Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ANESTESI PADA GERIATRI


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anestesi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Fatimatus Solekhah
20120310152
Diajukan Kepada:
dr. Totok Kristiyono, M. Kes., Sp.An

BAGIAN ILMU ANESTESI


RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
ANESTESI PADA GERIATRI

Disusun Oleh:
Fatimatus Solekhah
20120310152

Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Anestesi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Totok Kristiyono., M.Kes., Sp.An

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki

diri/mengganti

diri

dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat betahan


terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 1
Dengan perbaikan pelayanan kesehatan baik dalam segi pencegahan maupun
pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga jumlah
manusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia, persentase
orang yang berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk. Para manula ini
mempunyai kekhususan yang perlu diperhatikan dalam anestesia dan pembedahan,
karena terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan
penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun. Dalam
suatu penelitian di Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat tindakan
bedah menjadi 3 kali lipat (dibandingkan dengan usia 18-40 tahun) dan 2% dari
mortalitas ini disebabkan oleh anestesia. Batas usia seseorang disebut manula tidak
pasti, karena kecepatan proses menjadi tua setiap individu tidak sama. Akan tetapi
biasanya kita sudah harus waspada terhadap kelainan akibat proses ketuaan pada
pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas usia 65 tahun biasanya sudah mulai jelas
kelainan fisiologi akibat proses ketuaan.1

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah agar mahasiswa kedokteran
memahami mengenai pemilihan obat dan dosis obat anestesi pada geriatri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Geriatri
Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek
klinis dan penyakit yang berakitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri
apabila :
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan
pada orang lain b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
kemasyarakatan karena berbagai sebab
d. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) yang
progresif.
Batasan lanjut usia menurut WHO
1. Middle age (45-59 th)
2. Elderly (60-70 th)
3. Old/lansia (75-90 th)
4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)

2. Perubahan Fisiologis
Menua
kemampuan

adalah

suatu

jaringan

proses

untuk

menghilangnya

memperbaiki

secara

perlahan-lahan

diri/mengganti

diri

dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat betahan


terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
yang disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker).
Perubahan fisiologis penuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi pe-nyakit
penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko. Secara umum pada usila terjadi
penurunan cairan tubuh total dan lean body mass dan juga menurunnya respons
regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah
terjadi hipotermia.1
Sistem Kardiovaskuler
Penting untuk membedakan antara perubahan pada fisiologi yang normalnya
menyertai proses penuaan dan patofisiologi dari penyakit yang umum pada populasi
geriatri. Penurunan dari elastisitas arterial yang disebabkan oleh fibriosis adalah
bagian dari proses penuaan yang normal. Penurunan komplians arterial
menghasilkan peningkatan afterload, peningkatan tekanan darah sistolik, dan
hipertropi ventrikel kiri. Myokardial fibrosis dan kalsifikasi dari katup jantung juga
umum terjadi. 1
Kemampuan cadangan kardiovaskular menurun, sejalan dengan pertambahan usia di
atas 40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini sering baru diketahui pada
saat terjadi stres anestesia dan pembedahan. Akibat proses penuaan pada sistem
kardiovaskular, yang tersering adalah hipertensi. Pada pasien manula hipertensi
harus diturunkan secara perlahan lahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Pada
manula, tekanan sistolik sama pentingnya dengan tekanan diastolik. Tahanan
pembuluh darah perifer biasanya meningkat akibat penebalan serat elastis dan
peningkatan kolagen serta kalsium di arteri-arteri besar. Kedua hal tersebut sering
menurunkan isi cairan intra-vaskuler. Waktu sirkulasi memanjang dari aktivitas
baroreseptor menurun. 1
Disfungsi distolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik, penyakit arteri
koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya stenosis aorta. Pasien
dapat asimptomatis, atau dapat mengeluhkan ketidak mampuan untuk berolahraga,
dispneu, batuk atau pingsan. Disfungsi diastolik mengakibatkan peningkatan

