Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Obstructive sleep apnea (OSA)
adalah

suatu

penyakit

yang

mulai

banyak dijumpai dengan tanda dan


gejala seperti terbangun dengan rasa
tercekik, hipertensi dan / atau fibrilasi
atrial, mendengkur, lingkar leher yang
besar,

laki-laki

atau

perempuan

pascamenstruasi, obesitas, dilaporkan


Gambar 1. Obstruksi Sleep Apnea
oleh pasangan tidur dengan apnea atau tercekik, tertidur
saat mengemudi (Institute

for Clinical Systems Improvement, 2008).


Menurut American Academy of Sleep Medicine (2014) secara klinis OSA
didefinisikan sebagai berulangnya mengantuk berlebihan di siang hari, mendengkur,
saksi mata yang melihat adanya gangguan nafas, terbangun karena terengahengah
atau tersedak yang terjadi paling sedikit 5 kejadian osbtruksi nafas (apnea, hiponea
atau usaha nafas saat bangun) per jam selama tidur. Adanya > 15kali kejadian
obstruksi nafas per jam selama tidur tanpa disertai gejala klinis terkait sudah cukup
untuk mendiagnosa OSA, terkait adanya hubungan tingkat obstruksi. Pada OSA
yang terjadi adalah penghentian air dan udara namun usaha napas tetap ada,
sedangkan henti napas sentral (CSA) adalah penghentian aliran udaradan usaha
napas secara bersamaan. (Antariksa, Budhi 2010)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah
SUATU gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang
didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang
ditandai dengan adanya rasa tercekik hipertensi dan / atau fibrilasi atrial,
mendengkur.

B. ETIOLOGI

Menurut Downey, Ralph et. Al (2016), penyebab OSA melibatkan tiga faktor, yaitu
faktor struktural dan nonstruktural, termasuk faktor genetik.
Faktor Struktural
1.

Faktor

yang

dengan

berhubungan

anatomi

tulang

kraniofasial

yang

mempengaruhi pasien dengan


OSA

terhadap

kolapsnya

faring
saat tidur:
a. Variasi anatomi bawaan
(elongasi wajah, kompresi
wajah posterior).
b. Retrognatia

dan

mikrognatia
c. Hipoplasia mandibula.
d. Bentuk
kepala
Brachysefalik
peningkatan

Terkait

AHI

OSA

memiliki resiko 2 4x
2.

dibanding subjek normal.


Studi Larkin et al. (2010)
mengungkapkan gen glial
cell

line-derived

neurotrophic

faktor

(GDNF)
mendengkur

dengan EDS
j. Posisi tidur terlentang
k. Tidur rapid-eye movement
(REM)
2. Kondisi lain terkait OSA:
a. Hipotiroidisme dikaitkan

(Creactive protein) beresiko


meningkatkan resiko OSA
pada orang Amerika-Eropa
sedangkan

pada

AfrikaAmerika selain gen


mutasi

putih tetapi tidak pada

jaringan lunak di daerah

serotonin

2a

berdampak

peningkatan

inferior

adenotonsillar,

wanita)
Faktor
struktural

pada

hidung meliputi polip, deviasi


septum, tumor, trauma, dan
struktural

yang

berhubungan dengan obstruksi


palatum

dan

neurologis

meliputi
uvula

dan

sindrom

kegagalan
otonom seperti sindrom
ShyDrager
c. Stroke
d. Akromegali
e. Paparan

lingkungan,
asap,

iritasi

lingkungan atau alergen,


dan alkohol dan obatobat

yang

berhubungan dengan obstruksi

retropalatal

otot,

meliputi

(terutama

stenosis.
Faktor

faring.
b. Sindrom

sindrom postpolio, distrofi

dan dewasa muda.


Sindrom Pierre Robin.
Down syndrome.
Sindrom Marfan.
Sindrom Prader-Willi.
Palatum
dengan
tinggi

dengan

Alel A, Alel G dan CRP

dan peningkatan massa

lengkungan

3.

penenang.
h. Merokok
i. Kebiasaan

dengan

kulit

terutama pada anak-anak

2.

OSA:
a. Kegemukan (obesitas).
b. Distribusi lemak sentral.
c. Jenis kelamin laki-laki.
d. Usia
e. Kondisi pascamenopause.
f. Penggunaan alcohol.
g. Penggunaan
obat

Keluarga

GDNF

hyoid.
f. Hipertrofi

g.
h.
i.
j.
k.

Faktor Genetik
1.

Faktor non struktural pada

macroglossia

Afrika Amerika..
e. Displacement

pada

Faktor non Struktural


1.

(1)
letak

sedatif hipnotik.

OSA.

alel

A,

pada

adanya
reseptor
juga

memanjang, dan posterior dan


(2)
4.

hipertrofi

adenoid.
Faktor

tonsil

struktural

dan
yang

berhubungan dengan obstruksi


retroglossal

meliputi

makroglossia dan tumor.

