Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.

LATAR BELAKANG
Phlebitis terjadi karena pemberian intra vena yang tidak benar dan tidak streril karena
adanya mikrooganisme di bagian suntikan yang akan dilakukan tenaga kesehatan kesehatan
kepada klien. Phlebitis ini akan memperparah keadaan menjadi tromboflebitis.
Sebagian besar kejadian dan kesakitan yang disebabkan oleh tromboflebitis seperti pada
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan paska persalinan terjadi empat jam setelah
kelahiran bayi. Karena itu penting sekali memantau tromboflebitis secara ketat, khusunya
kejadian saat persalinan dilakukan. Jika sudah ada tanda-tanda yang menyerupai
tromboflebitis segera periksa apakah memang gejala tromboflebitis atau hanya gejala radang
biasa.
Kita harus dapat membedakan gejala antara tromboflebitis dengan flebotrombosis
ataupun radang biasa.Oleh karena itu, kita harus tahu sebenarnya gejala dari keduanya agar
dapat membedakannya sehingga kita dapat tanggap dalam menanganinya,agar jangan
sampai ke tahap yang lebih parah.
Selama kehamilan kejadiannya relatif rendah, risiko tromboflebitis vena kaki atau pelvis
meningkat setelah kehamilan atau operasi.Insiden tromboflebitis superfisial sekitar 1dalam
600 pasien-pasien antepartum dan 1 dalam 95 bagi pasien-pasien postpartum. Insiden
tromboflebitis profunda berkisar 1 dalam 1900 pasien antepartum dan 1 dalam 700 pasien
postpartum.Faktor-faktor yang mempermudah trombosis vena(tromboflebitis) antar lain,
stasis (perlambatan aliran darah), luka pada dinding pembuluh darah (iritasi lokal dan
infeksi), dan perubahan fisika atau kimia pada konstituen darah.

II.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari trombosis vena dalam dan phlebitis ?
2. Apa penyebab/etiologi trombosis vena dalam dan phlebitis ?
3. Bagaimana patogenesis dari trombosis vena dalam dan phlebitis ?
4. Bagaimana perjalanan trombus vena dalam dan phlebitis ?
5. Apakah efek dari trombosis vena dalam dan phlebitis ?
6. Bagaimana penatalaksanaan thrombosis vena dalam dan phlebitis ?
7. Apa saja komplikasi dari thrombosis vena dalam dan phlebitis ?

8. Apa tanda gejala dari thrombosis vena dalam dan phlebitis ?

III.

TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari trombosis vena dalam dan phlebitis
2. Untuk mengetahui penyebab trombosis vena dalam dan phlebitis
3. Unruk mengetahui patogenesis trombosis vena dalam dan phlebitis
4. Untuk mengetahui pengaruh dari trombosis vena dalam dan phlebitis terhadap tubuh
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan thrombosis vena dalam dan phlebitis baik secara
farmaklogi dan non farmakologi
6. Untuk mngetahui komplikasi dari thrombosis vena dalam dan phlebitihs
7. Untuk mngetahui tnda gejala dari thrombosis vena dalam dan phlebitis

BAB 2
LANDASAN TEORI

I.

PENGERTIAN

Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi
yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik dan komplikasi
lokal. Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi seringkali lebih serius dibanding komplikasi
lokal seperti kelebihan sirkulasi, emboli udara dan infeksi. Komplikasi lokal dari terapi intravena
antara lain infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi (Potter and Perry,
2005)
Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah
penusukan atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan
jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya),
ukuran dan tempat kanula dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya
mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan Sudarth, 2002)
Phlebitis, which is the inflammation of the intima of the vein, is a commonly reported
complication of infusion therapy. Inflammation occurs as a result of irritation to the endothelial
cells of the vein intima, creating a rough cell wall where platelets readly adhere. Phlebitis is
characterized by pain and tenderness along the course of couse of the vein, erytema , and
inflammatory swelling with a feeling of warmth at the site, streak formation, and/or a palpable
cord. (Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L. 2010)
Menurut kelompok kami phlebitis terjadi akibat pemberian intravena yang tidak steril
sehingga masuknya mikroorganisme ke pembuluh darah vena sehingga terjadi peradangan
terhadap vena.
Deep Vena Trombosis (DVT) adalah Suatu kondisi dimana terbentuk bekuan darah
dalam vena sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena
sebagian, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga aliran darah
terganggu (Doenges, 2000).
Trombosis vena dalam adalah kondisi terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat
inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian (Triat,2001).
Trombosis Vena Dalam (DVT) adlah gumpalan darah (jiga disebut trombus) yang
terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki

bagian bawah atau paha tetapi dapat juga terjadi pada bagian tubuh lain. (brunner dan
suddarth,2002).
Tromboflebitis adalah peradangan dari vena. dengan trombosis vena istilah yang lebih
akurat mendefinisikan kondisi bekuan darah yang telah terbentuk di dalam pembuluh darah,
sedangkan tromboflebitis mengacu pada inflamasi yang memprakarsai pembentukan
gumpalan. Phlebothrombosis mengacu pada trombus sebagai faktor awal dari peradangan
tersebut. perjalanan klinis penyakit ini sama terlepas dari urutan kejadian, namun perhatian
diarahkan khususnya untuk deep vein thrombosis (DVT), yang memiliki 50% kemungkinan
membentuk embolus.Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di
sebut trombus putih karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan
trombus vena di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang
menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga berwarna merah.
Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang ditemukan dan dapat
menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara efektif.
Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk emboli yang dapat
menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru
(emboli paru).Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan
pengobatan yang tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap
meluasnya trombosis dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan
kematian.
F.
a.
b.
G.
1.
2.

Komplikasi
Trombosis vena profunda dengan perluasan
Sangat jarang embolisme paru
Test Diagnostik
Phlebitis mudah dikenal pada saat pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan kecepatan aliran Doppler dan pletismografi impedans mengkorfirmasi

kebanyakan thrombosis.
3. Test venografi untuk melihat kecepatan di pembuluh vena.
I.
a)

Penatalaksanaan
Non farmakologi
Berikan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri.

Pasien tirah baring dengan peninggian ekstremitas yang terlibat (untuk memperkecil terkena
edema).
Pemeriksaan Doppler
b)
Farmakologi
Berikan 325 mg aspirin 4x sehari atau satu obat anti inflamasi non steroid untuk mengurangi
radang.
Terapi antikoagulan jangka singkat bisa digunakan.

II.

Anatomi dan Fisiologi


Pembuluh darah terdiri atas arteri dan vena. Struktur pembuluh darah adalah arteri dan
vena terletak bersebelahan. Dinding arteri dan vena mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan
bagian dalam yang terdiri dari endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos
dengan serat elastis dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah dengan
serat elastis. Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler.
Pembuluh darah arteri
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Membawa O2 (kecuali arteri pulmonalis)


Tunika adventitia, media dan intima
Elastis
Tidak memeliki katup
Dinding tebal
Memiliki denyut jantung yang terasa
Tekanan darahnya kuat

Pembuluh darah vena


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Membawa CO2 (kecuali vena Pulmonalis)


Tunika adventitia, media dan intima
Kurang elastis
Terdapat katup
Dinding tipis
Tidak memiliki denyut jantung
Tekanan darahnya tidak kuat

Aliran pembuluh darah


AORTA ARTERI ARTERIOL KAPILER VENULA VENA VENA CAVA
SUPERIOR DAN INFERIOR
1. Aorta adalah suatu pembuluh arteri terbasar di pembuluh darah arteri dan langsung
berhubungan dengan jantung.

2. Arteri adalah percabangan dari aorta yang membawa darah ke organ yang dituju.
3. Arteriol adalah pembuluh darah arteri terkecil yang berhubungan langsung dengan
kapiler.
4. Kapiler adalah suatu pertemuan pembuluh darah artei dan vena khususnya arteriol dan
venula dimana terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2 dan pertukaran nutrisi.
5. Venula adalah suatu pembuluh vena terkecil yang membawa CO2.
6. Vena adalah percabangan dari Vena cava superior maupun inferior yang membawa darah
ke jantung.
7. ena cava superior dan inferior adalah pembeluh vena terbesar yang berhubungan
langsung dengan jantung dan masuk ke atrium kanan.