ventricular-end diastolik pressure yang relatif besar dengan volume ventrikel kiri
yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial adalah predisposisi terjadinya atrial fibrilasi
dan atrial flutter. Pasien beresiko terjadinya congestif heart failure. 1
Terdapat peningkatan tonus vagal dan penurunan sensitivitas reseptor adrenergic
yang memicu penurunan laju jantung. Fibrosis dari sistem konduksi dan
berkurangnya sel sinoatrial node meningkatkan insidensi disritmia, artrial fibrilasi
dan artrial flutter. 1
Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan simpatis, dan kemampuan
adaptasi serta autoregulasi menurun. Perubahan pembuluh darah seperti di atas
juga terjadi pada pembuluh koroner dengan derajat yang bervariasi, disertai
penebalan dinding ventrikel. sistem konduksi jantung juga dipengar uhi oleh
proses

penuaan,

sehingga sering

terjadi

LBBB,

perlambatan

konduksi

intraventikular, perubahan-perubahan segmen ST dan gelombang T serta fibrilasi


atrium. Semua hal di atas mengakibatkan penurunan kemampuan respon sistem
kardiovaskuler dalam menghadapi stres. Pemulihan anestesi juga memanjang.1
Sistem Respirasi
Pada

paru

dan

sistem

pernafasan

elastisitas

jaringan

paru

berkurang,

kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara


ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat
menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya
respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan
nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan faring
juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi
lambung lebih besar .6
Pencegahan terjadinya hipoksia perioperatif meliputi, periode preoksigenasi yang
lebih panjang, pemberian konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi selama
anastesi, kenaikan kecil pada tekanan positive end expiratory dan toilet pulmoner
yang agresif. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang umum dan berpotensial
untuk membahayakan nyawa. Predisposisi dari terjadi nya aspirasi pneumonia

adalah adanya penurunan protektic laryngeal reflek yang terjadi seiring dengan
penuaan. 1
Sistem Metabolik dan Endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia. Setelah
mencapai berat maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita akan
mulai mengalami penurunan berat badan, umumnya hingga mencapai berat kurang
dari berat orang-orang usia muda kebanyakan. Produksi panas menurun, kehilangan
panas meningkat, dan pusat pengaturan suhu di hipotalamus menjadi lebih rendah
dari sebelumnya. Peningkatan resistensi insulin memicu penurunan progresif
kemampuan tubuh untuk mengatur beban glukosa. Respon neuroendokrin terhadap
stres cenderung stabil atau sedikit menurun pada kebanyakan pasien tua yang sehat.
Penuaan berkaitan dengan penurunan respon terhadap agen -adrenergic
(endogenous -blockade). Level norepinefrin yang bersirkulasi dalam darah
mengalami peningkatan pada pasien tua. 6
Sistem Renalis
Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus ( LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini disebabkan
karena glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan jaringan fibrotik.
Respon terhadap hormon diuretik dan hormon aldosteron berkurang Respons
terhadap kekurangan Na juga menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi.
Kemampuan mengeluar kan garam dan air berkurang, dapat terjadi over load
cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria
meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun
karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum normal, tetapi
LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas menurunkan kemampuan
cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat mentoleransi kekurangan cairan
dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih mudah mengalami
peningkatan kadar kalium dalam dar ahnya, apalagi bila diberikan larutan
garam kalium secara intravena. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun
dan pasien manula ini lebih mudah jatuh ke dalam asidosis metabolik.
Kemungkinan trerjadi gagal ginjal juga meningkat.7

Sistem hepatobilier dan gastrointestinal


Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh penurunan
hepatic blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan berkurang nya massa
hepar. Dengan demikian laju biotransformasi dan produksi albumin berkurang.
Level plasma colinesterasi pada pria tua juga berkurang. Pasien manula mungkin
sekali lebih mudah mengalami cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi
darah. Terjadi pemanjangan waktu paruh obat-obat yang diekskresi melalui hati.
Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa pengosongan
lambung diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal,
sfingter gastro-esofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan
lambung yang memanjang sehingga mudah terjadi regurgitasi.1

Sistem Saraf Pusat


Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris,
motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur menurun. Perfusi
otak dan konsumsi oksigen otak menurun sampai 10%-20%. Berat otak menurun
karena berkurangnya jumlah sel neuron, terutama di korteks otak maupun otak kecil.
Berat otak pada orang dewasa muda rata-rata 1400 g, akan menurun menjadi
1150 g pada usia 80 tahun. Dikatakan, terdapat korelasi positif antara berat
otak dan harapan hidup.

