Anda di halaman 1dari 16

Jumlah Kata : 2612

PENGUKURAN KINERJA DI BIDANG PENDIDIKAN


MENGGUNAKAN BALANCE SCORECARD

Dosen : Ibrahim Fatwa Wijaya, S.E., M.S.c.


Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
Kelompok 5:
Dewi Rina Setyawati

F1315032

Rebeca Arlinda P.I

F1315076

Harviana Anggraini Putri F1315048


Ryan Ridzki Pratama

F1315085

Satryo Eka Palgunadi

F1315088

Mochamad Khairudin

F1315060

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

......................................................................................... 1

ABSTRAK

......................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3


BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 8
BAB III PENUTUP

......................................................................................... 11

REFERENSI

......................................................................................... 12

Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

ABSTRAK
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengukur kinerja dan mengetahui
kendala dalam mengukur kinerja di sektor publik terutama di bidang pendidikan. Informasi
dan data yang dibutuhkan diperoleh dengan cara mereview jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan pengukuran kinerja di sektor publik terutama di bidang pendidikan. Kesimpulan dari
penulisan paper ini adalah pengukuran kinerja sektor publik bagian pendidikan dalam hal ini
sekolah sulit untuk dilakukan karena tidak bisa dinilai dengan uang, kesulitan tersebut diatasi
dengan menerapkan balanced scorecard. Balanced scorecard mengukur kinerja berdasarkan
aspek finansial dan non finansial, dan mengharuskan pendidik untuk menentukan sebab
akibat diantara berbagai sasaran (dalam hal ini murid) yang dihasilkan dalam setiap
perencanaan. Balanced scorecard memenuhi aspek keseimbangan sasaran yang dihasilkan
oleh sistem perencanaan untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang. Pengukuran
balanced scorecard mampu mengukur sasaran yang sulit diukur. Saran untuk sekolah
sebaiknya mempersiapkan sumber daya yang ahli dalam pembuatan balanced scorecard
bidang pendidikan, dan juga benar-benar mengimplementasikan balanced scorecard yang
sudah dibuat untuk mencapai kinerja yang optimal sehingga pengukuran kinerja bisa
diketahui dengan handal dan sekolah bisa dengan cepat memperbaiki kinerja atau
meningkatkan kinerja.
Kata kunci: Pengukuran Kinerja, Bidang Pendidikan, Balanced Scorecard.

