes.
D. Ulcerpada pembuluh arteri
1. Diagnosa
a. Semua pasien dengan ulkus tungkai bawah harus dinilai untuk
penyakit arteri. Kecurigaan penyakit arteri harus meminta rujukan ke
spesialis pembuluh darah. Kriteria:
Penurunan atau tidak ada pulsa pedal teraba.
Keterlambatan dalam menanggapi isi ulang kapiler.
Keterlambatan 10-15 detik dalam mengembalikan warna saat
mengangkat kaki hingga 45 selama satu menit, tergantung rubor
(uji Buerger).
ABI 0,9 atau> 1,2.
tekanan oksigen transkutan dari <40 mm Hg.
Ulkus arteri murni tidak biasa. Insufisiensi arteri sering memberikan
kontribusi untuk penyembuhan miskin di ulkus dengan yang lain etiologi
(vena atau diabetes).Pasien pada luka kronik :
a. Dengan faktor risiko aterosklerosis (merokok, diabetes, hipertensi,
hiperkolesterolemia, usia obesitas, maju atau hypothyroidism) lebih
cenderung memiliki borok arteri dan harus dievaluasi.
b. Jika ulkus iskemik muncul, mencari faktor-faktor lain selain
aterosklerosis yang melibatkan sistem arteri (thromboangiitis,

34

vaskulitis, Raynaud, pioderma gangrenosum, thalassemia atau


penyakit sel sabit).
c. Pasien dengan nyeri istirahat atau gangren harus dirujuk ke spesialis
vaskuler (penundaan meningkatkan risiko kehilangan fungsi anggota
badan).
2. Operasi
a. Mendapatkan roadmap anatomi sebelum revaskularisasi (magnetic
resonance angiography, kontras tomografi angiografi atau angiogram).
Tujuan dari revaskularisasi adalah untuk memulihkan in-line aliran
darah arteri ke ulkus
b. Jika ulserasi arteri, pilihan adalah revaskularisasi atau amputasi.
Terapi ajuvan dapat meningkatkan penyembuhan ulkus, tetapi tidak
memperbaiki

penyakit

pembuluh

darah

yang

mendasarinya.Revaskularisasi tidak selalu berhasil atau tahan lama.


Terapi ajuvan tidak bisa menggantikan revaskularisasi tetapi, bila
digunakan dalam kombinasi dengan itu, dapat meningkatkan hasil.
c. Risiko operasi harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan
keberhasilan (revaskularisasi dan penyembuhan ulkus setelah
revaskularisasi) diberikan pasien co-morbiditas.
3. Pengendalian Infeksi
a. Debridement.Hapus nekrotik, jaringan devitalized dengan bedah,
enzimatik, debridement mekanis, biologis atau autolitik.
b. Penilaian Infeksi. Pasien dengan neuro-iskemik borok harus
dipertimbangkan untuk kursus singkat antibiotik sistemik bahkan
ketika tanda-tanda klinis dari infeksi yang tidak hadir. Ini luka kronis
memiliki beban bakteri yang dapat menghambat penyembuhan
sebelum bukti tanda-tanda klinis dari infeksi.Namun, pengobatan
kronis dengan antibiotik sistemik tidak mencegah infeksi dan dapat
memperburuk hasil jika infeksi berkembang. Oleh karena itu,
penggunaan rutin antibiotik harus dihindari, dan antibiotik harus
dihentikan jika respon tidak terjadi.
c. Pengobatan. Luka akan sembuh dan infeksi akan lebih baik dicegah
jika lingkungan yang memadai oksigen.
d. Dressing antimikroba topikal dapat bermanfaat dalam pengelolaan
kronis
4. Persiapan Bed Luka

