Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SLE(SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS)

DEFINISI
Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan.( Lamont, David E, DO ;2013 )

ETIOLOGI
Penyebab LES tidak diketahui walaupun penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan
kecenderungan mengidap penyakit autoimun. Kecenderungan terjadinya LES dapat berhubungan
dengan perubahan gen MCH spesifik dan bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali.Resiko
meningkat 25–50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan kaitannya
dengan faktor genetik. Wanita ebih cenderung mengalami LES dibandingkan dengan pria, karena
peran hormon seks. LES dapat dicetuskan oleh stres, sering berkaitan dengan kehamilan atau
menyusui. Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat mencetuskan
penyakit. Penyakit ini dapat bersifat ringan hingga menyebabkan kematian.

GAMBARAN KLINIS
 Polialtralgia ( nyeri sendi) dan arthitis (peradangan sendi)
 Demam akibat peradangna kronik
 Ruam wajah dalam polamalar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung.
 Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
 Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
 Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
 Lesi berskuama di kepala , leher dan punggung
 Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi
 Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulangm dan perdarahan sering terjadi karen aserangan
terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit

PATOFISIOLOGI
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, dan dapat
berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus ini menyebabkan terjadinya
aktifasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi antilimfosit T, menyebabkan
terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi hiperaktifitas sel B. peningkatan sel B yang
teraktifasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+ (helper).
CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan signal bagi
CD8+ (Isenberg and Horsfalli, 1998). Berkurangnya jumlah sel T juga menyebabkan
berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai pada CD8+ juga berkurang
dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya
kedua subset sel T yang disebut double negatif (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan
sekresi autoantibodi (Mok and Lau, 2003). Proses autoantibodi terjadi melalui 3
mekanisme yaitu :
1) Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.
2) Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak
dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi kerusakan jaringan.
3) Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi komplemen
yang berperan dalam kematian sel (Epstein, 2012).

Pada sel B, terjadi peningkatan reseptor sitokin, IL-2, sehingga dapat


meningkatkan heat shock protein 90 (hsp 90) dan CD4+ pada sel B. Namun terjadi
penurunan terhadap CR 1 ( complement reseptor 1) dan juga fagositosis yang inadekuat
pada igG2 dan igG3 karena lemahnya ikatan reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini
juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya
gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun
dan terjadinya deposisi kompleks imun pada berbagai macam organ sehingga terjadi
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktifasi komplemen
yang menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, kulit dan sebagainya (Albar,
2003).
Secara ringkas, proses perjalanan penyakit lupus eritematosus sistemikadalah
sebagai berikut :
PATHWAY

Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
yang berasal dari luar (bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus) dan dari dalam
(protein DNA/RNA)

Terdapatnya antibodi antilimfosit T

Limfositopenia sel T, Hiperaktivitas sel B, fungsi sel T supresor abnormal

Double negatif (CD4-CD8-), hipergamaglobulinemia, penimbunan kompleks ag-ab


(igG/igM) dalam jaringan/pembuluh darah

Mengaktifkan komplemen

Komplemen melepaskan MCF (Macrophage chemotactic factor)

Makrofag dikerahkan ke tempat tersebut

Melepaskan enzim protease dan bahan toksik yang berasal dari metabolisme oksigen
dan arginin (oksigen radikal bebas)

Merusak jaringan sekitarnya (autoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik


PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Antibodi antinukleus tampak pada sekurang-kurangnya 95% penderita LES, namun dapat terjadi
pada non penderita
 Antibodi terhadap DNA untai ganda adalah diagnostik LES
 Protein pada urine sebagai tanda kerusakan ginjal
 Antibodi antineuron dapat terjadi

PENATALAKSANAAN
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam
penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis.
Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah penderita
tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila
penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi
dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanenuntuk SLE.
Tujuan dari terapi adalahmengurangi gejala dan melindungi organdengan
mengurangi peradangan dan atautingkat aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2009):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus
mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi
pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping
pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah
gaya hidup.
b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita
perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat
fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan
yang terkandung pada sigaret/rokok.
c. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya
ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan
keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan
mempengaruhi proses inflamasi.
d. Stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik
dapat mempengaruhi sistem imun melalui: penurunan respons mitogen limfosit,
menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel NK
(NaturalKiller). Keadan stress tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit,
sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya.
Umumnya beberapa peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya
dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki
penyakitnya.
e. Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang
dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
minyak ikan (fish oil) yang mengandung eicosapentanoic acid dan
docosahexanoic acid dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 5-
lipoxygenase di sel monosit dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita
dengan hiperkolesterol perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali
normal.
f. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari
tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik.
Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga
semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada
waktu-waktu tersebut.
g. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat
LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya.
Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan
menggunakan obat yang mengandung estrogen.
2. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul.Pada keluhan
yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid
namun tidak memperberat keadaan umum penderita. Efek samping terhadap sistem
gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin
serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap
pagi.Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen
topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya,
benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B
atausteroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon
asetonid.
3. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari,
sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5
mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB
selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi,
kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
b. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
c. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
d. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
e. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan
gejala artritis.
f. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau
triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
g. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti
hidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.
h. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah
eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan
dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus,
faskulitis dan gangguan pada SSP. (Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria,
namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan
pria 8 : 1.
b. Biasa ditemukan pada ras-ras tertentu seperti Negro, Cina, dan Filiphina.
c. Lebih sering pada usia 20-40 tahun, yaitu pada usia produktif.
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita penyakit ginjal
atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malar-
fotosensitif, ruam diskoid-bintik-bintik eritematosa menimbul, Artralgia/arthritis,
demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis, bengkak pada pergelangan
kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. keluhan-keluhan lain yang menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit autoimun yang lain.
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis
B1 ( Breath )
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot nafas
tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales, ronchii), nyeri saat inspirasi, produksi
sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau efusi pleura. .
B2 ( Blood )
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada, suara jantung ( S1,S2,S3), bunyi systolic
click ( ejeksi click pulmonal dan aorta ), bunyi mur-mur.Friction rub perikardium
yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.Lesi eritematous papuler dan purpura
yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,
siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan
B3 ( Brain )
Mengukur tingkat kesadaran( efek dari hipoksia ) Glasgow Coma Scale secara
kuantitatif dan respon otak ; compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi
klien.Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang
B4 ( Bladder )
Pengukuran urine tampung ( menilai fungsi ginjal ), warna urine (menilai filtrasi
glomelorus),
B5 ( Bowel )
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan., turgor kulit.
Nyeri perut, nyeri tekan, apakah ada hepatomegali, pembesaran limpa.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
 kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
 Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan fisik.
 Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, leukopenia, penurunan hemoglobin
 Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan kelemahan atau keletihan akibat anemia.
INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulitberhubungan NOC : NIC : Pressure Management


dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Membranes longgar
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan sekunder  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Kelembaban keperawatan selama….. kerusakan  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang integritas kulit pasien teratasi dengan sekali
dapat menimbulkan luka, tekanan, kriteria hasil:  Monitor kulit akan adanya kemerahan
restraint)  Integritas kulit yang baik bisa  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Immobilitas fisik dipertahankan (sensasi, tertekan
- Radiasi elastisitas, temperatur, hidrasi,  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim pigmentasi)  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban kulit  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Obat-obatan  Perfusi jaringan baik  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Internal :  Menunjukkan pemahaman  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Perubahan status metabolik dalam proses perbaikan kulit karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Tonjolan tulang dan mencegah terjadinya tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Defisit imunologi sedera berulang  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Berhubungan dengan dengan  Mampu melindungi kulit dan  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
perkembangan mempertahankan kelembaban  Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan sensasi kulit dan perawatan alami  Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan status nutrisi (obesitas,  Menunjukkan terjadinya proses  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
kekurusan) penyembuhan luka
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri  Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi dengan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- nyeri) ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau  Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri berkurang analgesik pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tanda vital dalam rentang normal
perubahan tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan body image berhubungan NOC: NIC :


dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
(nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis Setelah dilakukan tindakan terhadap tubuhnya
situasional, trauma/injury, pengobatan keperawatan selama …. gangguan - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
(pembedahan, kemoterapi, radiasi) body image - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
DS: pasien teratasi dengan kriteria dan prognosis penyakit
- Depersonalisasi bagian tubuh hasil: - Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Perasaan negatif tentang tubuh  Body image positif - Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
- Secara verbal menyatakan perubahan  Mampu mengidentifikasi bantu
gaya hidup kekuatan personal - Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok
DO :  Mendiskripsikan secara kecil
- Perubahan aktual struktur dan fungsi faktual perubahan fungsi
tubuh tubuh
- Kehilangan bagian tubuh  Mempertahankan interaksi
- Bagian tubuh tidak berfungsi sosial

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control
- Prosedur Infasif  Risk control
 Batasi pengunjung bila perlu
- Kerusakan jaringan dan peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
paparan lingkungan keperawatan selama…… pasien tidak keperawatan
- Malnutrisi mengalami infeksi dengan kriteria  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan hasil:  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
patogen  Klien bebas dari tanda dan gejala petunjuk umum
- Imonusupresi infeksi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Menunjukkan kemampuan untuk
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, mencegah timbulnya infeksi
penekanan respon inflamasi)  Jumlah leukosit dalam batas  Tingkatkan intake nutrisi
- Penyakit kronik normal  Berikan terapi antibiotik:.................................
- Imunosupresi  Menunjukkan perilaku hidup  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Malnutrisi sehat  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Pertahan primer tidak adekuat  Status imun, gastrointestinal,  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
(kerusakan kulit, trauma jaringan, genitourinaria dalam batas kemerahan, panas, drainase
gangguan peristaltik) normal  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : secara berlebihan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
DS: tanpa disertai peningkatan tekanan (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
 Melaporkan secara verbal adanya darah, nadi dan RR perubahan hemodinamik)
kelelahan atau kelemahan.  Mampu melakukan aktivitas sehari  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Adanya dyspneu atau hari (ADLs) secara mandiri  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidaknyamanan saat beraktivitas.  Keseimbangan aktivitas dan dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
DO : istirahat  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Respon abnormal dari tekanan  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
darah atau nadi terhadap aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Corwin,Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC


Sudoyo, et all. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3 edisi 5. Interna publishing. Jakarta

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2004.“LupusEritematosus” Hal 246 - 249 Edisi

ketiga,Cetakan Kelima, FK UI, Jakarta,

Sukmana, Nanang. 2011. Systemic Lupus Erytemathossus : Pathogenesis. Upload :

www.New England Of Medicine Journals (diakses 30 April 2013)

Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Balai

penerbit FKUI

Mansjoer, Arif. 1999. kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta : EGC

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC

Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga

Oehadian, Amaylia. 2008. Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik. Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC


Herdman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014. Oxford:
Wiley-Blackwell
Moorhead, Sue.et al. (2004). Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. Missouri :
Mosby. Elsevier
Dochterman, Joanne McCloskey.et al. (2008). Nursing Intervention Classification Fifth Edition.
Missouri : Mosby. Elsevier
LAPORAN PENDAHULUAN

SLE (SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS)

Di Ruang 25

Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

Elva Kumalasari

NIM 17.30.025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS

MALANG

2017/2018

Anda mungkin juga menyukai