Anda di halaman 1dari 17

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemodialisis
2.1.1

Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis =
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah proses pemisahan zat zat
tertentu dari darah melalui membrane semipermeabel. (Sumpena, 2010)
pada prinsipnya hemodialisis menempatkan darah berdampingan dengan
cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau
selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu
atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya
air/zat, bahan melalui membrane semipermeabel.
Terapi hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana
terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Sumpena, 2010).
Hemodialisis juga merupakan terapi pengganti ginjal buatan yang
merupakan salah satu tindakan pada manajemen pasien gagal ginjal akut
(GGA), acute on renal failure, intoksikasi obat atau bahan kimia
(dialiyzable drugs), dan gagal ginjal kronik tahap akhir atau end stage

14

renal desease (ESRD) serta persiapan transplantasi ginjal. Hanya sebagian


kecil (20-30%) klien dengan gagal ginjal terminal mendapat penanganan
terapi pengganti ginjal (Sukandar, 2006).
2.1.2

Indikasi hemodialisis
Secara ideal, semua pasien dengan LFG < 15 cc / menit dapat mulai
menjalani Hemodialisis. Namun dalam pelaksanaan pedoman yang dapat
dipakai adalah:
1. LFG < 10 cc / menit dengan gejala uremia / malnutrisi.
2. LFG < 5 cc / menit walaupun tanpa gejala
3. Indikasi khusus :
a. Terdapat komplikasi akut (oedema paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik).
b. Pada pasien nefropati diabetik dapat dilakukan lebih awal.
c. Hemodialisis dapat mengeluarkan zat-zat toksin dari darah /
intoksikasi. Pada keadaan keracunan obat atau zat toksin yang tidak
terikat albumin darah maka dialisis dapat dilakukan dengan tujuan
mengeluarkan zat toksin tersebut secara cepat.

2.1.3

Mekanisme Hemodialisis
Terdapat dua mekanisme dalam hemodialisis yaitu difusi dan
konveksi. Kedua mekanisme ini terjadi di dalam dializer (ginjal buatan)
yang diatur dan dimonitor oleh mesin hemodialisis melalui proses dialisis
dan ultra filtrasi.
1.
Difusi
Dialisis adalah proses transport zat terlarut melalui mekanisme
difusi. Difusi adalah proses transport spontan dan pasif dari zat terlarut
(solute) dari kompartemen darah yang berkonsentrasi tinggi ke

15

kompartemen dialisat yang berkonsentrasi rendah (dan sebaliknya,


misalnya backdifussion) melalui membran dializer.
Kecepatan transport difusi tergantung dari beberapa faktor :
a. Koefisien difusi zat terlarut dalam darah, dialisat dan membran.
b. Luas permukaan membran.
c. Perbedaan konsentrasi zat terlarut yang melewati membran
2.
Ultrafiltrasi / Konveksi
Ultra filtrasi adalah proses perpindahan zat dengan mekanisme
konveksi. Dalam hemodialisis dikenal sebagai proses penarikan cairan
dari darah pasien. Konveksi adalah proses transport simultan pelarut
(solvent) dan zat terlarut (solute) dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat (dan sebaliknya yaitu backfiltration) melalui
membran dializer .
Kecepatan transport konveksi tergantung dari beberapa faktor :
1. Permeabilitas hidrolik.
2. Sieving coefficient dari zat terlarut (solute) dan luas permukaan
3.

membran.
Konsentrasi zat terlarut (solute) dalam darah dan perbedaan
tekanan (pressure gradient) di antara membran.
Koefisien permeabilitas hidrolik dan sieving coefficient

merupakan karakteristik dari membran dan tergantung dari diameter


pori membran serta jumlah pori per unit luas permukaan membran.
Pada saat ini membran mempunyai permeabilitas tinggi disertai
sieving coefficient yang menyerupai barrier glomerulus ginjal alamiah.
Sieving coefficient suatu zat terlarut (solute) adalah rasio konsentrasi
filtrat terhadap air plasma.
Efektivitas tekanan trans membran adalah perbedaan tekanan
hidrostatik dan onkotik terutama ditentukan tekanan onkotik protein
darah yang tidak dapat melewati membran dialisis. Untuk melakukan