Ukuran neuron berkurang, dan neuron kehilangan

kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah sinaps juga berkurang. Terdapat juga
penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari beberapa neurotransmiter seperti
domapin, dan jumlah dari reseptor mereka berkurang. Serotonic, adrenergic, dan aminobutyric acid (GABA) binding site juga berkurang. Sedangkan jumlah astrosit
dan sel microglial bertambah. Degenerasi sel saraf perifer mengakibatkan kecepatan
konduksi yang memanjang dan atropi otot skeletal. Konsentrasi alveolar minimum
dari anestetika juga menurun dengan bertambahnya usia.1
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah dipengaruhi
oleh efek samping obat terhadap sistem saraf. Pasien tua sering memerlukan
lebih banyak waktu untuk sembuh total dari efek CNS yang diakibatkan oleh
anastesi umum. Umumnya mereka mengalami kebingungan atau disorientasi

preoperatif. Banyak pasien tua mengalami berbagai derajat dari acute confusional
state, delirium atau cognitive disfungsi postoperatif. Etiologi dari cognitif disfungsi
postoperatif (POCD) biasanya multifaktorial, termasuk efek samping obat, nyeri,
demensia, hipotermia dan gangguan metabolik. Pasien tua juga biasanya sensitif
terhadap agen kolinergic yang bekerja sentral, seperti scopolamin dan atropin. 1

Sistem Musculoskeletal
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit mengalami atropi
seiring dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat pemasangan selotape,
electrocautery pad, dan electrocardiography electroda. Vena rapuh dan mudah pecah
akibat pada pemasangan infus intravena. Sendi artritis mudah terganggu oleh
perubahan posisi. Penyakit degeneratif servikal tulang belakang dapat membatasi
ekstensi leher sehingga membuat intubasi menjadi sulit.1

3. Evaluasi Preoperatif
Terdapat dua prinsip yang harus diingat pada saat melakukan evaluasi preoperatif pasien geriatri :
1. Pasien harus selalu dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit yang
berhubungan dengan penuaan. Penyakit- penyakit biasa pada pasien dengan usia
lanjut

mempunyai

pengaruh yang besar terhadap penanganan anestesi dan

memerlukan perawatan khusus serta diagnosis. Penyakit kardiovaskuler

dan

diabetes umumnya sering ditemukan pada populasi ini. Komplikasi pulmoner


mempunyai insidens sebesar 5,5% dan merupakan penyebab morbiditas ketiga
tertinggi pada pasien usia lanjut yang akan menjalani pembedahan non cardiac.4
2. Harus dilakukan pemeriksaan derajat fungsional sistem organ yang spesifik dan
pasien secara keseluruhan sebelum pembedahan. Pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik, riwayat, pemeriksaan fisik, dan determinasi kapasitas fungsional
harus dilakukan untuk mengevaluasi fisiologis pasien. Pemeriksaan laboratorium
harus disesuaikan dengan riwayat

pasien, pemeriksaan fisik,

dan

prosedur

pembedahan yang akan dilakukan, dan bukan hanya berdasarkan atas usia pasien
saja.4

Walaupun

masih

terdapat

banyak

pertanyaan,

bukti-bukti

yang

ada

menunjukkan bahwa risiko kardiovaskuler dapat dicegah dengan mencari ada


tidaknya -blockade perioperatif pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang
diketahui, terutama bila muncul beberapa minggu terakhir sebelum operasi. Pada
pasien usia lanjut yang menggunakan terapi -blocker jangka panjang, tampaknya
-blocker long-acting akan lebih efektif dibandingkan dengan -blocker shortacting dalam mengurangi resiko infark miokard perioperatif. Protokol yang
menyertakan pemberian -blocker pada pagi hari sebelum operasi dilakukan dan
diteruskan selama operasi berhubungan dengan peningkatan insidens stroke dan
semua penyebab mortalitas.6

