Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan bangunan sebagai tempat
tinggal, ketersediaan lahan yang dibutuhkan kini semakin sedikit. Untuk itu salah
satu cara atau solusi yang dapat dilakukan untuk dapat memanfaatkan lahan yang
terbatas
tersebut
dengan
seoptimal
mungkin
yaitu
dengan
melakukan
dinamika dan analisa statik ekivalen, penelitian ini akan menggunakan program
ETABS.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan membatasi masalah antara
lain sebagai berikut:
1. Penentuan dimensi dilakukan dengan cara pra design.
2. Berdasarkan batasan periode getar interstory drift dan total story drift
disesuaikan dengan dimensi
3. Pada perbandingan base shear dan story shear, tidak dibahas perhitungan
tulangannya.
4. Merencanakan bangunan gedung tidak beraturan untuk bangunan 5 lantai
kebawah menggunakan konfigurasi T dan L dapat di lihat pada Gambar di
bawah ini.
(a
(a
) (b) Tampak Depan
)
Gambar B.2 Portal
Bangunan T (a) Tampak Samping,
C. Tujuan Perencanaan
Tujuan dari tugas akhir ini:
1. Penentuan base shear dan story shear pada masing-masing model
menurut metode perencanaan gempa.
2. Membandingkan Analisa dinamik dengan Analisa statik ekivalen.
D. Manfaat Perencanaan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan Tugas Akhir ini ialah:
1. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman,
dan
Mulai
Pengumpulan Data
Pembahasan:
Membandingkan Story Drift dan Inter Story Drift dari kedua analisa, analisa statik dan analisa dinamik.
Membandingkan Base Shear dan Story Shear
PEMBAHASAN
Selesai
Tidak
Tidak
Ya
Menentukan Dimensi Kolom
Pengguanaan Rumus Empiric Waktu Getar Reyleigh Pada Base Shear dan Story Shear
Pengecekan Persyaratan Story Drift dan Inter Story Drift dalam Unlimited State dan Service Abilit
Tidak
PEMBAHASAN
Selesai
Tidak
Ya
Ya
F.
Landasan Teori
F.1
ketentuan mengenai struktur gedung beraturan disebutkan dalam pasal 4.2.1 dari
SNI 1726 2002.
Apabila gedung memiliki struktur yang tidak beraturan maka selain
dilakukan analisis statik ekivalen juga diperlukan analisis lebih lanjut, yaitu
analisis respon dinamik. Perhitungan respon dinamik struktur gedung tidak
beraturan terhadap pembebanan gempa, dapat menggunakan metode analisis
ragam spektrum respons atau metode analisis respons dinamik riwayat waktu.
Pada pasal 7.1.3 dari SNI 1726 2002, bila nilai akhir respon dinamik tersebut
dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal, maka nilainya tidak boleh kurang
dari 80% gaya geser dasar yang dihasilkan dari analisis statik ekivalen.
Karena analisis statik ekivalen dipandang merupakan langkah awal dalam
perencanaan gedung tahan gempa.
F.1.2 Beban Gempa Nominal Statik Ekivalen
Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa
secara statik, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horizontal yang
bekerja pada struktur bangunan akibat pengaruh pergerakan tanah yang
diakibatkan gempa, dengan gaya-gaya statik yang ekuivalen.
Dalam analisis respons dinamik terhadap pengaruh gempa, suatu struktur
gedung dimodelkan sebagai suatu sistem Banyak Derajat Kebebasan (BDK).
Dengan menerapkan metoda Analisis Ragam, persamaan-persamaan gerak dari
sistem BDK tersebut yang berupa persamaan-persamaan diferensial orde dua
simultan yang saling terikat, dapat dilepaskan saling keterikatannya sehingga
menjadi persamaan-persamaan gerak terlepas sistem Satu Derajat Kebebasan
(SDK). Hal ini dilakukan melalui suatu transformasi koordinat dengan matriks
eigenvektor sebagai matriks transformasinya. Respons dinamik total dari sistem
BDK tersebut selanjutnya menampilkan diri sebagai superposisi dari respons
dinamik masing-masing ragamnya. Respons dinamik masing-masing ragamnya
ini berbentuk respons dinamik suatu sistem SDK, dimana ragam yang semakin
tinggi memberikan sumbangan respons dinamik yang semain kecil dalam
menghasilkan respons dinamik total.
metode
pendekatan dari sifat-sifat dinamik yang sebenarnya dari beban gempa yang
bekerja pada struktur. Struktur-struktur
10
V =
C .I
Wt
R
11
pada struktur bangunan, dan perilaku dari getaran gempa. Faktor yang terakhir ini
paling sulit ditentukan secara tepat karena sifatnya yang acak (random). Gerakan
tanah yang ditimbulkan oleh getaran gempa dapat berperilaku tiga dimensi. Pada
umumnya, hanya gerakan tanah kearah horizontal saja yang ditinjau di dalam
perencanaan struktur.
Periode atau waktu getar struktur yang besarnya dipengaruhi oleh massa dan
kekakuan struktur, merupakan faktor penting yang mempengaruhi respon struktur
terhadap getaran gempa. Struktur yang kaku dengan periode getar yang pendek,
misalnya struktur portal dengan dinding geser, akan menerima beban gempa yang
lebih besar dibandingkan struktur yang fleksibel dengan periode getar yang
panjang, misalnya struktur portal biasa. Penggunaan dinding geser pada sistem
struktur sering tidak dapat dihindari, khususnya pada bangunan-bangunan tinggi
atau pada bangunan-bangunan yang didirikan di wilayah atau zona gempa yang
berat. Fungsi dari dinding geser disini adalah untuk membatasi besarnya
simpangan horizontal yang terjadi pada struktur.
Gambar F.1. (a) Struktur fleksibel : Struktur portal, periode getar panjang, (b)
Struktur kaku : Struktur portal dengan dinding geser, periode getar pendek
F.1.3 Waktu Getar Struktur
Untuk keperluan analisis pendahuluan, waktu getar alami (T) dari struktur
bangunan gedung (dalam detik) dapat ditentukan dengan rumus pendekatan atau
rumus empiris sebagai berikut :
a. Untuk struktur-struktur bangunan gedung yang berbentuk portal tanpa
unsur pengaku (dinding geser/ shear wall atau bracing) yang membatasi
simpangan :
T empiris = 0,085 H 0,75 ( untuk portal baja )
12
Wi d i 2
i 1
n
g Fi d i
i 1
T = 6,3
Dimana :
Wi
= Bagian dari seluruh beban vertikal yang disumbangkan oleh bebanbeban vertikal yang bekerja pada lantai tingkat ke i (dalam kg) pada
peninjauan gempa
Fi
= Beban gempa horizontal pada arah yang ditinjau yang bekerja pada
lantai tingkat ke i (dalam kg)
di
dengan rumus-rumus empirik atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3
dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai waktu getar
struktur yang dihitung dengan Rumus Rayleigh.
