Anda di halaman 1dari 30

-1-

BUPATI NGAWI

PERATURAN BUPATI NGAWI


NOMOR
TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NGAWI

Menimbang

bahwa sebagai tindak lanjut dengan ditetapkannya Peraturan


Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak
Daerah, maka untuk memperlancar pelaksanaan pemungutan
Pajak Reklame perlu untuk menyusun petunjuk pelaksanaannya
yang dituangkan ke dalam Peraturan Bupati.

Mengingat

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan


Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3686) jo Undang-undang Nomor 19
Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008(Lembaran
Negara Republik Indonesia TAhun 2008 Nomor 59, TAmbahan
Lembaran Negara Nomor 4844);
3. Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
4. Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049) ;

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-25. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara


Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2010 Nomor 119 tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5161) ;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;
7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah ;
8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi
Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain ;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 14 Tahun 2007
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah ;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 5 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Ngawi ;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 16 Tahun 2010
tentang Pajak Daerah.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

PERATURAN
BUPATI
NGAWI
PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME.

TENTANG

PEDOMAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1.

Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten


Ngawi.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-32.
3.

Bupati adalah Bupati Ngawi.


Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menurut azas Desentralisasi.
4. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Ngawi.
5.
Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Ngawi.
6. Pajak reklame yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan
Daerah Kabupaten Ngawi atas penyelenggaraan reklame.
7. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang
menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan
Komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan
atau memujikan suatu barang jasa atau orang ataupun untuk
menarik perhatian umum kepada sesuatu barang, jasa atau
orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau
di dengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan
oleh pemerintah.
8. Reklame Megatron adalah reklame yang bersifat tetap (tidak
dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak,
berupa gambar dan/atau tulisan yang dapat berubah-ubah,
terprogram dan menggunakan tenaga listrik. Termasuk
didalamnya Videotron dan Elektronic Display.
9. Reklame Papan atau Billboard adalah reklame yang bersifat
tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari papan, kayu, seng,
tinplate, collibrite, Vynil, aluminium, fiberglas, kaca, batu, tembok
atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada
tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau di
tempel atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang
dan sebagainya baik bersinar, disinari maupun yang tidak
bersinar.
10. Reklame berjalan adalah reklame yang ditempatkan pada
kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang
diselenggarakan/ dengan menggunakan kendaraan atau dengan
cara dibawa/ didorong / ditarik oleh orang. Termasuk didalamnya
reklame pada gerobak / rombong, kendaraan baik bermotor
maupun tidak.
11. Reklame Baliho adalah reklame yang terbuat dari papan kayu
atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak
permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu even
atau kegiatan yang bersifat insidentil.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-412. Reklame kain adalah reklame yang tujuan materinya jangka


pendek atau mempromosikan suatu even atau kegiatan yang
bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk
plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk di dalamnya
adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian
bendera), tenda, krey, banner, giant banner dan standing
banner.
13. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran
lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau
dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan,
dilekatkan, dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk
didalamnya adalah brosur,
leafeat, dan reklame dalam
undangan.
14. Reklame melekat atau stiker adalah reklame yang berbentuk
lembaran lepas diselenggarakan dengan cara ditempelkan,
dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda.
15. Reklame Film atau Slide adalah reklame yang diselenggarakan
dengan cara menggunakan klise (celluloide) berupa kaca film,
ataupun bahan-bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk
diproyeksikan dan/atau dipancarkan.
16. Reklame Udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara
dengan menggunakan balon, gas, laser, pesawat atau alat lain
yang sejenis.
17. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara
yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat.
18. Reklame Peragaan adalah reklame yang diselenggarakan
dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa
disertai suara.
19. Nilai Sewa Reklame adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar
perhitungan penetapan besarnya pajak reklame.
20. Nilai Jual Obyek Pajak Reklame yang selanjutnya disingkat
NJOPR adalah jumlah nilai perolehan harga/biaya pembuatan,
biaya pemasangan dan biaya pemeliharaan reklame yang
dikeluarkan oleh pemilik dan/atau penyelenggara reklame yang
diperoleh berdasarkan estimasi yang wajar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
21. Penyelenggara Reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan Reklame baik untuk dan atas namanya
sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya.
22. Nilai strategis adalah nilai yang selanjutnya disingkat NSTR
adalah nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-5-

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

reklame berdasarkan kriteria sudut pandang dan kepadatan


pemanfaatan tata ruang untuk berbagai aspek kegiatan dibidang
usaha.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat
SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran Pajak yang terhutang
menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD,
adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah
pajak yang terhutang.
Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD,
adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran Pajak yang terhutang ke Kas
Daerah atau ke tempat lain yang di tetapkan oleh Bupati.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya
disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena kredit lebih besar
dari pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang
selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat
SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak
yang terhutang sama besarnya dengan kredit pajak, atau pajak
tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan atau denda.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat Keputusan atas
Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, atau terhadap pemotongan
atau pemungutan oleh Pihak Ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya
dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
Perpajakan Daerah berdasarkan Peraturan Perundangundangan Perpajakan Daerah.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-6Pasal 2
Menunjuk Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Ngawi sebagai pengelola, pengawas dan
pelaksana teknis operasional terhadap pemungutan Pajak Reklame.
BAB II
PENGENAAN PAJAK
Pasal 3
(1)
(2)

(3)

(4)

(5)
(6)
(7)
(8)

Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame.


Nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan memperhatikan sebagai berikut :
a. Lokasi penempatan ;
b. Jenis ;
c. Jangka waktu penyelenggaraan ;
d. Ukuran media reklame ;
e. Jumlah ;
Komponen Nilai Jual Obyek Pajak dan Nilai Strategis
Penyelenggaraan Reklame terdiri dari :
b. Inflasi
c. Pertumbuhan ekonomi
d. Nilai pajak awal
e. Kelas Jalan
Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi bobot
secara bervariasi dengan bobot yang lebih besar pada
komponen yang lebih dominan ;
Jumlah bobot komponen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) adalah 100% (seratus persen) ;
Besar pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Nilai sewa reklame untuk penyelenggaraan reklame dalam
ruangan (indoor) dihitung dan ditetapkan 50% dari nilai sewa
reklame.
Pasal 4

(1)

Nilai sewa reklame dihitung berdasarkan NJOPR ditambah


NSTR. Dengan rumus (Nilai Strategis + NJOPR) atau dengan
rumus lain 25% (Nilai Strategis + NJOPR).

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-7(2)

Untuk besaran nilai sewa reklame bersinar ditambah sebesar


10% dari jenis-jenis reklame non bersinar.

(3)

Besaran nilai sewa reklame dalam bentuk banner dan umbul


umbul selain untuk reklame rokok ditambah 100% dari nilai
sewa reklame.

(4)

Dasar

dan

rumusan

perhitungan

nilai

sewa

reklame

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam


lampiran I yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan Bupati ini.
Pasal 5
(1)

Untuk reklame rokok besaran nilai sewa reklame adalah


sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ditambah 30%
dari nilai sewa reklame.

(2)

Besar nilai sewa reklame rokok dalam bentuk :


a. Banner dan umbul-umbul ditambah 200% dari nilai sewa
reklame.
b. Baliho ditambah 100% dari nilai sewa reklame.
c. Soft painting ditambah 50% dari nilai sewa reklame.
Pasal 6

Lokasi penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)


huruf a adalah lokasi peletakan reklame yang dirinci menurut nilai
strategis kawasan dan/ atau jalan sebagai berikut :
a. Kelas Utama : Dinilai berdasarkan sudut pandang yang luas/ atau
banyak/ bebas dan strategis, antara lain yang berlokasi di
komplek/ pusat pertokoan meliputi :
Alun-alun
Jl. RA Kartini
Perempatan TT
Jl. A Yani
Perempatan RSU Lama
Perempatan Gorga
Jl. KH Agus Salim
Ruko Panglima Sudirman / Jl. Hasanudin
Jl. Panglima Sudirman
Jl. Diponegoro
b.

Kelas A : Dinilai berdasarkan kepadatan pemanfaatan tata ruang,


antara lain berlokasi di persimpangan jalan/ atau perempatan
jalan/ pertigaan jalan/ tikungan meliputi :
Perempatan Prayit
Perempatan BTA
Jl. I Gusti Ngurah Rai

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-8-

c.

d.

Perempatan Jepun
Perempatan Tamanan
Jl. Supriyadi
Jl. Mayor Sujadi
Jl. Mayor Sujadi Timur
Jl. Yos Sudarso
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Jl. Mayjen Sungkono
Perempatan Kemuning
Jl. P Antasari
Jl. Teuku Umar
Jl. Wakhid Hasym
Jl. Basuki Rahmad
Jl. Jayeng Kusuma
Jl. Patimura
Jl. Ki Mangun Sarkoro
Jl. Soekarno Hatta
Jl. Urip Sumoharjo
Kelas B : Dinilai berdasarkan aspek kegiatan di bidang usaha,
antara lain berlokasi di pasar, lokasi obyek wisata, terminal bus/
taxi/ angkot/ lapangan/ gelanggang olah raga dan bidang usaha
lainnya meliputi :
Kawasan Pasar Wage
- Jl. WR Supratman
- Jl. Kapten Kasihin
Jl. Pahlawan
Jl. R Abdul Fatah
Kawasan Pasar Ngemplak
Kawasan Pasar Kauman Kalangbret
Kawasan Pasar Ngunut
Kawasan Pasar Rejotangan
Kawasan Pasar Bandung
Kawasan Pasar Campurdarat
Kelas C : Dinilai dari jalan provinsi maupun jalan nasional dan
tidak termasuk dalam klasifikasi utama A dan B meliputi :
Jl. Raya Ngantru
Jl. Raya Sumbergempol
Jl. Raya Ngunut
Jl. Raya Rejotangan
Jl. Raya Gondang
Jl. Raya Kauman
Jl. Raya Boyolangu
Jl. Raya Campurdarat

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

-9-

e.

f.