35

a. Memeriksa pasien secara keseluruhan untuk mengevaluasi dan


memperbaiki penyebab kerusakan jaringan:
1) Penyakit sistemik (penyakit autoimun, operasi besar, merokok
kronis, sepsis, kegagalan organ, trauma besar / luka bakar,
diabetes, vaskulitis tidak terkontrol dan pioderma gangrenosum)
dan obat-obatan (obat imunosupresif dan steroid sistemik)
2) Nutrisi (berat badan, pra-albumin tingkat, tingkat albumin serum
dan asupan protein yang cukup)
3) Jaringan perfusi dan oksigenasi (dehidrasi, dingin, stres dan sakit
perfusi

jaringan

jaringan)
b. Debridement.

menurun,

Lakukan

merokok

debridement

menurunkan

Hanya

Setelah

oksigen
prosedur

revaskularisasi. Pra-revaskularisasi debridement hanya dilakukan pada


septik kaki dengan dan tanpa tanda-tanda iskemik.
c. Ada agen debriding banyak, tetapi tidak ada konsensus tentang agen
terbaik. Metode debridement yang dipilih tergantung pada status luka,
kemampuan penyedia layanan kesehatan dan kondisi keseluruhan
pasien. Namun, itu adalah umum untuk menggabungkan metode
debridement untuk memaksimalkan tingkat penyembuhan.
d. Lainnya. Terapi Kompresi mungkin bermanfaat dalam borok dari
etiologi campuran (vena dan arteri).
e. Ada bukti bahwa autografts, allografts dan penggantian matriks
ekstraseluler dapat mempercepat penutupan luka, tetapi studi lebih
lanjut diperlukan. (Lihat Agen Adjuvant pada halaman 26.)
5. Dressing
a. Dalam ulkus arteri dengan aliran arteri yang cukup untuk mendukung
penyembuhan, gunakan pembalut luka yang mempertahankan
lingkungan penyembuhan luka lembab. Gangren kering atau luka
parut sebaiknya kering sampai revaskularisasi berhasil.
b. Pilih pembalut luka yang biayanya efektif dan sesuai dengan etiologi
ulkus, pengaturan dan penyedia. Pertimbangkan waktu penyedia
layanan

kesehatan,

kemudahan

penggunaan

dan

tingkat

penyembuhan, serta biaya unit pembalut luka.


6. Penggunaan Agen Adjuvant
a. Bagian ini akan dibatasi untuk merekomendasikan agen yang
memiliki data yang cukup menunjukkan mereka untuk menjadi
36

berguna dalam borok insufisiensi arteri. Studi lebih lanjut diperlukan


untuk memperjelas manfaat dari agen lain dalam pengobatan ulkus
insufisiensi arteri. Contoh-contoh zat lain seperti saat ini sedang
diselidiki termasuk sel induk, kulit buatan, cangkok, oksigen topikal,
stimulasi listrik, tekanan negatif, terapi laser, fototerapi, USG dan
prostaglandin. Silakan lihat pedoman lengkap untuk pengetahuan saat
ini pada masing-masing.
Sistemik:
1) Terapi oksigen hiperbarik harus dipertimbangkan untuk pasien
dengan non-reconstructable anatomi atau tidak penyembuhan
meskipun revaskularisasi. Kriteria seleksi meliputi hipoksia
(karena iskemia) dan hipoksia adalah reversibel dengan
oksigenasi hiperbarik. Hipoksia jaringan, reversibilitas dan
tanggap terhadap tantangan oksigen saat diukur dengan tekanan
oksigen transkutan.
2) Hyperbarik harus diselidiki dalam pengobatan iskemia-reperfusi
cedera setelah revaskularisasi pada pasien dengan ulkus arteri.
b. Pentoxifylline TIDAK meningkatkan penyembuhan ulkus arteri.
c. Sebuah pendekatan untuk mengontrol rasa sakit pada pasien dengan
ulkus arteri perifer harus mengatasi penyebabnya dan menggunakan
tindakan lokal, regional atau / dan sistemik.
7. Jangka panjang Pemeliharaan
a. Risiko faktor reduksi adalah hal yang paling signifikan untuk
ditangani. Ini termasuk rokok berhenti merokok, kontrol diabetes
melitus, kadar homosistein tinggi, hiperlipidemia dan hipertensi.
b. Terapi antiplatelet harus menganjurkan. Vasodilatasi dan efek
antiplatelet obat-obatan tertentu secara teoritis dapat meningkatkan
aktivitas

fibrinolitik,

meningkatkan

insufisiensi

arteridan

meminimalkan ulserasi. Penelitian lebih lanjut diperlukan.