BAB I
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

PENDAHULUAN
Latar Belakang
New Public Management (NPM) dalam beberapa tahun ini telah diterapkan di negaranegara di seluruh dunia dalam upaya meningkatkan kinerja di sektor publik. Penelitian di
Norwegia dan Mexico menunjukan bahwa kesuksesan dalam beradaptasi dengan tata kelola
yaitu, teknis dan keuangan, institusional, pembelajaran dan pengetahuan, dan partisipasi dan
akuntabilitas telah terkikis oleh reformasi NPM (Eakin et al. 2011). Reformasi sektor publik
adalah pentingnya hak-hak publik dan warga negara dalam konteks layanan yang seharusnya
mereka dapatkan selaras dengan proses demokrasi dalam layanan sektor public (Greve 2003).
Faktor pentingnya adalah dukungan keuangan yang diberikan oleh lembaga pendanaan dan
LSM, dukungan keuangan ini sering pergi bersama persyaratan untuk reformasi, termasuk
desentralisasi tanggung jawab untuk menurunkan lapisan pemerintah, sebuah marketisasi dari
sektor publik, penerapan program anti-korupsi, dan pengenalan pemilihan umum (Mimba et
al. 2007). Manajemen Kualitas Total sektor publik di Inggris dapat dipertahankan dalam
keterbatasan survei, dengan mengarah ke peningkatan kinerja dari waktu ke waktu, yang
diukur dengan berbagai komprehensif ukuran kinerja (McAdam et al. 2002). Manifestasi dari
proses globalisasi membuat negara-negara berpenghasilan rendah telah banyak yang
mengadopsi NPM (Songstad et al. 2012).
Selama dekade terakhir berbagai proyek di bawah mantel modernisasi sektor publik
dan reformasi administrasi dikembangkan untuk mencapai ekonomi, efisiensi, efektivitas
seperti konsep Value for Money dan kualitas dalam penyediaan layanan publik untuk memacu
instansi berkinerja secara efisien dan efektif sesuai dengan dana yang tersedia (Indudewi
2007; Sotirakou and Zeppou 2006). Besarnya alokasi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota
tidak berkorelasi dengan efisiensi dalam penggunaannya (Kurnia 2006). Kesulitan terbesar
dalam menangani lingkungan sektor publik adalah mampu mengukur hasil atau bahkan
keluaran dalam cara yang berarti (Teicher et al. 2002). Inovasi, sistem antar organisasi, dan
kualitas memiliki dampak yang signifikan dalam organisasi sektor publik (Mafini 2015).
Pengenalan prinsip-prinsip NPM telah mempromosikan penggunaan pengukuran
kinerja untuk menggerakkan sektor publik yang lebih efisien, efektif dan akuntabel. Telah
disarankan pula penerapan sistem pengukuran kinerja multidimensional canggih dan
komprehensif, yang terlihat di luar ukuran finansial tradisional, berdasarkan strategi
organisasi, seperti balanced scorecard (Nuti et al. 2012). Karakteristik pengukuran kinerja
yang obyektif dan komprehensif dapat ditemukan dalam model pengukuran balanced
scorecard (Maesaroh et al. 2008). Balanced scorecard merupakan suatu metode pengukuran
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

kinerja yang tidak hanya mencerminkan pada kinerja euangan saja, tetapi juga yang tidak
dapat diukur dengan keuangan (Effendi 2012; Moullin et al. 2002; Rumintjap 2008).
Balanced scorecard dan Value for Money bisa digunakan dalam berbagai macam cara agar
mampu mendeteksi ketercapaian organisasi publik dalam melayani pelanggan (masyarakat)
(Endy Dwi Putra).
Secara tradisional, organisai sektor publik telah dipengaruhi dan ditentukan oleh
otoritas politik dan lembaga birokrasi pusat (Kondylis 1989; Parker and Bradley 2000).
Peningkatan interaksi menghasilkan efek perilaku yang diinginkan mungkin mengurangi
tingkat ambiguitas politik, dan meningkatkan tingkat kepuasan hubungan vertikal atau
horizontal (Davis 1979). Lembaga-lembaga publik dapat merespon secara berbeda terhadap
berbagai jenis perubahan (politik, alam, dan lainnya) dalam lingkungan mereka (Hall 2007).
Dalam model birokrasi ini karyawan sektor public cenderung memberatkan prosedur dan
prinsip untuk menunjukkan akuntabilitas kepada publik (Bolton 2003; Claver et al. 1999).
Dengan demikian penyediaan layanan lebih fokus pada internal daripada fokus terhadap
kebutuhan masyarakat. Diperkenalkannya pendekatan New Public Management diharapkan
dapat mengembangkan layanan baru orientasi antara organisasi sektor publik. Ini digerakkan
oleh pasar (Gianakis 2002), agenda perubahan organisasi adalah "berorientasi pada
pengembangan bentuk organisasi pasca-birokrasi" (Parker and Bradley 2000) dan pemberian
pelayanan yang efektif dan efisien serta perbaikan. Namun, kritikus berpendapat bahwa
banyak organisasi sektor publik yang berjuang untuk re-orientasi karena kompleksitas
lingkungan dimana mereka beroperasi. Sebagai contoh, (Marini 1993) menyoroti bahwa
organisasi sektor publik sering digunakan untuk menggambarkan contoh kekejaman layanan.
Bagian penting dari hal itu adalah fokus manajerial.
Sistem kompensasi yang dirancang dengan baik dapat menjadi sangat penting bagi
manajer dalam rangka meningkatkan baik motivasi dan kinerja individu (van Herpen et al.
2005). Kontribusi individu dan kinerja organisasi menjadi sangat relevan dengan pengusaha
di pemerintah daerah Inggris dimana modernisasi pelayanan publik telah didukung oleh
sistem eksternal wajib "Penliaian Terbaik" (Harris 2005). Kinerja instansi pemerintah adalah
gambaran tingkat capaian sasaran/pun tujuan instansi dari visi dan misi yang
mengindikasikan tingkat keberhasilan (Novitasari 2014). Kualitas layanan sangat penting
untuk keberhasilan semua organisasi (Zeithaml et al. 1990). Dua pendekatan dasar yang biasa
dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan publik, yakni: (1) pendekatan pengukuran dari
kualitas

