Anda di halaman 1dari 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

D BRONKHITIS
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI KOLCABA THEORY
OF COMFORT
Di Ruang IKA 1 RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA
Tanggal pengkajian : 15 November 2016 (16.00 WIB)
A.
B.

C.

D.

Pengkajian
: Terlampir
Identitas Klien
Nama
: An D
No.RM
: 34.20.38
Tanggal Lahir
: 03/01/2016
Umur
: 10 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Diagnosa medis
: Bronkhitis, Anemia Susp. Defisiensi Besi
Identitas (Orang Tua/Keluarga)
Nama
: Tn. A
Pendidikan
: Sekolah Menengah Atas
Pangkat
: Praka
Pekerjaan
: TNI AD
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Gol. Darah
:Alamat
:
Data fokus
1. Data Subjektif
2. Data Objektif
- Anak memiliki riwayat penyakit malformasi anorektal + Atresia Ani
- Anak menjalani operasi colostomi tahun 2014 di RSPAD, Bulan Mei
2015

anak

menjalani

operasi

PSARP

(posterior

sagittal

anorectoplasty) dan bulan Oktober 2016 anak menjalani operasi tutup


-

kolostomi
Saat dilakukan pemeriksaan pada tanggal 15 November 2016 (jam
16.00 WIB), kesadaran klien compos mentis, Nadi= 72x/i, suhu=
36,1C, nadi kuat dan irama reguler, RR= 24x/i, pola nafas normal.
Anak tampak kurus dengan BB= 6,4 kg, PB= 70cm, LK=41 cm, LILA

10 cm.
Status antropometri:
BB/U= 9/76= Z score -3, TB/U -2>Z score >0, BB/TB 6,4/70 Z score
<-3, gizi buruk dd gizi kurang

Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

Anak sebelumnya sudah pernah dirawat dan telah melakukan operasi


kolostomi pada tahun 2015, PSARP pada mei 2015 dan tutup

kolostomi pada oktober 2016.


Saat ini anak belum mampu melakukan perkembangan seperti pada
anak seusianya umumnya baik motorik kasar seperti menendang bola
karena anak belum mampu duduk dan berdiri, motorik halus anak
hanya mampu mengambil sesuatu benda dengan tangan kiri dan
kanan, bahasa anak hanya mampu bersuara ma.. maa.., untuk sosial
anak hanya mampu bertepuk tangan
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 15/11/2016
Pemeriksaan
Hb
Ht
Leukosit
Platelet
Na+
Cl

Hasil
10 gr/dL
32%
18.450
331000
143
108

Nilai Normal

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Orang tua mengatakan anak sebelumnya sudah pernah dirawat ketika
usia 2 hari karena anak tidak mempunyai anus. Dan anak sudah
menjalani 3 kali operasi di RSPAD Gatot Soebroto. Status imunisasi anak
tidak lengkap karena anak tidak mendapatkan imunisasi campak
dikarenakan anak sakit. Didalam keluarga ibu mengatakan tidak ada
riwayat keluarga yang mengalami sindrom down dan lahir tidak ada
anusnya.
4. Pemeriksaan Fisik
Saat dilakukan pemeriksaan pada tanggal 15 November 2016 (jam 16.00
WIB), kesadaran klien compos mentis, Nadi= 72x/i, suhu= 36,1C, nadi
kuat dan irama reguler, RR= 24x/i, pola nafas normal. Anak tampak
kurus dengan BB= 6,4 kg, PB= 70cm, LK=41cm, Lila 10 cm.
Anak merupakan sindrom down, dengan bentuk kepala mikrosefali,
rambut berwarna hitam, GCS=15, palpebra normal, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya normal. Pada saat
pemeriksaan THT dalam batas normal, tidak ada peningkatan JPV, tidak
ada pembesaran KGB dan deviasi trakea. Pemeriksaan dada: bentuk dada

Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

simetris kanan dan kiri, kulit dada teraba hangat, tidak ada massa,
ekspansi dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (-),
hasil perkusi dinding dada : resonan, dan auskultasi dinding dada: bunyi
paru vesikuler pada kedua lapang paru. Hasil pemeriksaan jantung dalam
batas normal.
Analisis:
Berdasarkan hasil pengkajian diatas, menunjukkan bahwa anak HY
mengalami nyeri pada abdomen bagian kiri bawah dikarenakan adanya
luka tutup kolostomi. Respon nyeri yang ditunjukkan oleh anak adalah
dengan menangis dan rewel ketika akan diganti balutan. Nyeri
merupakan pengalaman subjektif seorang individu (Hockenberry &
Wilson,

2009;

Wong,

dkk,

2009).

Pada

anak

tidak

mampu

mengkomunikasikan rasa nyeri karena usia dan status perkembangan


sehingga diperlukan suatu alat atau skala dalam menilai nyeri tersebut
(Wong, et al, 2012). Salah satu pengkajian nyeri yang dapat digunakan
pada anak usia 2 tahun adalah metode FLACC Scale. Hasil pengkajian
FLACC didapatkan bahwa skor nyeri pada anak adalah 6. Sehingga
dengan skor nyeri 6 dapat diberikan treatment non pharmacologis untuk
menurunkan nyeri tersebut seperti mengajak anak bermain boneka saat
melakukan perawatan luka.
Perawatan luka yang dilakukan pada anak adalah 1x sehari dengan
menggunakan cairan Nacl, dan luka di tutup dengan supratule dengan
penggunaan prinsip steril. Secara umum perawatan luka pada anakanak dengan dewasa adalah sama (King, et al, 2014). Yang membedakan
adalah faktor faktor tertentu salah satunya adalah status nutrisi yang
sangat penting dalam proses penyembuhan luka pada anak. Pada anak
luka berada pada fase proliferasi/ atau epitelisasi yang terjadi pada hari
ke 3 hingga 24 setelah dilakukan operasi (The Royal Childrens Hospital
Melbourne, 2013; Price & Wilson, 2015). Hal ini ditandai adanya
jaringan granulasi pada area disekitar luka. Anak melakukan operasi
pada tanggal 22 Oktober 2016. Pada jenis luka post operasi penggunaan
dressing sangat penting untuk mempercepat penyembuhan luka sehingga
meminimalkan infeksi pada luka (King, et al, 2014). Pada anak dressing
Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