Tabel. 2.1 Faktor-faktor terkait etiologi OSA


C. KLASIFIKASI
Ada tiga tipe Sleep Apnea yaitu :
1. Tipe obstruktif (obstruktif sleep apnea/OSA)
Tipe ini paling sering terjadi. Keadaan ini terjadi bila ventilasi menurun atau
tidak ada ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada saluran
napas atas selama paling tidak 10 detik tiap episode yang terjadi. Episode henti
2.

napas (apnea) sering berlangsung antara 10 detik 60 detik.


Tipe sentral (sentral sleep apnea/CSA)
Tipe ini lebih jarang terjadi. Cirri khas dari tipe ini adalah menurunnya
frekuensi napas atau henti napas akibat menurunnya ventilasi atau tak ada ventilasi
selama paling tidak 10 detik atau lebih. Keadaan ini abnormal bila terjadi lebih dari
5 kali perjam. Penyebab utamanya adalah kelaianan pada system syaraf pusat yang
mengatur system kardiorespirasi. Pada keadaan ini system syaraf pusat gagal
mengirim impuls syaraf pada syaraf otot diagfragma dan otot-otot pernapasan

3.

didada.
Tipe campuran (mixed sleep apnea/MSA)
Kejadian MSA ini di mulai dengan CSA kemudian di ikuti dengan OSA.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang umum dihubungkan dengan kejadian OSA adalah :
1. Gejala malam hari saat tidur

a.

Mengeluarkan air liur saat tidur

b.
c.

(Drooling/ ngiler)
Mulut kering
Tidur tidak nyenyak / terbangun

d.

Terlihat henti napas saat tidur

e.

oleh rekan tidurnya


Tersedak atau napas tersengal
saat tidur

saat tidur
2.

Gejala saat pagi atau siang hari


a. Bangun dengan perasaan tidak segar
b. Sakit kepala pagi hari
c. Sakit atau nyeri tenggorokan pada saat bangun tidur
d. Mengantuk yang berlebihan di siang hari (Excessive Daytime Sleepiness, EDS)
e. Kelelahan berkepanjangan
f. Perubahan kepribadian
g. Gangguan kosentrasi dan memori
Menurut Omidvari K dalam Ali Juzar dkk (2000), gejala klinis yang umum terjadi
pada OSA tampak pada tabel dibawah ini.

Gejala klinis
Suara dengkur
Mengantuk
Restless sleep
Mental abnormal
Perubahan personaliti
Impotensi
Sakit kepala siang hari
Nokturia
Enuresis
Nocturnal choking

Insidensi (%)
95 (%)
75 (%)
99 (%)
58 (%)
48 (%)
40 (%)
35 (%)
30 (%)
tidak diketahui
tidak diketahui

Tabel 2.2 Gejala klinis pada OSA

Menurut

Anthariksa,

Budhi

(2005),

seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat:Gambar 1.1 ambaran polisomnogram obstructive apnea dan central
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan
karena sebab
apnea
lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali
ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang
hari dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan AHI 5 (jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea perjam
selama tidur).(Lihat gambar 1)
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.
E. PATOGENESIS

Pada OSA terjadi pendorongan lidah dan palatum ke belakang sehingga aposisi
dengan dinding faring posterior yang menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring.
Sewaktu tidur oklusi saluran napas menyebabkan berhentinya aliran udara meskipun
pernapasan masih berlangsung sehingga timbul apnea,asfiksia sampai proses terbangun
yang singkat dari tidur dan terjadi perbaikan patensi saluran napas atas sehingga aliran
udara dapat diteruskan kembali. Dengan perbaikan asfiksia, penderita tidur kembali sampai
kejadian berikutnya terulang kembali.
Saluran napas atas kolaps jika
tekanan

faring

inspirasi

negatif

melebihi

selama
kekuatan

stabilisasi otot dilator dan abduktor


saluran

napas

penderita

atas.

dengan

Beberapa
penyempitan

saluran napas akibat mikrognatia,


retrognatia, hipertropi adenotosilar,
magroglossia
Reduksi
menyebabkan
napas

atas

atau

akromegali.

ukuran

orofaring

complaince
meningkat

saluran
sehingga

cenderung kolaps jika ada tekanan

Gambar 1.2 Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita


mendengkur

negative.
Obesitas juga berperan dalam penyempitan jalan napas. Berat badan yang
berlebihan pada dinding dada dan disfungsi diafragma mengganggu upaya ventilasi saat
tidur dan jaringan lemak pada leher dan lidah menurunkan diameter saluran napas yang
merupakan predisposisi terjadinya penutupan prematur saat jaringan otot relaksasi waktu
tidur.
Saat bangun, aktiviti otot saluran napas atas lebihbesar dari normal, kemungkinan
kompensasi dari penyempitan dan tahanansaluran napas yang tinggi. Aktiviti otot yang
menurun saat tidur menyebabkan kolaps saluran napas atas sewaktu inspirasi. Reduksi
fisiologis aktivitas saluran napas atas terjadi selama tidur REM. Alkohol dan obat sedatif
menyebabkan depresi aktiviti otot saluran napas atas sehingga terjadi kolaps.