kinerja

pemberi

layanan

(provider),

dan

(2)

pendekatan

kepuasan

pelanggan/masyarakat (Dwiyanto 2002).


Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

Kinerja sektor publik bersifat multidimensional sehingga tidak ada indikator tunggal
untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif, dan juga tidak dapat diukur denga rasiorasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan ini karena sektor publik tidak ada
net profit (Nugrahani 2007; Sadjiarto 2000). Pengukuran kinerja dan efektivitas seharusnya
tidak hanya menekankan pada salah satu input, output dan outcome untuk tujuan tertentu saja
karena pemerintah tujuan umumnya tidak jelas dan selalu saling bertentangan, berfokus pada
salah satu pengukuran saja tanpa mempertimbangkan hasil menyebabkan perilaku
menyimpang dan hasil nya jauh lebih sulit untuk diukur (Lynch and Day 1996; Rosenheck
and Cicchetti 1998; Walle 2008).
Dengan membangun sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan
kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat keterkaitan antara dana yang tersedia dengan
hasil yang diharapkan. (Avionita 2013). Ditemukan beberapa kendala saat melakukan survei:
pemahaman tentang apa inti dari efektivitas; fakta bahwa daftar indikator tidak selalu akurat
(Antipova and Antipov 2014). Pengetahuan dan ketrampilan serta integritas individu sangat
diperlukan untuk mengisi posisi strategis agar output yang dikeluarkan memuaskan (Rehman
2011)
Sumber daya dan lembaga-lembaga pemerintahan nasional penting dalam
mempercepat kemampuan dan kemauan untuk menerapkan teknologi Egov yang mendorong
partisipasi dan keterlibatan warga negara, internet dapat digunakan sebagai media pemantau
kinerja individu pada sektor tertentu (AlBusaidy et al. 2009; Direction 2015; Gathungu
2012). Pejabat organisasi publik dengan tanggung jawab menanamkan Kinerja Teknologi
Manusia dapat menggunakan konsep kematangan sebagai cara merencanakan pelaksanaan
dan mengukur evolusi sehingga mendukung kebijakan yang lebih luas, atau tujuan organisasi
(Pullen 2007). Harus ada revitalisasi nilai-nilai yang terkait dengan komitmen terhadap
pelayanan publik dan tanggung jawab secara profesional (Carlesworth et al. 2003)
Kemampuan sistem pengukuran kinerja untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih sering dipertanyakan, baik diluar negeri
maupun di Indonesia (Norman 2010).
Anggaran yang belum memadai serta masih adanya beberapa tumpang tindih tupoksi
dan lemahnya pemahaman terhadap tupoksi menghasilkan kinerja yang belum fokus
(Djayanegara 2007). Insentif keuangan menyiratkan motivasi untuk melayani yang optimal
sesuai dengan insentif keuangan ditambahkan, efek sampingnya adalah semata-mata
disebabkan oleh insentif yang tidak sesuai (Bregn 2012; Kealesitse et al. 2013).
Tidak hanya rumah sakit dan instansi pemerintah, pelayanan sektor publik dalam
pendidikan juga mempunyai kendala dalam pengukuran kinerjanya karena input, output, dan
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

