OPHTHALMIA NEONATORUM
Oleh
Mohammad Fadhiel, S.Ked
Pembimbing
dr. H. Rusdianto, SpM(K)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Telaah Ilmiah
Ophthalmia Neonatorum
Oleh:
Mohammad Fadhiel, S.Ked
04054821618095
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 27 Desember 2016 s.d Januari 2017
Palembang, 9 Januari 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat
dan berkat-Nya telaah ilmiah yang berjudul Ophthalmia Neonatorum ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. H. Rusdianto,
SpM(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan telaah ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Anatomi Konjungtiva...............................................................................3
2. Histologi Konjungtiva..............................................................................5
3. Neisseria gonorrhoeae conjunctivitis14
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konjungtiva
1.1
Anatomi konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang melapisi permukaan posterior dari kelopak mata dan permukaan
anterior dari sklera.5
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:6
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus. Konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi.
1.2
Histologi konjungtiva
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas tiga lapisan yang disebut5,7
1. Epitel
Lapisan dari sel epitel pada konjungtiva berbeda pada tiap-tiap regionya
seperti
a. Konjungtiva marginal mempunya lima lapis sel epitel gepeng bertingkat.
b. Konjungtiva tarsalis mempunyai dua lapis sel epitel. Sel silindris pada
bagian superfisial dan sel gepeng pada bagian basal.
c. Konjungtiva forniks dan bulbar mempunyai tiga lapis sel epitel. Sel
silindris pada bagian superfisial, polihedral pada bagian tengah, dan sel
kuboid pada bagian basal.
d. Konjungtiva limbal mempunyai lima sampai enam lapis sel epitel
gepeng bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat
mengandung pigmen.
2. Adenoid
Disebut juga lapisan limfoid yang terdiri dari jaringan ikat, terdapat
sel limfosit di antaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Lapisan
ini belum terbentuk pada saat kelahiran sampai usia 3-4 bulan kehidupan.
Oleh sebab itu peradangan konjungtiva pada bayi tidak menghasilkan reaksi
folikular.
3. Fibrosa
Terdiri dari jalinan kolagen dan serat elastin. Pada lapisan ini
terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini lebih tebal dari adenoid,
kecuali pada bagian konjungtiva tarsal dimana lapisan ini sangat tipis.
Oftalmia Neonatorum
2.1
Definisi
Oftalmia neonatorum adalah radang konjungtiva yang terjadi pada
neonatus dengan onset munculnya manifestasi dalam 28 hari pertama
kehidupan. Oftalmia neonatorum ditandai dengan kemerahan dan drainase
okular yang disebabkan oleh organisme patogen atau iritan kimiawi. Infeksi
ini umumnya diperoleh oleh neonatus selama perjalanan melalui jalan lahir
yang terinfeksi. Kondisi ini juga dikenal sebagai konjungtivitis neonatal
yang dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi visual.1,5
Kejadian oftalmia neonatorum dapat disebabkan oleh agen infeksius
maupun non-infeksius. Penyebab infeksius seperti bakteri dan virus,
sedangkan penyebab non-infeksius adalah bahan kimia yang biasanya
diberikan sebagai profilaksis mata pada bayi baru lahir.8
2.2
Etiologi
Oftalmia
neonatorum
dapat
disebabkan
oleh
agen
infeksius
Infeksi gonokokal
Bentuk yang paling serius dari ofthalmia neonatorum disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae. Ciri khas dari bakteri ini dari pewarnaan gram
adalah bakteri diplokokus gram negatif, tidak bergerak, dengan diameter
kira-kira 0,8 m. Pada keadaan tidak berpasangan kokus bakteri berbentuk
seperti ginjal, bila berpasangan bagian yang datar atau cekung saling
berdekatan.9
Manifestasi dari oftalmia neonatorum yang disebabkan bakteri
gonokokal yaitu:2
- Onset penyakit biasanya terjadi dalam 3 - 4 hari pertama kelahiran tetapi
mungkin tertunda sampai 3 minggu.
- Dapat terjadi unilateral maupun bilateral.
- Mata penderita akan kelihatan merah dan membengkak disertai keluarnya
sekret purulen.
- Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan
ulserasi kornea yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi.
