kompleksometri
yaitu
titrasi
berdasarkan
pembentukan
membentuk
hasil
berupa
kompleks.
Reaksireaksi
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti
di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri,
seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion
pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya
adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam
lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat,
EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom
oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA
tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies
seperti CuHY. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan
tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg,
Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi
kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang
berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka
titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut.
Titrasi
kompleksometri
yang
berdasarkan pembentukan
persenyawaan
memiliki nilai yang berbeda dari nilaiyang telah dicatat. Kondisi baru ini
dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut kondisi.
(Sodiq, 2005)
Analisa kadar kalsium dapat dilakukan dengan metode kompleksomtri. Titrasi
kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentukan ompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilen diamin tetraasetat ( dinatrium
EDTA) (Hidayanti,2010).
Titrasi ini digunakan dalam estimasi garam logam. Etilen diamin asam tetra
asetat (EDTA) adalah titran yang biasa digunakan membentuk stabel 1:1 komplek
dengan semua logam efektif. Logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam
alkali tanah seperi kalsium dan magnesium bentuk kompleks yang stabil pada nilai
pH rendah dan dititrasi dalam ammonium klorida penyangga di pH= 10
( Watson,2000).
Titrasi komleksometri berguna untuk menentukan sejumlah besar logam.
Selektivitas dapat dicapai dengan penggunaan yang tepat dari agen (penambah
agar pengompleks lainnya adalah asam lemah dan basa lemah yang kestimbangan,
dan pengaruh pH pada kstimbangan ini. Kami menjelaskan titrasi ion logam
dengan zat pengompleks sangat berguna yaitu EDTA, faktor-faktor yang
mempengaruhi mereka, dan indikator untuk titrasi. Titrasi EDTA pada kalsium
ditambah magnesium umumnya digunakan untuk memerlukan kesadahan air.
Hampir semua lohgam lainnya dapat secara akurat ditentukan oleh titrasi
kompleksometri. Kompleksometri memainkan peran penting dalam banyak kimia
dan biokimia. Banyak kation akan membentuk kompleks dalam larutan dengan
berbagai zat yang memiliki pasangan elektron baik terbagi ( misalnya pada N,O,S
atom dalam molekul ) mampu memuaskan bilang koordinasi pada logam. Ion
logam adalah asam lewis (elektron pasangan akseptor), komplexer adalah basa
lewis (donor pasangan elektron). Jumlah molekul zat pengompleks disebut ligan,
akan tergantung pada jumlah koordinasi logam dan pada jumlah kelompok
pengompleks pada molekul ligan. Asam yang paling banyak digunakan dalam
titrasi adala EDTA.
(Christian, 2009)
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas
pembentukan senyawa kompleks yang larut, yang berawal dari reaksi antara ion
logam/kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan
(fentiker). EBT merupakan asam lemah tidak stabil dalam air karena senyawa
organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air
dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasil lambat dalam air (Khopar,2002).
Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas
pembentukan senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion
logam atau kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai
ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau molekul netral yang mampu
mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam senyawa kompleks.
Titrasi kompleksometri terbagi menjadi 4 macam yaitu titrasi langsung, kembali,
substitusi dan tidak langsung. Titrasi langsung untuk ion logam yang dapat
berikatan dengan indikator ion logam (pada pH tertentu), ikatannya dengan
indikator logam kurang stabil dibandingkan ikatannya dengan EDTA. Titrasi
kembali untuk ion logam yang tidak dapat berikatan dengan indikator atau
ikatannya dengan indikator lebih kuat atau stabil dengan ikatannya dengan EDTA.