outcome yang tidak bisa dinilai dengan material. Peran dan fungsi akuntansi dalam dunia
pendidikan adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan agar
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam entitas pendidikan (Sciulli et al.
2008). Rekomendasi tentang perlunya akomodasi yang berdasarkan pendapat profesional
guru yang berkualitas siswa tunanetra, namun guru ini tidak tahu siswa secara pribadi
(Zebehazy et al. 2012). Heterogenitas seperti kesenjangan swasta umum akan lebih terasa
bagi anak-anak miskin dan anak-anak untuk area pedesaaan daripada anak-anak kaya dan
residensi perkotaan yang mendapatkan kualitas yang baik (Wagner et al. 2014). Alasan untuk
percaya bahwa perubahan kemampuan staf dan motivasi untuk mempengaruhi prestasi
belajar siswa akan mempengaruhi sebuah sekolah Status akuntabilitas dan apakah staf
dihargai atau diberikan sanksi (Milanowski 1999). Pendidik khusus dirancang formatif yang
model evaluasi yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan prestasi siswa per individu
untuk digunakan dalam pendidikan khusus (Deno 2003). Peningkatan daya saing perguruan
tinggi dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian akademik dan lulusan sehingga
membantu meningkatkan daya saing internasional universitas dan perusahaan Jerman dalam
jangka panjang (Warning 2004).
Kebutuhan untuk mengembangkan atau mempertimbangkan prosedur akuntansi
manajemen kinerja alternatif untuk ts nirlaba yang tidak bergantung pada dua asumsi meresap
jika informasi yang diberikan oleh sistem akuntansi manajemen adalah menjadi relevan untuk
pengambilan keputusan dan evaluasi kinerja (Banker et al. 2014). Pengukuran kinerja
organisasi perpustakaan dan informasi adalah penting sebagai aktivitas manajerial, kolaborasi
antara organisasi terkemuka yang memiliki tanggung jawab pengembangan perpustakaan
universitas, dan penyebaran pengukuran kinerja yang sistematis, juga penting, seperti
pengembangan budaya penilaian di mana evaluasi, umpan balik dan perbaikan menjadi
rutinitas normal kerja perpustakaan (Kim Thi Ninh et al. 2010). Gerakan kualitas dalam
pendidikan tinggi, pemimpin senior harus mengambil peran utama dalam mempromosikan
kontemporer, kualitas strategis konsep manajemen dan praktek (Badri et al. 2006). Ketika
orang menggunakan sistem PM yang sesuai, mereka menolak atau mempolitisir dengan
mereka mereka sangat dipengaruhi oleh kondisi budaya lingkungan kerja mereka (Vakkuri
2003).
Wirausaha di sektor publik, berbeda dengan di sektor swasta, tidak bergantung pada
kepentingan individu tertentu, melainkan pada kepentingan kelompok dalam organisasi untuk
berubah, beradaptasi, berinovasi dan menghindari risiko, di mana kualitas pribadi dan
motivasi yang jauh lebih penting (Kearney et al. 2009). Aspek akademik Pengukuran kinerja
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

perguruan tinggi negeri pada dasarnya sama dengan perguruan tinggi swasta namun dari
aspek keuangan, perguruan tinggi swasta mengukur kinerja institusi dari kemampuan
memperoleh laba, sedangkan perguruan tinggi negeri bisa dilihat dari keterserapan anggaran,
balance scorecard belum sepenuhnya diterapkan organisasi pemerintah di Indonesia tingkat
pusat maupun daerah, balance scorecard

sebaiknya dikembangkan setiap organisasi

pemerintah untuk mempertajam perannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan.