Aliran Vena
Pola jalannya vena kordis pada umumnya sama dengan arteri-arterinya, hanya vena
berjalan lebih auperfisial. Sebagian besar vena kordis bermuara ke dalam sinus koronarius
(yang terletak pada sulkus atrioventrikularis di permukaan posterior jantung) dan dari tempat
inilah darah dialirkan ke dalam atrium dekstra.
Vena-vena kordis yang bermuara ke dalam sinus koronarius adalah sebagai berikut.
1. Vena kordis magna, berjalan pada sulkus interventrikularis anterior.
2. Vena kordis media, berjalan pada sulkus interventrikularis posterior.
3. Vena kordis parve, berjalan pada sulkus koronarius yang dilalui oleh ramus merginalis
arteri koronaria dekstra dan bagian akhir arteri koronaria dekstra.
4. Vena kordis posterior ventrikular sinistra, terletak pada dinding posterior ventrikulus
sinistra.
5. Vena kordis obliqua marshalli

III.

Etiologi
Pengklasifikasian Phlebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori
penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia, mekanik, plebitis bakteri, dan post infus (INS,
2006) dan umumnya Plebitis terjadi pada hari ke 2-3 pasca pemasangan intravena.
Secara garis besar penyebab Plebitis dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Faktor Mekanik
Factor ini dihubungkan dengan lokasi pemasangan kanul intravena, yang disebabkan
karena adanya perbedaan dari vena-vena dari lokasi yang berbeda pada extremitas,
ukuran besar lumen dari vena tempat

Febitis mekanik di pemasangan intravena, elastisitas vena, lokasi vena itu sendiri
cenderung mempengaruhi terjadinya Plebitis. Kanul yang berukuran besar jika
digunakan pada vena yang berlumen kecil dapat mengiritasi bagian intima dari
vena,disamping itu fixasi yang kurang tepat dapat menyebabkan inflamasi atau
plebitis.
Contoh alat infus abbocath (ONC/Over The Needle Canulla), bertujuan untuk terapi
jangka panjang dan pasien yang agitasi atau pasien yang aktif. Manfaatnya : lebih
nyaman bagi klien, ada tempat mengecek aliran darah balik, kerusakan pada vena
sedikit. Adapun kerugiannya : lebih sulit dimasukkan kedalam pembuluh darah vena.
Contoh alat infus Through The Neddle Canulla (venflon), bertujuan untuk terapi
jangka panjang dan pasien yang agitasi atau pasien yang aktif. Manfaatnya :
kerusakan vena lebih kecil, lebih nyaman bagi klien dan tersedia dalam berbagai
ukuran panjang. Adapun kerugiannya yaitu biasanya untuk lansia menimbulkan
kebocoran.
2. Faktor Kimia
Dihubungkan dengan respon dari bagian intravena terhadap zat-zat kimia dalam terapi
intra vena:
a. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko Plebitis tinggi.
pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 5, di mana keasaman diperlukan
untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi
larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam
nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat
suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium
klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan
banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus
diberikan melalui vena sentral.
b. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama
pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap Plebitis. Penempatan
kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk
larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung
tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut.

c. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi
dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih
thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk Plebitis dimiliki kateter yang
terbuat dari polintra venainil klorida atau polietilen.
3. Plebitis bakteri
Phlebitis bacteri dalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi
bakteri.
Berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun
2002 dalam artikel intravaskuler catheter related infection in adult and
pediatric kuman

yang

sering

dijumpai

pada

pemasangan

katheter

infus

adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan epidemic HIV / AIDS
infeksi oleh karena jamur dilaporkan meningkat.
Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah Pathogen
Phatogen
Coagulase-negatif Staphylococus
S Aureus
Enterococcus
E coli
Enterobacter
P aeruginosa
K pneumonia
Candida species
Gram-negatif rods