16

ultra filtrasi, pasien hemodialisis dilakukan penimbangan berat badan


sebelum dilakukan cuci darah rutin. Berat badan yang didapat
dikurangi berat badan kering. Selisih yang didapatkan ditambah
perkiraan normal salin yang masuk (sekitar 200 cc) dan makan-minum
selama dialisis.
Berat badan kering adalah berat badan yang dirasakan secara
subjektif enak oleh pasien. Data objektif berat badan kering adalah
tidak adanya overhidrasi seperti oedema, peningkatan vena jugularis,
ronchi dan pada saat dilakukan penarikan cairan (ultra filtrasi) tidak
terjadi hipotensi, kram, muntah.
2.1.4

Peralatan Tindakan Hemodialisis


Tindakan hemodialisis memerlukan peralatan khusus yang meliputi
mesin hemodialisis, dializer, blood line, fistula needle. Peralatan ini
memerlukan biaya yang cukup mahal dan bisa menyebabkan seseorang
mengalami kenilangan pekerjaan sehingga menjadi masalah psikososial
klien yang menjalani hemodialisis rutin (Daurgidas, 2007). Peralatan ini
terdiri dari :
1. Mesin hemodialisis adalah mesin khusus yang dirancang untuk
hemodialisis. Mesin ini mengatur dialisat dengan sistem proporsional,
memantau tekanan dan konduktivitas dialisat dan darah, mengatur
suhu, kecepatan aliran darah dan dialisat. Terdapat beberapa sensor
untuk mendeteksi dan pencegahan resiko komplikasi, pompa darah
untuk mengalirkan darah dan syringe pump untuk pemberian
antikoagulan.

17

2. Dializer disebut juga dengan ginjal buatan atau hollow fiber adalah
tabung yang berisi serabut berongga yang merupakan kompartemen
darah dan dialisat yang dipisahkan oleh membran. Di dalam dializer
inilah terjadi mekanisme difusi dan konveksi.
3. Blood line adalah selang-selang untuk hemodialisis yang berfungsi
untuk mengalirkan darah ke dan dari dializer. Terdiri dari dua untai
yaitu arterial line yang mengalirkan darah ke dializer dan venous line
yang mengalirka darah dari ginjal buatan ke tubuh.
4. Fistula needle adalah jarum yang ditusukkan pada akses vaskular
untuk mengalirkan darah ke ginjal buatan melalui line blood. Terdapat
dua buah jarum yaitu jarum inlet dan outlet.

2.1.5

Durasi Hemodialisis
Durasi hemodialisis disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap
hemodialisis dilakukan 4-5 jam dg frekuensi 2 X / minggu. Durasi
tindakan hemodialisis dapat diberikan 3X / minggu dengan durasi 4-5
jam. Idealnya 10-15 jam / minggu. Berdasarkan pengalaman selama ini,
frekuensi 2 X / minggu telah menghasilkan nilai adekuasi yang mencukupi
dan pasien merasa lebih nyaman. Selain itu, dana asuransi kesehatan yang
tersedia juga terbatas dan hanya dapat menanggung hemodialisis dengan
frekuensi rata-rata 2X/minggu selama 4-5 jam dengan memperthatikan
kebutuhan individual. Menurut Konsensus Pernefri (2008), adekuasi
hemodialisis tercapai apabila dilakukan dalam 2 kali / minggu / 8kali /
bulan. Durasi tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,

18

tetapi sebagian besar penderita menjalani hemodialisis sebanyak 2 kali /


minggu. Program hemodialisis dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembali menjalani hidup normal.
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4. Tekanan darah normal.
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Hemodialisis bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang
untuk gagal ginjal kronik atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis
dilakukan hanya selama beberapa hari / minggu, sampai fungsi ginjal
kembali normal.
2.1.6

Akses Vaskular dan Antikoagulasi


1.

