Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR DI UNIT RAWAT


JALAN POLI ORTHOPEDI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Aprilita Restuningtyas, S.Kep.
NIM 122311101053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik
yang bersifat total maupun sebagian yang diakibatkan tekanan eksernal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur
femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cedera Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekkuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran atau
penarikan. Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal
berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnyarteri
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi karena proses penyakit akibat
berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapattimbul sebagai salah satu proses yang
progresif.

3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh


defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara Spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau
tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya penyakit polio dan
orang yang bertugas di bidang kemiliteran.
3. Jaringan Lunak Sekitar Femur
a. Otot Kompartemen
Otot paha dipisahkan menjadi 3 kompaertemen oleh facia produnda,
yaitu kompartemen anterior, medial dan posterior. Otot yang ada pada
masing-masing kompartemen dapat dilihat dalam tabel.
Anterior
Quadriceps femoris
Rektus femoris
Vastus lateralis
Vastus medialis
Vastus intermdius
Pactineus
Sartoneus
Iliopsoas
Psoas
iliacus

Medial
Adduktor longus
Assuktor brevis
Adduktor magnus
Gracilis
Obturator eksternus

Posterior
Semimembranosus
Semitendinosus
Bisep femoris
Muskulus sartorius

Pada permukaan anterior dipangkal paha terdapat suatu hiatus


saphenous yang merupakan tempat masuknya vena saphenamagna
(ena supericialis) ke dalam fascia lata. Otot pada bagian anterior
berfungsi untuk fleksi hip joint.Otot medial berfungsi untuk
mengadduksi ekstremitas inferior. Otot bagian posterior dikenal
sebagai hamstring, fungsi otot tersebut adalah untuk menggantung
tungkai (memfleksikan tungkai)

b. Pembuluh darah
1) Arteri Femoralis
Terletak di ruang lateral vagina femoralis. Bercabang menjadi arteri
circumflexa ilium superficialis, arteri epigastrica superficialis,
arteripudenda externa superficialis, arteri pudenda externa profunda,
arteri profunda femoris, arteri genicularis descendens.

Cabang-cabang:

Arteri circumflexa ilium superficiales hdala sebuah cabang


kecil yang berjalan ke atas regio spina iliaca anterior superior

Arteri epigastrica superficiales dalah sebuah cabang kecil yang


menyilang ligamentum inguinale dan berjalan ke regio
umbilicus

Arteri pudende externa superficialis adalah sebuah cabang kecil


yng berjalan ke medial untuk mempersarafi kulit scrotum

Arteri pudenda externa profunda : berjalan ke medial dan


mempersarafi kulit scortum

Arteri profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting


yang muncul dari sisi lateral arteri femoralis kira2 1 inci
(4cm) dibawah ligamentum ingunale arteri ini berjalan ke
medial di belakang arteri femoralis dan masuk ke dalam ruang
medial fascia tungkai bawah.arteri ini berakhir sebagai arteri
perforans vena pada pangkalnya,arteria ini mempercabangkan
artericircumflexa femoris medialis dan arteri circumflexa
femoris lateris dan dalam perjalannya mempercabangkan 3 buah
aarteriperforantes

Arteri genicularis descendens adalah cabang kecil yang


dipercabangkan

dari

arteri

femoralis

dekat

ujung

akhirnyarteriarteria ini membantu mendarahi articulatio genus.

2) Vena Femoralis
Terletak di ruang medial vagina femoralis. Bercabang menjadi
vena Circumflexa ilium superficialis, vena Epigastrica superficialis,
Vena Pudendae externae yg bermuara ke vena Saphena magna

Cabangcabang vena femoralis adalah vena saphena magna dan venae yg


bersesuain dg cabang-cabang arteri femoralis, vena circumflexa
ilium superficialis, v.epigastrica superficialis,danvena pudendae
externae bermuara ke vena saphena magna.
c. Syaraf
1) Saraf femoral saraf ini merupakan bagian dari pleksus lumbalis.
Saraf femoralis memberikan sensasi ke anterior (depan) paha. Otot
ini menginervasi di paha anterior yang memungkinkan lutut untuk
memperpanjang.
2) Saraf lateral femoral saraf ini merupakan bagian dari jaringan
saraf lumbal pleksus. Saraf lateral femoralis memberikan sensasi
ke sisi anterior dan lateral paha.
3) Saraf saphena: saraf ini merupakan cabang dari saraf femoral dan
berjalan menyusuri bagian medial kaki ke bagian medial kaki dan

innervates kulit di sisi medial pergelangan kaki dan kaki.