4. Farmakologi Klinis
Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut
meliputi :
1. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah
albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi
albumin akan

menurun

sejalan

dengan

usia,

sedangkan

kadar

1-acid

glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap


efek obat tergantung pada protein tempat obat itu terikat, dan menyebabkan
perubahan fraksi obat yang tidak terikat. Hubungan ini kompleks, dan umumnya
perubahan kadar protein pengikat plasma bukanlah faktor redominan yang
menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan
usia.5
2. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh
total dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan
konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan
lemak tubuh dapat menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan
potensial memanjangnya efek klinis obat yang diberikan. 5

3. Metabolisme obat
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, gangguan hepar dan klirens ginjal
dapat

terjadi sesuai dengan penambahan usia. Tergantung pada jalur degradasi,

penurunan reversi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi profil farmakokinetik


obat.5
4. Farmakodinamik.
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien usia lanjut mungkin disebabkan
karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik).
Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau
sensitivitas menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi pada
pasien usia lanjut. Umumnya, pasien berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap
obat anestesi. Jumlah obat yang diperlukan lebih sedikit dan efek obat
diberikan bisa lebih lama.

yang

Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena


adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan.
Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis
berhubungan dengan proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan
dengan usia. Apapun penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia
lanjut biasanya memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya.5
Farmakologi Klinis Obat-Obat Anastesi
Anestesi Inhalasi
Konsentrasi alveolar minimum ( minimum alveolar

concentration =

MAC)

mengalami penurunan kurang lebih 4% per dekade pada mayoritas anestesi


inhalasi. Mekanisme kerja anestesi inhalasi berhubungan dengan gangguan pada
aktivitas kanal ion neuronal terhadap nikotinik, asetilkolin, GABA dan reseptor
glutamat. Mungkin adanya gangguan karena penuaan pada kanal ion, aktivitas
sinaptik, atau sensitivitas reseptor ikut bertanggung jawab terhadap perubahan
farmakodinamik tersebut.3,7
Anastesi Intravena dan Benzodiazepine

Tidak ada perubahan sensitivitas otak terhadap tiopental yang berhubungan


dengan usia. Namun, dosis tiopental yang diperlukan untuk mencapai anestesia
menurun sejalan dengan pertambahan usia. Penurunan dosis tiopental sehubungan
dengan usia disebabkan karena penurunan volume distribusi inisial obat tersebut.
Penurunan volume distribusi inisial terjadi pada kadar obat dalam serum yang
lebih tinggi setelah pemberian tiopental dalam dosis tertentu pada pasien berusia
lanjut. Sama seperti pada kasus etomidate, perubahan farmakokinetik sesuai usia
(disebabkan karena penurunan klirens dan volume distribusi inisial), bukan
gangguan responsif otak yang terganggu, bertanggung jawab terhadap penurunan
dosis etomidate yang diperlukan pada pasien berusia lanjut. Otak menjadi lebih
sensitif ter hadap efek propofol, pada usia lanjut. Selain itu, klirens propofol juga
mengalami penurunan. Efek penambahan ini berhubungan dengan peningkatan
sensitivitas terhadap propofol sebesar 30-50% pada pasien dengan usia lanjut.
Dosis yang diperlukan midazolam untuk menghasilkan efek sedasi selama
endoskopi gastrointestinal atas mengalami penur unan sebesar 75%
pasien berusia

lanjut.

Perubahan

ini

berhubungan

dengan

pada

peningkatan

sensitivitas otak dan penurunan klirens obat.3,7


Opiat
Usia merupakan prediktor penting perlu tidaknya penggunaan morfin post
operatif,

pasien berusia lanjut hanya memer lukan sedikit obat untuk

menghilangkan rasa nyeri. Morfin dan metabolitnya

morphine-6- glucuronide

mempunyai sifat analgetik. Klirens morfin akan menurun pada pasien berusia
lanjut.