Akses vaskular adalah titik-titik tempat penusukan fistula


needle untuk mengeluarkan dan memasukkan darah yang dihemodialisis. Akses vaskular yang adekuat adalah akses vaskular yang
dapat memberikan aliran darah minimal 200-300 cc/menit. Akses
tersebut memerlukan perawatan agar bebas dari infeksi, stenosis,
tromboembolik dan aneurisma. Terdapat dua jenis akses vaskular.
a. Akses vaskular permanen
Adalah akses yang dianjurkan dalam hemodialisis. Terdiri dari AV
shunt / AV fistula / cimino dan graft.
b. Akses vaskuler temporer

19

Adalah akses yang digunakan bila akses permanen belum tersedia /


bermasalah. Akses ini meliputi akses vena femoralis, akses
jugularis interna, dan akses vena subklavia.
2.
Antikoagulasi
Selama berlangsungnya hemodialisis, diperlukan antikoagulasi supaya
tdk terjadi pembekuan darah di dlm sirkulasi ekstrakorporeal. Terdapat
tiga jenis dosis pemberian antikoagulan yaitu standar, ketat dan tanpa
heparin, hal ini disesuaikan dengan keadaan pasien/status resiko
perdarahan.
2.1.7

Tujuan Hemodialisis
Menurut Sumpena (2010) Sebagai terapi pengganti, kegiatan
hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

2.1.8

Alasan dilakukannya Hemodialisis


Menurut Sumpena (2010) Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal
menyebabkan :
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya. gagal jantung dan oedema paru/
overhidrasi

20

4. Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).


2.1.9

Komplikasi Hemodialisis
Menurut Sumpena (2010) Komplikasi dalam pelaksanaan atau
intra hemodialisis yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
1. Hipotensi
2. Mual atau muntah yang mengganggu asupan nutrisi yang berpengaruh
pada status nutrisi pasien
3. Kram otot
4. Sakit kepala, Sakit dada
5. Gatal-gatal
6. Demam dan menggigil serta kejang

2.2 Adekuasi Dialisis


2.2.1 Pengertian
Adekuasi hemodialisis adalah kecukupan hemodialisis yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialiis the National Kidney Foundation
Desease outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI, 2000). Secara ideal,
pasien kembali dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mengalami
peningkatan kualitas hidup. Dalam hemodialisis adekuasi dilihat dari
formula Kt/V dan Urea Reduction Rate (URR).
2.2.2

Tujuan
Pencapaian adekuasi dialisis diperlukan untuk menilai efektifitas
tindakan HD yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan

21

memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktifitasnya seperti


biasa (Septiwi, 2000). Chen et al (2012) melakukan penelitian prospektif
selama 6 bulan pada 77 pasien dialisis dan hasilnya menunjukan bahwa
pasien yang dialisisnya adekuat memiliki perbaikan fungsi fisisk dengan
status nutrisi yang baik dan signifikan dibanding dengan pasien yang
dialisisnya tidak adekuat.
2.2.3

Dosis
Hemodialisis yang tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti bersihan Ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang
kurang dan kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium (Septiwi, 2010).
Untuk mencapai adekuasi dialisis, besarnya dosis yg diberikan harus
memperhatikan hal-hal berikut (Pernefri, 2003 ; Daugirdas, 2007) :
1. Time of Dialisis (TD)
Adalah lama waktu pelaksanaan dialisis yang idealnya 12-15
jam/minggu. Bila hemodialisis dilakukan 2x/minggu maka lama
waktu tiap dialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila 3x/minggu adalah
4-5 jam (Pernefri, 2003)
2. Interdialytic Time
Adalah waktu interval / frekwensi pelaksanaan hemodialisis yang
berkisar antara 2-3x/minggu. Idealnya hemodialisis dilakukan
3x/minggu dengan durasi 4-5 jam/sesiakan tetapi di Indonesia
dilakukan 2x/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan
bahwa PT. ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisis
2x/minggu (Gatot, 2003).
3. Quick of Blood (QB)

22

Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan kedalam dializer yang


besarnya antara 150-300 ml/menit.Pengaturan Qb 200 ml/menit akan
memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit. Kecepatan Qb rata-rata
adalah 4x berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama
dialisis dan dimonitor setiap jam (Septiwi, 2010).
4. Quick of Dialisate (QD)
Adalah besarnya aliran dialisat yang menuju dan keluar dari dializer
yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai, sehingga
perlu diatur sebesar 300-500 dan biasanya disesuaikan dengan merk
mesin. Daugirdas et al (2007) menyebutkan bahwa pencapaian
bersihan ureum yang optimal dapat dipengaruhi oleh Qb, Qd dan
Koefisien luas permukaan dializer.
5. Clearance of Dializer
Klirens menggambarkan kemampuan dializer untuk membersihkan
darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi
oleh beban, tebal dan luasnya membran. Luas membran berkisar
antara 0, 8-2, 2 m. KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer
yang menunjukan kemampuan untuk penjernihan ureum. Untuk
mencapai adekuasi diperlukan KoA yang yang tinggi yang diimbangi
dengan Qb yang tinggi yang tinggi pula antara 300-400 ml/menit
(Septiwi, 2010).
6. Tipe Akses Vaskular
Akses vaskular Cimino/AV Shunt merupakan akese yang paling
direkomendasikan .Akses cimino yang baik akan berpengaruh pada
adekuasi dialisis (Septiwi, 2010).
7. Trans Membrane Pressure (TMP)