F.1.4 Pembagian Beban Gempa Pada Struktur
13
Wi hi
n
Wi hi
Fi =
i 1
Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, hi
adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, dan
sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas.
Taraf penjepitan lateral adalah taraf dimana gerakan tanah akibat gempa
dipindahkan dari tanah kepada struktur atas bangunan melalui struktur bawahnya.
Dalam analisis, struktur atas dapat dianggap terjepit pada taraf penjepitan lateral.
Jika terdapat basement, taraf penjepitan lateral dapat dianggap terjadi pada taraf
lantai dasar. Jika tidak ada basement, taraf penjepitan lateral dapat dianggap
terjadi pada bidang telapak pondasi langsung atau pondasi rakit, dan pada bidang
atas pile cap pondasi tiang.
Pembagian beban gempa statik ekuivalen (V) horizontal, harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. Jika perbandingan antara tinggi struktur dan lebar denah bangunan adalah
sama atau melebihi 3, maka 0,10 V harus dianggap sebagai beban
horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai puncak bangunan,
sedangkan 0,90 V sisanya harus dibagikan menjadi beban-beban horizontal
terpusat menurut rumus di atas.
b. Untuk cerobong yang berdiri di atas tanah, 0,20 V harus dianggap sebagai
beban horizontal terpusat yang bekerja pada puncaknya, sedangkan 0,80 V
sisanya harus dibagikan menjadi beban-beban horizontal terpusat menurut
rumus di atas.
14
Gambar F.2. Distribusi beban gempa pada pada masing-masing tingkat bangunan
F.1.5 Analisis beban dorong statik pada struktur bangunan gedung
Salah satu cara analisi statik dua atau tiga dimensi lineir dan non lineir,
dimana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap
sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing
lantai, yang nilaina ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui
pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelecehan (sendi plastis) pertama di
dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih
lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastic yang besar sampai mencapai
kondisi plastic.
15
respon dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh respons ragam yang pertama
dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekivalen.
F.1.5.2
beraturan adalah suatu cara analisis statik tiga dimensi linier dengan meninjau
beban-beban gempa statik ekuivalen yang telah dijabarkan dari pembagian gaya
geser tingkat maksimum dinamik sepanjang tinggi struktur bangunan gedung
yang telah diperoleh dari hasil analisi respons dinamik elastic linier tiga dimensi.
p
16
Analisa Dinamik
Analisis dinamik pada perencanaan struktur bangunan gedung tahan
gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari distribusi gayagaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan gedung, serta untuk mengetahui
perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa yang sifatnya berulang atau
dinamik. Pada struktur bangunan gedung yang tinggi atau struktur bangunan
gedung dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak beraturan, analisis dinamik
diperlukan untuk mengevaluasi secara akurat respons dinamik yang terjadi dari
struktur. Analisis dinamik perlu dilakukan pada struktur-struktur bangunan gedung
dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Gedung-gedung dengan konfigurasi struktur sangat tidak beraturan
b. Gedung-gedung dengan loncatan-loncatan bidang muka yang besar
c. Gedung-gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata
d. Gedung-gedung yang tingginya lebih dari 40 meter
Prosedur analisis dinamik yang dapat digunakan untuk menentukan
besarnya beban gempa pada struktur seperti yang tercantum di dalam standar
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 031726-2002), adalah metode Analisis Ragam Spektrum Respon (Spectral Modal
Analysis).
17
harus
dihitung menggunakan gaya gempa tingkat kekuatan yang ditetapkan dalam 7.8
tanpa reduksi untuk desain tegangan ijin.
Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C,D, E atau F
yang memiliki ketidak beraturan horizontal Tipe 1a atau 1b pada Tabel 10,
simpangan antar lantai desain, harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi
titik-titik di atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya segaris
secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepistruktur.
Defleksi pusat massa di tingkat (mm) harus ditentukan sesuai dengan persamaan
berikut:
18
yang ditetapkan.
Model MDOF
Model Struktur
Model SDOF
Model MDOF
19
Model SDOF
F.2.2.1
Model Struktur
Model MDOF
20
fx=ma x
fy=ma y
...
fz=ma z
. (2.1)
21
sebagai
sistem
sederhana
dengan
redaman-liat
Gambar F.4. Sistem SDOF teredam, (a) model struktur, (b) model SDOF, dan (c)
model matematis.
F.2.2.2 Sistem Berderajat Kebebasan Banyak (MDOF)
F.2.2.2.1 Sistem MDOF Sederhana
Persamaan gerak untuk sistem MDOF sederhana, dapat diidealisasikan
pada struktur portal tingkat dua dengan gaya luar p1(t) dan p2(t) (Gambar F.5).
Gambar F.5. (a) Struktur portal tingkat dua (b) gaya yang bekerja pada kedua
massa
Persamaan gerak dari sistem seperti pada Gambar. F.9 adalah :
FI1 + FD1 + FS1 = F1(t)
FI2 + FD2 + FS2 = F2(t)
...............................
. (2.1)
...............................
. (2.2)
22
FI 1
m1
FI 2
0
0 1
m2 2
...............................
. (2.3)
FI = m
...............................
. (2.5)
k22 = k2
...............................
. (2.6)
...............................
. (2.7)
Gambar F.6. Beban dan lendutan dari suatu sistem dengan dua derajad kebebasan
( a) Lendutan total ( b) Dekomposisi dari lendutan.
23
k 21
FS 2
k12 1
k 22 2
...............................
. (2.8)
FS = k u
FD 2 c 21 c 22
1'
...............................
. (2.10)
'
FD = c
F(t) =
F1 (t )
F2 (t )
...............................
. (2.12)
Dengan penggunaan Persamaan (2.4), (2.9), (2.11) dan (2.12), persamaan gerak
untuk
sistem
dengan
banyak
derajad
kebebasan
(Multi
Degrees
of
...............................
. (2.13)
...............................
. (2.14)
Jika percepatan tanah g akibat gempa diberlakukan pada struktur, maka akan
didapatkan persamaan gerak dari untuk sistem MDOF sebagai berikut :
m + c + k u = -m 1 g
dimana 1 adalah vektor satuan.
...............................
. (2.15)
24
Pada idealisasi tersebut balok dan lantai adalah kaku. Massa yang
terdistribusi pada seluruh gedung. akan diidealisasikan terpusat pada bidang
lantai. Asumsi tersebut umumnya sesuai untuk bangunan bertingkat. Pada
Gambar F.10a diatas, portal tingkat dua dengan massa terpusat pada setiap lantai
memiliki dua DOF : perpindahan lateral u1 dan u2 pada kedua lantai dalam arah
x. Gaya-gaya yang bekerja untuk setiap massa lantai mj dapat dilihat pada
Gambar F.10b, termasuk gaya luar pj(t), gaya elastic fSj dan gaya redaman fDj.