menggunakan

supratule

yang

berfungsi

untuk

mempercepat

pertumbuhan jaringan dan menjaga kondisi luka agar tidak ada pus.
Saat dilakukan pengkajian, anak juga mengalami keterlambatan
perkembangan dan pertumbuhan karena anak mengalami down
syndrome. Pada beberapa kasus, kejadian atresia ani disertai dengan
down syndrome pada anak.
Pada kasus ini, pengkajian yang digunakan adalah thery of comfort yang
dikembangkan oleh Katherine Kolcaba.
5. Riwayat Keluarga
An. D merupakan anak ke 1 dan mempunyai saudara kandung sebanyak
1 orang. Hasil pengkajian orang tua tidak ada mengalami penyakit serius
hanya terkadang demam atau flu biasa. Didalam keluarga ibu
mengatakan tidak ada anggota keluarganya lain yang lahir dengan
sindrom down dan atresia ani.
6. Kebutuhan Dasar
Berdasarkan 14 komponen kebutuhan dasar manusia menurut Virginia
Handerson:
- Oksigenasi: An. HY tidak ada masalah dalam oksigenasi, anak
bernafas normal dengan RR= 24xi, tidak ada bunyi nafas tambahan
-

serta tidak adanya menggunakan otot bantu pernafasan.


Nutrisi: saat sakit anak mengalami penurunan nafsu makan karena

terkadang rewel dan untuk minum anak tidak ada masalah


Pola eliminasi: pola eliminasi urin tidak ada masalah dan anak pipis 45x dalam sehari dan warnanya kuning jernih, sedangkan pola
eliminasi fekal anak saat ini sudah bisa BAB melalui anus dan warna

BAB kuning, BAB 2 hari sekali.


Istirahat dan tidur: istirahat dan tidur anak kadang terganggu karena
rasa sakit pada luka operasi, tetapi jika digendong anak akan tidur

kembali.
Aktivitas: anak mampu bergerak meskipun anak masih lemah, anak

lebih banyak berbaring dan belum mampu duduk maupun berjalan.


Berpakaian: anak dibantu ibunya
Personal hiegine: saat ini personal hiegine dibantu oleh orang tua.
Komunikasi dengan orang lain: anak belum mampu berkomunikasi
dengan orang lain.

Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

Beribadah: anak belum paham dengan beribadah karena usia masih 2

tahun.
Belajar: anak saat sakit tidak ada belajar
Rekreasi: belum terpenuhi dan tidak ada rencana untuk rekreasi.

7. Riwayat sosial
Pengkajian status sosial An. D mempunyai saudara kandung 1 orang dan
tinggal bersama orang tua. Saat ini anak usia 11 bulan dan belum
sekolah. Berdasarkan hasil pengkajian kepada An. D, anak mengalami
keterlambatan perkembangan bahasa, motorik kasar, motorik halus
dikarenakan mengalami down sindrom serta anak dan takut pada orangorang baru seperti perawat.
Analisis:
Berdasarkan tahap perkembangan psikososial menurut erik ericson, saat
ini An. HY berada pada tahap perkembangan psikososial tahap 2 dimana
anak berada pada tahapan otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu. Rasa
takut pada orang baru pada anak HY ini merupakan hal wajar, tetapi
orang tua harus tetap mengawasi dan menstimulasi anak mempunyai
kemandirian tanpa memberikan kebebasan yang berlebihan terhadap
keinginan anak. Namun, pada tahap ini orang tua tidak boleh membatasi
ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan mampu
mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri pada anak meskipun
anak mengalami gangguan perkembangan (Hockenberry & Wilson,
2009).
8. Perencanaan (disertakan dengan EBP) (terlampir)
9. Implementasi (terlampir)
10. Evaluasi (terlampir)
11. Daftar Pustaka
Alligood, M. (2014). Nursing theorist and their work 8 edition. United
Stated: Mosby Elsevier.
Hockenberry, E., & Wilson, D. (2009). Wongs essentials of pediatric
nursing (7th ed). St. Loius: Mosby, Inc

Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

Kiche, M. & Almeida, F. (2009). Therapeutic toy: strategy for pain


management and tension relief during dressing change in children.
Acta Paul Enferm 2009, 22 (2).
King, A., et al. (2014). Dressing and products in pediatrics wound care.
Advances in wound care volume 3 number 4.
Price, S., & Wilson, L. (2015). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC
The Royal Childrens Hospital Melbourne. (2013). Clinical guidelie
(nursing): Wound care. Diakses dari
Wong, C., et al. (2012). Pain management in children: part 1- pain
assessment tools and a brief review of nonpharmocological and
pharmacological treatment options. CPJ/RPC september 2012 vol
145 no 5.
Wong, D.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. Jakarta:
EGC

Laporan Kasus Kelolaan IIWidia Sari 2015980126

Anda mungkin juga menyukai