1986 1989
27
16
8
6
5
4
4
8
19

1992 - 1999
37
13
13
2
5
4
3
8
14

Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi
komplikasi sistemik yaitu septicemia.
Faktor faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :
a. Teknik cuci tangan yang tidak baik.
b. Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan.
c. Tehnik pemasangan katheter yang buruk.
d. Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2002)
Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah kontaminasi dari petugas
kesehatan dalam tindakan pemasangan infus. Dalam pesan kewaspadaan universal
petugas kesehatan yang melakukan tindakan invansif harus memakai sarung tangan.
Meskipun telah memakai sarung tangan, tehnik cuci tangan yang baik harus tetap
dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan sarung tangan robek, dan bakteri mudah

berkembang biak di lingkungan sarung tangan yang basah dan hangat, terutama sarung
tangan yang robek ( CDC, 1989).
Tujuan dari cuci tangan sendiri adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis
dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan
menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan
sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan Wade, 1990).
Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus menggunakan tehnik aseptic. Area
yang akan dilakukan penusukan harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan
mikroorganisme yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan
sabun dan air sebelum diberikan larutan antiseptic.
Lama pemasangan katheter infus sering dikaitkan dengan insidensi kejadian phlebitis.
May dkk (2005) melaporkan hasil, di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan
kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji
kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster disimpulkan bahwa kateter bisa
dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers
for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam
untuk membatasi potensi infeksi (Darmawan, 2008)
4. Post Infus Phlebitis
Phlebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus.
Phlebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan 48 96 jam setelah
pelepasan infus.
Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain:
a. Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.
b. Pada pasien dengan retardasi mental.
c. Kondisi vena yang baik.
d. Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
e. Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil
Resiko berkembangnya DVT termasuk duduk terlalu lama, istirahat tempat tidur, atau
imobilitas (seperti perjalanan panjang di pesawat terbang atau mobil), operasi atau trauma
terakhir (khususnya panggul, lutut atau operasi ginekologi), retak, melahirkan dalam 6 bulan
terakhir dan penggunaan obat-obatan seperti esterogen dan pil pengontrol kelahiran.
Berrdasarkan Triad of vircow Ditemukan 3 faktor yang berperan dalam terjadinya
trombosis vena dalam:

1. Cedera pada lapisan vena.


Kerusakan dinding pembuluh vena menciptakan pembentukan bekuan darah. Trauma
langsungbpada pembubuluh darah, seperti pada fraktur dan dislokasi, penyakit vena dan
iritasi bahan kimia terhadapa vena baik akibat obat atau larutan intravena yang tidak
steril, semuanya dapat merusak vena.
2. Meningkatnya kecenderungan pembekuan darah dan gangguan pembekuan darah.
terjadi pada beberapa penyakit kanker dan pemakaian pil KB (lebih jarang). Cedera atau
pembedahan mayor juga bisa meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan darah.
Dan kenaikan koagulabilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat
antikoagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan jumlah besar diskrasia dapat
menyebabkan hiperkoagulabilitas.
3. Melambatnya aliran darah di dalam vena dan statis vena.
4. Terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung atau syok, ketika vena
berdilatasi sebagai akibat terapi obat dan bila kontraksi otot skeletal berkurang sperti
pada saat beristirahat lama, paralisis ekstremitas, atau anesthesia. Tirah baring
memperlambat aliran darah tungkai sebesar 50%.
5. Duduk yang dikategorikan sebagai duduk terlalu lama adalah duduk selama berjam-jam
( 3-4 jam). Duduk yang dilakukan terlalu lama dapat mengakibatkan pembekuan darah di
bagian kaki (biasanya di tungkai). Jika duduk terlalu lama akan menghambat sirkulasi
darah. Jika darah berkumpul di satu tempat di kaki, trombosit cenderung menempel satu
sama lain dan membentuk bekuan. Pembekuan / penggumpalan darah bagian vena dalam
disebut dengan DVT (Deep Vein Thrombosis). DVT sendiri bisa disebabkan oleh dua hal,
yaitu terlalu lama duduk dan terlalu lama tidur. Kedua aktivitas ini dapat memperlambat
aliran darah melalui pembuluh darah. Hal ini menjadi sangat berbahaya apabila gumpalan
/ bekuan darah tersebut bergerak karena terbawa oleh aliran darah maka akan sangat
membahayakan organ-organ vital seperti jantung, paru-paru dan otak manusia.

