Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE

DI HIGH CARE UNIT STROKE FLAMBOYAN


RSUD KRT SETJONEGORO

DISUSUN OLEH
AGUSRINA DYAH ARIANI
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I........................................................................................................... 3
PENDAHULUAN............................................................................................ 3
A.

Latar Belakang....................................................................................... 3

B.

Permasalahan Penelitian........................................................................... 5

C.

Tujuan Penelitian.................................................................................... 5

BAB II.......................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 7
A.

Pengertian............................................................................................. 7

B.

Etiologi................................................................................................ 8

C.

Patofisiologi.......................................................................................... 8

D.

Tanda dan Gejala.................................................................................. 11

E.

Penatalaksanaan Medis...........................................................................11

F.

Komplikasi......................................................................................... 11

G.

Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................12

BAB III....................................................................................................... 14
ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................. 14
A.

Pengkajian.......................................................................................... 14

B.

Diagnosa Keperawatan...........................................................................16

C.

Perencanaan........................................................................................ 18

D.

Pelaksanaan......................................................................................... 25

E.

Evaluasi............................................................................................. 26

F.

Dokumentasi Keperawatan......................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian akibat gangguan
peredaran darah (lesi vaskular).
Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan
masyarakat.Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit
terbanyak ketiga yang menyebabkan kematian di dunia setelah penyakit jantung
dan kanker.Persentase yang meninggal akibat kejadian stroke pertama kali adalah
18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke berulang.Data International
Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports
Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke
adalah 41,4% dari 100.000 penderita.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar
7 per seribu penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar
12,1 per seribu penduduk. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per seribu penduduk), diikuti DI Yogyakarta
(10,3 per seribu penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta (masing-masing
9,7 per seribu penduduk). Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per seribu penduduk), DI 2
Yogyakarta (16,9 per seribu penduduk), Sulawesi Tengah (16,6 per seribu
penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per seribu penduduk. Kasus stroke di
provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per seribu penduduk.
Data di banyak rumah sakit menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit
tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian. Pada tahun 2030
diperkirakan 23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit jantung dan stroke.
3

Menurut RP2RS (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit), stroke


termasuk dalam 10 peringkat utama penyakit sistem sirkulasi darah di Indonesia.
Dari dua Rumah Sakit Pendidikan (RS umum dan RS Pelamonia) kasus stroke
menempati 40% dari semua pasien rawat inap di UPF penyakit syaraf.
Prognosis stroke terutama tergantung pada ada atau tidaknya komplikasi
medis.Adanya komplikasi yang terjadi di Intensive Care Unit (ICU) pada
penderita stroke dapat memperburuk prognosis. Kematian dini pada stroke dapat
disebabkan secara langsung oleh defisit neurologis, namun komplikasi infeksi,
komplikasi sirkulasi, komplikasi pernafasan pada fase pasca akut stroke turut
berperan memberikan keluaran yang buruk pada stroke.
Hasil penelitian komplikasi post stroke antara 40 % sampai 96% pada stroke
akut. Dari 50 sampel penelitian, 26 pasien (52%) mempunyai lebih dari satu
komplikasi, 24 pasien (48%) tidak mempunyai komplikasi selama tinggal di
rumah sakit. Infeksi thorax 12 pasien (24%), konstipasi 12 pasien (24%), aspirasi
pneumonia 6 pasien (12%), UTI 5 pasien (10%), depresi 4 pasien (8%), kejang 2
pasien (4%), stroke berulang 2 pasien (4%), dan retensi urin 2 pasien (4%).
Faktor risiko terjadinya komplikasi stroke adalah tingkat keparahan stroke,
jenis stroke, ukuran lesi, ventilasi mekanik, usia, jenis kelamin, dan riwayat
diabetes.
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah usia 50 tahun,
setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke sebesar 11- 20%.
Orang berusia lebih dari 65 tahun memiliki resiko paling tinggi, tetapi hampir
25% dari semua stroke terjadi sebelum usia tersebut, dan hampir 4% terjadi pada
orang yang berusia antara 15 dan 40 tahun.
Adanya keterkaitan antara komplikasi stroke dengan usia penderita pada
pasien stroke di ruang rawat intensif, sehingga peneliti ingin membuktikan apakah
ada hubungan antara usia dengan komplikasi stroke di high care unit (HCU)
stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
B. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditemukan di atas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:
Apakah ada hubungan antara usia dengan komplikasi stroke di high care unit
(HCU) stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan antara usia dengan komplikasi stroke di
high care unit (HCU) stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan data mengenai komplikasi stroke di high care unit (HCU)
stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
b. Mendapatkan data mengenai usia pasien penderita stroke di high care unit
(HCU) stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
c. Menganalisa hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi stroke di
high care unit (HCU) stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi tambahan pengetahuan mengenai hubungan antara usia
dengan kejadian komplikasi stroke.
2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui informasi kondisi pasien
komplikasi stroke dikaitkan dengan aspek usianya di ruang high care unit
(HCU) stroke Flamboyan RSUD Setjonegoro Wonosobo
3. Dapat memberikaan masukan dalam peningkatan

pelayanan

pada

pengelolaan pasien stroke


4. Dapat digunakan sebagai informasi dan pengetahuan bagi masyarakat,
terutama kelompok yang beresiko tinggi
5. Dapat menjadi data acuan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena
emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan
yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi,
pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
6

B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke


kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak
akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya
yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah
melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada
korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya
perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti
secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah
serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi
neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

Skema Patofisiologi

Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).


D. Tanda dan Gejala
9

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan
gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo),
sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari

10

untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi


meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak

sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau


perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic

Resonance Imaging): menunjukkan

daerah yang

mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.


