Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep Teori tentang Penyakit


1. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg (Baradero, 2008).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya
tergantung

umur

individu

yang

terkena

(Tambayong,

2007).

Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau
tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (Dahlan, 2009).
Menurut Price (2005) hipertensi adalah peningkatan sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi atau di masyarakat lebih
dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan
darah (Mansjoer, 2000). Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil
kesimpulan yaitu hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.

Gambar 1. Pembuluh darah tidak sehat dan sehat


2. Klasifikasi
Ada banyak sumber referensi yang mengklasifikasikan hipertensi menjadi beberapa
stadium, tetapi secara umum hipertensi dapat dibagi menjadi beberapa staidum yang
didasarkan pada nilai tekanan darah sistolik dan diastoliknya.

Kategori

Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah Diastolik

Di bawah 90 mmHg

Di bawah 60 mmHg

90 120 mmHg

60 80 mmHg

Pre Hipertensi

120-140 mmHg

80-90 mmHg

Stadium 1
(Hipertensi ringan)

140-159 mmHg

90-99 mmHg

Stadium 2
(Hipertensi sedang)

160-179 mmHg

100-109 mmHg

Stadium 3
(Hipertensi berat)

180-209 mmHg

110-119 mmHg

Stadium 4
(Hipertensi maligna)

210 mmHg atau lebih

120 mmHg atau lebih

Hipotensi
rendah)

(darah

Normal

3. Etiologi
Hipertensi

berdasarkan

penyebabnya

dapat

dibedakan

menjadi 2 golongan besar yaitu (Anies, 2006):


1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita
hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder
(Gunawan, 2010).
Meskipun

hipertensi

primer

belum

diketahui

dengan

pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor


yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari

data

statistik

terbukti

bahwa

seseorang

akan

memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang


tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)


b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan

tekanan

perifer.

Namun

ada

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi:


1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi
atautransport Na.
2. Obesitas, terkait

dengan

level

insulin

yang

tinggi

yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat.


3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah.
Penyebab

hipertensi

pada

orang

dengan

lanjut

usia

adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada :


1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang


menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

5. Tanda Gejala
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
2. Sakit kepala
3. Epistaksis
4. Pusing/migrain
5. Rasa berat ditengkuk
6. Sukar tidur
7. Mata berkunang kunang
8. Lemah dan lelah
9. Muka pucat
10.
Suhu tubuh rendah
Menurut Rokhaeni (2009), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu:
a. mengeluh sakit kepala, pusing;
b. lemas, kelelahan;

c. sesak nafas;
d. gelisah;
e. mual muntah;
f.

epistaksis;

g. kesadaran menurun.
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur;
b. gejala yang lazim sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Karyadi (2010), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu:
a

peningkatan tekanan darah;

mengeluh sakit kepala, pusing;

lemas, kelelahan;

sesak nafas;

gelisah, mudah marah;

mual muntah;

kesadaran menurun.

Gejala berat/ kronis yaitu nyeri dada dan pandangan kabur (akibat kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal).

6. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer karena pasien
dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik).
Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.
Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol
ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan
untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.

7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah diatas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau
pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1

Mempunyai efektivitas yang tinggi.

Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

Tidak menimbulkan intoleransi.

Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.

Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat obatan yang diberikan


pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker
(propanolol, metaprolol, acebutolol, dan lain-lain), golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2) Terapi obat-obatan herbal
Salah satu terapi herbal yang murah, mudah, efisien, dan efektif untuk mengurangi
tekanan darah adalah dengan menggunakan daun salam. Tumbuhan salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp)