Morphine-6-glucuronide tergantung pada eksresi renal. Pasien dengan

insufisiensi ginjal mungkin menderita gangguan eliminasi morfin glucuronides,


dan hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan analgesia dari dosis morfin
yang diberikan pada pasien berusia lanjut.3,7
Sufentanil, alfentanil, dan fentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada pasien
berusia lanjut. Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas otak
terhadap opioid sejalan dengan usia, bukan karena gangguan farmakokinetik.
Penambahan

usia berhubungan

dengan perubahan farmakokinetik

dan

farmakodinamik dari remifentanil. Pada usia lanjut terjadi peningkatan sensitivitas

otak terhadap remifentanil.

Remifentanil kurang lebih dua kali lebih poten pada

pasien usia lanjut, dan dosis yang diperlukan adalah satu setengah kali bolus.
Akibat volume kompar temen pusat, VI, dan penurunan klirens pada usia lanjut,
maka diperlukan kurang lebih sepertiga jumlah infus.3,7
Pelumpuh Otot
Umumnya, usia tidak mempengaruhi farmakodinamik pelumpuh otot. Durasi
kerja mungkin akan memanjang, bila obat tersebut tergantung pada metabolisme
ginjal atau hati. Diperkirakan terjadi penurunan pancuronium pada pasien berusia
lanjut, karena ketergantungan pancuronium terhadap eksresi ginjal. Perubahan
klirens pancuronium pada usia lanjut masih kontroversial. Atracurium bergantung
pada sebagian kecil metabolisme hati dan ekskresi, dan waktu paruh eliminasinya
akan memanjang pada pasien usia lanjut. Tidak terjadi perubahan klirens dengan
bertambahnya usia, yang menunjukkan adanya jalur eliminasi alternatif (hidrolisis
eter dan eliminasi Hoffmann) penting pada pasien berusia lanjut. Klirens
vecuronium plasma lebih rendah pada pasien berusia lanjut. Durasi memanjang
yang berhubungan dengan usia terhadap kerja vecuronium menggambarkan
penurunan reversi ginjal atau hepar.3,7
Anastesi neuraksial dan blok saraf perifer
Persentase obat anestesia tidak berdampak terhadap durasi blokade motorik
dengan

pemberian

anestesi

bupivacaine.

Waktu

onset

akan

menurun,

bagaimanapun juga penyebaran anestesi akan lebih baik dengan pemberian cairan
bupivacaine hiperbarik. Dampak usia terhadap durasi anestesia epidural tidak
terlihat pada pemberian bupivacaine 0,5% .Waktu onset akan memendek, dan
kedalaman blok anestesia akan bertambah besar. Terlihat klirens plasma lokal
anestesi yang menurun pada pasien berusia lanjut. Hal ini dapat menjadi faktor
yang mengurangi penambahan dosis dan jumlah infus selama pemberian dosis
berulang dan teknik infus berkesinambungan.3,7

5. Teknik Anastesi
Keuntungan Obat-obat Spesifik pada Pasien Usia Lanjut

Penyakit penyerta preoperatif merupakan determinan yang lebih besar terhadap


komplikasi
Beberapa

post operatif
pendapat

dibandingkan

menitikberatkan

dengan penatalaksanaan

pada penatalaksanaan farmakologi dan

fisiologi terhadap usia lanjut. Metode titrasi opioid


menggunakan

opioid

dngan

anestesi.

kerja

singkat

mungkin

lebih

seperti remifentanil.

baik

Dengan

menambahkan dosis bolus dan infus, variabilitas farmakokinetik remifentanil


akan lebih rendah bila dibandingkan dengan opioid intrvena lainnya. Sama
halnya dengan pilihan menggunakan pelumpuh otot dengan kerja yang lebih
singkat.