Gaya elastis dan redaman menunjukan arah yang berlawan, karena kedua gaya
tersebut adalah gaya dalam yang menahan gerakan.
F.2.2.2.2 Prinsip DAlemberts pada Sistem MDOF
Berdasarkan prinsip D lemberts adanya gaya inersia pada kesimbangan
dinamis pada sebuah struktur. Untuk dua massa dalam sistem free body diagram
dan gaya inersianya, dimana untuk setiap gaya inersia adalah perkalian massa
dengan percepatannya.
F.2.2.2.3
F.2.2.2.3.1
dan 2. Setiap karakteristik perubahan bentuk disebut normal atau pola natural
dari getaran. Sering disebut dengan pola pertama (first mode) atau pola dasar
(fundamental mode) untuk menyatakan pola yang sesuai dengan frekuensi
terendah. Pola yang lain disebut pola harmonis atau pola harmonis yang lebih
tinggi.
Gambar F.7 dan F.8 menunjukan getaran bebas pada portal dua tingkat.
Kekakuan dan massa yang terpusat dapat dilihat pada gambar F.7a dan mode
getar atau pola getar ditunjukan oleh gambar F.7b dan F.8b. Hasil gerak uj pada
sistem digambarkan oleh gambar F.7d dan F.8d.
25
Gambar F.7. Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural pertama
dari getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada
waktu a,b,c; (c) modal coordinate qn(t) (d) perpindahan
Gambar F.8. Getaran bebas pada sistem tak teredam dengan pola natural kedua
dari getaran (a) Struktur portal tingkat dua; (b) perubahan bentuk struktur pada
waktu a,b,c (c) koordinat modal qn(t) (d) perpindahan
Perioda alami dari getaran Tn pada sistem MDOF adalah waktu yang
diperlukan untuk satu siklus dari gerak harmonis sederhana dalam satu pola
natural. Hubungan terhadap frekuensi natural sudut dari getaran adalah n
dan frekuensi natural adalah fn,
..(2.17)
26
puncak dari struktur tidak terjadi bersamaan dengan terjadinya beban yang
maksimum. Pengaruh beban statis dan beban dinamis pada struktur, dapat
digambarkan pada Diagram Beban (P) Waktu (t), seperti pada Gambar F.9.
P(t)
P(t)
t0
P(t)
P(t)
t0
27
Gambar F.10. (a) Model dari struktur. (b) Getaran bebas dari struktur (c)
Amplitudo getaran bebas
Besarnya frekuensi getaran yang terjadi pada struktur tergantung pada massa
struktur dan kekakuan kolom. Jika kolom pada struktur mempunyai kekakuan
yang kecil, maka gaya pemulihan yang diperlukan untuk mengembalikan struktur
dari keadaan terdefleksi ke posisi yang semula, juga relatif kecil. Dengan
demikian, puncak dari struktur akan bergerak bolak-balik secara relatif lebih lambat sampai getaran berhenti. Struktur dengan kekakuan kolom yang kecil
mempunyai waktu getar alami yang panjang. Sebaliknya struktur dengan kolom
28
yang kaku, akan memberikan gaya pemulihan yang besar sehingga getaran yang
terjadi akan berhenti dalam waktu yang relatif singkat. Struktur seperti ini
mempunyai waktu getar alami yang pendek.
Selain tergantung pada massa dan kekakuan kolom, panjang atau pendeknya
waktu getar dipengaruhi juga oleh mekanisme redaman pada struktur dalam hal
menyerap energi getaran. Sebagai contoh, gaya gesek dari sendi yang
menghubungkan balok dan kolom dari struktur pada Gambar F.16 akan
menyebabkan terjadinya redaman. Mekanisme redaman pada struktur dapat juga
terjadi, misalnya dengan adanya retakan dari elemen-elemen struktur .
Jika pondasi atau dasar dari struktur tiba-tiba bertranslasi kearah
horizontal,maka masa dari struktur mula-mula akan bereaksi menahan translasi
tersebut karena adanya kecenderungan inersia.Dengan demikian struktur akan
bergetar. Apabila pondasi dari struktur bergerak bolak-balik terus-menerus kearah
horizontal seperti pada saat terjadi gempa, maka struktur akan terus bergetar
selama gerakan tanah terjadi. Getaran yang terjadi pada struktur akan dipengaruhi
oleh gerakan tanah yang tidak bergetar secara bebas. Jika frekuensi gerakan tanah
akibat gempa sangat berbeda dengan frekuensi getaran bebas dari struktur, maka
tidak akan terjadi resonansi. Sebaliknya, jika frekuensi gerakan tanah cukup dekat
dengan frekuensi getaran bebas struktur, dapat terjadi efek resonansi yang dapat
mengakibatkan bertambah besarnya amplitudo getaran dari struktur.
Resonansi yang terjadi pada bangunan yang bergetar merupakan masalah di
dalam desain, karena dapat menyebabkan kerusakan atau keruntuhan dari struktur
bangunan. Untuk mempelajari fenomena resonansi, akan ditinjau suatu benda
yang digantung dengan pegas (sistem benda-pegas) dan diberi gangguan pada
tumpuannya, seperti terlihat pada Gambar F.11. Jika benda tersebut di tarik
sehingga terjadi simpangan kemudian dilepaskan, maka akan terjadi getaran bebas
pada benda tersebut. Waktu getar alami dari getaran ini dapat dihitung dari rumus
T 2 W/gk
umum
29
(b)
kecil
30
kecenderungan
mempertahankan
keadaan
semula
besar
dibandingkan
dengan
kondisi
resonansi,
amplitudo
getaran
melampaui
amplitudo
dimana
massa
osilasi
akan
yang
31
32
33
lebih besar dibandingkan dengan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada
sistem struktur dapat berarah bolak-balik, oleh karena itu pengaruh ini perlu
ditinjau di dalam perhitungan. Beban mati dan beban hidup selalu berarah ke
bawah karena merupakan beban gravitasi, sedangkan beban angin atau beban
gempa merupakan beban yang berarah horizontal. Kombinasi pembebanan dan
momen lentur yang terjadi pada struktur portal diperlihatkan pada Gambar F.12.