merupakan tumbuhan yang sehari-hari digunakan untuk

bumbu penyedap msakan di dapur.tumbuhan salam merupakan tumbuhan yang dapat


hidup di tanah dataran rendah smapai ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut.
Salam banyak ditemukan di hutan atau secara sengaja ditanam di kebun untuk dipetik
daunnya sebagai bumbu penyedap masakan. Salam memunyai pohon yang besar dan
tingginya dapat mencapai 20-25 meter. Salam di daerah pedesaan sering ditanam sebagai
tanaman pagar atau juga peneduh halaman. Bentuk daun salam mempunyai sisi bulat telur
dengan kedua ujungnya meruncing dan bertangkai pendek, cabang dan rantingnya cukup
rapat dan getas. Daun tunggal, berbentuk lonjong hingga elips, letak berhadapan, panjang
tangkai 0,5-1 cm, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata, panjang 5-15 cm, lebar 3-8
cm, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, dan permukaan bawah
berwarna hijau muda. Bunga majemuk, tersusun dalam mulai yang keluar dari ujung
ranting, berwarna putih dan baunya harum. Buah buni, berbentuk bulat, diameter 8-9 mm,
saat masih muda berwarna hijau, saat matang berubah warna menjadi merah gelap, dan
rasanya agak sepat. Biji berbentuk bulat, penampang sekitar 1 cm, dan berwarna coklat

Gambar 2. Daun Salam

Daun salam selain untuk bumbu penyedap makanan alami sering juga digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit mulai dari diabetes, gastritis, asam urat, diare, dan
juga menurunkan kolesterol dalam tubuh serta juga untuk mengatasi hipertensi. Hal ini
dikarenakan di dalam daun salam terdapat kandungan zat kimia seperti falvonoid, tanin,
minyak atsiri, sitral, dan eugenol. Kandungan flavonoid dan tanin yang cukup tinggi pada
daun salam sangatlah penting untuk menurunkan tekanan darah. Flavonoid ini berperan
sebagai ntioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan melepakan atom
hidrogen dari gugus hidroksilnya. Sehingga daun salam segar dapat mengahalangi reaksi
oksidasi

LDL yang selanjutnya dapat mencegah pengendapan lemak pada dinding

pembuluh darah yang akhirnya dapat mengontrol tekanan darah.


Untuk pengolahannya sendiri sangatlah mudah untuk mengatasi hipertensi diambil
4-5 lembar daun salam kemudian direbus dengan air sebanyak 1,5 gelas air kemudian
tunggu sampai air menjadi setengah gelas. Diminum 2 kali sehari pagi dan sore hari.
3) Teknik Relaksasi Otot Progresif
Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktifitas
otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan
melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks. Teknik relaksasi progresif
bertujuan untuk mengurangi kecemasan, nyeri leher dan punggung, menurunkan tekanan
darah, dan juga mengatasi insomnia, stress, kelelahan, dan spasme otot.
Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya
gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan
gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler dan gairah
seksual. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Jika sistem saraf simpatetis
meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut
jantung, serta menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi (peripheral), meningkatkan
stroke volume dan denyut jantung yang bisa meningkatkan tekanan darah maka sebaliknya
sistem saraf parasimpatis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem
saraf simpatis dan menaikkan semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatis
(Utami, 2007). Pada saat individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja

adalah sistem saraf simpatis, sedangkan saat rileks yang bekerja adalah sistem saraf para
simpatis yang bisa berdampak menurunkan tekanan darah.
Selain itu teknik relaksasi progresif ini dapat digunakan untuk mengatasi salah satu
penyebab hipertensi yaitu stress dimana stress akan menimbulkan peningkatan aktivitas
saraf simpatis yang bisa meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Stress berkepanjangan dan emosi tidak stabil, dapat mengakibatkan dan memicu tekanan
darah menetap tinggi. Sehingga teknik reaksasi progresif ini dapat membantu dalam
menurunkan tekanan darah.
4) Senam anti Stroke
Salah satu potensial komplikasi utama dari hipertensi adalah terjadinya Stroke
(pecahnya pembuluh darah di otak). Untuk meminimalisir resiko terjadinya stroke maka
dapat dilakukan senam anti stroke. Senam anti stroke ini adalah senam yang dilakukan
sebagai suatu upaya mencegah terjadinya penyakit stroke. Tujuannya adalah untuk
mencegah stroke dan menyegarkan atau membugarkan tubuh kembali. Salah satu cara
untuk menjaga kesehatan jantung adalah dengan olahraga yang teratur. Olahraga ringan
yang mudah dilakukan adalah senam. Senam memiliki banyak manfaat diantaranya adalah
melancarkan peredaran darah dan meningkatkan jumlah volume darah. Sehingga dengan
melakukan senam secara teratur dapat meminimalkan terjadinya penyakit jantung terutama
hipertensi.
Aktivitas olahraga seperti senam dapat meningkatkan jumlah darah yang dipompa
setiap menitnya oleh jantung khususnya ventrikel kiri. Degan peningkatan jumlah darah
yang dipompa berarti jumlah oksigen yang beredar ke seluruh tubuh juga meningkat.
Seluruh sel, jaringan, dan sistem dalam tubuh membutuhkan zat-zat gizi dan oksigen
untuk pertumbuhan fungsinya. Pada saat olahraga terjadi beberapa perubahan dalam
sistem kardiovaskuler yaitu peningkatan kecepatan denyut vaskuler, peningkatan aliran
balik vena, peningkatan volume sekuncup, curah jantung meningkat, aliran darah ke otot
rangka aktif dan otot jantung meningkat, aliran darah ke otak meningkat, dan aliran darah
ke kulit meningkat, resistensi perifer total menurun, dan tekanan darah arteri rata-rata
meningkat (sedang). Perbedaan yang cukup mencolok antara kelompok yang beraktivitas
dan tidak beraktivitas adalah pada sistem transpor oksigen dan jumlah darah yang
dipompa. Sistem transport oksigen dan jumlah darah yang dipompa pada kelompok yang