Titrasi substitusi untuk ion logam yang tidak dapat berikatan dengan indikator
tetapi kompleksnya dengan EDTA sangat stabil dibandingkan dengan indikator
logam lain yang dapat berikatan dengan indikator. Titrasi tidak langsung untuk ion
atau senyawa yang tidak bereaksi dengan EDTA.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan
kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH. Karena reaksi
pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka H+ di dalam larutan akan
meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat
menurunnya stabilitas kompleks pada suasana tertentu. Untuk menghindari hal
tersebut maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk titrasi
dengan suasana pH 7-11 untuk penetapan kadar dari logam Cu,Al,Fe,Co,Ni,Pt
digunakan cara tidak langsung sebab ikatannya dengan EBT cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk dapat menganalisis kadar kalsium (Ca) dengan
analisa secara kompleksometri. Bahan yang digunakan adalah indikator EBT,
larutan baku MgSO4 0,01 M,larutan buffer pH=10, cuplikan, larutan EDTA 0,01 M
dan NH3pekat. Percobaan pertama yaitu pembakuan larutan EDTA dengan larutan
baku MgSO4 0,01 M. Standarisasi merupakan suatu reaksi asidometri yakni
penentuan konsentrasi titran menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi
adalah untuk mengetahui konsentrasi dari EDTA. EDTA perlu distandarisasi
terlebih dahulu karena EDTA tidak stabil dalam penyimpanannya , EDTA
merupakan larutan baku sekunder selain itu EDTA juga digunakan untuk dapat
menstabilkan ion logam Mg, sehibgga konsentrasi EDTA perlu diketahui secara
pasti menggunakan larutan baku primer yaitu MgSO4. Larutan baku primer adalah
suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan
murni yang dilarutkan atau dengan penimbanagan langsung. Sedangkan larutan
baku sekunder adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan
dapatbdiketahui dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer. Adapun
syarat larutan baku adalah harus mudah didapat, sederhana dalam penggunaannya,
juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah. Larutan
MgSO4 dimasukkan ke dalam erlenmeyer disebut titrat dan EDTA di dalam buret
disebut titran.
Larutan MgSO4 10 ml dalam erlenmeyer ditambahkan buffer salmiak pH 10
dan sedikit indikator EBT beberapa tetes. Fungsi dari larutan buffer untuk
menyangga pH larutan sehingga logam-logam alkali dan alkali tanah dapat
bereaksi dengan EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka magnesium akan membentuk
kompleks yangvtidak stabil dengan EDTA dan jika pH lebih besar dari 10 maka
akan terbentuk endapan hidroksi Mg(OH)2 yang dapat memperlambat kerja EDTA.
Sedangkan indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah indikator yang biasanya
dihadirkan dalam bentuk H3In. Spesies asam sulfonatbpada EBT akan terionisasi
dalam larutan berair sehingga strukturnya menjadi ion H2In- yang berwarna merah.
Ikatan terbentuk dengan EBT dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat
gugus OH dan pembentukan ikatan antara ion logam, atom oksigen dan gugus azo.
H2In- terurai menjadi HIn- yang berwarna biru. Mg+ akan bereaksi dengan HInyang berwarna biru dan membentuk senyawa kompleks kuat yaitu MgIn- yang
berwarna merah anggur dan pelepasan H+. Kemudian dititrasi dengan EDTA,
garam EDTA yang larut dalam air Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na+ dan
H2Y-. MgIn- akan bereaksi dengan H2Y- dan membentuk kompleks MgY- dan
HIn- dan pelepasan H+. Jika semua Mg+ telah bereaksi dengan EDTA maka warna
merah akan hilang dan kelebihan sedikit EDTA akan menyebabkan terjadinya titik
akhir titrasi yaitu terbentuknya warna biru. Titik akhir titrasi adalah titik ketika
titran dan titratbtepat habis bereaksi dengan adanya perubahan warna sehingga
proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat tercapai. Titik ekuivalen
adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat. Kestabilan Mg-EDTA lebih besar
dibandingkan Mg-In- sehingga MgIn- mudah bereaksi
mencapai titik akhir titrasi, dan diperoleh volume rata-ratanya 5,5 mL dan setelah
dihitung maka diperoleh konsentrasi EDTA yaitu 0,009 M. Konsentrasi antara
EDTA 0,009 M dengan MgSO4 0,01 M selisihnya tidak terlampau jauh hanya
0,001 maka titik ekuivalennya hampir tercapai. Kesetaraan mol titran dan titrat
tidak tercapai dapat disebabkan banyak hal diantaranya karena penambahan
indikator terlalu banyak atau karena larutan titran dan titratnya terlalu pekat salah
satunya.