Jl. Raya Bandung


Kelas D : Dinilai dari jalan kabupaten dan tidak termasuk
klasifikasi A dan B meliputi :
Jl. Adi Sucipto
Jl. MH Thamrin
Jl. MT Haryono
Jl. Letjen Suprapto
Jl. Mastrip
Jl. Piere Tendean
Jl. Arief Rahman Hakim
Jl. Karangrejo
Jl. Raya Sendang
Jl. Besuki
Kelas E : Dinilai dari jalan desa / gang / lingkungan dan tidak
termasuk dalam klasifikasi Utama, A dan B meliputi :
Jl. Desa / gang diluar klasifikasi Kelas Utama, A, B, C dan D.

BAB III
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 7
(1)

(2)

(3)

(4)

Dalam rangka mendapatkan data Wajib Pajak, dilaksanakan


pendaftaran dan pendataan terhadap Wajib Pajak baik yang
berdomisili di dalam maupun di luar wilayah daerah, yang
memiliki obyek pajak di wilayah daerah yang bersangkutan.
Kegiatan pendaftaran dan pendataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diawali dengan mempersiapkan dokumen yang
diperlukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan serta
diberikan kepada wajib pajak.
Setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim
atau diserahkan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi
formulir pendaftaran dan pendataan dengan jelas, lengkap dan
benar, serta mengembalikan kepada petugas pajak.
Petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan
yang dikembalikan oleh wajib pajak dalam daftar induk wajib
pajak berdasarkan nomor urut, yang digunakan sebagai
NPWPD.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 10 Pasal 8
(1)
(2)

(3)

(4)

Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD, setiap awal tahun


pajak atau masa pajak wajib mengisi SPTPD.
SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi
dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh wajib
pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada bupati melalui
Kepala DPPKAD sesuai jangka waktu yang ditentukan.
Seluruh data perpajakan yang diperoleh dari daftar isian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun dan dicatat atau
dituangkan dalam berkas atau kartu data, yang merupakan hasil
akhir yang akan dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan dan
penetapan pajak terutang.
Bentuk dan isi SPTPD dimaksud pada ayat (1) pasal ini
ditetapkan sebagaimana tersebut dalam lampiran II peraturan ini.

BAB IV
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 9
(1)

Berdasar SPTPD sebagaimana di maksud pasal 8 ayat (1),


Bupati atau Kepala DPPKAD menetapkan pajak terhutang
dengan menerbitkan SKPD ;

(2)

Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau


kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama atau kurang 30
(tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dari pajak
terhutang sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.

(3)

Bentuk dan isi SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


pasal ini ditetapkan sebagaimana tersebut dalam lampiran III
peraturan ini.
Pasal 10

(1)

(2)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya


pajak, Bupati dapat menerbitkan :
a.

SKPDKB ;

b.

SKPDKBT ;

c.

SKPDN.

SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a diterbitkan :

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 11 a.

apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain


pajak yang terhutang tidak atau kurang bayar, dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak ;

b.

apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu


yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis dikenakan
sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak ;

c.

apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak


yang terhutang dihitung secara jabatan dan dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.

(3)

SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b diterbitkan


apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terhutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dan kekurangan pajak
tersebut ;

(4)

SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila


jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit
pajak ;

(5)

Apabila kewajiban membayar pajak terhutang dalam SKPDKB


dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 12 BAB V
MASA PAJAK
Pasal 11

(1)

Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya sama


dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame ;

(2)

Penetapan masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berdasarkan jenis reklame sebagai berikut :
a.

Masa pajak untuk reklame tetap jangka waktu 1 (satu)


tahun adalah megatron, videotron, (dinamics board, video
wall), billboard / papan (neon sign, neon box), shop
painting / rumah cat, bando jalan, tinplat seng / flag chain ;

b.

Masa pajak untuk insidentil jangka waktu 1 (satu) bulan


adalah reklame kain, reklame melekat / stiker, reklame,
baliho, layar toko ;

c.

Masa pajak untuk reklame insidentil jangka waktu 1 (satu)


hari atau 1 (satu) kali penyelenggaraan adalah reklame
berjalan / kendaraan, reklame udara, reklame suara,
reklame apung, reklame film / slide / sinar laser, reklame
peragaan.
BAB VI
KETENTUAN PEMASANGAN REKLAME
Pasal 12

(1)

Pemasangan reklame bertiang permanen harus dilengkapi


dengan IMB ukurannya ditentukan sebagai berikut :
a.

Reklame bando jalan ukuran minimal 5 m x 10 m (dua


tiang) tinggi minimal 7 m dari permukaan tanah sampai
bidang papan reklame terendah.

b.

Reklame bertiang melintang jalan ukuran 4 m x 6 m keatas


(satu tiang) minimal diatas 6 m dari permukaan tanah
sampai bidang reklame terendah.

c.