(Ramdhaniah 2011).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas muncul rumusan masalah:
1. Bagaimana mengukur kinerja di sektor publik terutama di bidang pendidikan?
2. Apa kendala yang ditemukan dalam mengukur kinerja di sektor publik terutama di
bidang pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran kinerja di sektor publik pada bidang apapun akan mengalami kendala
karena kinerja sektor publik tidak mudah diukur dengan uang. Input pada sektor publik bisa
dinilai dengan uang, tetapi outputnya tidak bisa dinilai dengan uang karena pelayanan yang
diberikan tanpa mengutamakan profit dan outcomenya pun tidak mudah dinilai dengan uang.
Berbeda dengan sektor bisnis, yang input dan outputnya bisa dinilai dengan uang. Sektor
publik bagian pendidikan juga mengalami kendala dalam pengukuran kinerja. Sebagai contoh
sektor publik bagian pendidikan yaitu sekolah. Input sekolah adalah murid, ketika murid
bersekolah mereka membayar iuran komite secara berkala. Iuran komite tersebut merupakan
input sekolah karena bisa dinilai dengan uang. Sekolahan meluluskan murid dengan nilai
ujian akhir sekolah dan nilai ujian nasional, besaran nilai itu merupakan output sekolahan dan
tidak bisa dinilai dengan uang. Jika ingin menghitung output sekolahan maka yang bisa
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

dihitung adalah jumlah murid yang lulus dan perangkingan nilai ujian, tetapi nilai uangnya
tidak dapat diukur. Outcome sekolahan berupa penilaian terhadapt output yang dihasilkan,
setelah murid lulus bagaimana nasib murid tersebut apakah bekerja atau melanjutkan sekolah
atau bahkan putus sekolah. Tidak hanya sampai di situ, murid tersebut misalkan bekerja akan
bekerja di tempat yang bagaimana? Apakah bekerja di tempat yang bagus/bonafit dengan
posisi yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau tidak?. Dengan murid yang
melanjutkan sekolah, apakah murid tersebut sekolah di tempat yang berkualitas atau tidak?.
Jadi outcome sekolahan itu sangat sulit diukur dengan uang/materi. Pengukuran kinerja di
sekolahan yang sulit diukur dengan uang menyebabkan pengukuran kinerja tidak bisa diukur
dengan handal. Padahal kinerja yang baik harus memiliki sistem pengukuran kinerja yang
handal dan berkualitas, maka diperlukan pengukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan
aspek keuangan saja namun juga memperhatikan aspek non keuangan.
Nuti et al. menyarankan penerapan sistem pengukuran kinerja multidimensional
canggih dan komprehensif, yang terlihat di luar ukuran finansial tradisional, berdasarkan
strategi organisasi, seperti balanced scorecard. Balanced scorecard merupakan strategi bisnis
yang diterapkan agar mampu mengukur keberhasilan organisasi. Balanced scorecard dapat
digunakan sebagai alat untuk mengimplementasikan strategi. Balanced scorecard juga
menyelaraskan berbagai fungsi organisasi agar keputusan dan kegiatan di masing-masing
fungsi dapat dilaksakan untuk mencapai tujuan. Balanced scorecard awalnya digunakan
untuk pengukuran kinerja di sektor swasta yang bersifat profit oriented. Pendekatan balanced
scorecard digunakan untuk mengukur kinerja di sektor swasta berdasarkan aspek finansial
dan non finansial. Seiring perkembangan balanced scorecard mulai diterapkan juga pada
organisasi sektor publik. Perbedaan signifikan terhadap penggunaannya, pada sektor swasta
orientasi profit merupakan tujuan utama sedangkan pada sektor publik berorientasi pada
pelayanan masyarakat. Balanced scorecard sesuai untuk sektor publik karena balanced
scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatf finansial namun juga aspek
kualitatif non finansial. Hal tersebut sejalan dengan organisasi sektor publik yang
menempatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai kegiatan utama yang bersifat non
finansial.
Sekolah merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak dibidang sektor
publik dalam bidang jasa pendidikan. Tujuan utamanya tidak hanya untuk mendapatkan laba
tetapi untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarat (dalam bidang
pendidikan). Sekolah sebagai instansi pemerintah harus mampu memberikan pertanggung
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