d. Tendon
1) Tendon psoas mayor
2) Quadrisep tendon berada di atara femur dan tibia
3) Bisep femoris tendon avulsion

4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur sendiri dibagi menjadibeberapa bagian,
tergantung pada letak fraktur yang terjadi, yaitu:
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebihsering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah

trochanter mayorlangsung terbentur dengan benda keras (jalanan)


ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.Fraktur collum femur
sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu: fraktur intrakapsuler dan fraktur
extrakapsuler
Intrakapsuler

Ekstrakapsuler

Gambar. Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler


b. Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur subtrochanter femur merupakan fraktur dimana garis
patahnyaberada 5 cm distal dari trochanter minor.Fraktur ini dapat
diklasifikasikan kembali berdasarkan posisi garis patahnya, yaitu:
1) tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
3) tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
c. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibatkecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah tulang
yang terjadi pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak dan dapat mengakibatkan penderita jatuh dalam kondisi syok.
Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.
d. Fraktur Femur Supracondyler
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang
femur.Sepertihalnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat
dikelola secarakonservatif dengan traksi skeletal dengan lutut dalam

posisi fleksi 90o. Fraktur supracondyler pada fragmen bagian distal


selalu terjadi dislokasi ke arah posterior.Hal ini biasanya disebabkan
karena adanya tarikan dari otototot gastroknemius. Biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan
tinggi sehingga terjadi gayaaxialdan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Femur Intercondyler
Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat
jatuhdengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian.Permukaan
belakang patella yang berbentuk baji, melesak ke dalam sendi lutut dan
mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya
retak.Pada

bagian

proksimal

kemungkinan

terdapat

komponen

melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk


seperti huruf T atau Y.
5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah.Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, 1993).
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
a. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari


tempatny . Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
1) rotasi pemendekan tulang;
2) penekanan tulang.
b. Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam
c.
d.
e.
f.

g.
h.
i.
j.

jaringan yang berdekatan dengan fraktur.


Ekimosis dari perdarahan subculaneous
Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
Tenderness
Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
Kehilangan sensasi
Pergerakan abnormal
Syok hipovolemik
Krepitasi (Black, 1993).

7. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartemen sindrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut.Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan

otot,

saraf,

dan

pembuluh

darah.

Selain

itu

karenatekanandari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu


kuat.
3) Fat Embolism Syndrom (FES)
Komplikasi serius yang seringterjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sellemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darahdan menyebabkan tingkat

oksigen dalam darah rendah yang ditandaidengan gangguan


pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masukke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pindan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusakatau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkmans Ischemiarteri
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi kronis
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 69bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebihpada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya

tingkat

kekuatan

dan

perubahan

bentuk

(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan


reimobilisasi yang baik.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaanyang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukantulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA danlateral.Dalam keadaan tertentu
diperlukan

proyeksi

tambahan

(khusus)

ada

indikasi

untuk

memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.


Perludisadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaanpemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak,
tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutupyang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yangkompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksarteri
4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b. Pemeriksaan laboratorium

1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap


penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat

pada

kerusakan

tulang

dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.


3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme

kultur

dan

test

sensitivitas:

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.


2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyograf: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.

4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau


sobek
trauma yang berlebihan.
Imaging: pada

5) Indium

adanya

karena
pemeriksaan

ini

didapatkan
infeksi

pada tulang.

6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

9. Penatalaksanaan
a. Pertolongan pertama
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara 2
sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi
silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat
dihindari, tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu
diberikan segera setelah tersedia arteri. Fraktur terbuka biasanya
terbuka dengan luka di sisi lateral atau depan paha arteri. Debridemen
luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan semua

benda asing diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh


setelah debridemen luka dapat ditutup tetapi bila terkontaminasi, luka
lebih baik dibalut dan dirawat dengan jahitan primer yang ditunda
(delayed primary suture). Antibiotika dan antitetanus sebaiknya
diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.
b. Penatalaksanaan fraktur
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife.
Prinsippenatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1) Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengananamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal
pengobatan perludiperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yangsesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selamapengobatan.
2) Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi.
Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk
menarik frakturkemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesegarisan

normal/dengan

traksi

mekanis.Reduksi

terbuka

diindikasikan jika reduksi tertutup gagal /tidak memuaskan.


Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan
itumempertahankan dalamposisinya sampai penyembuhan tulang
solid seperti pen, kawat, skrup danplat.
3) Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah fragmen dan mencegah
pergerakan

yang

dapat

mengancam

union.

Untuk

mempertahankan reduksi (ektremitas yang mengalami fraktur)


adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan
dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai
kekuatan dengan control dan tahanan beban keduanya untuk

menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,


mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament
ttubuh/mengurangi

spasme

otot,

mengurangi

nyeri,

mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik


tubuh. Ada 2 pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal
traksi.
4) Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal
mungkin.

10. Rehabilitation Exercise


a. Terapi Ambulasi Dini
1) Definisi
Terapi rehabilitatif yang dapat dilakukan terhadap klien fraktur
femur adalah latihan ambulasi dini. Ambulasi dini merupakan tahapan
kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari
bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai
berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).

2) Manfaat
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan
pasca operasi fraktur karena apabila pasien membatasi pergerakannya
di tempa tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan
semakin sulit untuk memulai berjalan. Manfaat mobilisasi dini antara
lain:
a) Menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi,
b) Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi,
c) Mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan
d)
e)
f)
g)

distensi abdomen,
Mempercepat pemulihan pasien,
Mengurangi tekanan pada kulit,
Penurunan intensitas nyeri,
Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal.

3) Tahapan
a) Preambulation bertujuan mempersiapkan oto untuk berdiri dan
berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak
dari tempat tidur (Hoeman, 2001)
b) Siting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat
tidur dengan bantuan yang diperlukan.
c) Standing Balance yaitu melatih berdiri dan mulai berjalan.
Saat pasien melakukan latihan ambulasi dini, perhatikan adanya
pusing yang merupakan salah satu tanda dari hipotensi ortostatik.
4) Ankle Pump Exercise
Latihan Ankle Pumping merupakan suatu latihan isometrik
untuk otot betis dan pergelangan kaki. Ankle pumping dilakukan
dengan

mengelevasikan

kaki

dan

mendorong

sendi

pada

pergelangan kaki fleksiekstensi secara berulangulang atau


menggambarkan huruf AZ dengan menggunakan pergelangan
kaki diulang 34 menit selama 35 kali perhari (Scott, 2011). Ankle
pumping exercise dilakukan dengan menggerakkan pergelangan
kaki secara maksimal ke atas dan ke bawah dan mengelevasikan
kaki apabila ada pembengkakan distal untuk melancarkan aliran
darah balik. Gerakan mendorong kaki ke atas atau ekstensi akan
mengkontraksikan otot tibial dan mendorong kaki ke bawah atau
fleksi akan mengkontraksikan otot betis yang mana akan
berpengaruh terhadap massa otot plantar flexor itu sendiri (Pollak,
2013).

Gambar. Ankle Pump Exercise


5) Latihan Kekuatan Otot (LKO)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot


menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun statis. (Kisner et al, 1996). Otot skeletal
manusia dewasa secara keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan
otot kurang lebih 22.000 Kg (Ganong, 2000). Latihan Kekuatan
Otot adalah latihan penguatan/pengencangan otot gluteal dan
kuadrisep yang dilakukan sebelum tindakan operasi dengan tujuan
untuk memelihara kekuatan otot yang diperlukan untuk berjalan
(Smeltzer & Bare, 2009). Jenis latihan kekuatan oto yang dapat
dilakukan diantarana adalah latihan pengesetan gluteal dan latihan
pengesetan quadrisep.
Latihan pengesetan Gluteal (Gluteal set) caranya :
Posisikan Instruksikan pasien untuk mengkontrasikan otot

bokong dan perut,


Minta pasien untuk menahan kontraksi selama 5 10 detik,
Biarkan pasien rileks.
Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga
pasien telentang dengan tungkai lurus bila mungkin,
Latihan pengesetan Quadriseps caranya :
Posisi pasien dengan kondisi telentang dengan tungkai lurus.
Instruksikan pasien untuk menekan lutut ke tempat tidur,

dengan mengkontraksikan bagian otot anterior paha.