Reklame bertiang tidak melintang jalan ukuran 4 m x 6 m


tinggi minimal 3 m dan atau menyesuaikan dari permukaan
tanah sampai bidang reklame terendah.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 13 -

(2)

d.

Reklame bertiang neon box dan non neon box (satu tiang)
ukuran 1 m x 2 m (bolak balik) tinggi minimal 2,5 m apabila
tidak melintang jalan, apabila melintang jalan tinggi minimal
4m dari permukaan tanah sampai bidang reklame
terendah.

e.

Reklame bertiang melintang jalan (satu tiang) ukuran


dibawah 4 m x 6 m tinggi minimal 6 m dari permukaan
tanah sampai bidang reklame terendah.

Pemasangan reklame non permanen, ukurannya ditentukan


sebagai berikut :
a.

Reklame jenis spanduk ukuran minimal 0,9 x 6 m


ketinggian diatas 5 m dari bidang tanah terendah.

b.

Benner ukuran minimal dengan ketinggian 1 m dari bidang


terendah.
Umbul-umbul ukuran minimal 0,9 x 5 m dengan ketinggian
1,5 m dari bidang terendah.
Reklame jenis spanduk melintang jalan minimal ketinggian
6 m dari permukaan tanah sampai bidang papan reklame
terendah.
Banner minimal ketinggian 2 m dari permukaan tanah
sampai bidang papan reklame terendah.
Umbul-umbul minimal ketinggian 2 m dari tanah kebidang
reklame terendah.

c.
d.

e.
f.

(3)

(4)

Untuk pemasangan reklame dalam bentuk rumah cat (shop


painting) perhitungannya sama dengan reklame dalam bentuk
papan ;
Titik tiang reklame permanen dilarang di tempatkan di trotoar/
bahu jalan.
Pasal 13

(1)

Pemasangan reklame harus sesuai dengan ukuran, bahan, isi,


gambar dan lokasi yang tertera dalam surat ijin pemasangan.

(2)

Pemasangan reklame wajib memelihara lingkungan dan harus


memperhatikan serta menyesuaikan keserasian lingkungan
dilihat dari ukuran, tata warna, tata letak dan tata ruang.

(3)

Terhadap pemasangan reklame yang salah satu unsurnya, yaitu


ukuran, bahan, isi, gambar, dan lokasi tidak sesuai dengan
yang tercantum surat ijin pemasangan sebagaimana dimaksud
ayat (1), maka pihak pemasang dikenakan kewajiban untuk

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 14 mengurus ijin pemasangan baru dan membayar pajak sesuai


dengan ketentuan yang berlaku.
(4)

Lokasi penempatan dan ukuran reklame bertiang permanen


harus sesuai dengan rekomendasi dari tim teknis perijinan
reklame.

(5)

Pemasangan reklame bertiang permanen dapat dipasang


setelah mendapatkan ijin mendirikan bangunan.

BAB VII
LARANGAN PEMASANGAN REKLAME
Pasal 14
Dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan berlalu lintas,
menjaga keindahan maupun kebersihan kota/lingkungan, maka
penyelenggara reklame agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1)

Dilarang memasang reklame didepan rambu-rambu lalu lintas,


sampai dengan tempat yang dimaksudkan oleh rambu-rambu
tersebut.

(2)

Dilarang memasang reklame di depan lampu lalu lintas (traffic


light) sampai dengan jarak 100 m kecuali dilahan sendiri.

(3)

Pemasangan reklame spanduk di depan rambu-rambu lalu


lintas sekurang-kurangnya berjarak 100 m dari rambu-rambu
tersebut.

(4)

a. Pemasangan reklame spanduk yang melintang jalan


berjarak sekurang-kurangnya 100 m dari spanduk yang
lainnya.
b. Pemasangan reklame spanduk yang melintang di jalan
berjarak sekurang-kurangnya 200 m dari reklame bando
jalan.
c. Jarak reklame bando jalan dengan bando jalan yang lain
sekurang-kurangnya 1 km searah ruas jalan.

(5)

Terhadap reklame yang telah rusak dan belum berakhir masa


berlakunya sehingga mengganggu keindahan kota harus
diperbaiki kembali, dilepas oleh pihak pemasang atau dilepas
oleh pihak yang berwenang.

(6)

Terhadap pemasangan reklame tetap, harus diadakan


perawatan dan perbaikan secara rutin setiap periode tertentu.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 15 (7)

Dilarang memasang reklame yang ditempelkan pada tiang


listrik, telepon, traffic light, dan dipaku di pohon-pohon, pagar,
tembok bangunan dan lain-lain yang mengganggu keindahan
kota.

(8)

Terhadap
pemasangan
reklame
yang
menggunakan
penerangan listrik diwajibkan memasang meteran listrik sendiri.

(9)

Dilarang memasang reklame selain tempat pemasangan yang


sudah diijinkan.