IV.

Patofisiologi
Terjadinya thrombus :
1. Abnormalitas dinding pembuluh darah
2. Formasi thrombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah
atau kerusakan pembuluh maupun endothelial. Statis vena lazim dialami oleh orang
yang imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang

tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi pada
orang yang berdiri terlalu lama, duduk denagn lutut dan paha ditekuk, berpakaian
ketea, obesitas, tumor maupun wanti hamil.
3. Perubahan komposisi darah (hiperkoagulabilitas)
Hiperkoagulabiloitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan infark miokard
akut juga memepermudah terjadinya thrombosis. Banyak faktor dianggap terlibat
dalam patogenesis flebitis karena infuse intravena, antara lain sebagai berikut.
Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan (flebitis kimia):
1) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi.
Obat suntik yang dapat menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain
kalium klorida, vankomisin, amfoterisin B, sefalosporin, diazepam, midazolam dan
banyak obta kemoterapi.
2) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama
pencampuran.
3) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sanagt
dianjurkan untuk larutan infuse denagn osmolaritas >500 mOsm/L. Hindarkan vena
pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada klien lanjut usia.
4) Kateter yang terbuat dari silicon dan polietilen kurang bersifat iritasi disbanding
politetrafluoroetilen karena permukaan lebih halus, lebih termoplastik dan lentur.
Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau
polietilen.
Faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi. (kanula yang
dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula
harus dipilh sesuai denga ukuran vena dan difikasi dengan baik)
Faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
1) Teknik pencucian tangan yang buruk.
2) Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak.
3) Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
4) Teknik aseptic tidak baik.
5) Teknik pemasangan kanula yang buruk.
6) Kanula dipasang terlalu lama.
7) Tempat suntik jarang diinspeksi visual.
8) Gangguan aliran darah.
V.

Tanda dan Gejala

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh
perawat.
Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu :
Gejala yang terjadi pada plebitis yaitu nyeri yang terlokalisasi, pembengkakan, kulit
kemerahan timbul dengan cepat di atas vena, pada saat diraba terasa hangat, panas suhu
tubuh cukup tinggi.
Tabel 2.2 VIP Score ( Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson.
SKOR
0
1

KEADAAN AREA PENUSUKAN


Tempat suntikan tampak sehat
Salah satu dari berikut jelas
a. Nyeri area penusukan
b. Adanya eritema di area penusukan
Dua dari berikut jelas ;

a. Nyeri area penusukan


b. Eritema

PENILAIAN
Tak ada tanda phlebitis
Mungkin tanda dini
phlebitis

Stadium dini phlebitis

c. pembengkakan
Semua dari berikut jelas ;
3

a. nyeri sepanjang kanul


b. eritema

Stadium moderat phlebitis

c. indurasi
Semua dari berikut jelas ;
a. nyeri sepanjang kanul
4

b. eritema
c. indurasi

Stadium lanjut atau awal


thrombophlebitis

d. venous chord teraba


Semua dari berikut jelas ;
a. nyeri sepanjang kanul
5

b. eritema

Stadium lanjut

c. indurasi

thrombophlebitis

d. venous chord teraba


e. demam

Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena
tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena
poplitea, vena femoralis dan vena illiaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain
relatif jarang di kenai.
Vena dalam. Obstruksi venda dalam di tungkai menyebabkan edema dan
pembengkakan ekstremitas karena aliran darah tersumbat. Nyeri tekan biasanya terjadi
karena akibat dari inflamasi dinding dan dapat dideteksi dengan palpasi lembut pada
tungkai.
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak
selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi/tempat terjadinya trombosis. Trombosis di
daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang terbentuk
umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis
di daerah betis adalah asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus
tersebut meluas atau menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan :
1. Bendungan aliran vena.
2. Peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
3. Emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :


1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian
medial dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa
terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri
akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai
ditinggikan.
2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh
sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.Apabila
pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah
sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya disertai

nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau
istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis
vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna
kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat
dan kadang-kadang berwarna ungu. Perubahan warna kaki menjadi pucat, merupakan
tanda-tanda adanya sumbatan vena yang besar yang bersamaan dengan adanya
spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi inkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik
ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan
jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di
kenai. Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah
betis yang timbul/bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri
berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi
pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.
5. Tanda Homan
Nyeri pada betis ketika kaki di dorsofleksikan secara mendadak. Tidak spesifik
untuk thrombosis vena dalam karena dapat ditimbulkan oleh berbagai kondisi nyeri
pada betis.
VI.

Komplikasi
1. Pulmonary embolism adalah komplikasi utama dari deep vein thrombosis. Hal ini
dapat ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas sehingga dapat mengancam nyawa.
Lebih dari 90% dari pulmonary emboli timbulya dari kaki.
2. Post-thrombotic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki yang
terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahanperubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer) disekitar kaki dan
pergelangan kaki.

VII.

Tes Diagnostik
Teknik non invasif
1. Ultrasonografi Doppler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler diatas
vena yang tersumbat.
2. Pletismografi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam
vena. Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan
secukupnya (sekitar 50 60 mmHg) sampai aliran arteri berhenti. Kemudian
gunakan eletroda betis untuk mengukur tahanan elektris yang terjadi akibat
perubahan volume darah dalam vena. Apabila terdapat trombosis vena dalam,
peningkatan volume vena yang normalnya terjadi akibat terperangkapnya darah
dibawah ikatan manset akan lebih rendah dari yang diharapkan. Hasil false-positif
dapat terjadi akibat dari berbagai factor yang menyebabkan vasokontriksi,
peninggian tekanan vena, penurunan curah jantung atau kompresi eksternal pada
vena. False-negatif

dapat terjadi akibat adanya trombosis lama, menimbulkan

sirkulasi kolateral yang adekuat atau dari flebitis superficial.


3. Pencitraan vena ganda digunakan untuk mendapatkan informasi anatomis selain
untuk mengkaji parameter fisiologis.
Teknik Invasif
Teknik infasif berdasar pada injeksi media kontras ke system vena yang kemudian
berikatan dengan elemen structural thrombus.

VIII.

Pencegahan
Kejadian phlebitis merupakan hal yang masih lazim terjadi pada pemberian terapi
cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat melalui intravena maupun pemberian
nutrisi parenteral. Oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan tentang faktor faktor
yang berperan dalam kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah dan
mengatasi kejadian phlebitis.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya phlebitis yang telah
disepakati oleh para ahli, antara lain :
a. Mencegah phlebitis bakterial

Pedoman yang lazim dianjurkan adalah menekankan pada kebersihan tangan,


tehnik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Untuk pemilihan larutan
antisepsis, CDC merekomendasikan penggunaan chlorhexedine 2 %, akan tetapi
penggunaan tincture yodium, iodofor atau alcohol 70 % bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan tindakan aseptic.
Selalu berprinsip aseptic setiap tindakan yang memberikan manipulasi pada
daerah infus. Studi melaporkan Stopcock (yang digunakan sebagai jalan pemberian
obat, pemberian cairan infus atau pengambilan sampel darah ) merupakan jalan
masuk kuman.
c. Rotasi katheter.
May dkk (2005) melaporkan hasil pemberian Perifer Parenteral Nutrition(PPN),
di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15
pasienmenyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi
baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di
tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease
Control and Preventionmenganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi.
d. Aseptic dressing
INS merekomendasikan untuk penggunaan balutan yang transparan sehingga
mudah untuk melakukan pengawasan tanpa harus memanipulasinya. Penggunaan
balutan konvensional masih bisa dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24
jam.
e. Kecepatan pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik
diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk
pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai
1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam
untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini
membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 330 mL/jam). Vena perifer yang
paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk
mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat

bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan
dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance
atau nutrisi parenteral.