Gambar F.12.a. Bidang momen pada struktur portal akibat pembebanan tetap, U =
1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
34
Gambar F.12.c. Bidang momen pada struktur portal akibat pembebanan sementara,
U = 1,2 D + 1,0.L 1,0 E (arah gempa dari kanan)
Akibat kombinasi pembebanan, pada elemen balok akan bekerja momen
lentur yang berarah bolak-balik. Penampang balok harus dirancang agar kuat
menahan momen-momen ini. Akibat beban gempa atau beban angin yang berarah
horizontal, pada elemen-elemen kolom dari struktur, akan bekerja momen lentur
yang berarah bolak-balik. Penampang kolom harus dirancang agar kuat menahan
momen-momen ini. Untuk memikul momen lentur yang berubah arah ini, pada
umumnya untuk elemen kolom dipasang tulangan simetris.
F.2.4 Evaluasi Keamanan Bangunan Terhadap Gempa
ATC-3 (1978) menetapkan dua langkah evaluasi keamanan terhadap gempa
untuk bangunan gedung yang telah berdiri, yaitu evaluasi kualitatif dan evaluasi
analitis. Evaluasi kualitatif melibatkan pemeriksaan dokumen desain (gambar dan
perhitungan) dan inspeksi lapangan. Evaluasi kualitatif terhadap bangunan gedung
akan menghasilkan salah satu dari ketiga keputusan berikut :
1. Bangunan gedung sesuai dengan persyaratan desain
2. Bangunan gedung tidak sesuai dengan persyaratan desain
3. Bangunan gedung tidak dapat dievaluasi keamanannya secara kualitatif
Jika keamanan terhadap gempa tidak dapat dievaluasi secara kualitatif, maka perlu
dilakukan evaluasi analitis.
Pada 1979, Okada dan Bresler mengembangkan prosedure evaluasi
keamanan struktur beton bertulang terhadap gempa untuk bangunan gedung
35
Analisis
dinamik
respon
spektrum
digunakan
untuk
36
baik itu beban luar yang sinusoidal sampai beban percepatan gempa banyak
metoda yang sudah dikembangkan oleh para ilmuwan. Mulai dari metoda solusi
klasik yaitu berupa solusi persamaan diferensial secara exact sampai kepada solusi
numerik untuk memecahkan persamaan diferensial . Beberapa teori yang dipakai
dalam tugas ini akan dipaparkan untuk mendukung pembahasan dan analisa
nantinya.
37
v
v
fd
P(t)
P(t)
m
k
fs
.................................................................................(3.1)
Dari persamaan kesetimbangan tersebut dengan matematika klasik bisa
diturunkan solusi gerak dari respon struktur :
P( ) d
I
x (0)
m
m
impuls
A
akan diperoleh koefisien
I
m d
sehingga lebih
lanjut solusi eksak persamaan gerak respon struktur disebut sebagai Integral
Dunhamel sebagai berikut :
P( )
e ( t ) sin d ( t ) d
m
0
d
t
x (t )
.......................................................(3.3)
Untuk respon struktur yang dikenai beban luar berupa percepatan gempa,
solusi eksak tadi bisa diformulasikan menjadi bentuk :
38
x(t )
1 t
( t )
sin d ( t ) d
x g ( ) e
d 0
..................................................(3.4)
koefisien
sehingga
terbentuk
permsamaan
x ( t ) A ( t ) sin d t B( t ) cos d t
...................................................................(3.5)
Adapun koefisien A dan B diatas sebagai berikut :
A( t )
1 t
e
x g ( ) t cos d d
d 0
e
...........................................................(3.6)
1 t
e
B( t )
x g ( ) t Sin d d
d 0
e
..............................................................(3.7)
Untuk mempermudah penyelesaian integral dunhamel diatas akan diselesaikan
dengan metode numerik Simpson 1/3. Setelah melalui proses penyederhanaan
maka diperoleh solusinya :
A( t 4t ) A( t 2t ) e 2t
t
x g ( t 2t ) e t cos( d 2t ) ....
3 d
..........................(3.8)
B( t 4t ) A( t 2t ) e 2t
t
x g ( t 2t ) e t sin( d 2t ) ....
3 d
............................(3.9)
39
Apabila persamaan tersebut seimbang pada saat t=t maka incrementalnya juga
seimbang untuk t sehingga persamaan (3.10) seimbang untuk t= t + t, dengan
dimikian kesetimbangan incrementalnya adalah :
FI(t) + FD(t) + FS(t) = P(t)........................................................................(3.11)
Dimana masing-masing elemennya :
FI(t) = FI(t+t) - FI(t) =
FD(t) = c(t)
m x ( t )
...................................................................(3.12)
x ( t )
.............................................................................................(3.13)
40
t+t
v ( ) v ( )
v ( t )
t+t
41
t
2
.............................................................................(3.16)
t 2
t 2
x ( t ) x ( t ) t x ( t )
x ( t )
2
6
.....................................................(3.17)
6
6
x ( t )
x ( t ) 3x ( t )
2
t
t
.................................................................(3.18)
42
x ( t )
3
t
x ( t )
x ( t ) 3x ( t )
t
2
...................................................................(3.19)
struktur
K * ( t ) x ( t ) P * ( t )
......................................................................................(3.20)
dengan masing-masing
K * (t ) k(t )
6
3
m
c( t )
2
t
t
.......................................................................(3.21)
t
6
x ( t ) 3x ( t ) c( t ) 3x ( t ) x ( t )
2
t
P * ( t ) P( t ) m
..........................(3.22)
x ( t )
P * ( t )
K * (t )
.
Secara garis besar prosedur yang diperlukan untuk metode step by step sebagai
berikut :
x ( t )
1.
Kondisi awal
t=0 (umumnya
= x(t) =0 ).
x ( t )
2.
3.
4.
1
x ( t ) P( t ) FD ( t ) FS ( t )
m
x ( t )
5.
p *
K*
.
.
43
x ( t t ) x ( t ) x ( t )
6.
Hitung
kecepatan
dan
x ( t t ) x ( t ) x ( t )
perpindahan
..............................................................(3.23)
x ( t ) x ( t ) t x ( t ) x ( t t ) t 2
......................................(3.24)
x ( t ) x ( t ) t x ( t )
t 2
x ( t ) t 2
2
.....................................................(3.25)
........................................................................(3.26)
Persamaan 3.26 dipindah ruaskan dan mengeluarkan incremental percepatan
maka,
x ( t )
x ( t )
x ( t )
x ( t )
2
2
t t
........................................................................(3.27)
x ( t )
x ( t ) x ( t )
t x ( t )
t
.....................................................(3.28)
1
Pyc
-1
44
sehingga
K * ( t ) x ( t ) P * ( t )
......................................................................................(3.29)
dengan masing-masing
K * (t ) k(t )
Pyt
m
c( t )
t
........................................................................(3.30)
1
1
x ( t ) c( t ) x ( t )
x ( t )
t x ( t )
2
t
P * ( t ) P( t ) m
xyc
..........................................................................................................................(3.31)
x'yt
xyc
xyt
45
Selanjutnya setelah dilakukan penentuan nilai gaya batas leleh tarik dan leleh
tekan material (Pyt dan Pyc) maka dilakukan perhitungan nilai displacement
leleh tarik dan tekannya dengan rumus :
x yt
3
Pyt
x yc
Pyc
k
f s Pyt x yt x t k
untuk Pil = 0
fs = Pyt untuk Pil = 1
fs = Pyc untuk Pil = -1
4
Sekaligus setelah itu dilakukan penyaringan nilai Sd (xt max) dan fdmax (gaya
damping maximum).