( 10 ) Dilarang memasang reklame atau meletakkan reklame pada


lokasi-lokasi sebagaimana tersebut dalam lampiran IV
Peraturan ini.
( 11 ) Pemasangan reklame baik yang bersifat insidentil maupun
permanen tidak boleh menutupi reklame yang lainnya.
( 12 ) Dilarang memasang reklame insidentil maupun permanen di
atas jembatan.
( 13 ) Dilarang memasang reklame sebelum ijin pemasangan reklame
diperoleh dari instansi berwenang.
( 14 ) Apabila memasang reklame sebelum ijin diterbitkan akan
ditertibkan oleh instansi berwenang secara sepihak.
( 15 ) Pemasangan
reklame
permanen
bertiang
dilarang
menempatkan tiang pada jalan, bahu jalan dan trotar kecuali
reklame neon box ukuran 1m x 2m (bolak-balik) dan reklame
penunjuk arah dibawah ukuran 1m x 1m.
( 16 ) Bidang dan atau papan reklame bertiang permanen yang
melintang jalan tidak boleh melebihi (satu per empat) badan
jalan yang ada.
( 17 ) Dilarang menempatkan reklame yang dapat menutupi
pandangan terhadap sarana pelayanan publik berupa kantor
pemerintah, sarana kesehatan dan bangunan pelayanan
publiknya.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 16 BAB VIII
JAMINAN
Pasal 15
(1)

Untuk menjamin kepastian pemenuhan tanggung jawab dan


kewajiban dalam pemasangan reklame, penyelenggara reklame
wajib menyerahkan uang jaminan pada saat pengurusan ijin
reklame kepada lembaga pemberi ijin yang besarnya ditetapkan
sebagaimana tersebut dalam lampiran V Peraturan ini.

(2)

Pembayaran uang jaminan sebagaimana dimaksud ayat (1)


maupun pengembalian sebagian atau seluruhnya diberikan
tanda bukti penerimaan.
Pasal 16

(1)

Pemasangan reklame yang menyebabkan rusaknya taman dan


atau ruang terbuka hijau, pihak yang bertanggung jawab
terhadap reklame dimaksud berkewajiban memperbaiki
kembali, paling lama 7 (tujuh) hari setelah selesainya
pemasangan reklame.

(2)

Apabila setelah lewat 7 (tujuh) hari penyelenggara reklame


tidak memperbaiki kerusakan yang terjadi, pihak yang
berwenang dapat melakukan pembongkaran.
Pasal 17

(1)

Terhadap pemasangan reklame yang berakhir masa berlakunya


ijin dan tidak melakukan perpanjangan ijin pemasangan maka
kepada penyelenggara reklame diwajibkan untuk membongkar
reklame yang telah habis masa berlakunya.

(2)

Reklame permanen yang sudah habis masa berlakunya ijin dan


pajak reklame selanjutnya tidak diperpanjang oleh pihak
pemasang maka papan / konstruksi reklame harus dibongkar
oleh pihak pemasang atas biaya sendiri, apabila pada batas
waktu 3 (tiga) bulan tidak dilakukan pembongkaran oleh pihak
pemasang maka papan/ konstruksi reklame tersebut menjadi
aset pemerintah daerah.

(3)

Apabila papan reklame permanen telah habis masa berlakunya


dan pihak pemasang masih memperpanjang ijin namun pada
saat perpanjangan sebelum memiliki materi reklame maka

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 17 pihak pemasang harus berkoordinasi dengan pemda untuk di isi


materi himbauan tentang pemerintahan.
(4)

Pemasangan reklame baik permanen maupun insidentil yang


mengakibatkan kerugian materi, jiwa, kesehatan dan
keselamatan orang lain baik disengaja maupun tidak menjadi
tanggung jawab pihak pemasang.

(5)

Apabila
penyelenggara
reklame
tidak
melakukan
pembongkaran terhadap reklame yang telah habis masa
berlakunya, maka Pemerintah Kabupaten Ngawi secara
sepihak akan melakukan pembongkaran dan apabila dalam
kegiatan pembongkaran reklame dimaksud dibutuhkan /
mengeluarkan biaya maka pembayaran yang dikeluarkan
tersebut harus ditanggung oleh atau menjadi tanggung jawab
penyelenggara rekjlame tersebut.

(6)

Biaya sebagaimana dimaksud ayat (2) diambilkan dari uang


jaminan yang telah disetor pada saat pengurusan ijin
pemasangan reklame.

(7)

Besaran prosentase uang jaminan adalah


tersebut dalam lampiran V Peraturan Bupati ini.

(8)

Perhitungan Besaran prosentase sebagaimana dimaksud ayat


(7) berdasarkan harga pasar yang berlaku saat itu.

sebagaimana

BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 18
(1)

Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain


yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam
SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD.

(2)

Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang


ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah
selambat-lambatnya 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam
atau dalam waktu yang ditentuklan oleh Bupati.