23

Adalah besarnya tekanan hidrostatik antara kompartemen darah (pb)


dan kompartemen dialisat (pd) yang diperlukan agar terjadi proses
ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari -50 dan pb harus lebih
besar dari pd serta dapat dihitung secara manual dengan rumus :
TMP = (pb-pd) mmHg (Pernefri, 2003)
2.2.4

Penghitungan
Hemodialisis dinilai adekuat bila mencapai hasil yang sesuai dosis
yang direncanakan. Untuk itu sebelum dialisis dilaksanakan harus dibuat
suatu program dialisis / resep untuk merencanakan dosis hemodialisis dan
selanjutnya dibandingkan dengan hasil hemodialisis yang dilakukan untuk
melihat keadekuatannya. Adekuasi dialisis diukur secara kuantitatif
dengan menghitung Kt/V yang merupakan ratio dari bersihan urea dan
waktu hemodialisis dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh
pasien (Eknoyan et al., 2000 ; Cronon & Henrich, 2010 ; Jindal & Chan,
2006). Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia
adekuasi dialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-15
jam/minggu. Pasien yang menjalani dialisis 3x/minggu diberi target Kt/V
1, 2 sedangkan pasien yang 2x/minggu diberi target Kt/V 1, 8. K/DOQI
(2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap pelaksanaan
hemodialisis adalah minimal 1, 2 dengan target adekuasi 1, 4.
URR (ureum ratio rate) adalah rasio ureum sebelum dan sesudah
hemodialisis. Target ideal URR adalah 65% (60 80 %).

Cara penghitungan URR adalah :


URR = Ureum Pre Dialisis - Ureum Post Dialisis X 100 %

24

Ureum Pre Dialisis


2.3 Depresi

2.4 Status Nutrisi


2.4.1 Definisi
Nutrisi didefinisikan sebagai keseluruhan proses yang terlibat
dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan.Nutrisi yang cukup
dibutuhkan untuk pertumbuhan , perbaikan dan perawatan aktivitasaktivitas didalam tubuh (Rospond, 2008). Nutrisi yang tidak memadai
dapat diakibatkan dari kurangnya makanan. Namun yang lebih umum
status nutrisis yang buruk / malnutrisi diakibatkan dari penggunaan nutrien
yang tidak mencukupi oleh karena penyakit akut / kronik dan
perawatannya. Sebagai akibat dari malnutrisi, individu-individu terpapar
pada resiko morbiditas dan mortalitas yang meningkat dari perubahanperubahan pada fungsi organ tubuh.
Status nutrisi adalah keadaan tubuh yang memberi petunjuk
tentang keseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan suplai zat nutrisi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Status nutrisi
merupakan tingkat kesehatan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialysis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya : Asupan
makanan, Pengaruh prosedur hemodialisis yang diantaranya adekuat atau
tidaknya proses hemodialisis yang inadekuat hemodialysis dapat
menyebabkan mual dan muntah, peningkatan katabolisme tubuh, depresi
dan inflamasi kronis (Soenarso, 2004).