Beberapa

komplikasi

pulmoner

penelitian
dan

menunjukkan

blok

residual

adanya peningkatan

postoperatif

insidens

pada pasien

yang

diberikan pancuronium bila dibandingkan dengan atracurium atau vecuronium.


Penggunaan

sugammadex

sebagai

obat

reversal

untuk

rocuronium akan

meningkatkan penggunaan pelumpuh otot pada pasien berusia lanjut. Bila


dibandingkan dengan anestesi inhalasi, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna
pada pemulihan profil fungsi kognitif.3
Anastesi Regional Dibandingkan dengan Anestesi Umum
Mayoritas bukti menunjukkan sedikit perbedaan hasil antara anestesi regional dan
anestesi umum pada pasien berusia lanjut. Hasil ini telah dilaporkan pada berbagai
jenis pembedahan, termasuk prosedur pembedahan vaskuler mayor dan ortopedik.
Penggunaan anestesi regional tampaknya tidak menurunkan insidens disfungsi
kognitif postopertif bila dibandingkan dengan anestesi umum. 3
Efek spesifik anestesi regional memberikan beberapa keuntungan,3
1. Anestesi regional mempengaruhi sistemkoagulasi dengan cara mencegah
inhibisi fibrinolisis post operatif. Thrombosis vena dalam atau emboli paru dapat
terjadi pada 2,5% pasien setelah menjalani beberapa prosedur berisiko tinggi.
Pada revaskularisasi ekstremitas bawah, anestesi regional berhubungan dengan
penurunan insidens thrombosis graft bila dibandingkan dengan anestesi umum.3
2. Efek hemodinamik anestesi regional mungkin ber hubungan dengan lebih
sedikitnya jumlah darah yang hilang pada pembedahan pelvis dan ekstremitas
bawah. 3

3. Anestesi regional tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas dan pasien dapat
mempertahankan jalan nafas dan fungsi parunya sendiri.

Data menunjukkan bahwa pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap episode
hipoksia selama dalam ruang pemulihan. Pasien dengan anestesi regional
mempunyai risiko hipoksemia yang lebih rendah. Komplikasi paru yang terjadi
pada anestesi regional juga lebih sedikit.3

6. Pertimbangan Postoperatif
Masalah-masalah Umum pada Unit Perawatan Post Anastesi
Penanganan masalah paru pre dan post operatif merupakan hal yang penting. Pada
pasien bedah umum berusia 65 tahun ke atas, insidens morbiditas post
operatif adalah 17% atelektasis, 12% bronkitis akut, 10%

pneumonia, 6%

gagal jantung atau infark miokard (atau keduanya), 7% delirium, dan 1% tandatanda neurologis fokal baru. Pada prosedur dengan risiko yang lebih tinggi, seperti
bedah vaskuler, insidens komplikasi pulmoner

postoperatif adalah sebesar

15,2% . Berbagai prediktor komplikasi pulmoner post operatif pada pembedahan


non jantung elektif telah
mengindikasikan

berhasil

diidentifikasi,

terjadinya perkembangan

dan

pneumonia

risiko

yang

ada

post-operatif. Pasien

berusia lanjut mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami aspirasi sekunder
terhadap penurunan progresif pada diskriminasi sensorik laringofaringeal yang
terjadi dengan penambahan usia. 2,6
Selain itu disfungsi proses menelan juga merupakan predisposisi aspirasi pada
pasien berusia lanjut. Setelah operasi jantung, disfungsi menelan ter jadi pada 4%
pasien dan lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut. Disfungsi menelan setelah
pembedahan jantung berhubungan erat dengan penggunaan echocardiography
transesofageal intraoperatif dan menyebabkan 90%

aspirasi pulmoner dan

pneumonia.2,6
Penanganan Nyeri Akut Post Operatif
Penelitian klinis dan eksperimen mendukung adanya penur unan persepsi sakit
sejalan dengan bertambahnya usia. Tetapi, tetap belum jelas apakah perubahan