(3)

Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

(4)

Pembayaran sebagaimana di maksud ayat (3) Pasal 18


dibayarkan ke Kas Daerah dengan menggunakan Formulir
(SSPD) sebagaimana lampiran VI Peraturan ini.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 18 -

Pasal 19
(1)

Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2)

Bupati melalui Kepala DPPKAD memberikan persetujuan


kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam
kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan.

(3)

Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat


(2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan
dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah
pajak yang belum atau kurang bayar.

(4)

Bupati melalui Kepala DPPKAD dapat memberikan persetujuan


kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai
batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan
yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen)
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar.

Pasal 20

(1)

Pembayaran pajak secara angsuran dan/atau penundaan dapat


dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada
Bupati.

(2)

Permohonan angsuran dan/atau penundaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilampiri copy SKPD serta alasan
angsuran dan/atau penundaan pembayaran.

(3)

DPPKAD mengadakan penelitian terhadap wajib pajak untuk


dijadikan bahan pertimbangan dalam pemberian persetujuan/
penolakan angsuran dan/atau penundaan kepada wajib pajak.

(4)

Jangka waktu angsuran diberikan paling banyak 4 (empat) kali


angsuran yang dibayar secara teratur setiap bulan dalam waktu
1 (satu) tahun takwim.

(5)

Jangka waktu penundaan pembayaran pajak diberikan paling


lama 2 (dua) bulan dari berakhirnya masa pajak dalam 1 (satu)
tahun takwim.

Bentuk dan isi Permohonan Angsuran Pajak dan Penundaan


Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
ditetapkan dalam Lampiran VII dan VIII Peraturan ini.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 19 BAB X
TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
SERTA KRITERIA WP PENYELENGGARA PEMBUKUAN
Bagian Kesatu
Tata cara Pembukuan dan Pelaporan :
Pasal 21
(1)

SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD, dicatat dalam


buku menurut jenis pajak sesuai dengan NPWPD.

(2)

Dokumen yang telah dicatat disimpan sesuai nomor berkas


secara berurutan.

(3)

Bentuk dan isi SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD


sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan dalam
lampiran peraturan ini.
Pasal 22

(1)

Besarnya penetapan dan penerimaan pajak dihimpun dalam


buku jenis pajak.

(2)

Atas dasar buku jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dibuat daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan
perjenis pajak.

(3)

Berdasarkan daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat laporan realisasi
penerimaan dan tunggakan perjenis pajak sesuai masa pajak.
Bagian Kedua
Kriteria WP Penyelenggara Pembukuan
Pasal 23

(1)

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha pemasangan


reklame dengan jumlah pembayaran pajak diatas Rp.
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib
menyelenggarakan pembukuan.

(2)

Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) pasal ini


harus dilakukan secara tertib, teratur dan benar sesuai dengan
norma pembukuan yang berlaku.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 20 BAB XI
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 24
(1)

Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan
7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2)

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran


atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak
harus melunasi pajak yang terutang.

(3)

Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala
DPPKAD.
Pasal 25

(1)

Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi


dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis,
jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.

(2)

Kepala DPPKAD menerbitkan surat paksa segera setelah lewat


21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat
peringatan atau surat yang sejenis.
Pasal 26

Apabila pajak yang harus dilunasi tidak dibayar dalam jangka waktu 2
x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan
surat paksa, Kepala DPPKAD segera menerbitkan surat perintah
melaksanakan penyitaan.

Pasal 27
Setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat
perintah melaksanakan penyitaan Wajib Pajak belum juga melunasi
utang pajaknya, Kepala DPPKAD mengajukan permintaan penetapan
tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 21 Pasal 28
Setelah kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan
tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera
secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 29
(1)

Kepala DPPKAD dapat menetapkan jadwal waktu tindakan


penagihan pajak yang menyimpan dari jadwal waktu yang telah
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan Pasal
24, Pasal 25 dan Pasal 26 dengan memperhatikan situasi dan
kondisi yang ada.

(2)

Penagihan seketika dan sekaligus atas jumlah pajak yang masih


harus dibayar dilakukan oleh Kepala DPPKAD dengan
mengeluarkan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan
Sekaligus.

(3)

Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penagihan Pajak
Seketika dan Sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
segera dilakukan tindakan penagihan pajak dengan surat paksa,
Surat Perintah Membayar Pajak, serta permintaan penetapan
tanggal dan tempat pelelangan, tanpa memperhatikan tenggang
waktu yang ditetapkan.

(4)

Bentuk dan isi surat peringatan, surat teguran, surat paksa, surat
perintah penyitaan dan surat permintaan lelang dimaksud pada
pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), dan pasal 25 ditetapkan
sebagaimana lampiran IX, X, XI, XII a dan XII b peraturan ini.

BAB XII
TATA CARA PENGURANGAN,
KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 30
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan,


keringanan dan pembebasan pajak secara tertulis kepada Bupati
melalui Kepala DPPKAD dengan melampirkan copy Kartu Tanda
Penduduk (KTP), SKPD disertai bukti dan alasan yang jelas.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 22 (2)

DPPKAD mengadakan penelitian dan pemeriksaan terhadap


wajib pajak sebagai bahan pertimbangan pemberian
persetujuan/penolakan pemberian pengurangan, keringanan dan
pembebasan pajak.