jawaban baik secara finansial maupun non finansial kepada pemerintah dan masyarakat
sebagai pengguna jasa.
Balanced scorecard merupakan pengukuran kinerja yang dilakukan menggunakan
empat perspektif utama yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, dan persperktif pembelajaran dan pertumbuhan. Sebagai contoh penerapan
balanced scorecard di sekolah menggunakan perspektif keuangan, perspektif tersebut
berkaitan dengan ukuran kinerja dari sudut pandang keuangan yang berdasarkan atas
konsekuensi ekonomi yang dilakukan. Sesuai dengan Mardiasmo, sektor publik diukur
dengan instrumen Value for Money. Perspektif selanjutnya adalah perspektif pelanggan,
perspektif tersebut diukur dengan tiga aspek yaitu retensi pelanggan, kepuasan pelanggan,
dan akuisisi pelanggan. Aspek pertama, retensi pelanggan mengukur sejauh mana loyalitas
pelanggan dalam arti pengguna sekolah yaitu murid dan wali murid. Misalkan, keluarga A
menyekolahkan anak-anak nya secara turun temurun ke sekolah yang sama karena
mempercayai kualitas sekolah tersebut. Aspek kedua, kepuasan pelanggan mencerminkan
kemampuan sekolah dalam memuaskan kebutuhan pelanggan dalam hal sekolah adalah
kepuasan wali murid terhadap pelayanan sekolah dan hasil pendidikan anak-anak mereka di
sekolah tersebut. Aspek terakhir yaitu akuisisi pelanggan, mengukur tingkat keberhasilan
sekolah dalam menarik murid baru misalkan input murid baru di sekolah X adalah muridmurid dengan nilai ujian yang tinggi sehingga sekolah itu mendapat nilai prestise. Perspektif
ketiga yaitu perspektif proses bisnis internal, berkaitan dengan penilaian atas proses yang
telah dibangun dalam melayani mayarakat penilaian ini meliputi proses inovasi organisasi
dan kualitas pelayanan. Tingkat pelayanan diukur menggunakan standar kinerja yang dimiliki
sekolah. Perspektif ini melihat bagaimana sekolah melaksanakan proses pelayanan
pendidikan yang bermutu menggunakan standar pengukuran yang berlaku. Perspektif yang
terakhir adalah pembelajaran dan pertumbuhan. Perspektif ini memiliki tujuan untuk
mendorong sekolah menjadi organisasi belajar sekaligus mendorong pertumbuhannya dengan
mengukur kemampuan pendidiknya.

Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

BAB III
PENUTUP
Hasil pembahasan pada paper ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengukuran
kinerja sektor publik bagian pendidikan dalam hal ini sekolah sulit untuk dilakukan karena
tidak bisa dinilai dengan uang. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan balanced
scorecard. Balanced scorecard ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non
finansial. Balanced scorecard mengharuskan pendidik untuk menentukan sebab akibat
diantara berbagai sasaran (dalam hal ini murid) yang dihasilkan dalam setiap perencanaan.
Balanced scorecard memenuhi aspek keseimbangan sasaran yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang. Pengukuran balanced
scorecard mampu mengukur sasaran yang sulit diukur. Saran untuk sekolah sesuai
pembahasan di atas adalah sekolah sebaiknya mempersiapkan sumber daya yang ahli dalam
pembuatan

balanced

scorecard

bidang

pendidikan.

Sekolah

juga

benar-benar

mengimplementasikan balanced scorecard yang sudah dibuat untuk mencapai kinerja yang
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

10

optimal dan pengukuran kinerja bisa diketahui dengan handal sehingga sekolah bisa dengan
cepat memperbaiki kinerja atau meningkatkan kinerja.