5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada thrombosis serebral.
11

12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan
keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan
yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang
diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun
spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun
tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi
yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien dengan stroke non
hemoragik.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan
pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan
(Doenges dkk, 1999).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.

13

Tanda:

hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/

malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.


3. Integritas Ego
Gejala:

perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda:

emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.


4. Eliminasi
Gejala:

perubahan pola berkemih

Tanda:

distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

5. Makanan/ Cairan
Gejala:

nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan

sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,


peningkatan lemak dalam darah.
Tanda:

kesulitan menelan, obesitas.

6. Neurosensori
Gejala:

sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik

kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa


pengecapan dan penciuman.
Tanda:

status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap

awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia,
ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
7. Kenyamanan / Nyeri
Gejala:

sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda:

tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot

8. Pernapasan
Gejala:

merokok

Tanda:

ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya

pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.


9. Keamanan
14

Tanda:

masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap

orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons


terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam
memutuskan.
10. Interaksi Sosial
Tanda:

masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

11. Penyuluhan/ Pembelajaran


Gejala:

adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian

kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.


B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan
diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual
dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan
yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan
data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis
keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan
dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1)
2)
3)
4)

Interupsi aliran darah


Gangguan oklusif, hemoragi
Vasospasme serebral
Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:


1)
2)
3)
4)

Kerusakan neuromuskuler
Kelemahan, parestesia
Paralisis spastis
Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


1) Kerusakan sirkulasi serebral
15

2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan

neuromuskuler,

penurunan

kekuatan

dan

ketahanan,

kehilangan kontrol/ koordinasi otot


2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
f.

Gangguan harga diri berhubungan dengan:


Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:


Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif,

kesalahan

interprestasi

informasi,

kurang

mengingat
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi

C. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan
untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan
16

yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan


prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific
(khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata)
dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana
perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke
( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi;
a. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional:Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional:autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional:aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional:menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
17

e. Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)


Rasional:

meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan

selanjutnya dapat mencegah pembekuan.


b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional:mengidentifikasi

kelemahan/

kekuatan

dan

dapat

memberikan informasi bagi pemulihan


b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional:

menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada


semua ekstremitas
Rasional:

meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur.


d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional:

dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit

tidak menjadi lebih terganggu.


e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
18

2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,


terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan serebral
b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional:

melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

sensorik
c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional:

Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

motorik
d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional:

bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan

isi pesan yang dimaksud


e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional:

untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.


1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2)Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
3)Intervensi;
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional:

penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan

perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.


b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
19

Rasional:

adanya agnosia (kehilangan pemahaman

terhadap

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)


c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional:

membantu melatih kembali jaras sensorik untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.


d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional:

penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan

membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.


e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional:

pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang

perhatian atau masalah pemahaman.


e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional:

Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan

keluarga membantu dalam perawatan diri


b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman
pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
20

d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene


Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional:

memberikan bantuan yang mantap untuk

mengembangkan rencana terapi


f. gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri
sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional:

penentuan faktor-faktor secara individu membantu

dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.


b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional:

membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas

salah satu bagian kehidupan.


c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan
minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional:

mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah

dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan


selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
21

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai


kebutuhan.
Rasional:

dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran

yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.


g. resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang
diinginkan.
3) Intervensi;
a) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara
individual.
Rasional:

intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh

faktor-faktor ini.
b)Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional:

menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses

menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.


c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional:

menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan

menurunkan resiko terjadinya aspirasi.


d)Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:

meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang

meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.


e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional:

memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika

pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui


mulut.

22

h. kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan


Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
Rasional:

untuk

mendorong

kepatuhan

terhadap

program

teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien


c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan
hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan
oleh keluarga atau klien.
Rasional:

mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman

klien atau keluarga


e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berfikir
Rasional:

stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan

proses berfikir.
D. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang
23

berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan
tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan
penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tandatanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta
klien untuk mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap
sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang
penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik
dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan
diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau
memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan
sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke
adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan
otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi
sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan
aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan

24

penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat memahami tentang kondisi dan
cara pengobatannya.
F. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.
Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan
klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien
(Potter & Perry, 2005).

Format dukumentasi keperawatan:


a. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi
keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi
yang sering digunakan:
1)

SOR (Source Oriented Record)


Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam
melaksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan
ini cocok untuk pasien rawat inap.

2)

Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data
penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi
klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.

3)

POR (Problem Oriented Record)


POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan

keperawatan yang berorientasi pada masalah klien.


b.

Format Dokumentasi
25

Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim
digunakan:
1) Format naratif
Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari
dalam bentuk narasi.
2) Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada
masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang
di identifikasi oleh semua anggota tim perawat.
Format soapier terdiri dari:
S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh
pasien.
O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan
meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat
diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diagnostic laboratorium.
A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi
tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
R = Revisi

26

Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien


terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan
revisi atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
3)

Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada

rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan
(action) dan respon (R)
4)

Format DAE
Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap

diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana


keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau
diagnosa keperawatan.
5)

Catatan perkembangan ringkas


Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah


baru, pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien
terhadap tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana keperawatan,
adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan
(Harnawatiaj, 2008).

27

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC.
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
edisi 3. Jakarta: EGC.
Harnawatiaj.

(2008).

Format

Dokumentasi

Keperawatan

(http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 Juli 2010.


Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Wanhari,

M.A.

(2008).

Asuhan

Keperawatan

Stroke

(http://askepsolok.blogspot.com/2008/08/stroke.html) di akses 19 Juli 2010.


Winarni,

S.

(2008).

Karya

Tulis

Ilmiah

(http://etd.eprints.ums.ac.id/2926/1/J200050072.pdf, di akses 19 Juli 2010.

28

Stroke

Anda mungkin juga menyukai