Suruh pasien mempertahankan posisi ini selama 5 10 detik.
Biarkan pasien rileks.
Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga.

Gambar. Latihan Kekuatan Otot Gluteal dan Kuadrisep


6) Range of Motion (ROM)

a) Static contraction otot knee


Posisi pasien tidur terlentang di bed sedangkan terapis
berada disamping kanan pasien, terapis meletakkan tangannya di
bawah betis, kemudian pasien diminta menekan tangan terapis
ke bed. Gerakan dilakukan sampai 6 kali hitungan diselingi
dengan menarik nafas dalam untuk rileksasi dan gerakan
dilakukan 8-10 kali pengulangan

Gambar. Statik kontraksi pada knee


b) Relaxed passive exercise
Tangan kiri memfiksasi atas ankle pasien dan tangan
kanan memegang tumit. Lalu melakukan gerakan ke arah dorsalplantar fleksi secara bergantian dengan bantuan terapis.

Gambar. Relaxed passive exercise ke arah dorsi-plantar fleksi


c) Relaxed passive exercise
Tangan kiri memfiksasi atas ankle pasien dan tangan
kanan memegang tumit. Lalu melakukan gerakan ke arah dorsalplantar fleksi secara bergantian dengan bantuan terapis.

Gambar .Relaxed passive exercise ke arah dorsi-plantar fleksi


d) Assissted active exercise
Assisted Active Movement sendi lutut untuk gerakan
fleksi-ekstensi. Posisi pasien tidur terlentang, terapis berdiri
disamping bed, tangan kanan terapis memfiksasi pada sendi
lutut kiri pasien, sedangkan tangan kiri terapis berada ditumit
kiri pasien, kemudian pasien diminta untuk memfleksikan lutut
kemudian

diluruskan

kembali

dan

terapis

membantu

menggerakkan. Dilakukan pengulangan 8 kali.

Gambar. Gerakan assisted active untuk sendi lutut fleksiekstensi


e) Free active exercise
Posisi pasien duduk ditepi bed atau duduk ongkangongkang, terapis berdiri disebelah pasien, kemudian pasien
diminta untuk menekuk lutut (fleksi) dan meluruskan lutut
(ekstensi) dilakukan 8 kali.

Gambar . Free Active Movement pada sendi lutut

f) Hold relax
Posisi pasien duduk long sitting atau tidur terlentang tangan
kiri terapis memfiksasi atas ankle lalu tangan kanan terapis
berada dibawah tumit kaki pasien dengan lengan bawah berada
di telapak kaki pasien sebagai tahanan. Setelah siap pasien
melakukan gerakan ke arah dorsi fleksi hingga batas nyeri,
setelah itu pasien diminta untuk melawan tahanan ke arah
plantar fleksi lalu terapis memberi aba-aba pertahankan disini.
Setelah itu rileks dan terapis berusaha menambah gerakan ke
arah dorsi fleksi.

Gambar. Gerakan Hold Relax


g) Ressisted active exercise
Posisi pasien duduk ditepi bed atau duduk ongkangongkang, terapis duduk di stool disebelah kaki yang sakit pasien,
kemudian pasien diminta meluruskan lurus (ekstensi knee) dan
menekuk lutut (fleksi knee). Pada saat pasien melakukan

gerakan terapis, memberi tahanan, tangan terapis memfiksasi


bagian atas lutut, tangan kiri terapis memegang ankle atau
pergelangan kaki yang sakit. Dilakukan 8 kali atau toleransi
pasien.