yang terjadi disebabkaan karena proses penuaan atau akibat dari efek penuaan
lainnya, seperti adanya penyakit comorbid (penyerta). Masalah yang lebih besar
terjadi pada pasien dengan gangguan kognitif. Bukti-bukti menunjukkan evaluasi
nyeri, terutama pada individu dengan gangguan kognitif, sulit dilakukan. Prinsip
dasar dari evaluasi nyeri pada pasien berusia lanjut sama dengan pada kelompok usia
lainnya. Skala nyeri verbal merupakan metode yang lebih baik dibandingkan dengan
metode non verbal pada pasien usia lanjut.2,6
Penuaan mengganggu fungsi organ dan farmakokinetik. Kombinasi pemeriksaan
nyeri dan dosis obat merupakan tantangan dalam penanganan nyeri postoperatif
pada pasien berusia lanjut. Beberapa prinsip umum harus diingat saat menangani
pasien usia lanjut yang rentan :
1. Penting untuk mencoba membandingkan berbagai jenis analgetik, seperti
analgetik yang diberikan intravena, dan blok saraf regional, untuk meningkatkan
analgesia dan menurunkan toksisitas narkotik. Prinsip ini terutama pada pasien
berusia lanjut yang rentan, dengan toleransi yang buruk terhadap nar kotik
sistemik.

2. Penggunaan analgetik dengan daerah kerja spesifik akan sangat membantu,


seperti pada ekstremitas atas untuk blok saraf lokal.

3. Bila mungkin digunakan obat anti inflamasi untuk memisahkan narkotik,


analgetik, dan menurunkan mediator inflamasi. Kecuali terdapat kontra indikasi,
atau kecenderungan terjadi hemostasis atau ulserasi peptikum, maka obat anti
inflamasi non steroid harus diberikan. Penanganan nyeri post operatif dengan
opioid dapat digunakan setelah dosisnya disesuaikan dengan usia.2
Disfungsi Kognitif Postoperatif
Perubahan jangka pendek dalam kinerja tes kognitif selama hari pertama sampai
beberapa
mencakup

minggu setelah operasi telah dicatat dengan baik


beberapa

kognitif

seperti,

perhatian,

memori,

dan

biasanya

dan

kecepatan

psikomotorik. Penurunan kognitif awal setelah pembedahan sebagian besar akan


membaik dalam waktu 3 bulan. Pembedahan jantung berhubungan dnegan 36%
insidens terjadinya penurunan kognitif dalam waktu 6 minggu setelah operasi.
Insidens disfungsi kognitif setelah pembedahan non-jantung pada pasien dengan usia

lebih dar i 65 tahun adalah 26% pada minggu pertama dan 10%

pada bulan

ketiga. Risiko-risiko terjadinya penurunan kognitif postoperatif adalah usia,


tingkat pendidikan yang rendah, gangguan kognitif preoperatif, depresi, dan
prosedur pembedahan. Disfungsi kognitif jangka pendek setelah pembedahan
dapat disebabkan karena berbagai etiologi, termasuk mikroemboli (terutama pada
pembedahan jantung), hipoperfusi, respons

inflamasi

sistemik

(bypass

kardiopulmoner), anestesia, depresi, dan faktor- faktor genetik (alel E4).2


Ada tidaknya kontribusi anestesi terhadap disfungsi kognitif postoperatif jangka
panjang masih kontroversi dan memerlukan penelitian yang intensif. Pada
prosedur non-cardiac, anestesia mempunyai pengaruh yang paling ringan terhadap
terjadinya penurunan kognitif jangka panjang, walaupun efek ini mungkin akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penurunan kognitif post-operatif
setelah pembedahan non-cardiac akan kembali nor mal pada kebanyakan kasus,
tetapi bisa juga menetap pada kurang lebih 1% pasien.2