46
Mendefinisikan ulang nilai displacement leleh tekan atau tarik xyt(n+1) dan
xyc(n+1) sesudah mengalami perubahan displacement dan kecepatan.
a. Jika sistem dari Pil(n) = 1 dan Pil(n+1)=0:
i. xyt(n+1) = xt(n)
x yc (n 1) xt (n )
Pyt Pyc
k
ii.
b. Jika sistem dari Pil(n) = -1 dan Pil(n+1)=0:
i. xyc(n+1) = xt(n)
x yt (n 1) xt(n)
10
yt
Pyc
k
ii.
c. Jika sistem selain dari syarat diatas maka :
i. xyc(n+1) = xyc (n)
ii. xyt(n+1) = xyt (n)
Ditentukan nilai syarat displacement ijin sesuai dengan daktilitas yang
xt all
diinginkan dengan rumus
Pyt
k
ratio
xt max
xt all
. Persyaratan akurasi ditetapkan ratio < 0.99 dan ratio > 1.01,
jika ratio yang diperoleh tidak memenuhi akurasi diatas maka program akan
mengulang looping dengan Whileend untuk meminta gaya batas leleh P yc dan
Pyt yang baru.
F.3.5 Plotting Respon Spektrum
47
Sd x max
ditentukan perpindahan maximum yang ditetapkan sebagai
perpindahan
relatif.
Dari
persamaan
= spektra
kesetimbangan
dinamis
m x x g c x ( t ) k x 0
karena pada saat x mencapai maximum maka
x 0
m x x g
sehingga
max
k x max
x x g
max
Sa
1000.00
100.00
10.00
0.01
0.10
1.00
10.00
Period, scnd
48
x
(1)
max
x (11)
x2
1(1)
(1) (1)
MPF S d
2
max
........................................................................(3.36)
x (11)
Fs(11)
Fs 2
x 2
max
1(1)
(1) (1)
k
MPF Sd
2
................................................(3.37)
Karena
Fs(11)
Fs 2
pada
max
12
SDOF
Fs
x (11)
k.Sd
2m
Sd
Sa
1(1)
(1) (1)
MPF Sd
2
12 m
x 2
max
...............................(3.38)
49
Fs(11)
Fs 2
max
1(1)
(1) (1)
m
MPF Sa
2
...................................................................(3.39)
Fs(12)
Fs 2
max
1( 2)
( 2) ( 2 )
m
MPF S a
2
.................................................................(3.40)
Demikian seterusnya apabila ditinjau lebih dari 2 mode sampai mode ke-n
F.3.7 Eigenvalue dan Eigenvector
Penentuan nilai eigenvalue (2) yang merepresentasikan frekwensi natural
dan eigenvector (V) yang mewakili besaran mode shape (ragam getar) dapat
ditentukan dengan banyak metode. Kalau masih berada dalam kriteria dibawah 3
DOF penentuan eigenvalue dan eigenvector dapat dilakukan dengan perhitungan
determinan matrix dan persamaan polinomial biasa, akan tetapi apabila sudah
melebihi 3 DOF akan ditemui kesulitan dalam melakukan perhitungan determinan
marix dan persamaan polinomialnya.
Sebagai contoh persamaan diferensial gerak berikut ini
m x k x 0
.................................................................................(3.41)
A1
2
2
Sin (t ) x
A
2
2 m x k x 0
k m x 0
.........................................................(3.42)
...............................................................................(3.43)
...........................................................................................(3.44)
50
k 2 m
yang bisa
y1
X 21
21
X12
12
y2
X 22
22
(k ijr ) 2
k ii( r )
k (jjr )
10 2
(m ijr ) 2
m ii( r )
m (jjr )
10 2
dan
ditetapkan maka elemen kij(r+1) dan mij(r+1) tidak perlu direduksi menjadi nol.
Cek diagonal yang lain dengan prosedur yang sama.
2. Jika elemen diagonal [K] dan [M] perlu direduksi menjadi nol kemudian
gunakan matrix [T](r) untuk mentransformasi matrix [K] dan [M].
3. Tentukan [K](1) = [K] dan [M](1) = [M] kemudian,
[K](2) = [T](1)T [K](1) [T](1),
[X] = [T](1)[T](2)
51
[T](3)
[K]( l +1) = [T]( l)T [K]( l) [T]( l), [M]( l +1) = [T]( l)T [M]( l) [T]( l), [X] = [T](1) [T](2)
[T]( l)
4. Untuk prosedur seperti diatas jika (r) mendekati jumlah siklus yang tidak
terbatas kemudian [K](l) dan [M](l) konvergen dalam bentuk diagonal.
Maka eigenvalues bisa diperoleh seperti berikut ini :
k 11
( v)
p 2\
m ii
k nn
m nn
nxn
..............................................................(3.47)
10 s
........................................................................(3.48)
6. Jika eigenvalues tidak konvergen maka ulangi tahapan 1 s/d 5. Jika seluruh
eigenvalues memenuhi kriteria kemudian cek apakah ada elemen diagonal
yang dibutuhkan untuk direduksi menjadi nol. Gunakan step 1 untuk
pengecekan.
7. Jika seluruh kriteria memenuhi nilai eigenvector diskalakan (normalisasi)
dengan menggunakan rumus :
52
X11
X12
m11
X 21
m 22
X T T
(1)
... T
( )
diag
X
n1
X n2
m11
M ()
X1n
m nn
X 2n
(1)
m11
m 22
m nn
X nn
m nn
(3.49)
r0 rno
n 1
nilai-nilai yang akan kita cari untuk setiap ragamnya. Akan tetapi perumusan ini
sangat tidak populer dikalangan para insinyur struktur.
Analisa kombinasi SRSS dikembangkan oleh E Rosenblueths PhD melali
thesisnya tahun 1951 yang secara simbolik dirumuskan sebagai
N
2
r0 ( rno
)
n 1
........................................................................................ (3.50)
Perumusan ini sangat memuaskan untuk diterapkan pada sistem analisa struktur
2D dengan frekwensi natural yang terpisah (diskret)
diterapkan pada sistem dengan frekwensi natural area tertutup seperti pada
53
perpipaan reaktor nuklir dan gedung bertingkat banyak dengan denah tidak
simetris. Sistem ini juga baik dipakai jika nilai T 1 dan T2 pada setaip ragamnya
T1
T2
1).