REFERENSI
AlBusaidy, M., Vishanth, W. 2009. Egovernment diffusion in Oman: a public sector
employees' perspective.
Antipova, T., Antipov, A. 2014. Performance Measurement In Public Sector.
Arfan, D.A. 2014. Analisis Value for Money dalam Pengukuran Kinerja Dinas Pertanian
Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2011-2012.
Avionita, V. 2013.Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program
Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah.
Badri, M.A. et al. 2006. The Baldrige Education Criteria for Performance Excellence
Framework: Empirical test and validation.
Banker, R.D., Chang, H. & Feroz, E.H., 2014. Performance measurement in nonprofit
governance: an empirical study of the Minnesota independent school districts.
Boardman, C., Bozeman, B., Ponomariov, B. 2010. Private Sector Imprinting: An
Examination of the Impacts of Private .
Bregn, K. 2012. Detrimental Effects of Performance-Related Pay in the Public Sector? On
the Need for a Broader Theoretical Perspective.
Caemmerer, B. 2013. A Comparison Of Private And Public Sector Performance.
Cambell, M.2005. Bringing Performance Excellence to the Public Sector: Washington State's
Odyssey.
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

11

Charlesworth, K., Cook, P., Crozier, G. 2003. Leading Change in the Public Sector: Making
the Difference.
Davis, Tim R.V. 1979. OD in the Public Sector: Intervening in Ambiguous Performance
Environments.
Deno, S.L., 2003. Developments in Curriculum-Based Measurement.
Direction, S. 2015. When two worlds collide: Using social media to benchmark public sector
performance.
Djayanegara, HMS., Wakhyudi. 2007. Analisis Keterkaitan Rasio Keuangan Daerah dalam
Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Setda Kabupaten Bogor).
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 2 Volume 9.
Eakin, H., Eriksen, S., Eikeland, P. 2011. Public Sector Reform and Governance for
Adaptation: Implications of New Public Management for Adaptive Capacity in Mexico
and Norway.
Effendi, R. 2012. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Dengan Menggunakan Balanced
Scorecard (Studi Kasus Kanwil DJP Sumsel dan Kep. Babel).
Gathugu, J. 2012. Contextual Factors Affecting E-Government Strategy Implementation and
its Impact on Public Sector Performance in Kenya.
Greve, C. 2003. Public Sector reform in Denmark: Organizational Transformation and
Evaluation. Copenhagen.
Hall, JL. 2007. Implications of Success and Persistence for Public Sector Performance.
Harris, L. 2005. UK public sector reform and the performance agenda in UK local
government: HRM challenges and dilemmas.
Indudewi, D. 2007. Pengukuran Kinerja Dalam Instansi Pemerintah Daerah Performance
Measurement in Local Government.
Jaedun, A. Model Asesmen Kinerja Sekolah Berbasis Peserta Didik.
Kealesitse, B., O'Mahony, B., Lloyd-Walker, B., Polonsky, MJ. 2013. Developing customerfocused public sector reward schemes: Evidence from the Botswana government's
performance-based reward system (PBRS).
Kearney, C., Hisrich, D., Robert., Roche, F. 2009. Public and private sector
entrepreneurship- similarities, differences or a combination?.
Kim Thi Ninh, T. et al., 2010. Systematic performance measurement for university libraries
in Vietnam.
Kurnia, A.S., 2006. Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free
Disposable Hull (FDH).
Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