beraktivitas akan lebih banyak dibandingkan dengan anggota yang tidak beraktivitas. Hal
ini juga akan meningkatkan kemampuan jantung dalam mengkompensasi dengan proses
penuaan sehingga resiko dari hipertensi akibat proses penuaan dapa dikurangi ataupun
dicegah.
5) Massase kaki
Masase kaki adalah sentuhan yang dilakukan pada kaki dengan sadar dan digunakan
untuk meningkatkan kesehatan. Massase kaki bertujuan untuk menimbulkan relaksasi
yang dalam, memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi nyeri dan
inflamasi, memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi setiap organ
internal, membantu memperbaiki mobilitas, dan menurunkan tekanan darah. Menurut
Aslani, 2003 dalam USU tanpa tahun, melakukan masase pada otot-otot besar pada kaki
dapat memperlancar sirkulasi darah dan saluran getah bening serta membantu mencegah
varises. Pada saat melakukan masase pada otot-otot kaki maka tingkatkan tekanan ke otot
ini secara bertahap untuk mengendurkan ketegangan sehingga membantu memperlancar
aliran darah ke jantung. Masase pada kaki diakhiri dengan masase pada telapak kaki yang
akan merangsang dan menyegarkan kembali bagian kaki sehingga memulihkan sistem
keseimbangan dan membantu relaksasi yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
Menurut Dalimartha, 2008, dalam Herliawati, 2011, masase adalah salah satu bentuk
terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan pada penderita hipertensi. Teknik masase
pada daerah-daerah tertentu pada tubuh dapat menghilangkan sumbatan pada pembuluh
darah sehingga aliran darah dan energi di dalam tubuh kembali lancar. Menurut asumsi
peneliti, pada seseorang dengan hipertensi dapat terjadi penyumbatan ataupun
penyempitan pada pembuluh darah sehingga menyebabkan sirkulasi darah ke seluruh
tubuh tidak lancar. Hal tersebut menyebabkan tubuh berespon secara fisiologis guna
memenuhi sirkulasi darah ke seluruh tubuh dengan cara meningkatkan aliran darah.
Teknik massase berdampak terhadap lancarnya sirkulasi aliran darah, menyeimbangkan
aliran energi di dalam tubuh serta mengendurkan ketegangan otot. Meskipun massase
tidak akan berdampak banyak pada penderita hipertensi berat, namun beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa masase dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi ringan dan sedang (Dalimartha,2008; Sutanto, 2010 dalam Herliawati, 2011).
Vasokonstriksi pada pembuluh darah perifer dapat menghambat sirkulasi darah dan
meningkatkan tahanan vaskuler sehingga menyebabkan hipertensi. Salah satu gerakan