Beberapa penderita juga tampak obstruksi hidung, tahanan tinggi merupakan


predisposisi kolaps saluran napas atas karena tekanan negatif meningkat di faring saat
inspirasi menyebabkan kontraksi diafragma meningkatuntuk mengatasi tahanan aliran udara
di hidung. Akhir obstructive apnea tergantung proses terbangun dari tidur ke tingkat tidur
yang lebih dangkal dan diikuti oleh aktiviti otot dilator dan abduktor saluran napas atas dan
perbaikan posisi saluran napas.
Pada orang normal, ukuran dan panjang palatum lunak, uvula dan besar lidah,
saluran napas atas pada tingkat nasofaring, orofaring dan hipofaring ukuran dan konturnya
normal yang terdapat pada gambar 1.1 (Anthariksa, Budhi.2005).
F. PATOFISIOLOGI
Pada manusia, jalur udara di daerah orofaring dan hipofaring hampir tidak memiliki
dukungan tulang yang kaku sehingga jalur udara dipertahankan tetap ada dengan adanya
fungsi otot dilator faring. Otot-otot utama tersebut adalah otot genioglosus dan tensor
palatina.
Pasien dengan obstruktif sleep apnea memiliki penyempitan jalur nafas bagian atas.
Dengan adanya penyempitan jalan nafas tersebut, terjadi percepatan aliran udara (efek
Venturi). Tekanan negatif ditimbulkan tepi arus aliran udara. Semakin cepat aliran udara,
semakin besar tekanan negatif (Prinsip Bernauli). Pada saat terbangun, tekanan negatif pada
pasien obstruktif sleep apnea diambil alih oleh peningkatan aktivitas otot genioglosus dan
tensor palatina yang menjaga jalan udara tetap ada. Selama tidur, kompensasi muskular
hilang dan aktivitas otot kembali ke level yang sama pada individu tanpa obstruktif sleep
apnea. Kehilangan tonus otot paling nyata selama fase rapid eye movement. Kombinasi
penyempitan anatomi dan kehilangan kontrol neuromuskular menyebabkan kolapsnya jalan
udara dan hambatan aliran udara.
Adanya obstruksi nasal merupakan patogenesis gangguan pernafasan saat tidur
termasuk obstruktif sleep apnea. Perubahan pola pernafasan hidung menjadi pernafasan
mulut mengubah dinamika saluran pernafasan atas yang merupakan predisposisi kolapsnya
saluran pernafasan tersebut. Efek stimulasi aliran udara dari hidung menjadi hilang. Selain
itu, hambatan nasal juga meningkatkan tekanan negatif saat inspirasi, serta menambah
kolapsnya jalur udara secara anatomis.
Kebiasaan mendengkur disebabkan oleh vibrasi jaringan lunak faring yang terjadi
akibat resistensi oleh adanya gumpalan udara yang bergerak cepat. Tekanan udara yang

ditarik ke dalam dan resistensi menyebabkan kerasnya suara dengkuran, sedangkan titi nada
dipengaruhi oleh kelebatan dan konsistensi jaringan yang bergetar. Tepi posterior palatum
lunak, uvula dan pilar tonsil merupakan area yang paling sering menyebabkan suara
dengkuran.
ambatan maupun pengurangan aliran udara selama apnea menyebabkan hipoksia
dan hiperkabnia. Untuk mengatasi resistensi jalan udara selama pernafasan, diperlukan
peningkatan usaha inspirasi. Kombinasi hipoksia, hiperkabnia dan peningkatan usaha
ventilasi menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun. Pada saat pasien terbangun, otot
faring menjadi aktif kembali dan jalur udara terbuka. Pasien kemudian mengadakan
hiperventilasi untuk memperbaiki kekacauan gas dalam darah lalu kembali tertidur dan
siklus tersebut berulang kembali.

G. PATHWAY

BAB III
PENUTUP
A.

1.

institute

obstructive

for
sleep

Clinical
apnea.

Improvement (ICSI); 2008


2. Antariksa, B, Santoso,

Systems

Improvement

Bloomington

RM,

Astuti,

(MN):

P.

2010.

(ICSI).

Diagnosis

Institute

for

Obstructive

Sleep

and

treatment

Clinical

Apnea

of

Systems

(OSA)

dan

Penyakit Kardiovaskular. Dept Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, FKUI RS Persahabatan dan
Dept Kardiologi dan Ilmu Kedokteran Vaskular, FKUI RSPN Jantung Harapan Kita; diambil 6 Oktober
2016.

Diunduh

http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA%20JANTUNG.pdf
3. American Lung Association State of Lung Disease

dari:
in

Diverse

Communities.

2010.

Obstructive Sleep Apnea or Sleep-Disordered Breathing; diambil 6 Oktober 2016. Diunduh dari:
http://www.lung.org/assets/ documents /publications/solddc-chapters/osa.pdf.
4. Downey, R, Rowley, JA, Wickramasinghe, H, Gold, P.M. 2016. Obstructive Sleep Apnea; diambil 6
Oktober

2016.

Diambil

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/295807-overview#showall.
5. Anthariksa, Budhi.2005.Patogenesis, Diagnostik dan Skrinning OSA (Obstructive Sleep Apnea).Jakarta:
FKUI

Anda mungkin juga menyukai