c. Latihan untuk meningkatkan aliran darah arteri telah ditunjukkan
untuk membantu dalam jangka panjang perawatan dan pencegahan
ulkus arteri.

37

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.1 PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan

status

kesehatan

dan

pola

pertahanan

penderita,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt


diperoleh

melalui

anamnese,

pemeriksaan

fisik,

pemerikasaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.


1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu

38

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada


kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.

39

g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,

letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. 3.


3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian Luka (terlampir)
a. Gambar luka

40

41

4.2 Analisa Data


No

Data/symptom

Etiologi /penyebab

42

Masalah / Problem

DS: klien mengatakan terdapat Diabetes


luka di kaki kanan dan terdapat
kiri

melitus

Resiko infeksi

ulkus

terkontaminasi

DO: terdapat luka di kaki mikroorganisme port


warna

kuning,

Slough de entri koloni bakteri

80%, warna kulit sekitar resiko infeksi


luka merah gelap, eksudat
: purulent
P: 10cm
L: 5 cm
T: 2cm

22/3/16 Albumin=

2,81

23/3/16 Albumin=

2,90

DS:

klien

mengatakan Penyakit

Diabetes

Ketidakefektifan

menderita diabetes sudah akumulasi gula di dalam perfusi jaringan


7 tahun
DO:

darah viskositas darah

Terdapat

luka

di meningkat sirkulasi ke

kakiwarna kulit sekitar pembuluh darah kecil


luka merah gelap,

tidak

maksimal

P: 10cm

ketidakefektifan perfusi

L: 5 cm

jaringan

T: 2cm
Suhu sekitar luka terasa
3

dingin, warna pucat,


DS: klien mengatakan terdapat Obesitas

luka di kaki kanan dan ektremitas


kiri

bawah

kesulitan

DO: terdapat luka di kaki

posisi

Klien terlihat kesulitan mobilitas fisik


dalam

merubah

posisi,

klien obesitas BB 70kg

43

Luka Gangguan mobilitas


fisik

merubah
gangguan

4.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki
diabetik adalahsebagai berikut :
1. Resiko infeksi berhubungan

dengan

terpaparnya

luka

dengan

mikroorganisme dan sistem imun.


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan viskositas darah
meningkat
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka gangren ektremitas
bawah.
4.4 Rencana Tindakan Keperawatan
No
1

Diagnose

keperawatan
(NOC)
Resiko
infeksi 1.Immuno status
berhubungan
dengan
terpaparnya luka
dengan
mikroorganisme
dan sistem imun

Tujuan/kreteria standar

2.Knowledge : infection control


3.Risk control

Kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi.
Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya.
1. Menunjukan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi.
2. Jumlah leukosit dalam batas
normal.
3. Menunjukan perilaku hidup
sehat.

Ketidakefektifan 1.Circulation status


2.Tissue perfusion
perfusi jaringan
Kriteria hasil:
berhubungan
Mendemonstrasikan status
dengan viskositas sirkulasi yang di tandai
darah meningkat dengan:
1. Tekanan systol dan
diastole dalam renatang
yang diharapkan
2. Tidak ada hipertensi orto
statik
3. Tidak ada peningkatan

44

Intervensi (NIC)

Infection control ( kontrol infeksi )


Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung menggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan
Cuci tangan setiap kali sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung.
Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat.
Peripheal sensationj management