Gambar. Resisted active exercise pada sendi lutut


7) Latihan Wieght Bearing Ambulation
Ambulasi biasanya dimulai dari parallel bars dan untuk latihan
berjalan menggunakan bantuan alat. Ketika pasien mulai jalan perawat
harus tahu weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas
bawah. Ada tiga jenis weight bearing ambulation, antara lain:
a) Non Weight Bearing (NWB), yaitu Kaki tidak boleh
menyentuh lantai. NWB adalah 0 % dari beban tubuh,

dilakukan

selama

Minggu

pasca

operas

Gambar. Non Weight Bearing


b) Partial Weight Bearing (PWB), yaitu penggunaan alat bantu
dengan berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban
tubuh. Dilakukan 3-6 Minggu pasca operasi. Cara menentukan
berat tekanan kaki:
Timbang kaki yang cedera
Minta pasien untuk menekan kaki ke timbangan hingga

angka 30 kg
Minta pasien mengingat-ingat rasa tekanan yang diberikan

ke timbangan
Jelaskan kepada pasien, bahwa pasien boleh menggunakan
kaki yang cedera untuk berjalan namun tekanan yang
diberikan harus sama ketika menekan timbangan hingga
30 kg

Gambar. Partial weight bearing

c) Full Weight Bearing (FWB), Kaki dapat membawa 100 %

beban tubuh setiap melangkah. Dilakukan 8-9 bulan pasca


operasi

Gambar. Full weight bearing


Pasien dengan pasca operasi batang femur perlu dilakukan
latihan otot kuadrisep dan gluteal untuk melatih kekuatan otot dan
merangsang pembentukan kallus, karena otot-otot ini penting untuk
ambulasi, proses penyembuhan 10-16 minggu, berangsur-angsur
mulai partial weight bearing 4-6 minggu dan kemudian full weight
bearingdalam 12 minggu.
d)

B. Clinical Pathway
Trauma
langsung

Trauma tidak
langsung

Kondisi
patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas
tulang

Perub jaringan
sekitar
Pergeseran frag
tulang

deformitas

Gg fungsi

Gg mobilitas
fisik

Pergeseran
fragmen tulang

Nyeri

Kerusakan frag
tulang
Laserasi
kulit

Spasme
otot

Putus
vena/arteri

Peningktn
teknn kapiler

perdarahan

Pelepasan
histamin

Kehilngn vol
cairan

Protein
plasma hilang

Shock
hipovolemik

Kerusakan
integritas
kulit

edema

Tekanan tulang
> tinggi dr
kapiler
Reaksi stres
klien
Pelepasan
katekolamin
Mobilisasi asam
lemak
Bergbng dgn
trombosit

Penekanan
pem darah

emboli

Penurunan
perfusi jar

Penyumbatan
pembuluh darah

Gg perfusi
jaringan
Disuse
Sindrom

Pasien
malas
bergerak

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah
rasa nyeri yang hebat.Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma pada bagian femur
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi
atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang
lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.

4) Riwayat penyaklit keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien.Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan
atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan
pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal
karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan.Pada palpasi
thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Pada
auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.

Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris.,


tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepalarteri
Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan adarteri
Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang
lain tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah
simetris, tidak ada lesi dan edemarteri
Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada
klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan).
Klien yang mengalami fraktur femur terbuka biasanya
mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.
Telinga : Tes rinn dan weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping
hidung.
Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku
klien.Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: fungsi penciuman tidak ada gangguan.
Saraf II: ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik

Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan


trapezius.
Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine.Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada herniarteri
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
terabarteri Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba,
tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adannya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) Keadaan Lokal
a) LOOK
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupunbuatan seperti
bekas operasi).
Fistulae.Warna

kemerahan

atau

kebiruan

(livide)

atauhyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan denganhal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) FEEL (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu

posisi

penderitadiperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).

Padadasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan


informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah:(a) Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dankelembaban kulit.(b) Apabila ada pembengkakan,
apakah terdapatfluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot: tonus pada
waktu relaksasi atau konttraksi,benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat padatulang. Selain itu juga diperiksa
status neurovaskuler.Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan
perludideskripsikan permukaannya, konsistensinya,pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeriatau tidak, dan
ukurannyarteri
c) MOVE
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudianditeruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatatapakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan.Pencatatan lingkup gerak ini
perlu,

agar

dapatmengevaluasi

keadaan

sebelum

dan

sesudahnyarteriGerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,


dari tiaparah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini menentukanapakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan
b.

dengan

fraktur

tulang,

edema,kerusakan jaringan lunak


Hambatan mobilitas fisik berhubungan

spasme

dengan

otot,

gangguan

muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan


kekuatan otot.
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat
d. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan denganimobilisasi,
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka

e. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan


hasil akhir pembedahan
f. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi dan nyeri