(3)

Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan tersebut


tidak menunda kewajiban pembayaran pajak.

Bentuk isi surat Permohonan Pengurangan dan Surat Permohonan


Keringanan dan Surat Pembebasan Pajak dimaksud ayat (1) Pasal ini
ditetapkan sebagaimana Lampiran XIII dan XIV Peraturan ini.

BAB XIII
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 31

(1)

Bupati melalui Kepala DPPKAD karena jabatan atau atas


permohonan wajib pajak dapat :
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau
STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
b.

Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang


tidak benar ;

c.

Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi


berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terhutang
dalam hal sanksi tersebut dikenakan kekhilafan wajib pajak
atau bukan karena kesalahannya.

(2)

Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan


dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak
kepada Bupati melalui Kepala DPPKAD selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT, atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3)

Bupati melalui Kepala DPPKAD paling lama 3 (tiga) bulan sejak


surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterima, sudah harus memberikan keputusan.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 23 (4)

Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) Bupati melalui Kepala DPPKAD tidak
memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan,
pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan
sanksi administrasi, dianggap dikabulkan.

Bentuk dan isi SKPDKB, SKPDKBT, STPD sebagaimana dimaksud


pada pasal 30 ayat (1) huruf a ditetapkan sebagaimana lampiran XV,
XVI dan XVII Peraturan ini.

BAB XIV
TATA CARA PENYELESAIAN KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 32
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati


atau Kepala DPPKAD atas sesuatu :
a.

SKPD ;

b.

SKPDKB ;

c.

SKPDKBT ;

d.

SKPDLB.

(2)

Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus


disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan
SKPDLB diterima oleh wajib pajak, atau tanggal pemotongan /
pemungutan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan alasan yang jelas, kecuali apabila wajib pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3)

Bupati atau DPPKAD dalam jangka waktu paling lama 12 (dua


belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah
memberikan keputusan.

(4)

Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Kepala DPPKAD tidak
memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap
dikabulkan.

(5)

Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak menunda kewajiban membayar pajak.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 24 -

Pasal 33
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya


kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati
melalui Kepala DPPKAD.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan


secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan
sejak keputusan diterima, dilampiri salinan surat keputusan
tersebut.

(3)

Pengajuan permohonan banding sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

Pasal 34

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 31


atau banding sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XV
TATA CARA PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 35
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian


kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Kepala
DPPKAD.

(2)

Bupati atau Kepala DPPKAD dalam jangka waktu paling lama 12


(dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memberikan keputusan.

(3)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) dilampaui, Bupati atau Kepala DPPKAD tidak memberikan
keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 25 pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam


waktu palinga lama 1 (satu) bulan.
(4)

Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan


pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua)
langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
pajak dimaksud.

(5)

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam


waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKPDLB
dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
(SPMKP).

(6)

Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan


setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB,
Bupati atau DPPKAD memberikan imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
pajak.
Pasal 36

(1)

Apabila
pembayaran
kelebihan
pembayaran
pajak
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana
dimaksud Pasal 34 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan
cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku
sebagai bukti pembayaran.

(2)

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap


pelaksanaan reklame perlu dibentuk tim reklame Kabupaten
Ngawi yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3)

Biaya operasional tim reklame Kabupaten Ngawi dianggarkan


dalam APBD Kabupaten Ngawi.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 26 -

BAB XVI
PEMERIKSAAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tujuan Pemeriksaan
Pasal 37
Tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan wajib pajak dan pelaksanaan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan Daerah.

Bagian Kedua
Bentuk Pemeriksaan
Pasal 38

(1)

Bentuk pemeriksaan terdiri dari :


a.

Pemeriksaan lengkap ;

b.

Pemeriksaan sederhana.

(2)

Pemeriksaan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a dilakukan ditempat wajib pajak untuk tahun berjalan
dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang lazim digunakan dalam
pemeriksaan pada umumnya.

(3)

Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b dapat dilakukan :
a.

Dilapangan terhadap wajib pajak untuk tahun berjalan


dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan
menerapkan teknik pemeriksaan yang lazim dengan bobot
dan kedalaman yang sederhana ;

b.

Di kantor terhadap wajib pajak untuk tahun berjalan yang


dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan dengan
bobot dan kedalaman yang sederhana.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 27 -

Bagian Ketiga
Tata Cara Pemeriksaan
Pasal 39
(1)

(2)

Pemeriksaan lapangan, dilakukan dengan cara :


a.

Memeriksa tanda pelunasan pajak dan keterangan lainnya


sebagai bukti pelunasan kewajiban perpajakan daerah ;

b.

Memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen pendukung


lainnya termasuk keluaran dari media komputer dan
perangkat elektronik pengolah data lainnya ;

c.

Meminjam buku-buku, catatan dan dokumen pendukung


lainnya termasuk keluaran dari media komputer dan
perangkat elektronik pengolah data lainnya, dengan
memberikan tanda terima ;

d.

Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak


yang diperiksa ;

e.

Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan


tempat menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat
memberikan petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak
dan/atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta
melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut ;

f.

Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut


huruf e apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat
ruangan dimaksud, atau tidak ada ditempat pada
pemeriksaan ;

g.

Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari


pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak
yang diperiksa.

pada
tidak
atau
saat

Pemeriksaan kantor, dilakukan dengan cara :


a.

Memberitahukan agar wajib pajak membawa tanda


pelunasan pajak, buku-buku catatan dan dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran dari media komputer
dan perangkat elektronik pengolah data lainnya ;

b.

Meminjam buku-buku catatan dan dokumen pendukung


lainnya termasuk keluaran dari media komputer dan
perangkat elektronik pengolah data lainnya dengan
memberikan tanda terima ;

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 28 c.

Memeriksa buku-buku catatan dan dokumen pendukung


lainnya termasuk keluaran dari media komputer dan
perangkat elektronik pengolah data lainnya ;

d.

Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak


yang diperiksa ;

e.

Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari


pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak
yang diperiksa.
Pasal 40

(1)

Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan, wajib pajak


atau wakil atau kuasanya tidak ada ditempat, pemeriksaan tetap
dilaksanakan sepanjang ada pihak yang mempunyai
kewenangan untuk bertindak mewakili wajib pajak sesuai batas
kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk
dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.

(2)

Untuk
keperluan
pengamanan
pemeriksaan,
sebelum
pemeriksaan lapangan ditunda, pemeriksa dapat melakukan
penyegelan tempat atau ruangan yang diperlukan.

(3)

Apabila pada saat pemeriksaan lapangan dilanjutkan setelah


dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak juga ada ditempat,
pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu
meminta pegawai wajib pajak yang bersangkutan untuk mewakili
wajib pajak guna membantu kelancaran pemeriksaan.

(4)

Apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan


ijin untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu
dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan serta
memberikan yang diperlukan, wajib pajak atau wakil atau
kuasanya harus menandatangani surat pernyataan penolakan
membantu kelancaran pemeriksaan.

(5)

Apabila pegawai wajib pajak yang diminta mewakili wajib pajak


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak untuk membantu
kelancaran
pemeriksaan,
yang
bersangkutan
harus
menandatangani surat pernyataan penolakan membantu
kelancaran pemeriksaan.

(6)

Apabila terjadi penolakan untuk menandatangani surat


sebagaimana dimaksud ayat (4) atau ayat (5), pemeriksa
membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang
ditandatangani oleh pemeriksa.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 29 (7)

Surat pernyataan penolakan pemeriksaan, surat pernyataan


penolakan membantu kelancaran pemeriksaan dan berita acara
penolakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ayat (5) dan ayat (6) dapat dijadikan dasar untuk penetapan
besarnya pajak terutang secara jabatan atau dilakukan
penyidikan.
Pasal 41

(1)

Pemeriksa membuat laporan pemeriksaan untuk digunakan


sebagai dasar penerbitan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD atau
tujuan lain untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.

(2)

Apabila penghitungan besarnya pajak yang terutang dalam


SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berbeda dengan SPTPD, perbedaan besarnya pajak
diberitahukan kepada wajib pajak yang bersangkutan.

Pasal 42

(1)

Pemberian tanggapan atas hasil pemeriksaan dan pembahasan


akhir pemeriksaan lengkap diselesaikan dalam waktu paling
lama 21 (dua puluh satu) hari setelah pemeriksaan selesai
dilakukan.

(2)

Pemberian tanggapan atas hasil pemeriksaan lapangan


dilakukan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah
pemeriksaan lapangan selesai dilakukan.

(3)

Hasil pemeriksaan kantor disampaikan kepada wajib pajak


segera setelah pemeriksaan selesai dilakukan dan tidak
menunggu tanggapan wajib pajak.

(4)

Apabila wajib pajak tidak memberikan tanggapan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) atau tidak menghadiri pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, SKPD dan/atau STPD diterbitkan secara
jabatan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang di sampaikan
kepada wajib pajak.

(5)

Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan apabila
pemeriksaan dilanjutkan dengan penyidikan.

Pasal 43
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

- 30 -

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang


adanya tindak pidana di bidang perpajakan daerah, pemeriksaan tetap
dilanjutkan dan pemeriksa membuat laporan pemeriksaan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Dengan ditetapkannya Peraturan Bupati ini, maka Peraturan Bupati
Ngawi Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan
Bupati Ngawi Nomor 411 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 51 Tahun 2001 Tentang
Pajak Reklame dan Peraturan Bupati Ngawi Nomor 10 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pemasangan Reklame di Kabupaten Ngawi dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Ngawi.

Ditetapkan di Ngawi
pada tanggal
BUPATI

NGAWI

BUDI SULISTYONO

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_5/340941656.doc

Anda mungkin juga menyukai