Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini
bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata
yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yangdialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
dalam mendengar ataubicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau
bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiaptubuh
atau diluar tubuhnya.Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran,
ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal, juga pengenalan
dan pemahaman terhadap sensoris yang di interpretasikan olehstimulus yang diterima.Jika
diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat
terganggu.Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi
dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien
gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alcohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien di
rumah sakit jiwa Marzoeki Mahdi Bogor ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan halusinasi?
2. Jelaskan etiologi halusinasi?
3. Jelaskan patofisiologi halusinasi?
4. Jelaskan manifestasi klinis halusinasi?
1

5. Jelaskan pemeriksaan penunjang halusinasi?


6. Jelaskan penatalaksanaan halusinasi?
7. Jelaskan komplikasi halusinasi?
8. Jelaskan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian halusinasi
2. Untuk menjelaskan etiologi halusinasi
3. Untuk menjelaskan patofisiologi halusinasi
4. Untuk menjelaskan manifestasi klinis halusinasi
5. Untuk menjelaskan pemeriksaan penunjang halusinasi
6. Untuk menjelaskan penatalaksanaan halusinasi
7. Untuk menjelaskan komplikasi halusinasi
8. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
1.4 Manfaat
1. Memahami pengertian halusinasi
2. Memahami etiologi halusinasi
3. Memahami patofisiologi halusinasi
4. Memahami manifestasi klinis halusinasi
5. Memahami pemeriksaan penunjang halusinasi
6. Memahami penatalaksanaan halusinasi
7. Memehami komplikasi halusinasi
8. Memahami asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus
(Yosep, 2009).
2

Halusinasi sebagai hallucinations are defined as false sensory impressions or experiences


yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang
pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk kesalahan
pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik yang
adekuat.

2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik

neurokimia.

Akibat

stress

berkepanjangan

menyebabkan

teraktivasinya

neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini
f. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2.3 Patofisiologi
Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat ansietas sedang, secara
umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak pada individu
adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa
takut serta mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
b. Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat kecemasan yang berat.
Adapun karakteristik yang tampak pada individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan
mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin
c.

merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas berat,
pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi penguasa. Adapun karakteristik yang
tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin

mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.


d. Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat ansietas panic. Adapun
karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori mungkin menakutkan jika
individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung beberapa jam atau
beberapa hari, apabila tidak ada intervensi terapeutik.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Yosep, 2009 tanda dan gejala halusinasi adalah :
Melihat bayangan yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya.
Melihat seseorang yang sudah meninggal.
Melihat orang yang mengancam diri klien atau orang lain
Bicara atau tertawa sendiri.
Marah-marah tanpa sebab.
Menutup mata.
Mulut komat-kamit
Ada gerakan tangan
Tersenyum
Gelisah
Menyendiri, melamun

2.5 Pemeriksaan penunjang


1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, CPZ, diazepam, amitriptylin, dan lain-lain
3. terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan menggunakan arus listrik
antara 70-150 volt.
2.6 Penatalaksanaan
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, berbicara dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter.
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
5

Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien.
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.


Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan
dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
Medis (Psikofarmako)
1) Chlorpromazine
a) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat dalam
fungsi-fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu
bekerja, hubungan social dan melakukan kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya system ekstra pyramidal.
c) Efek samping
- Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang antar sadar atau tidak sadar.
Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung.
6

Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia syndrome parkinsontren, atau

bradikinesia regiditas.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan
kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf
pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien
sudah stabil dosisnya di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2) Haloperidol (HLP)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, baik dalam fungsi mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,
khususnya system limbic dan system pyramidal.
c) Efek samping
- Sedasi dan inhibisi psikomotor
Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan
kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf
pusat), gangguan kesadaran.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg IM
pemberian ini dilakukan 3x24 jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau 3x5
mg.
3) Trihexyphenidil (THP)
a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca
encephalitis (infeksi obat yang disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa penyebab
yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat depreson, dan antikolinergik
lainnya.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi (gerakan motorik yang
menunjukkan kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
d) Kontra indikasi
7

Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap trihexypenidil (THP), glaucoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
b. Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan terapi berkelompok (TAK) Terapi
Aktifitas Kelompok.
2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi diantaranya adalah:
Munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya yang di
akibatkan diri persepsi sensori tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi
membatasi dirinya dengan orang lain karena tidak peka, terhadap sesuatu yang nyata dan tidak
nyata.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Faktor Individu
8

Hal-hal yang perlu dikaji pada klien :


1. Bagaimana klien menjelaskan perasaan yang dialaminya.
2. Bagaimana klien mengatakan gangguan halusinasinya dan respon klien terhadap halusinasinya.
3. Apakah ada keserasian antara afek dan ucapan-ucapan klien.
4. Siapakah yang merupakan teman dekat klien.
5. Apakah klien termasuk orang-orang yang slah menggunakan obat.
6. Apakah ada hambatan pada tugas perkembangan klien.
7. Bagaimana klien menghadapi stressor yang dialaminya.
B. Faktor Keluarga
1. Posisi klien dalam keluarga.
2. Bagaimana reaksi keluarga terhadap situasi.
3. Bagaimana pola komunikasi dalam keluarga.
4. Apakah ada anggota keluarga klien yang masuk rumah sakit karena ganggua jiwa /mental.
C. Faktor Lingkungan
1. Apa latar belakang pendidikan klien.
2. Riwayat pekerjaan klien.
3. Bagaimana situasi sosial, ekonomi keluarga klien.
4. Apa latar belakang budaya dan kepercayaan klien sesuai dengan sistem sosial di mana mereka
tinggal.
5. Apa kegiatan kelompok dimasyarakat yang klien ikuti.
6. Bagaimana hubungan interpersonal klien.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan persepsi sensori.
c. Koping individu tidak efektif.
d. Isolasi sosial : menarik diri.
e. Menurunnya motivasi perawatan diri.
f. Defisit perawatan diri

3.3 RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN


TUK 1 : Bina hubungan saling percaya
A. Buat kontak dengan klien, memperkenalkan nama perawat, tujuan dan waktu interaksi.

B. Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama panggilan klien untuk menunjukkan
perhatian yang tulus pada klien.
C. Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada
orang lain yang tidak berkepentingan.
TUK 2 : Bantu klien mengenal halusinasinya
A. Adakan kontak sering dan bertahap.
B. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya.
C. Bantu klien mengenal halusinasinya.
D. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang)
TUK 3 : Ajarkan cara mengontrol halusinasi
A. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
B. Diskusikan cara baru untuk menentukan atau mengontrol timbulnya halusinasi.
C. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat, beri pujian.
D. Bantu klien memilih dan melatih cara pemutusan halusinasi secara bertahap.
E. Beri kesempatan untuk melakukan cara-cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri
pujian bilaberhasil.
F. Anjurkan klien mengikuti TAK, stimulus persepsi.
TUK 4 : Klien mendapat dukungan darikeluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Anjurkan klien untuk memberitahukan keluarga jika mengalami halusinasi.
Diskusikan dengan keluarga :
a. Gejala halusinasi.
b. Cara yang dilakukan klien atau keluarga untuk memutus halusinasi.
c. Cara merawat keluarga yang berhalusinasi.
TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan benar.
A. Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
B. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
C. Ajarilah klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat.
D. Diskusikan akibat terhentinya obat.
E. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3.4 Tabel SP
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT
DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN HALUSINASI

10

Nama perawat : ........................


Nama Pasien

: ........................

Ruangan

: ........................

Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen
penilaian kinerja (No 04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.

N
o
A

Kemampuan

Tg
l

Tg
l

Tg
l

Tg
l

Tg
l

Tg
l

Tg
l

Pasien
SP I p

Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

Mengidentifikasi frekuensi halusinasi


pasien

Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan


halusinasi

Mengidentifikasi respons pasien terhadap


halusinasi

Mengajarkan pasien menghardik halusinasi

Menganjurkan pasien memasukkan cara


menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP I p
SP II p

11

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien

Melatih pasien mengendalikan halusinasi


dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain

Menganjurkan pasien memasukkan dalam


jadwal kegiatan harian
Nilai SP II p
SP III p

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien

Melatih pasien mengendalikan halusinasi


dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien di rumah)

Menganjurkan pasien memasukkan dalam


jadwal kegiatan harian

Nilai SP III p
SP IV p
1

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien

Memberikan pendidikan kesehatan tentang


penggunaan obat secara teratur

Menganjurkan pasien memasukkan dalam


jadwal kegiatan harian
Nilai SP IV p

Keluarga
SP I k

Mendiskusikan masalah yang dirasakan


keluarga dalam merawat pasien

Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala


halusinasi, dan jenis halusinasi yang
dialami pasien beserta proses terjadinya

12

Menjelaskan cara-cara merawat pasien


halusinasi
Nilai SP I k
SP II k

Melatih keluarga mempraktekkan cara


merawat pasien dengan Halusinasi

Melatih keluarga melakukan cara merawat


langsung kepada pasien Halusinasi

Nilai SP II k
SP III k
1

Membantu keluarga membuat jadual


aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)

Menjelaskan follow up pasien setelah


pulang

Nilai SP III k
Total nilai SP p + SP k
Rata-rata

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
13

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap
pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.

Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya

perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina
hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yangdiberikan.
2.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi, pasien

sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai system pendukung yang mengerti keadaaan
dan permasalahan dirinya. Disamping ituperawat / petugas kesehatan juga membutuhkan
kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
member perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta
keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.
4.2 Saran
1.

Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-langkah

proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil
dengan optimal
2.

Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukanpendekatan secara

bertahap dan terus menerus untuk membina hubungansaling percaya antara perawat klien
sehingga tercipta suasana terapeutikdalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3.

Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,sehingga keluarga

dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat bekerja sama dalam
pemberian asuhan keperawatan bagi klien.

DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I.
14

Keperawatan Jiwa. Teoridan Tindakan Keperawatan Jiwa,Jakarta, 2000


Keliat Budi, Anna,Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa,EGC,Jakarta,
1995
Keliat Budi Anna, dkk,Proses Keperawatan Jiwa,EGC, Jakarta, 1987
Maramis, W.F,Ilmu Kedokteran Jiwa,Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990
Rasmun,Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga,CV.
Sagung Seto, Jakarta, 2001.Residen Bagian Psikiatri UCLA,Buku Saku Psikiatri,EGC, 1997
Stuart & Sunden,Pocket Guide to Psychiatric Nursing,EGC, Jakarta, 199

15

Anda mungkin juga menyukai