Infeksi klamidia
Bakteri golongan Klamidia yang paling sering menyebabkan
intraselular, pada material yang akan dikultur harus terdapat sel epitel
didalamnya. Tes amplifikasi asam nukleat (reaksi rantai polymerase) lebih
sensitif dari pemeriksaan kultur. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah tes fluoresens antibodi langsung dan enzim immunoassay.2
2.2.3
Semua virus herpes mempunyai inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh
protein. Virus memasuki sel melalui peleburan dengan selaput sel setelah
berikatan dengan reseptor sel khusus berupa glikoprotein.9
Virus herpes simplek dapat berdampak pada keratokonjungtivitis
neonatus
yang
keratokonjungtivitis
diperoleh
neonatus
selama
akibat
kelahiran.
Meskipun
jarang,
dapat
2.3
Epidemiologi
Penyebab bakteri tersering pada oftalmia neonatorum adalah Chlamydia
trachomatis yang menyebabkan oftalmia klamidia dimana terjadi pada 2-4%
kelahiran. Oftalmia klamidia terjadi pada sepertiga hingga setengah total
kasus
konjungtivitis
neonatus
pada
negara
berkembang.
Insiden
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya oftalmia neonatorum termasuk:8
1. Vaginitis pada ibu
2. Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi lahir
3. Ketuban pecah dini
4. Partus yang lama
5.Rendahnya tingkat lisozim dan imunoglobulin dalam konjungtiva neonatal
6. Kehamilan kurang dari 36 minggu
7. Tindakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril
8. Profilaksis okular setelah kelahiran yang tidak adekuat
Patofisiologi
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi
dapat dibagi menjadi tarsal, bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari
epitel skuamosa non-keratin, yang kaya vaskularisasi pada substantia
propria (mengandung pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit, sel
plasma, sel mast, dan makrofag). Konjungtiva ini juga memiliki kelenjar
lakrimal dan sel goblet.4
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan
oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.
Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir tapi
mudah menjadi tempat kolonisasi oleh berbagai mikroorganisme yang dapat
berupa patogenik atau non-patogen. Konjungtiva neonatus rentan terhadap
infeksi, bukan hanya karena ada rendahnya tingkat agen antibakteri dan
protein seperti lisozim dan immunoglobulin A dan G, tetapi karena kelenjar
air mata dan salurannya yang baru mulai berkembang.2,10
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari
jaringan konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan pada konjungtiva
dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah, kemosis, dan sekresi
berlebihan. Eksotoksin dari bakteri seperti yang dapat ditemukan pada
spesies Streptococcus dan Staphylococcus dapat menginduksi terjadi
nekrosis, terutama bagi sel epitel konjungtiva. Hasil nekrosis dari epitel
tersebut akan menghasilkan sekret pada mata.1,4
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi,
namun pada beberapa spesies ditemukan dapat bertahan dari reaksi imun
tersebut, seperti pada spesies Chlamydia trachomatis yang dapat bertahan
dan hidup pada sel fagosit.1
2.6
Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi. Gejala klinis dinilai
berdasarkan2,5,11
a. Berdasarkan masa inkubasi
Konjungtivitis gonokokal pada umumnya terjadi pada 3-5 hari setelah lahir
namun pada beberapa kasus dapat terjadi dikemudian hari
Konjungtivitis klamidia pada umumnya memiliki onset lebih lama dari
konjungtivitis gonokokal yaitu dengan masa inkubasi 5-14 hari.
Konjungtivitis kimia sekunder akibat aplikasi larutan perak nitrat pada
umumnya terjadi pada hari pertama kehidupan, menghilang secara spontan
dalam waktu 2-4 hari
Konjungtivitis herpetik pada umumnya terjadi dalam minggu pertama
setelah lahir.
b. Berdasarkan penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah
dari penyebab lain ophthalmia neonatorum, yaitu: 2,11
Terdapat tanda klasik berupa konjungtivitis purulen, yang biasanya
bilateral.
Keterlibatan kornea juga telah dilaporkan, termasuk edema difus epitel dan
ulserasi yang dapat berlanjut ke perforasi kornea dan endophthalmitis.
Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya, rhinitis,
stomatitis, artritis, meningitis, infeksi anorektal, septicemia.
Karakteristik dari infeksi pada mata pada oftalmia neonatorum
akibat infeksi klamidia berupa: 11
Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat
ringan sampai sedang.
Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan
munculnya sekret yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.
Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih lambat
daripada konjungtivitis gonokokal, bukan karena keterlibatan kornea seperti
pada konjungtivitis gonokokal; tetapi akibat dari bekas luka kelopak mata
dan pannus (seperti pada trachoma).
Pada konjungtivitis yang disebabkan bakteri lain dapat memberikan
manifestasi klinis berupa:6
- hiperemis konjungtiva
- edema palpebra
- adanya sekret pada mata.
