Anda di halaman 1dari 15

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep konstipasi

2.1.1 Definisi

Menurut akmal, dkk (2010) sembelit atau konstipasi merupakan

keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup

lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat

tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak

teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut.

Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di masyarakat

dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu keadaan sukar atau tidak

dapat buang air besar, feses (tinja) yang keras, rasa buang air besar tidak

tuntas (ada rasa ingin buang air besar tetapi tidak dapat

mengeluarkannya), atau jarang buang air besar. Seringkali orang berpikir

bahwa mereka mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar

setiap hari yang disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga

tiga kali seminggu (Herawati, 2012).

2.1.2 Patofisiologi Konstipasi

Menurut Akmal,dkk (2010) pengeluaran feses merupakan akhir

proses pencernaan. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna lagi oleh

saluran pencernaan, akan masuk kedalam usus besar (kolon) sebagai

massa yang tidak mampat serta basah. Di sini, kelebihan air dalam sisa-

sisa makanan tersebut diserap oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut


9

bergerak ke rektum (dubur), yang dalam keadaan normal mendorong

terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara

normal, terjadi sekali atau dua kali setiap 24 jam.

2.1.3 Tanda dan gejala konstipasi

Menurut Akmal, dkk (2010) ada beberapa tanda dan gejala yang

umum ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita

sembelit sebagai berikut:

a. Perut terasa begah, penuh dan kaku.


b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah

sehingga malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang

sering mengantuk.
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,

mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam.


d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya

diri, tidak bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu

penurunan kualitas, dan produktivitas kerja.


e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih

sedikit dari pada biasanya.


f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada

saat bersamaan tubuh berkeringat dingin, dan terkadang

harus mengejan atupun menekan-nekan perut terlebih dahulu

supaya dapat mengeluarkan dan membuang feses bahkan

sampai mengalami ambeien/wasir.


g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai

terganjal sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan

feses yang kering dan keras atau karena mengalami wasir

sehingga pada saat duduk tersa tidak nyaman


10

h. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada

biasanya
i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan

atau usia lanjut) ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti

ada yang mengganjal, dan gerakannya lebih lambat dari pada

biasanya.
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar.
k.

2.1.4 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia

Konstipasi dapat disebabkan secara primer oleh penurunan

motilitas atau penyebab kedua karena reaksi obat yang merugikan,

obstruksi saluran pencernaan atau komplikasi dari hipertiroid (Toner &

Claros, 2012). Selain itu, banyak faktor khusus pada lansia yang dapat

diidentifikasi dan mempengaruhi konstipasi. Dalam diagnosa keperawatan

NANDA disebutkan bahwa faktor risiko dari konstipasi dapat secara

fungsional, psikologis, farmakologis, mekanis dan fisiologis (Herdman,

2012).

Secara fungsional faktor risiko konstipasi terdiri dari kelemahan

otot pada abdomen, kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan

untuk defekasi eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat (misalnya, tepat

waktu, posisi saat defekasi dan privasi), aktivitas fisik yang tidak memadai,

kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan perubahan lingkungan baru-baru

ini. Sementara secara psikologis faktor risiko dari konstipasi dapat berupa

depresi, stress emosi dan konfusi mental. Secara farmakologis banyak

jenis obat yang dapat berisiko mengalami konstipasi, seperti antasida yang

mengandung alumunium, antikolinergik, antikonvulsan, anidepresan, agens

antilipemik, garam bismuth, kalsium bikarbonat, penyekat saluran kalsium,


11

diuretik, garam besi, overdosis laksatif, agens anti-inflamasi nonsteroid,

opiate, fenotiazid, sedatif dan simpatomimetik. Secara mekanis faktor risiko

yang menyebabkan konstipasi berupa ketidakseimbangan elektrolit,

hemoroid, penyakit Hirschprung, kerusakan neurologis, obesitas, obstruksi

pasca pembedahan, kehamilan, pembesaran prostat, abses atau ulkus

pada rektum, prolaps rektum dan tumor.

Faktor risiko terjadinya konstipasi selanjutnya adalah secara

fisiologis yang berupa perubahan pola makan dan jenis makanan yang

biasa di konsumsi, penurunan motilitas saluran cerna, dehidrasi, kondisi

gigi atau hygiene yang tidak adekuat, asupan serat dan cairan yang tidak

mencukupi serta pola makan yang buruk. Selain itu Administrator of JBI

(2008) menambahkan bahwa faktor lingkungan seperti pengurangan

privasi, tidak teraksesnya fasilitas konstipasi, ketergantungan terhadap

bantuan orang lain juga dapat menyebabkan konstipasi.