Monitor adanya daerah tertntu


yang hanya peka terhadap
panas/dingin/timpul/tajam/tumpul
Monitor adanya parastese
Intuksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lesi
atau laserasi
Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
Batasi gerakan tangan. Leher dan
punggun
Monitor kemampuan BAB

tekanan intra kranial


Kolaborasi pemberian anagetik
Monitor adanya troboplebitis
Mendemostrasikan
Dikusikan mengenai penyebab
kemampuan kognitif yang
ditanda:
perubahan sensai
4.Berkomunikasi dengan jelas
dan sesai dangan
kemampaun
5.Menunjukkan pewrhatian
konsentrasi dan orientasi
6.Memproses informasi
7.Membuat keputusan dengan
benar
Menunjukan fungsi sensori
3

Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan luka
gangren
ektremitas bawah

motor yang masih utuh


Joint Movement :Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transferperformance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat
dalamaktivitas fisik
Mengerti tujuan
daripeningkatan mobilitas
Memverbalisasikanperasaan
dalammeningkatkankekuat
an dankemampuan
berpindah
Memperagakanpenggunaan
alat Bantuuntuk
mobilisasi(walker)

Exercise therapy : ambulation


Monitoring vital sign sebelm/sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
Konsultasikan dengan terapi
fisiktentang rencana ambulasi
sesuaidengan kebutuhan
Bantu klien untuk
menggunakantongkat saat berjalan
dan cegahterhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenagakesehatan
lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien
dalammobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuaikemampuan
Dampingi dan Bantu pasien
saatmobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhanADLs ps.
Berikan alat Bantu jika
klienmemerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana
merubahposisi dan berikan bantuan
jikadiperlukan

4.5 Evaluasi
1. mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
2. Tercapainya proses penyembuhan luka
3. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
4. Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
45

5. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan


makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan
6. Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
7. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah.
8. Rasa cemas berkurang atau hilang
9. Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
10. Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.

BAB V
PENUTUP
1.1.

Kesimpulan
Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa

darah. Kadar gula darah yang tidak ditangani dengan baik dan berlangsung

46

dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki
penyandang diabetes, yakni kerusakan saraf.Masalah pertama yang timbul
adalah kerusakan saraf ditangan dan kaki.Saraf yang rusak telah membuat
penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin,
pada tangan dan kaki.
Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer yang umum menyerang
kaki dan tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin
memperburuk aliran darah. Hal itu dapat mengakibatkan darah menjadi lebih
kental sehingga sirkulasi darah menjadi terganggu, terutama ke bagian-bagian
ekstremitas tubuh. Luka menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat yang
diperlukan tubuh sebagai regenerasi luka sulit sampai ke daerah luka
1.2.

Saran
Dalam memberikan perawatan kepada pasien dengan Diabetes Melitus,

perlu diharapkan agar perawat dapat memahami dengan jelas mengenai


konsep dasar teori dan asuhan keperawatan sehingga dapat tercapai tujuan
sesuai dengan harapan pasien dan juga perawat harus bersikap lebih teliti, hati
- hati dan selalu memberi dukungan baik psikis maupun fisik kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. Price & Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis Proses-proses


Penyakit, edisi 2, bagian 2. Jakarta: EGC.

47

Carpennito, L.J. 1998. Diagnosa Keperawatan. alih bahasa Yasmin asih, Edisi 6.
Jakarta:EGC
Corwin, JE. 2001. Pankreas dan Diabetes mellitus. Jakarta: EGC
Suyono, S. 1996. Penyakit Dalam. Jilid I.Edisi 3. Jakarta: FKUI.
Smeltzer, Suzanne and Brenda Bare 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8. Jakarta: EGC. Hal: 156-160.
Tjokroprawiro, Askandar. 2000. Diabetes Mellitus : Klasifikasi, Diagnosis dan
Terapi.edisi 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal: 56-60.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit edisi
3.jakarta:EGC.Hal:699

48

Anda mungkin juga menyukai