Analisa kombinasi CQC bisa diaplikasikan untuk jenis struktur yang lebih
luas dan dalam format analisa 3D, juga dapat diterapkan pada kondisi nilai T 1 dan
T1
T2
N N
r0 in ri 0 rn 0
i 1 n 1
....................................(3.51)
Untuk masing-masing nilai N2 pada sisi kanan rumus diatas merupakan hasil dari
puncak respon mode ke-i dan ke-n serta koefisien korelasi in untuk kedua mode
tersebut. Koefisien in bervariasi antara 0 dan 1 dan in = 1 untuk i=n. Berdasarkan
kriteria tersebut maka rumus 1.64 tersebut dapat diubah menjadi :
r0
in
N N
n 1
i 1 n 1
r n20 in ri0 rn 0
.............................................................................(3.52)
perbedaan utama dari dua metode diatas adalah bahwasanya pada metode rayleigh
yang diperhitungkan dalam kontribusi terbatas hanya pada 2 modes pertama
sedangkan dengan metode caughey ikut diperhitungkan mode-mode yang lebih
tinggi.
54
Cn
2 M n n
...............................................................(3.55)
a0 1
2 n
.....................................................................................................(3.56)
Koefisien a0 dapat dipilih untuk mendapatkan nilai damping ratio yang tertentu
untuk tiap mode yang dilambangkan dengan i untuk mode ke-i. maka rumus 3.56
menjadi :
a0=2.iI............................................................................................................(3.57)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh hubungan a 1 dengan damping ratio yang
proporsional dengan kekakuan sebagai berikut :
C n a 1 2n M n
dan
a1
n
2
..........................................................................(3.58)
Koefisien a1 juga dapat dipilih untuk mendapatkan nilai damping ratio tertenu
untuk tiap mode yang dilambangkan dengan j untuk mode ke-j. maka rumus
3.65 menjadi :
a1
2 j
j
............................................................................................................(3.59)
Dari perumusan yang diturunkan diatas dapat dirumuskan perhitungan
damping dengan metode Rayleigh sebagai berikut :
55
c = a0m +a1k......................................................................................................(3.60)
kemudian damping ratio untuk mode ke-n untuk sistem adalah :
a 0 1 a1
n
2 n 2
.........................................................................................(3.61)
1
1 i
2 1
j
a0 i
a
j
j
a0
2 i j
a1
i j
dan
..................................................................................(3.62)
2
i j
.....................................................................(3.63)
c a 0 m a 1 k
Sehingga dapat dihitung
......................................................(3.64)
1112
10
56
57
H1
M
2
k 11 k 12
k
21 k 22
M 3 k 31
M n
k n1
k 13 k 1n
k 33
k nn
k tt
Hi
Mi
k t
k t
k
k tt
Hi
0
k t
k t
k
xi
k t t x k t
H
0
xi
k t x k
x1
2
.....................................................(3.65)
..........................................................................(3.66)
..........................................................................(3.67)
....................................................................................(3.68)
....................................................................................(3.69)
k 1 k t x
......................................................................................(3.70)
H k tt x k t k 1 k t x
H k tt k t k 1 k t x
H
............................................................(3.71)
...................................................................(3.72)
k e x
..................................................................................................(3.73)
k e k tt k t k 1 k t
..........................................................................(3.74)
F.3.11 Matrix Transformasi Lokal ke Global
Perakitan matrix kekakuan struktur global 3D berawal dari perakitan
matrix kekakuan struktur lokal dan 2D. Setelah perakitan matrix kekakuan 2D
selesai maka untuk menjadikan matrix tadi sebagai kekakuan global 3D perlu
58
Com
dilakukan
dj tan
dj
transformasi
koordinat dari lokal ke global. Perumusan dasarnya
1y
x
x
x A y a 11 a 12 a 13 y
x (i ) sin x p cos y p d j
A sin
cos d j
...............................................................................(3.75)
k st r A T k member A
.................................................................................(3.77)
Untuk struktur dengan n lantai :
sin 1 cos 1 d1
A i 0
0
0
0
0
0
0
sin 2
0
cos 2
0
d2
0
0
0
0
sin n
cos n
0
0
d n
.....
..........................................................................................................................(3.78)
F.3.12 Metoda Stodola
Metoda Stodola merupakan proses iterasi yang digunakan untuk
menghitung modus prinsipal dan frekuensi pribadi sistem getaran tak teredam
59
bebas. Metoda ini merupakan pendekatan fisis dan tidak perlu menurunkan
persamaan diferensial gerakan.
Secara umum, gaya inersia maksimum bersamaan dengan lendutan
maksimum, dan arahnya berlawanan dengan lendutan. Dengan perkataan lain,
gaya inersia diterjemahkan sebegai pembebanan dinamis. Bila sistem bergetar
pada
salah
satu
modus
prinsipalnya,
mi xi
dengan
dimana
frekuensi
xi
Ai
pribadi
sin
mi xi
Dimana
x,,m ,k
xi
-1
i1
mi x i
/ ki
1
xi
x i1
2
mi x i
- / ki
1
60
xi
x i1
Untuk
harga
1/ k i
+
)
,
i1
k i x i2 mi x i
yang
diandaikan,
]
mulailah
proses
dengan
mengandalkan satu amplitudo getaran untuk massa pertama. Amplitudo dan gaya
inersia massa lainnya dihitung. Untuk massa sistem yang terakhir, amplitudo
getarannya nol untuk ujung tetap;dan untuk ujung bebas gaya inersia total nol.
Kemudiian harga lainnya (amplitudo atau gaya mesin) dan masing-masing
frekuensi yang diandalkan diplot terhadap harga frekuensi pribadi anggapan untuk
menghasilkan frekuensi sistem sebenarnya.
F.3.14 Metode Rayleigh
Lebih lanjut, apabila sistem yang diberikan adalah sistem konservatif,
maka energi kinetis total sistem nol pada perpindahan maksimum, Tetapi
maksimum pada titik kesetimbangan statis. Dengan perkataan lain, sebaliknya,
energi potensial total sistem berlaku pula. Oleh karena itu :
61
b. Untuk
berbagai
kategori
gedung,
bergantung
pada
= I1 I2 .........(4.1)
Faktor Keutamaan
I1
I2
1,0
1,0
1,0
1,0
1,6
1,6
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
menara
Catatan : Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya
diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaam, I,
dapat dikalikan 80%.
62
F.4.2
persegi
panjang
tanpa
63
maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai
kondisi di ambang keruntuhan m dan simpangan struktur gedung pada saat
terjadinya pelelehan pertama y, yaitu :
.(4.2)
64
daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang
bersangkutan menurut Pasal 4.3.4.