Pencegahan DVT
1. Stoking plastic
2. Memberikan tekan secara terus menerus dan merata di seluruh permukaan betis,
menurunkan diameter vena superficial di tungakai, sehingga meningkatkan aliran
vena lebih dalam. Stoking elastic dilepas pada malam hari dan dipakai kembalai
sebelum tungkai di turunkan dari tempat tidur ke lantai di pagi hario. Pemakaian
stoking yang terus menerus akan membuat vena sedikit menyempit dan darah
mengalir lebih cepat. Sehingga bekuan darah tidak mudah terbentuk. Akan tetapi,
stoking elastic akan memberika sedikit perlindungan dan jika tidak digunakan
dengan benar, dapat memperburuk keadaan dengan menyumbat aliran darah di
tungkai.
3. Alat penekan pneumatic intermitten (IPC)
Dapat digunakan bersama stoking elastic untuk mencegah thrombosis vena dalam.
Alat IPC tersusun atas pengontrol listrik yang di hubungkan dengan pipa udara ke
pembalut tungkai. Keuntungan IPC adalah kemampuannya meningkatkan kecepatan
aliran darah dibandingkan dengan yang dilakukan oleh stoking elastic.
Stoking pneumatic merupakan cara lainnya untuk mencegah pembentukan bekuan
darah. Stoking ini terbuat dari plastic, secara otomatis akan memompa dan
mengososngkan melalui suatu pompa listrik, karena itu secara berulang ulang akan
meremas betis dan mengosongkan vena.
Stoking digunakan sebelum ,selama dan sesudah pembedahan hingga penderita dapat
berjalan kembali.
4. Pemberian heparin subkutan
Yang lebih efektif dalam mengurangi pembekuan darah adalah pemberian obat
antikoagulan sebelum, selama, dan kadang setelah pembedahan.
5. Posisi tubuh dan latihan

Saat berbaring di tempat tidur , kaki dan tungkai bawah harus ditinggikan beberapa
kali lebih tinggi daripada jantung. Latihan tungkai aktif maupun pasif, khusus nya
yang melibatkan otot betis, harus dilakukan sebelum dan sesudah operasi untuk
meningkatkan aliran vena.
IX.

Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Konsul ulang dengan dokter untuk merubah resep obat dan tes darah
b. Jika duduk terlalu lama latihlah otot betis dengan menarik jempol kaki kearah
c.
d.
e.
f.
g.

lutut
Tidak diperbolehkan menggunakan stocking atau pakaian yang ketat
Hindari kafein dan alkohol, perbanyak minum air putih
Tirah baring
Kompres basah, hangat
Peninggian tungkai sampai 15 cm (6 inci)

2. Farmakologi
A. Terapi trombolitik
B. Intervensi klinis yang ditujukan untuk reperfusi jaringan miokardium dengan
memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat.
C. Terapi antikoagulan
D. Terapi antikoagulan dilakukan dengan pemberian obat untuk memperlambat
waktu pembekuan darah, mencegah pembentukan trombus pasien pasca bedah,
dan menghambat perkembangan trombus yang sudah terjadi. Antikoagulan tidak
dapat melarutkan thrombus yang telah terbentuk.
B.

ASUHAN KEPERAWATAN
I.

a.

Pengkajian

Pasien dengan riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit kardiovaskuler,

trauma akibat IV yang tidak benar baru saja dilakukan atau cedera, obesitas, manula.
b.
Tanyakan pada pasien mengenai adanya nyeri, rasa berat, setiap adanya gangguan fungsi atau
c.
d.

edema.
Lakukan inspeksi, perhatikan perbedaan antara keduanya, ukur dan catat phelbitis yang terjadi.
Perhatikan setiap kenaikan suhu pada area yang terkena ( untuk dapat menentukan perbedaan
suhu yan lebih efektif, dinginkan tangan dalam air, keringkan dan letakkan pada kedua tumit

pasien, pada kedua betis)


e.
Untuk menentukan daerah nyeri tekan dan trombosis.

a.