12

Levelle, J. 2006. It's All About Context and Implementation: Some Thoughts Prompted.
Lynch, TD., Day, SE. 1996. Public sector performance measurement.
Mafini, C. 2015. Predicting Organisational Performance Through Innovation, Quality and
Inter-Organisational Systems: A Public Sector Perspective. The Journal of Applied
Business Research Volume 31, Number 3.
McAdam, R., Reid, R., Saulters, R. 2002. Sustaining quality in the UK public sector: Quality
measurement frameworks.
Micheli, P., Neely, A. 2010. Performance Measurement in the Public Sector in England:
Searching for the Golden Thread.
Milanowski, A.T., 1999. Measurement Error or Meaningful Change? The Consistency of
School Achievement in Two School-Based Performance Award Programs.
Mimba, Ni Putu S.H., van Helden, G. Jan., Tillema, Sandra. 2007. Public sector performance
measurement in developing countries: A literature review and research agenda
Moullin, M., Soady, J., Price, C., Cullen, J., Giligan, C. 2002. Using the Public Sector
Scorecard in public health.
Narwoto, S. 2013. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar Teori
Kejuruan Siswa SMK.
Norman. 2010. Implementsi Sistem Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Di Kota Bengkulu.
Novitasi, A. 2014. Evaluasi Terhadap Implementasi Standar Pengukuran Kinerja Karyawan
Bagian Umum untuk Meningkatkan Kualitas Layanan Keluhan Masyarakat di Kantor
DPRD Provinsi Jawa Timur.
Nugrahani, T.S. 2007. Analisis Penerapan Konsep Value for Money Pada Pemerintahan
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nuti, S., Seghieri, C., Vainieri, M. 2012. Assessing the effectiveness of a performance
evaluation system in the public health care sector: some novel evidence from the
Tuscany region experience.
Pandey, S.K., Garnett, J.L. 2006. Exploring Public Sector Communication Performance:
Testing a Model and Drawing Implications.
Phillips, Jack J, Phillips, Patti, CPT. 2009. Using ROI to Demonstrate Performance Value in
The Publik Sector.
Pullen, W. 2007. A Public Sector HPT Maturity Model.

Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

13

Rahmawati, A.D., Suwitri, S., Maesaroh. 2008. Analisis Kinerja Organisasi Publik dengan
Metode Balance Scorecard.
Rehman, S.M. 2011. Exploring the Impact of Human Resources Management on
Organizational Performance. Canada.
Rosenheck, R., Cicchetti, D. 1998. A Mental Health program Report Card: A
Multidimensional Approach to Performance Monitoring in Public Sector Programs.
Rumintjap, M.L. 2008. Penerapan Balance Scorecard Sebagai Tolak Ukur Pengukuran
Kinerja di RSUD Noongan.
Sadjiarto, A. 2000. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan.
Sciulli, N., Sims, R. 2008. Public sector accounting education in Australian universities:
Obstacles and opportunities.
Songstad, NG., Lindkvist, I., Moland, KM., Chimhutu, V., Blystad, A. 2012. Assessing
performance enhancing tools: experiences with the open performance review and
appraisal system (OPRAS) and expectations towards payment for performance (P4P)
in the public health sector in Tanzania.
Sotirakou, T., Zeppou, M., 2006. Utilizing performance measurement to modernize the Greek
public sector.
Stewart Black Senga Briggs William Keogh. 2001. "Service quality performance
measurement in public/private sectors".
Sutami., Ramdhaniah, C. 2011. Pengembangan Pengukuran Kinerja Dengan Pendekatan
Balance Scorecard.
Teicher, J., Hughes, O., Dow, N. 2002. Egovernment: a new route to public sector quality.
Vakkuri, J., 2003. The impact of culture on the use of performance measurement information
in the university setting.
Van Herpen, M., van Praag, M. & Cools, K., 2005. The effects of performance measurement
and compensation on motivation: An empirical study.
Wagner, Z., Szilagyi, P.G., Sood, N. 2014. Comparative performance of public and private
sector delivery of BCG vaccination: Evidence from Sub-Saharan Africa.
Walle, S.V. 2008. Comparing The performance of national public sector: conceptual
problem. Steven Van de Walle. Institute of local Goverment Studies, School of Public
Policy, University of Birmingham, Birmingham, UK.
Warning, S., 2004. Performance Differences in German Higher Education: Empirical
Analysis of Strategic Groups.

Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

14

Zebehazy, K.T., Zigmond, N. & Zimmerman, G.J., 2012. Performance measurement and
accommodation: Students with visual impairments on Pennsylvanias alternate
assessment.

Pengukuran Kinerja di Bidang Pendidikan Menggunakan Balance Scorecard

15

Anda mungkin juga menyukai