2.1.5 Makanan yang menyebabkan konstipasi

Berikut beberapa makanan umum yang dapat menyebabkan

konstipasi :

a. Makanan yang tinggi lemak


minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak

kelapa,ayam, daging sapi, mentega, margarin, keju, susu

kental manis, tepung susu, dan sebagainya.


12

b. Makanan yang tinggi gula


Seperti makanan yang manis-manis, keju, dan makanan

olahan

2.1.6 Makanan yang tidak menyebabkan konstipasi

Berikut beberapa makanan yang tidak menyebabkan konstipasi :

a. Buah-buahan segar
alvukat, anggur, belimbing, jambu biji, jeruk bali, jeruk sitrun,

mangga, melon, nanas, pepaya, pisang, semangka, sirsat,

srikaya, dan sebagainya.


b. Sayuran
bayam, kangkung, daun pepaya, daun singkong, sawi hijau,

kubis, kacang panjang, buncis, dan sebagainya.


c. makanan tinggi serat
tepung maizena, beras ketan, ubi merah, ubi putih, oncom

merah, oncom putih, kacang hijau, kacang tanah, dan

sebagainya.
d. makanan yang menyediakan asam lemak Omega-3
Terdapat dalam daun-daunan, beberapa minyak biji-bijian,

termasuk minyak kacang kedelai, minyak biji rami, minyak biji

rape, minyak ikan, ikan, kecambah, gandum (Almatsier, 2010).

2.1.7 Proses Pembentukan Feses

Setiap harinya, sekitar 750 cc chime masuk ke kolon dari ileum. Di

kolon, chime tersebut mengalami proses absorpsi air, natrium, dan kloride.

Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltic usus. Dari 750 cc

chime tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chime

yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses.

Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri

tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses


13

fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap

harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Menurut (Asmadi. 2008).

2.1.8 Akibat Konstipasi

Menurut Darmojo & Martono (2006) akibat-akibat konstipasi antara

lain:

a. Impaksi feses
Impeksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada

daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan.


b. Volvulus daerah sigmoid
Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita

dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.

c. Haemorrhoid
Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya

defekasi sehingga ada kemungkinan akan menimbulkan

haemorrhoid.
d. Penyakit divertikular
Mengedan berlebihan pada penderita konstipasi dapat

menyebabkan terbentuknya kantung-kantung pada dinding

kolon, di mana kantung-kantung ini berisi sisa-sisa makanan.

Kantung-kantung ini dapat meradang dan disebut dengan

divertikulitis.

2.1.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konstipasi pada Lansia

kejadian konstipasi pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa

hal yaitu :

1. Asupan serat
14

Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam

tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian

yang dapat diserap di saluran pencernaan (Almatsier, 2010).


2. Intake cairan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar

manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian

tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu,

sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,

kategori persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah bayi baru

lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat

badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua

45% dari total berat badan. Persentase cairan tubuh bervariasi,

bergantung pada faktor usia, lemak dalam tubuh dan jenis kelamin

(Alimul Hidayat, 2006). Angka kecukupan air untuk usia di atas 50

tahun keatas menurut AKG, tahun 2008 dalam Devi (2010) adalah 1,5-

2 liter/hari.
3. Aktivitas fisik
a. Pengertian aktivitas fisik Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh

yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran

energi untuk mengeluarkannya, seperti berjalan, menari, mengasuh

cucu (Darmojo & Martono, 2006).


b. Aktivitas fisik lansia Lansia yang mengalami penuaan yang optimal

akan tetap aktif dan tidak mengalami penyusutan dalam kehidupan

sehari-hari (Stanley, 2007). Lansia yang masih melakukan aktivitas

fisik dapat mempertahankan kualitas hidupnya agar tetap sehat.


4. Depresi
Depresi yaitu keadaan jiwa yang tertekan dan penurunan fungsi

kognitif hingga berpotensi menimbulkan bergagai kendala

(Noorkasiani, 2009). Depresi merupakan satu masa terganggunya


15

fungsi manusia baik fungsi psikis mupun fungsi fisik, yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotorik,

konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,

serta gagasan bunuh diri (Ilmu kedokteran jiwa darurat, 2004).

5. Penggunaan obat-obatan
Pengobatan kadang-kadang bertambahnya usia identik dengan

ketergantungan obat. Pada dasarnya, pengobatan dapat memperbaiki

kondisi kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi di lain pihak

pengobatan pun dapat mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia.

Efek ini timbul karena obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi

proses penyerapan zat gizi. Tidak jarang lansia harus mengkonsumsi

obat-obatan dalam waktu yang cukup lama. Banyak obat

menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti

obat-obatan antikolinergik, antasida aluminium, golongan narkotik,

golongan analgetik, antihipertensi dan diuretik.