Apabila Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa
Rencana yang dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di
ambang keruntuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan
pertama di dalam struktur gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur gedung
daktail dan struktur gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa Rencana
menunjukkan simpangan maksimum m yang sama dalam kondisi di ambang
keruntuhan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
65
R
pers.( 6)
Elastik penuh
1,0
1,6
Daktail parsial
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
2,4
3,2
4,0
4,8
5,6
6,4
7,2
8,0
Daktail penuh
5,3
8,5
yang
bersangkutan.
Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa
Rencana sistem struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur
gedung yang berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung
itu untuk arah pembebanan gempa tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis
subsistem sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan
66
boleh dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa dari jenis-jenis
subsistem struktur gedung yang ada tidak lebih dari 1,5.
Untuk jenis subsistem struktur gedung yang tidak tercantum dalam Tabel
3, nilai faktor daktilitasnya dan faktor reduksi gempanya harus ditentukan
dengan cara-cara rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis
beban dorong statik (static push-over analysis).
67
2,7
4,5
2,8
1,8
2,8
2,2
2,8
4,4
2,2
1,8
2,8
2,2
4,3
7,0
2,8
3,3
5,5
2,8
a.Baja
b.Beton bertulang (tidak untuk
Wilayah 5 & 6)
4. Rangka bresing konsentrik khusus
3,6
3,6
5,6
5,6
2,2
2,2
4,1
6,4
2,2
4,0
6,5
2,8
3,6
6,0
2,8
3,3
5,5
2,8
5,2
8,5
2,8
5,2
8,5
2,8
3,3
5,5
2,8
2,7
4,5
2,8
2,1
3,5
2,8
4,0
6,5
2,8
a.Baja
b.Beton bertulang
4. Rangka batang baja
pemikul momen khusus
(SRBPMK)
68
4.
Sistem ganda
1.
Dinding geser
5,2
8,5
2,8
2,6
4,2
2,8
4,0
6,5
2,8
5,2
8,5
2,8
2,6
4,2
2,8
4,0
6,5
2,8
2,6
4,0
4,2
6,5
2,8
2,8
2,6
4,2
2,8
4,6
7,5
2,8
2,6
4,2
2,8
5.
Sistem struktur
gedung kolom
6.
Sistem interaksi
dinding geser
7. Subsistem tunggal
1,4
2,2
3,4
5,5
2,8
5,2
8,5
2,8
2.
5,2
8,5
2,8
3.
3,3
5,5
2,8
69
untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban gempa :
ditetapkan
dalam
standar
70
ini di dalam
71
Jenis tanah
Tanah Keras
Tanah Sedang
Tanah Lunak
Tanah Khusus
Kecepatan
rambat
gelombang
geser
rata-rata,
v s > 350
175 < v s < 350
v s < 175
Kuat
Penetrasi Standar
geser
rata- rata
N > 50
niralir
Srata-rata
u > 100
15 < N < 50
N < 15
50 < S u
<S u100< 50
atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total
lebih dari 3 m
dengan PI > 20, wn > 40 % dan Su < 25 kPa
Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Dalam Tabel F.4 vs, N dan Su adalah nilai rata-rata berbobot besaran itu
dengan tebal lapisan
Di mana ti
Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i, Sui adalah kuat geser niralir lapisan
tanah ke-i dan m adalah jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar.
Selanjutnya, dalam Tabel F.4 PI adalah Indeks Plastisitas tanah lempung, wn
adalah kadar air alami tanah dan Su adalah kuat geser niralir lapisan
tanah yang ditinjau.
Yang dimaksud dengan jenis Tanah Khusus dalam Tabel F . 4 adalah
jenis tanah yang tidak memenuhi syaratsyarat yang tercantum dalam tabel
tersebut. Di samping itu, yang termasuk dalam jenis Tanah Khusus adalah juga
tanah yang memiliki potensi likuifaksi yang tinggi, lempung sangat peka, pasir
yang tersementasi rendah yang rapuh, tanah gambut, tanah dengan kandungan
bahan organik yang tinggi dengan ketebalan lebih dari 3 m, lempung sangat
72
lunak dengan PI lebih dari 75 dan ketebalan lebih dari 10 m, lapisan lempung
dengan 25 kPa < Su < 50 kPa dan ketebalan lebih dari 30 m. Untuk jenis Tanah
Khusus percepatan puncak muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis
perambatan gelombang gempa menurut Pasal 4.6.1.
F.4.7 Wilayah gempa dan spektrum respons
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan
dalam Gambar 1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan
kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling
tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak
batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun,
yang nilai rata-ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Gambar 1
dan Tabel 5.
Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil
analisis perambatan gelombang seperti disebut dalam Pasal 4.6.1, percepatan
puncak muka tanah tersebut untuk masing-masing Wilayah Gempa dan untuk
masing-masing jenis tanah ditetapkan dalam Tabel 5.
Tabel F.5 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka
tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia.
73
Wilayah
Gempa
Percepatan
puncak
batuan
dasar
(g)
1
0,03
0,04
0,05
0,08
0,10
0,12
0,15
0,20
0,15
0,18
0,23
0,30
0,20
0,24
0,28
0,34
0,25
0,28
0,32
0,36
0,30
0,33
0,36
0,38
Diperlukan
evaluasi
khusus di
setiap lokasi
74
Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 < T < 0,2 detik
terdapat ketidak-pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam
tingkat daktilitas strukturnya, Faktor Respons Gempa C menurut Spektrum
Respons Gempa Rencana yang ditetapkan dalam Pasal 4.7.4, dalam kisaran
waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil kurang dari nilai
maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan.
Dengan menetapkan percepatan respons maksimum Am sebesar Am = ,5
Ao dan waktu getar alami sudut Tc sebesar 0,5 detik, 0,6 detik dan 1,0 detik
untuk jenis tanah berturut-turut Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak,
maka dengan memperhatikan Pasal 4.7.4 dan Pasal 4.7.5, Faktor Respons Gempa
C ditentukan oleh persamaan- persamaan sebagai berikut :
untuk T < Tc :
C = Am
untuk T > Tc
dengan
Ar = Am Tc
Dalam Tabel 6, nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan untuk masing-masing
Wilayah Gempa dan masing-masing jenis tanah.
75
Wilayah
Gempa
Tanah Lunak
Tc = 1,0 det.