7. Hasil Perawatan Intensif


Sejumlah penelitian telah meneliti hasil jangka panjang setelah perawatan kritis pada
pasien berusia lanjut. Pasien yang

mampu bertahan setelah keluar dari ICU

tampaknya berhubungan erat dengan tingkat keparahan penyakit saat masuk,


sedangkan usia dan status fungsional prehospital berhubungan erat dengan tingkat
survival jangka panjang.7
Walaupun jenis perawatan peri-operatif ideal pada pasien berusia lanjut belum
diketahui, penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyarankan adanya tim
multidisiplin termasuk geriatrician yang akan mempengaruhi hasil terapi.
Diperlukan penelitian lebih lanjut dan cakupan yang lebih luas tentang masalah
perioperatif. Tantangan pada masa depan adalah mengatur perawatan per ioperatif
pasien berusia lanjut dengan penyakit penyertanya dan besarnya risiko dengan
biaya yang sesuai.7

BAB III
KESIMPULAN

Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada dewasa muda
pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi
banyak sistem organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi
berbeda.
Perubahan fisiologis seperti
1. Sistem kardiovaskular
Elastisitas pembuluh darah berkurang
Compliance arteri menurun & menyebabkan tekanan darah sistolik
meningkat
Tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan bahkan bisa menurun
CO menurun
Tonus vagal meningkat
2.

Sistem respirasi

Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,


kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara

ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat


menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan
nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, refleks laring dan
faring juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan
aspirasi isi lambung lebih besar
3. Sistem metabolik dan endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun.
Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengatur
temperatur hipotalamik mungkin kembali ke tingkat yang lebih rendah.
Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan progresif terhadap
kemampuan menangani asupan glukosa.
4. Sistem renalis
GFR dan creatinin clerance menurun 1% mulai umur 40 th
BUN meningkat 0,2 mg/ tahun
Serum kreatinin tidak berubah karena massa otot juga ikut berkurang
Homeostasis terhadap cairan menurun
5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal
Berkurangnya massa hati berhubungan dengan penurunan aliran darah hepatik,
menyebabkan Fungsi hepatik juga menurun sebanding dengan penu-runan massa
hati.
Biotransformasi dan produksi albumin menurun.
Kadar kolinesterase plasma berkurang.
Ph lambung cenderung meningkat, sementara pengosongan lambung memanjang.
6. Sistem saraf pusat

Aliran darah serebral dan massa otak menurun sebanding dengan kehilangan
jaringan saraf. Autoregulasi aliran darah serebral tetap terjaga.
Aktifitas fisik tampaknya mempunyai pengaruh yang positif terhadap terjaganya
fungsi kognitif.
Degenerasi sel saraf perifer menyebabkan kecepatan konduksi memanjang dan
atrofi otot skelet.
Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ambang rangsang hampir semua
rangsang sensoris misalnya, raba, sensasi suhu, proprioseptif, pende-ngaran dan
penglihatan.
7. Sistem muskuloskeletal
Massa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopik, neuromuskuler junction
menebal.
Sendi yang mengalami arthritis dapat mengganggu pemberian posisi (misalnya,
litotomi) atau anestesi regional (misalnya, blok subarakhnoid).
Dalam menatalaksana anestesia untuk manula harus diingat perubahan fisiologis
yang terjadi secara normal, serta perubahan respon terhadap obat. Dengan demikian batas
keamanan (margin of error) lebih sempit daripada orang yang lebih muda. Disamping itu
harus diingat kemungkinan penyakit yang diderita oleh manula serta obat-obat yang
dipakai para anestesia, yang dapat berinteraksi dengan anestetika.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo B. Geriatri Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 3-4; 56-66.
2. Allison B., Forest Sheppard. Geriatric Anesthesia. In : World Journal of
Anesthesiology. USA: Departemen of Anesthesiology National Naval Medical
Centre; 2009;4:323-336.
3. Shafer SL. The Pharmacology of Anesthetic Drugs In Elderly Patient. Journal of
Anesthesiology. England: Departemen of Anesthesiology; 2000;18:1-29.
4. Miller R. Millers Anesthesia 2 Ed. 7. 71:2261-73
5. http://www.unmc.edu/media/intmed/geriatrics/lectures/anesthesia_for_the_elderly.
htm
6. http://id.scribd.com/doc/82710494/Anestesi-Geriatri
7. http://id.scribd.com/doc/100309957/Anastesi-Geriatri-docx

Anda mungkin juga menyukai