Diagnosa
Pembengkakan

Intervensi
Tujuan
Rasional
Pemeliharaan akses dialisis Keberfungsian akses dialisis Memelihara area akses
pembuluh darah (artei
vena)
Perawatan area insisi

Membersihkan, memantau,
dan meningkatakan
proses penyembuhan
pada luka yang ditutup
dengan jaitan, klip atau
Keutuhan structural dan

Surveinlans kulit

staples

fungsi fisiologis kulit dan


membrane mukosa

Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk mempertahankan
intergritas kulit dan
membrane mukosa

Tingkat regenerasi yang telah


dicapai oleh sel dan jaringan
Perawatan luka

setelah penutupan yang telah


Mecegah komplikasi luka
diharapkan
Tingkat regenerasi yang telah dan peningkatan
dicapai oleh sel dan jaringan
pada luka terbuka

penyembuhan luka

b.

Kulit kemerahan

Pemberian analgesik

timbul dengan cepat di

Tindakan individu untuk


Menggunakan agen agen
mengendalikan nyeri

atas vena

farmakologi

untuk

mengurangi

atau

menghilangkan nyeri
Memfasilitasi penggunaan

Manajemen medikasi

obat

resep

atau

obat

bebas secara aman dan


efektif

c.

nyeri yang terlokasi Menejemen nyeri

Tindakan individu untuk

Meringankan

atau

mengurangi nyeri sampai


tingkat kenyamanan yang

mengendalikan nyeri

dapat diterima oleh klien

Tingkat

persepsi

positif

terhadap kemudahan fisik


d.

Panas tubuh cukup Regulasi suhu


tinggi

atay psikologis
Keseimbangan antara

produksi panas, peningkatan


panas dan kehilangan panas
Nilai suhu, denyut nadi,
Pemantauan tanda vital

frekuensi pernafasan dan

Mencapai

atau

mempertahankan
tubuh

dalam

rentang

normal
Mengumpulkan

tekanan darah dalam rentang menganalisis


normal

suhu

dan
data

kardiovaskuler,
pernapasan,

dan

suhu

tubuh unutk menentukan


serta
komplikasi

mencegah

Dokumentasi :
-

Catatan ringkasan pulang


Penyuluhan klien
Status atau pencapaian hasil
II.

Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak
teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

BAB 3
Penutup
1. Kesimpulan
Deep Vena Trombosis (DVT) adalah Suatu kondisi dimana terbentuk bekuan darah dalam vena
sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian, yang
mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga aliran darah terganggu.
Phlebitis adalah phlebitis terjadi akibat pemberian intravena yang tidak steril sehingga masuknya
mikroorganisme ke pembuluh darah vena sehingga terjadi peradangan terhadap vena.
Jadi kita sebagai tenaga kesehatan dapat mampu menganalisa penyakit DVT dan phlebitis dan
cara pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan benar sehingga hasil yang diperoleh akan
lebih maksimal.
2. Saran

Dalam mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat
mengetahui dan memahami tentang deep vena trombosis dan plebitis yang telah di sampaikan
oleh kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Udjianto, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah . Vol 2. Jakarta: EGC
Mashudi, Sugeng. 2012. Buku Ajar: Anatomi dan Fisiologi Dasar.Jakarta: Salemba Medika.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental of nursing. Jakarta : EGC.
Donna D. Ignatavicus, dkk. 1995. Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach.
United of America : W.B Saunders Company.
Lemone, Pricilla. 2004.Medical Surgical Nursing : Critical Thingking In Client Care II Edisi 3.
Jilid 2. New Jersey : Pearson Educational International
http://celanacingkrang.blogspot.com/2012/01/hipertensi.html
http://lindakaryanti.wordpress.com/2010/01/04/sistem-informasi-keperawatan/
http://healthyenthusiast.com/deep-vena-trombosis.html
http://singhealth.com.sg/patientcare.html
http://repository.unand.ac.id/161/2/Hal_46-55_no.2_vol_25_2001._Trombosis_vena_dalam__Isi.d

Anda mungkin juga menyukai