Am
0,10
Ar
0,05
Am
0,13
Ar
0,08
Am
0,20
Ar
0,20
0,30
0,15
0,38
0,23
0,50
0,50
0,45
0,23
0,55
0,33
0,75
0,75
0,60
0,30
0,70
0,42
0,85
0,85
0,70
0,35
0,83
0,50
0,90
0,90
0,83
0,42
0,90
0,54
0,95
0,95
76
F.5
0,20
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
Evaluasi Keamanan
Evaluasi keamanan terhadap struktur bangunan gedung yang sudah berdiri
diperlukan untuk memastikan kinerja bangunan pada saat terjadi gempa. Dengan
adanya evaluasi keamanan ini diharapkan kerusakan atau keruntuhan dari
bangunan akibat gempa yang terjadi di masa mendatang dapat dihindarkan atau
diminimalkan. Dengan demikian, secara umum tujuan dari evaluasi keamanan
struktur bangunan terhadap gempa adalah :
a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya bangunan
akibat gempa yang kuat
b. Membatasi kerusakan bangunan akibat gempa ringan sampai sedang,
sehingga masih dapat diperbaiki dengan biaya yang terbatas
Gambar
F.17. Spektrum
Respon Gempa
Rencana bangunan ketika
c. Membatasi
ketidaknyamanan
penghunian
bagi penghuni
terjadi gempa ringan sampai sedang
77
78
h
h
h a
d1 Cc * Ts2 * d 2
2
2
2 2
M n Cs1 *
79
y
Reg. Seragam
N
Pn tarik f y As
i 1
Faktor Reduksi
Faktor Reduksi Kekuatan,
(a)
(b)
f = 0.8
f = 0.70
f = 0.65
Kecuali untuk nilai tekan aksial yang rendah, f boleh ditingkatkan sbb:
Maka f boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring dengan menurunnya
fPn dari 0.10fc Ag ke nol.Untuk komponen struktur yang tidak memenuhi syarat
yang disampaikan, dimana f boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring
menurunnya fPn dari nilai terkecil antara (fPb atau 0.1 fc Ag ) ke nol.
Tipe Kolom
1. Kolom berspiral-lebih efisien untuk e/h < 0.1, tetapi mahal
2. Kolom bersengkang ikat tulangan dipasang di keempat sisi bila e/h < 0,2
dan untuk kasus lentur biaksial
80
SNI 14.15
( 1/2 jumlah tul angan disambung lewatkan)
f s 0.5 f y
Sambungan lewatan ta rik kelas B
Bila
81
82
3. Jika garis netral berada pada bagian sayap maka dilakukan analisis seperti
pada balok persegi. Bila garis netral berada dibawah plat sayap, pada
badan penampang, maka dilakukan analisis Balok T.
83
84
85
86
b eff
beff
1 bw
2
Lebar efektif sayap 4 bw
Tebal sayap
87
Twin Tee
Box
adalah
elemen
bidang tipis yang menahan beban transversal melalui aksi lentur ke masing
masing tumpuan . Macam-macam tipe pelat antara lain sebagai berikut :
1. Sistem Flat Slab
Pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom-kolom tanpa
balok-balok disebut dengan flat slab. Umum digunakan untuk bentang yang
tidak terlalu besar dan beban yang relatif kecil. (apartemen/hotel). Untuk kondisi
bentangan dan beban tertentu pada posisi kritis seperti tumpuan pada kolom
diperbesar yang disebut DROP PANEL. Sistem penebalan berbentuk kepala
kolom disebut (COLUMN CAPITAL). Sistem antara drop panel dg column
capital bisa digabungkan. Flat slab tanpa drop panel atau column capital disebut
dengan Flat Plate.
2. Sistem Grid Slab
Sistem grid 2 arah (Waffle system) memiliki balok yang saling bersilangan
dengan jarak yang rapat dan menumpu pelat atas yang tipis. Sistem ini untuk
mengurangi berat pelat. Sistem ini efisien untuk bentangan 9 m hingga 12 m.
3. Sistem Lajur Balok (Band Beam) :
Serupa dengan sistem balok pelat tetapi merupakan balok dangkal dan
lebar. Sistem ini diterapkan pada bangunan yang membutuhkan jarak antar lantai
yang rendah.
4. Sistem pelat dan Balok
88
Sistem ini terdiri atas slab menerus yang ditumpu balok-balok monolith
yang umunya ditempatkan pada jarak jarak sumbu 3 m hingga 6 m. Tebal pelat tsb
ditetapkan berdasarkan pertimbangan struktur yang mencakup aspek keamanan
thdp kebakaran. Sistem ini umum dipakai dan ketinggian balok sering dibatasi
keperluan ketinggian plafon.
89
Cara pendekatan untuk menghitung momen dan geser dapat digunakan untuk
perencanaan OWS bila terpenuhi ketentuan sbb :
1
90
Penempatan tulangan pada sistem TWS sesuai dg sifat beban dan kondisi
tumpuannya, ketentuan yang harus dipenuhi :
1
Luas tulangan pada masing2 arah harus dihitung berdasarkan nilai momen
pada penampang kritis, tetapi luas tulangan minimum untuk menahan
susut dan suhu harus tetap terpenuhi.
Jarak antar tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih besar dari
tebal pelat, kecuali unt konstruksi pelat seluler atau pelat berusuk.
Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap suatu tepi yg tidak
menerus dari bentang tepi harus dilanjutkan sampai ke tepi pelat dan harus
tertanam ke dalam balok spandrel, kolom atau dinding minimal 150mm
91
Tulangan momen negatif yang tegak lurus terhadap suatu tepi yg tidak
menerus harus dibengkokkan diberi kait atau jangkar ke dalam balok
spandrel, kolom atau dinding.
berurutan.
5
Yang ditinjau hanya beban gravitasi dan intensitas beban hidup tidak lebih
dari 3 x beban mati.
92
(2/l12) harus lebih besar dari 0.2 dan lebih kecil dari 5. secara matematis
formulasinya :
Dengan 1 = dalam arah l1 dan 2 = dalam arah l2
G.
No
1
2
3
4
5
6
BULAN
MARET
APRIL
MEI
JUNI
93
7
8
Seminar Hasil
Ujian TA
Tabel G.1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir
H.
Daftar Pustaka
94
Hart, Gerry C., & Wong, Kevin. (1969). Structural Dynamics for Structural
Engineers. New York.
Paz, Mario. (2nd ed.). (1993).Dinamika Struktur.Jakarta: Erlangga.
Prof. Ir. Bambang Budiono, M.E., Phd & Lucky Supriatna, ST. (2013). Studi
Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa. Bandung: ITB.
Prof. Ir. Rachmat Purwono, M. Sc. (2005). Perencanaan Struktur Beton Bertulang
Tahan Gempa. Surabaya: ITS Press.
Standar Nasional Indonesia. (2002). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung. SNI 1726-2002. Jakarta : Badan
Standar Nasional Indonesia.
Seto, William W., & Sebayang, Darwin. (1985). Theory and Problems of
MECHANICAL VIBRATION ( Schaum Series) .Jakarta: Erlangga.
Widodo. (2001). Respon Dinamik Struktur Elastik. Yogyakarta: UII Press.
95