6. Kurang privasi untuk BAB
Kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB dapat

menjadi stimulus psikologis bagi individu untuk menahan buang air

besar dan dapat menyebabkan konstipasi (Darmojo&Martono, 2006).

2.2 Konsep Lansia

2.2.3 Definisi konsep Lansia (Lanjut Usia)


16

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan Lanjut

Usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia

bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses

kehidupan uang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah

keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan

keseimbngan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan

dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individu (Hawari, 2001).

2.2.4 Batasan-batasan Lanjut usia

Berikut ini adalah batasa-batasan umur yang mencangkup

batasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari nugroho

(2000).

Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1

Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

1. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:


a. Usia pertenganhan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun.
2. Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
a. Masa bayi (usia 0-1 tahun)
b. Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
c. Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
d. Masa pubertas (10-20 tahun)
e. Masa dewasa (20-40 tahun)
f. Masa setengah umur (prasenium) usia 40-65 tahun
g. Masa lanjut usia (senium) usia 65 tahun ke atas
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
17

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat

dibagi menjadi empat bagian sebagi berikut:


a. Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
b. Fase virilitas (usia 40-55 tahun)
c. Fase presenium (usia 55-65 tahun)
d. Fase senium (usia >65 atau 70 tahun)
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60/65

tahun
c. Lanjut usia (Genetic age) usia >65/70 tahun, terbagi atas:
1) Young old (usia 70-75 tahun)
2) Old (usia 75-80 tahun)
3) Very old (usia >80 tahun)

5. Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):


a. Masa balita (0-5 tahun)
b. Masa kanak-kanak (5-11 tahun)
c. Masa remaja awal (12-16 tahun)
d. Masa remaja akhir (17-25 tahun)
e. Masa dewasa awal (26-35 tahun)
f. Masa dewasa akhir (36-45 tahun)
g. Masa Lansia awal (46-55 tahun)
h. Masa Lansia akhir (56-65 tahun)
i. Masa Manula (65-sampai atas)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia

menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia

(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua

(very old) diatas 90 tahun.

2.2.5 PERUBAHAN SISTEM TUBUH LANSIA (NUGROHO, 2000)

1. Perubahan fisik

a.Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan

ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler

akan berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati
18

juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme

perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

b.Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per

detik (Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat

menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak

waktu, kususunya dengan stres, mengecilnya saaraf pancaindra,

serta menjadi kurang sensitif terhaddap sentuhan.

c.Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran

timpani atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen

karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia

yang mengalami keterangan jiwa atau stres.

d.Sistem penglihatan

Timbulnya sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya

respon terhadap sina, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis),

lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,

meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi

terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat

dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya

lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara

warna biru dengan hijau pada skla pemeriksaan.

e.Sistem Kardiovaskuler
19

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun

1% setiap tahunnya sesudah berumur 20 tahun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilang

elastisitas pembuluh dara, berkurangnya efektifitas pembuluh darah

perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan

darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari

pembulu darah perifer.

f. Sistem pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologi ± 35˚C,

hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan

refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

g.Sistem pernapasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas

lebih berat, kepasitas pernapasan maksimum menurun, dan

kedalam bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal

dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75

mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan

kekuatan otot pernapasan.

h.Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,

esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi


20

asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun,

peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi

menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

i. Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah

ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (akibat pada

penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat

jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1),blood urea Nitrogen

(BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap

glukosa meningkat. Otot-otot kandungan kemih (vesica urinaria)

melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan

frekuensi buang air kecil meningkat, kandungan kemih sulit

dikosongkan sehingga retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke

atas sebagian besar mengalami pembesaran postat hingga ±75%

dari besar normalnya.

j. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas

tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi

aldosteron.

k.Sistem integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit dan bersisik, menurunnya respon terhadap trauma,

mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis

serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,


21

berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi

keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti

tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku

menjadi pudar dan kurang bercahaya.

l. Sistem mukuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatanya (density) dan semakin

rapuh, kifosis, persedian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga

gerak seseorang menjadi lambat, otot-oto kram dan menjadi

tremor..

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental addalah

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intellegence quotient-I.Q),

dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu

kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu)

mencangkup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau

seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kengan buruk.

3. Perubahan Psikososial

perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang

mengalami pensiun. Berikut ini adala hal-hal yang akan terjadi pada

masa pensiun.

a.Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.


22

b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan possisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.

c. Kehilang teman atau relasi.

d.Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

e.Merassakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of

mortality).

Anda mungkin juga menyukai