dalam massase, yaitu effleurage yang dilakukan pada daerah kaki dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah perifer, dan efeknya memperlancar aliran darah balik dari
daerah ekstremitas bawah menuju ke jantung sehingga dapat menurunkan tekanan darah
(Turner,W.A.,2005 dalam Herliawati, 2011).
6) Diet
Secara garis besar ada beberapa macam diet untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan tekanan darah yaitu diet rendah garam, diet rendah lemah / kolesterol,
diet tinggi serat, dan diet rendah kalori bila berat badan meningkat. Tujuan dari
penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan
mempertahankan tekanan darah menuju normal.
a. Makanan yang dianjurkan
Makanan yang mengandung potassium /Kalium 2-4 gram perhari dapat membantu
penurunan tekanan darah, Potasium umumnya banyak terdapat di buah-buahan dan
sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk dikonsumsi
pasien hipertensi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu
parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu,
makanan yang mengandung unsur omega-3 sangat dikenal efektif dalam membantu
penurunan tekanan darah (hipertensi). Selain itu kandungan gizi yang dapat membantu
mengontrol tekanan darah meliputi kalium (buah dan sayuran berwarna terang), mineral
seperti magnesium dan kalsium (kacang-kacangan mentah, biji-bijian, dan produk susu
rendah lemak), vitamin C, asam lemak omega-3 ( ikan salmon), dan serat.
b. Makanan Yang Harus Dihindari/Dibatasi
Beberapa makanan yang harus dihindari yaitu makanan yang berkadar lemak jenuh
tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, dan lain-lain), makanan yang diawetkan
(dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai
kacang), bumbu-bumbu (kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
bumbu penyedap lain), makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink), alkohol dan makanan yang
mengandung alkohol (durian, tape) dan makanan cepat saji (sosis, hamburger, fried
chicken, pizza, dan lain-lain).

Pada pasien hipertensi juga dialkukan diet pembatasan garan atau Diet Rendah
Garam. Diet rendah garam dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan keadaan
penyakit. Pola ini disarankan oleh Departemen Kesehatan RI.
a.
Diet Rendah Garam Tingkat 1 Diet
Hipertensi Berat
Konsumsi Natrium = 200 mg 400 mg/hari setara dengan gr 1 gr garam dapur
beryodium/hari.
b.

Diet Rendah Garam Tingkat 2 Diet Hipertensi Sedang


Konsumsi Natrium = 400 mg 800 mg/hari setara dengan 1gr 2 gr garam dapur
beryodium/hari.

c.

Diet Rendah Garam Tingkat 3 Diet Hipertensi Ringan


Konsumsi Natrium = 800 mg 1200 mg/hari setara dengan 2gr 3 gr garam dapur
beryodium/hari.

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien hipertensi yang tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan baik adalah :
a. Stroke
dapat terjadi akibat hemoragi tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri
otak yag mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksi jantung, dan peningkatan risiki pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus
ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu

nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai
pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di sleuruh susunan saraf
pusat. Neoron-neoron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e. Kejang
dapat terjadi pada wanita pre eklamasi. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat lahir
kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat
mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum
proses persalinan
9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam upaya mencegah hipertensi adalah sebagai
berikut (Soenanto, 2009):
a. Menerapkan gaya hidup sehat, mengurangi atau membatasi makanan yang
mengandung lemak kolesterol tinggi, makanan berminyak, santan, goreng-gorengan.
Mengonsumsi makanan berserat tinggi, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Ciptakan suasana damai, santai, rileks di dalam hati, pikiran dalam setiap keadaan dan
tindakan
c. Mengendalikan stress, emosi, ketegangan saraf, tergesa-gesa dalam berpikir dan
bertindak
d. Menghindari produk tembakau (rokok), alkohol
e. Membatasi konsumsi kafein
f. Rajin melakukan olahraga secara teratur, sesuai dengan kemampuan tubuh,
meningkatkan aktivitas fisik
g. Mengukur tekanan darah secara rutin
h. Diet rendah garam
i. Menurunkan berat badan klien jika terjadi kegemukan.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth Edition. United
States of America: Elsevier Mosby.
Corwin, E. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Dahlan, Z. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Gunawan, L. 2010. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Herdman, T. H. 2014. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition & Classification,
2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.
Karyadi. 2010. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner. Jakarta: PT
Intisari Mediatama.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius.
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. United
States of America: Mosby Elsevier.
Price, Sylvia A. & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rokhaeni H. 2009. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Bidang Diklat RS.
Soenanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Tambayong, J. 2007. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Utami, M.S. 2007. Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi Kecemasan
Berbicara di Muka Umum. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Anda mungkin juga menyukai