3. Perencanaan Keperawatan
No
1

Diagnosa Keperawatan

Rencana Perawatan

Nursing Out Come (NOC)


Nyeri akut berhubungan dengan Setelah
dilakukan
tindakan
fraktur
tulang,
spasme
otot, keperawatan selama 3x24 jam
edema,kerusakan jaringan lunak
diharapkan nyeri hilang/ berkurang
dengan kriteria hasil:
a. Klien mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri dan
mampu menggunakan teknik
non farmakologik untuk
mengurangi nyeri)
b. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi)
c. Klien menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

Hambatan
berhubungan

Nursing Intervention Classification (NIC)


NIC : Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif (PQRST)
Rasional : mengetahui skala nyeri yang
dirasakan pasien
2. Kontrol lingkungan pasien yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Rasional : memberikan kenyamanan
bagi pasien
3. Ajarkan tentang teknik non
farmakologik seperti teknik nafas dalam
Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen nyeri pasien
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan
dan menentukan intervensi lanjutan

mobilitas
fisik Setelah
dilakukan
tindakan NIC: exercise therapy (ambulation)
dengan
gangguan keperawatan selama 3x24 jam 1.Kaji kemampuan fungsional otot

muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan


pasien
mampu
Rasional : mengidentifikasi kekuatan
struktur tulang, penurunan kekuatan melakukan aktifitas fisik sesuai
/kelemahan dapat membantu memberi
otot.
dengan kemampuannya dengan
informasi yang diperlukan untuk
kriteria hasil:
membantu pemilihan intervensi
NOC: joint movement dan mobility 2.Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi, sidelying)
level
terutama pada bagian yang sakit
a. Peningkatan aktivitas pasien
Rasional : dapat menurunkan resiko
b. Memperagakan penggunaan
iskemia jaringan injury. Sisi yang sakit
alat bantu untuk mobilisasi
biasanya kekurangan sirkulasi dan sensasi
yang buruk serta lebih mudah terjadi
kerusakan kulit/dekubitus.
3.Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua
ekstremitas . Anjurkan latihan meliputi
latihan otot quadriceps/gluteal ekstensi,
jari dan telapak tangan serta kali.
Rasional : meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur, menurunkan resiko
hiperkalsiurea dan osteoporosis pada
pasien dengan haemorhagic.
4.Tempatkan bantal di bawah aksila sampai
lengan bawah
Rasional : mencegah abduksi bahu dan
fleksi siku
5.Elevasi lengan dan tangan
Rasional : dapat meningkatkan aliran

Gangguan perfusi jaringan perifer


berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat

balik vena dan mencegah terjadinya


formasi edema.
6.Observasi sisi yang sakit seperti warna,
edema, atau tanda lain seperti perubahan
sirkulasi.
Rasional : jaringan yang edema sangat
mudah mengalami trauma, dan sembuh
dengan lama.
7.Kolarobarsi dengan ahli terapi fisik, untuk
latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan
ambulasi pasien.
Rasional : program secara individual akan
sesuai dengan kebutuhan pasien baik
dalam perbaikan deficit keseimbangan ,
koordinasi dan kekuatanRasional :
memonitor status infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Ukur tanda-tanda vital, observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam
pengisian kapiler, warna kulit/membrane
pasien menunjukkan perfusi yang
mukosa, dasar kuku.
2.
Auskultasi bunyi napas
adekuat
3. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi.
Kriteria Hasil :
4. Evaluasi respon verbal melambat,
a. Ta
agitasi, gangguan memori, bingung.
nd
5. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan
asuhu lingkungan dan tubuh supaya tetap
tan
hangat.

da Kolaborasi
vit 6. Observasi hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap.
al
sta 7. Berikan transfusi darah lengkap/packed
sesuai indikasi
bil
8.
Berikan oksigen sesuai indikasi
b. Me
9. Siapkan intervensi pembedahan sesuai
mb
indikasi.
ran
mu
ko
sa
ber
wa
rna
me
rah
mu
da
c. Pe
ngi
sia
n
ka
pil
er

d. Ha
lua
ran
uri
ne
ad
ek
uat
Kerusakan
integritas
kulit Setelah
dilakukan
tindakan
berhubungan dengan dengan fraktur keperawatan selama 7x24 jam
terbuka
,imobilisasi,
penurunan diharapkan tidak terjadi kerusakan
sirkulasi
integritas kulit secara luas dengan
.
kriteria hasil:
NOC : Wound Healing
a. Integritas permukaan kulit
kembali
b. Melaporkan adanya
penrubahan sensasi nyeri pada
tempat luka
c. Mampu mendemonstrasikan
rencana untuk penyembuhan
kulit dan mencegah trauma
berulang
d. Mampu menjelaskan langkahlangkah untuk penyembuhan.