Presentasi klinis konjungtivitis neonatal karena agen kimia biasanya
lebih ringan. Ditandai dengan infeksi bilateral, iritasi, dan sekret mukosa.
Herpes simpleks keratokonjungtivitis biasanya terjadi pada bayi dengan
adanya vesikel pada kornea yang dapat membentuk gambaran dendrit. Pada
herpes simpleks umum adanya keterlibatan epitel kornea disertai vesikula
pada kulit (yang mengelilingi mata).6
Untuk
pengendalian,
World
Health
Organization
telah
Onset
Temuan Klinis
Laboratorium
dan Sitologi
Dalam
1. Hiperemis
2. Sekret cair
Kultur negatif
maupun
nitrat sebagai
beberapa
profilaksis)
jam
Gonokokus
2-4 hari
Akut Purulen
Gram
setelah
Konjungtivitis
diplokokus
mukoid
lahir
negatif
intraselular pada
agar coklat dan
agar darah
Klamidia
Giems-positif
setelah
inklusi
lahir
mukopurulen lebih
jarang dari purulen
2. Mukus kental
sitoplasma
epitel.
sel
Kultur negatif
Bakteri lain
4-5
Konjungtivitis
Kultur
positif
(Pseudomonas
hari
mukopurulen
aeruginosa,
setelah
gram
Staphylococcus
lahir
maupun negatif.
positif
aureus, Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Herpes simpleks
5-7 hari
setelah
1. Blefarokonjungtivitis
2. Keterlibatan kornea
3. Manifestasi sistemik
lahir
Multinucleated
Giant
Cell,
positif
inklusi
sitoplasma,
kultur negatif.
juga
dapat
dilakukan
pemeriksaan
uji
antibodi
langsung
dokter
mengenai
perlunya
pengobatan
tambahan
sebelum
b.
c.
atau perak nitrat 1% (metode Crede 's) ke dalam mata bayi segera setelah
kelahiran.
Pengobatan Kuratif2,5,7
Pengobatan kuratif sebaiknya diberikan bila ada pemeriksaan
sitologi dari epitel konjungtiva ataupun kultur dari sekret konjungtiva
sebelum memulai perawatan. Hingga hasil mikrobiologi diperoleh,
penanganan oftalmia neonatorum ditatalaksana dengan antibiotik spektrum
luas seperti ofloxacin 0.3% qds.2
a.
b.
Oftalmia
neonatorum
yang
disebabkan
gonokokus
membutuhan
d.
2.10 Komplikasi
Kasus yang tidak diobati, khususnya pada oftalmia neonatorum
gonokokal, dapat berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat
menyebabkan perforasi kornea.8 Bila tidak diketahui dan tidak segera
diobati, infeksi Pseudomonas dapat menyebabkan endoftalmitis dan bahkan
kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20% kasus pada bayi dengan
konjungtivitis klamidia. HSV keratokonjungtivitis dapat menyebabkan
jaringan parut kornea dan ulserasi. Selain itu, infeksi HSV yang menyebar
luas sering menyebabkan keterlibatan sistem saraf pusat.5
Komplikasi pada umumnya dapat dibagi menjadi komplikasi okular
dan komplikasi sistemik. Komplikasi okular pada konjungtivitis okular
dapat berupa pembentukan pseudomembran, edema kornea, penebalan
konjungtiva palpebra, pembentukan pannus perifer, opasifikasi kornea,
stafiloma, perforasi kornea, endoftalmitis, dan kebutaan. Komplikasi
sistemik yang dapat disebabkan oleh konjungtivitis klamidia dapat berupa
pneumonitis, otitis, dan kolonisasi faring. Pneumonia telah dilaporkan pada
10-20% infan dengan konjungtivitis klamidia. Komplikasi sistemik yang
disebabkan oleh konjungtivitis gonokokus dapat berupa artritis, meningitis,
infeksi anorektal, septikemia, dan kematian. 13
2.11 Prognosis14
Infeksi klamidia: baik 80% sembuh sempurna setelah terapi.
Infeksi bakteri: jarang gagal merespon terhadap terapi.
Infeksi virus: prognosis okular dapat buruk dan sekuele sistemik dapat fatal.
Iritasi kimiawi: baik sembuh sempurna secara spontan dalam 24-36 jam.
BAB III
KESIMPULAN
merupakan
cara
paling
efektif
untuk
mengurangi
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
http://bmec.swbh.nhs.uk/uploads/2013/03/OPHTHALMIANEONATORUM.pdf.
12.
13.
14.