25

Status nutrisi pada hemodialisis harus selalu diperhatikan karena


nutrisi sangat penting untuk menurunkan komplikasi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien (Gunes, 2013) Status nutrisi memiliki peran yang
penting pada kualitas hidup pasien dialisis. Hasil studi menyatakan bahwa
ada hubungan antara parameter antropometri dan penanda nutrisi dengan
adekuasi hemodialisis (Stolic et al, 2010).
Malnutrisi adalah faktor utama terjadinya morbiditas dan
mortalitas pada pasien dialisis. Penelitian di Kairo (2005) melaporkan
bahwa 20-60 % pasien hemodialisis mengalami malnutrisi (Azar et al,
2007). Data dari konsensus eropa juga menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara penurunan status nutrisi / malnutrisi dengan
adanya morbiditas dan inflamasi pada pasien dialisis (Locatelli et al,
2002).
2.4.2

Tujuan
Tujuan dari pengkajian status nutrisi adalah :
1. Menyediakan data untuk mendesain rencana asuhan nutrisi yang akan
mencegah dan atau mengurangi malnutrisi.
2. Menciptakan data patokan awal untuk mengevaluasi keberhasilan
asuhan Nutrisi.
3. Mengidentifikasi individu-individu yang kurang terawat atau berada
pada resiko terjadinya penurunan status nutrisis / malnutrisi.

2.4.3

Pengukuran
Menggunakan Skala Malnutrition Inflamation Score (MIS). MIS
merupakan suatu penilaian komprehensif dari status nutrisi, merupakan

26

pengembangan dari alat sebelumnya Subjek Global Assessment (SGA)


Konvensional, Dialysis Malnutrition Score (DMS).
MIS terdiri dari 10 komponen penilaian :
1. 7 komponen SGA
2. 3 komponen baru : IMT, albumin serum dan TIBC
MIS terdiri dari 4 bagian :
1.
2.
3.
4.

Riwayat Nutrisi
Pemeriksaan fisik
IMT
Parameter laboratorium

Interpretasi MIS :
1. > 6 = Malnutrisi
2. < 6 = Tanpa Malnutrisi
Format MIS :

MALNUTRITION INFLAMMATION SCORE (MIS)


INSTALASI HEMODIALISA RSUD KELAS B MAJALAYA
Nama Pasien

: .............................

Bulan : .................. 2016 ( Mg I, II, III, IV )

COMPREHENSIVE MALNUTRITION INFLAMMATION SCORE

A.
1.

RIWAYAT MEDIS PASIEN


Perubahan berat badan kering pada akhir Dyalisis (perubahan secara keseluruhan 3-6 bulan terakhir)
0
1
2
3
Tidak ada penurunan
Penurunan BB
Penurunan BB > 1
Penurunan BB > 5
BB kering / penurunan
sedang (>0, 5 < 1
kg tetapi kurang
%
BB < 0, 5 kg
kg)
dari 5 %
Intake Makanan
0
1
2
3
Nafsu makan baik &
Intake makanan
Penurunan sedang
Cairan hipokalorik
tidak ada perubahan
padat kurang
secara keseluruhan
sampai terjadinya
pola makan
maksimal
sampai sepenuhnya
kelaparan
diet cair
Gejala gejala yang berkaitan dengan Saluran Pencernaan
0
1
2
3
Tidak ada gejala /
Ada gejala ringan,
Adakalanya muntah
Sering diare /
keluhan & nafsu makan
nafsu makan
dan ada
muntah / anorexia
baik
kurang /
gejala/keluhan
berat
adakalanya mual
moderat
Kapasitas Fungsional (Status nutrisi yang berhubungan dengan kerusakan / kelemahan fungsional)
0
1
2
3
Normal sampai
Adakalanya
Kesulitan dengan
Menggunakan kursi
kapasitas fungsional
kesulitan dengan
aktivitas mandiri
roda / kurang
yang meningkat,
aktivitas
(seperti pergi ke
sampai tidak ada
merasa nyaman
mendasar / sering
WC)
aktivitas fisik

27

lelah
Keadaan kurang sehat termasuk lama menjalani Dialisis
0
1
2
Menjalani Dialisis < 1 th
Telah menjalani
Telah menjalani
dan merasa sehat
Dialisis 1-4
Dialisis > 4 th
th/kurang sehat
/kurang sehat
tingkat ringan
tingkat sedang
(tanpa MCC)
(termasuk MCC)

3
Berat, kondisi tidak
sehat multiple
(2/lebih MMC)

B.
6

PEMERIKSAAN FISIK ( MENURUT KRITERIA SGA )


Penurunan cadangan lemak / kehilangan lemak subkutis (dibawah mata, triceps, biceps, dada)
0
1
2
3
Normal, tanpa
Ringan
Sedang
Berat
perubahan
Tanda tanda penurunan massa Otot ( Pelipis, Klavicula, Scapula, Iga, Quadriceps, Lutut,
Interosseous )
0
1
2
3
Normal , tidak ada
Ringan
Menengah
Berat
perubahan

C.
8

INDEX MASSA TUBUH


Index Massa Tubuh , IMT = Berat Badan / Tinggi Badan (dalam meter)
0
1
2
IMT 20 kg/m
IMT 18 19, 99
IMT 16 17, 99
kg/m
kg/m

3
IMT < 16 kg/m

D.