IC : Incision site care


1. Kaji lokasi kerusakan kulit dan ketahui
penyebab kerusakan
Rasional : pengkajian utama untuk
menentukan intervensi yang dapat
dilakukan
2. Tentukan kondisi kerusakan kulit saat
ini
Rasional: mengetahui seberapa dalam
luka yang merusak jaringan
3. Monitor area yang rusak dari perubahan
warna, kemerahan, bengkak, perubahan
suhu, nyeri atau tanda infeksi lainnya.
Rasional: mengidentifikasi masalah lain
yang mungkin muncul
4. Hindari tekanan pada area yang sakit
Rasional : mencegah adanya tekanan

yang menyebabkan luka semakin parah


5. Evaluasi penggunaan alas pada bagian
yang sakit
Rasional: mempertahankan kenyamanan
pasien
6. Kolaborasi untuk pemberian salep atau
obat topical lainnya
Rasional : pencegahan untuk infeksi dan
juga penyembuhan
5

Ansietas
berhubungan
dengan Setelah
dilakukan
tindakan
prosedur tindakan pembedahan dan keperawatan selama 3x24 jam
hasil akhir pembedahan
diharapkan tingkat kecemasan
berkuranmg dengan kriteria hasil:
a. Tidak
menunjukkan
perilaku agresif
b. Melaporkan
tidak
ada
manifestasi
kecemasan
secara fisik.
Risiko sindrom disuse berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
dengan imobilisasi dan nyeri
keperawatan selama 7x24 jam
risiko sindrom disuse dapat
menurun dengan kriteria hasil :
NOC : Kontrol Risiko (1902)
a. Mengenali faktor risiko

a. Kaji dan dokumentasikan tingkat


kecemasan klien
b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
kecemasan
c. Sediakan informasi yang aktual
tentang diagnosa medis dan
prognsis
d. Ajarkan ke pasien tentang
peggunaan teknik relaksasi
Terapi latihan: mobilisasi sendi (0224)
1. Monitor lokasi dan kecenderungan nyeri
dan ketidaknyamanan selama aktivitas
2. Jelaskan tujuan dan manfaat melakukan
latihan sendi pada pasien dan keluarga
3. Lakukan latihan ROM pasif pada pasien

sindrom disuse
b. Mengembangkan dan
menjalankan strategi kontrol
risiko sindrom disuse (ankle
pump exercise, ROM, LKO,
WBA)

4. Dukung pasien untuk melakukan ROM


aktif
5. Ajarkan keluarga pasien tentang latihan
ROM
6. Kolaborasikan fisioterapi untuk
mengembangkan dan menerapkan
program latihan (ankle pump exercise,
ROM, LKO, WBA)

4. Discharge Planning
a. Persiapan perawatan di rumah
Hal yang harus dikaji meliputi tingkat pengetahuan klien dan keluarga dan lingkungan rumah. Hal-hal yang
memungkinkan jauh dan celaka harus dihilangkan. Ruang harus bebas/minimal perabot untuk memudahkan klien
bergerak dengan alat bantu. Toilet duduk bisa disiapkan untu membantu kemandirian klien dalam bereliminasi
b. Edukasi klien/keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan memakai balutan, splint, gips atau fiksasi
eksternal. Perawa harus menyiapkan instruksi verbal/tertulis untuk klien/keluarga/caregiver bagaimana mengkaji dan
merawat luka untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi. Klien dan keluarga harus tahu bagaimana
komplikasi/tanda-tanda komplikasi dan dimana serta kapan harus menemui atau kontak dengan tenaga kesehatan
profesional
c. Psikososial
Perawat mengidentifikasi masalah potensial/aktual dirumah sakit dan mengatur untuk evaluasi di rumah.

Anda mungkin juga menyukai