Percobaan kedua yaitu penentuan kadar kalsium dalam cuplikan. Sebanyak
10 mL cuplikan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 mL
buffer pH 10 dan beberapa tetes indikator EBT. Larutan buffer dibuat dengan
mencampurkan NH4Cl 0,047 gram dengan 50 mL NH4OH. Fungsi larutan
buffer adalah untuk menyangga pH larutan karena pada setiap titrasi akan ada
pelepasan H+ saat pembentukab kompleks sehingga H+ dalam larutan akan
meningkat walaupun sedikit, namun ini akan mengakibatkan menurunnya
stabilitas kompleks maka dari itu perlu diberikab larutan buffer sehingga logam
dalam cuplikan dapat bereaksi dengan EDTA karena pada umumnya logam
dapat bereaksi pada pH 7-10 dan membentuk kompleks. Penambahan indikator
EBT berfungsi sebagai suatu indikator pH dan akan memberi warna pada saat
titik akhir titrasi. Dengan penambahan indikator EBT maka terbentuk CaInyang berwarna merah anggur. Jika telah terbentuk larutan berwarna merah
anggur maka proses titrasi dengan EDTA dilakukan. Molekul EDTA
mengandung enam siklus basa, empat karboksilat dan dua nama spesies asam
dapat hadir yaitu H6Y+, H5Y+, H4Y, H3Y-, H2Y- dan HY-. CaIn- akan bereaksi
dengan H2Y- dari EDTA yang akan membentuk larutan berwarna biru CaY dan
terbentuk juga HIn- dan H+. CaY2 merupakan senyawa kompleks yang larut
dan berasal dari reaksi antara ion logam Ca + atau kation dengan zat pembentuk
kompleks yaitu EDTA sebagai ligan. Ligan adalah ion atau molekul yang
mampu mengikat suatu ion dan gugusnya terikat pada ion pusat. EDTA
merupakan ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan ion logam
Ca+ melalui gugus dua nitrogen dan empag gugus karboksil. Kedua atom
nitrogen
memiliki
sepasang
elektron
tak
terpakai
bersamaan.
Ion
mengandung
suatu
ion-ion
logam
Pada percobaan ini mencoba menentukan tingkat kesadahn suatu sampel air
dengan
menggunakan
reaksi
pembentukkan ion
kompleks.
Mula-mula
melakukan standarisasi titran dalam hal ini adalah EDTA. Titran ini
distandarisasi menggunakan larutan ZnCl2yang volume dan molaritasnya telah
diketahui. Dari hasil titrasi ternyata molaritas EDTA yang terukukur
adalah 6,986.10 -3 M.Langkah selanjutnya adalah penentuan kesadahan cuplikan
air yaitu pada kesadahan tetap, kesadahan sementara, dan kesadahan totaldari
air sumur yang diamati. Pada penentuan kesadahan tetap didapatkan nilai CaO
sebesar 1,2145 mg dengan nilai ppm sebesar24,29. Sedangkan kesadahan
total didapatkan massa CaO sebesar3,761 mg dan nilai ppm CaO sebesar
75,22, dan yang terahkir kesadahan sementara dalam air sumur sebagai CaO
didaptkan nilia ppm yang didapatkan dari kesadahan tetap dengan kesdahan
total sebesar 50,93 ppm. Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam
kalsium dan atau magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam
sulfat. Adanya garam-garam ini menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak
dapat menghasilkan busa jika dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air
dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi
dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil.
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi
perubahan warna dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa
terdapat kesadahan di dalm sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda
percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah menjadi biru
setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri seharusnya
dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu
sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh
karena itu, pH larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada
larutan yang akan dititrasi. Seperti kita ketahui air ayang sadah berarti
mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan
kemudian disusul dengan ion Mg2+sehingga menimbulkan perubahan warna
darimerah menjai biru. Reaksi pada ion Mg2+ yang akan terjadi sandainya
dialakukan penitrasian adalah :
MgD (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada
percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di
alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel
tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan
percobaan
yang
telah
dilakukan
dapat
disimpulkan
J.
dkk.
Vogel:Kimia
Analisis
Kuantitatif