PARAMETER LABORATORIUM
Kadar Serum Albumin
0
1
2
3
Albumin 4, 0 g/dL
Albumin 3, 5 3, 9
Albumin 3, 0 3, 4
Albumin < 3 g/dL
g/dL
g/dL
10
Kadar Serum TIBC ( Kapasitas daya ikat besi total)
0
1
2
3
TIBC 250 mg/dL
TIBC 200 249
TIBC 150 199
TIBC < 150 mg/dL
mg/dL
mg/dL
Total Skor = Penjumlahan dari 10 komponen diatas ( 0 - 30 )
Total Score :
MMC (Major Comorbid Conditions / Kondisi kurang sehat Utama) termasuk CHF gr III/IV, pengidap
AIDS, CAD berat, COPD sedang sampai berat, gejala sisa neurologis utama dan metastase
keganasan / sedang menjalani khemoterapi.
Kenaikan Kadar Serum Transferin yang disarankan : >200 mg/dl (0), 170-199 mg/dl (1), 140169 mg/dl (2), <140 mg/dl (3)
9

2.4.4

Asupan Nutrisi
1. Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan
protein, vitamin dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif.
Untuk beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi
dipengaruhi oleh BMR, kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh dan
aktivitas (Arisman, 2007).

28

Energi yang diperlukan tubuh berasal dari energi kimia yang


terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan
kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram,
lemak 9 kkal/gram dan karbohidrat 4 kkal/gram (Baliwati, 2004 dalam
Khairina, 2008).
Menurut NKF-K/DOQI (2000) asupan energi untuk pasien
gagal

ginjal

kronik

yang

menjalani

hemodialisa

adalah

35

kkal/KgBB/hari untuk pasien yang berusia kurang dari 60 tahun dan


30-35 kkal/KgBB/hari untuk pasien yang berusia 60 tahun / lebih.
Asupan energi yang melebihi energi yang digunakan disimpan
sebagai cadangan makanan dalam tubuh. Karbohidrat disimpan
sebagai glikogen dalam hati dan otot. Sedangkan lemak sebagai
cadangan tenaga tubuh terbesar disimpan sebagai Trigliserida dalam
jaringan adiposa (Rospond, 2008).
2. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam
tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara selsel dan jaringan tubuh. Fungsi lain adalah memyediakan asam amino
yang

diperlukan

untuk

membentuk

enzim

pencernaan

dan

metabolisme, mengatur keseimbangan air dan mempertahankan


kenetralan asam basa tubuh. Pertumbuhan, kehamilan dan infeksi
penyakit meningkatkan kebutuhan protein seseorang (Rospond, 2008).
Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein
berasal dari bahan makanan hewani seperti telur, susu, daging, ikan.
Sedangkan protein nabati berasal dari tempe, tahu dan kacangkacangan (Arisman, 2007).

29

Menurut NKF-K/DOQI (2000) asupan protein untuk pasien


gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah 1, 2
gram/KgBB/hari. Asupan protein yang tinggi pada pasien hemodialisis
bertujuan untuk mengkompensasi kehilangan protein sebanyak 10-12
gram tiap sesi hemodialisis. Apabila asupan protein melebihi
kebutuhan, maka protein akan disimpan oleh tubuh sebagai protein
viseral dan protein somatik. Cadangan protein viseral meliputi protein
plasma, Hb, beberapa komponen pembekuan, hormon dan antibodi.
Cadangan protein somatik meliputi cadangan pada otot rangka dan otot
polos. Cadangan protein sangat penting untuk fungsi fisiologis dasar
sehingga berkurangnya cadangan protein berakibat pada berkurangnya
fungsi tubuh yang esensial (Rospond, 2008).

Anda mungkin juga menyukai