LIMBAH INDUSTRI
Posted on March 28, 2010 by wiedy yangessa
oleh Wiedy Yang Essa- 25309044
Magister Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung
sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim
pembakaran ini bisa mengurangi polutan. Bila ke dalam tungku boiler dimasukkan kapur
(Ca) dan dari dasar tungku yang bersuhu 750 950oC dimasukkan udara, akibatnya terbentuk
lapisan mengambang yang membakar. Pada lapisan itu terjadi reaksi kimia yang
menyebabkan sulfur terikat dengan kapur sehingga dihasilkan CaSO4 yang berupa debu
sehingga mudah jatuh bersama abu sisa pembakaran. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pengurangan emisi sampai 98% dan abu CaSO4-nya bisa dimanfaatkan.
Keuntungan sistim pembakaran ini adalah bisa menggunakan batu bara bermutu rendah
dengan kadar belerang yang tinggi, dan banyak ditemukan di Indonesia (Anonim5, 2009).
b. Electrostatic Precipitator
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap debu dengan effisiensi
tinggi (mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup besar. Dengan
menggunakan electrostatic precipitator (ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar dari
cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16 % (efektifitas penangkapan debu mencapai
99,84%). Alat ini sudah digunakan di PLTU di Indonesia. Cara kerja dari electrostatic
precipitator (ESP) adalah (1) melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik
yang terbentuk antara discharge electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung
butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel
debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negative.
(2) Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian menempel pada pelat-pelat
pengumpul (collector plate).Kemudian debu yang dikumpulkan di collector plate
dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu getaran (rapping).
Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper)
FGD (Flue Gas Desulfurization)
FGD (Flue Gas Desulfurization) adalah alat yang berguna untuk
menghilangkan/mereduksi Sulfur Dioksida (SO2) dari flue gas (gas buang) hasil
pembakaran batubara PLTU.
Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang
sama dengan gipsum alam. Gipsum tersebut dapat digunakan untuk bahan bangunan. Reaksi
pembentukan asam pada FGD adalah sebagai berikut:
SO2 (gas) + H2O + O2 (gas) SO42- (solid) + 2H+
HCO3 + H+ H2O + CO2 (gas)
d. Reuse and Recycle Material
Contoh limbah padat yang dihasilkan dari PLTU batu bara adalah fly bottom ash yang masih
mengandung fixed carbon, sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan
gas metana. Partikulat ini dapat di recycle untuk industri semen sebagai pengganti batuan
trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan semen tahan asam (PPC)
2. Pengelolaan Limbah Cair
Best Practices Waste Water Treatment Plant (WWTP) di PLTU Tanjung Jati
Indonesia.
Limbah cair keluaran dari PLTU TJB berasal dari beberapa tempat antara lain air sisa boiler
(Boiler Blowdown), air sublimasi dari FGD (FGD Blowdown), air limpasan hujan di kolam
abu (Ash Run Off) dan air limpasan hujan di penampungan batu bara (Coal Run Off). Air
tersebut dialirkan untuk diolah dalam WWTP yang sebelumnya disimpan sementara dalam
kolam retensi. Di sini air yang masih mengandung material berbahaya diolah dalam beberapa
proses antara lain, netralisasi dan sedimentasi.
Tahapan proses yang terjadi adalah
Netralisasi yaitu proses penyesuaian pH air limbah. pH air limbah harus disesuaikan dengan
kondisi ideal ekosistem biota laut yakni antara 6-9. Air limbah dengan kadar pH yang masih
berbahaya dicampurkan dengan senyawa lain agar menjadi lebih ramah lingkungan.
Flokulasi yaitu proses penggumpalan bahan-bahan terlarut sehingga mudah untuk
diendapkan.Setelah mengendap, endapan tersebut dipadatkan. Padatan itu kemudian
ditempatkan di Kolam Abu. Kolam Abu ini dilapisi oleh plastik dengan tingkat kekedapan air
yang amat tinggi sehingga menutup kemungkinan limbah berbahaya di atasnya dapat terserap
ke dalam tanah. Semua proses tersebut mengubah material berbahaya menjadi material yang
bersahabat dengan lingkungan