Anda di halaman 1dari 91

PENGARUH PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO TERHADAP NILAI

PERUSAHAAN
(Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia)

NOVA M WIDODO
Universitas Merdeka Madiun
FATCHUR ROHMAN
Universitas Merdeka Madiun
YOGY BUDI YUDAWIJAYA
STIE Wijaya Mulya Surakarta

ABSTRACT
The objective of the empirical study is to examine risk management disclosure to the value of the
firm. This study used purposive sampling method. The sample was 49 oil and gas firm listed on
Indonesian Stock Exchange in 2010-2011. The analysis are descriptive statistics, and multiple
regression analysis Risk management disclosure in oil and gas firm consists of the financial risk,
operational risk, and legitimacy risk. Firm value used return on asset ratio. The results prove
that: legitimacy risk positively affects the value of firm. Financial risk and operational risk have
not affect to value of firm.
Keywords: risk management disclosure, oil and gas firm, firm value.
PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pengungkapan
manajemen risiko terhadap nilai perusahaan
tambang. Fokus penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengungkapan manajemen risiko
yang telah dilakukan perusahaan tambang dan
dampak pengungkapan manajemen risiko pada
perusahaan tambang. Praktik pengungkapan
manajemen risiko perusahaan pertambangan
dalam penelitian ini diproksikan dengan risiko
keuangan, risiko operasi, risiko pemberdayaan,
risiko teknologi dan informasi (Amran et al.,
2009).
Penelitian terkait pengungkapan
manajemen risiko pernah dilakukan terutama

pada sektor privat dan publik (Amran et al.,


2009; Emm, Gerald dan Chen.,2007; Judge dan
Clark, 2001; serta Lajilli dan Daniel, 2005; Sofi,
2011; Yudawijaya, 2011). Penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya yaitu mengambil
objek penelitian pada sektor pertambangan.
Alasan yang mendasari pengambilan objek
tersebut karena semakin besarnya tuntutan dari
stakeholder mengenai kepastian risiko yang
ditanggung oleh stakeholder pada perusahaan
pertambangan.
Pengungkapan risiko mulai menjadi
topik utama sejak tahun 1998 ketika Institute
of Chartered Accountants in England and
Wales mempublikasikan sebuah discussion
paper berjudul Financial Reporting of Risk

FORUM AKADEMIKA
Proposals for a Statement of Business Risk.
ICAEW menyarankan kepada direksi untuk
menyediakan informasi manajemen risiko
pada laporan tahunan untuk memfasilitasi para
stakeholder membuat keputusan (Linsley dan
Shrives, 2006). Menurut Linsley dan Shrives
(2006), pengungkapan risiko dalam laporan
tahunan saat ini, disediakan dalam beberapa
bentuk atau format, namun tidak dalam bentuk
yang mudah dipahami oleh para stakeholder.
Laporan tahunan berarti tidak menggambarkan
pembahasan yang rasional mengenai risiko,
sehingga hal ini menjadi sebuah tantangan bagi
manajemen untuk mengungkap risiko yang
mempengaruhi perusahaannya dalam bentuk
yang lebih baik.
Pengungkapan risiko perusahaan
adalah dasar dari praktik akuntansi dan investasi
(ICAEW, 1999). Dengan menyediakan informasi
risiko, perusahaan dapat membantu investor
dalam proses pembuatan keputusan investasi
yang rasional (Kieso dan Weygandt, 1995).
Menurut Bujaki et al., ketiadaan informasi risiko
dapat membuat investor salah dalam meramal
situasi masa depan karena kurang akuratnya
informasi yang disediakan perusahaan.
Selanjutnya, pengungkapan risiko berguna
dalam mengurangi asimetri informasi antara
manajer dan investor (Bujaki et al., 1999).
Sebagai contoh risiko pada
perusahaan tambang adalah PT Newmont Nusa
Tenggara melakukan pembuangan limbang
tambang (tailing) sebanyak 140.000 ton per hari
ke laut Teluk Senunu, NTB. Jumlah limbah ini
setara dengan 21 kali lipat sampah harian kota
Jakarta. Dalam sebuah wawancara dokumenter
yang dilakukan oleh WALHI pertengahan awal
2011, nelayan-nelayan sekitar Teluk Senunu
mengeluhkan tangkapan ikan yang menurun
drastis semenjak pembuangan tailing (limbah
tambang) dilakukan (WALHI, 2012).

2
Pengungkapan manajemen risiko
pada perusahaan tambang harus memadai agar
dapat digunakan sebagai alat pengambilan
keputusan yang cermat dan tepat. Pengungkapan
informasi risiko perusahaan tambang perlu
dilakukan secara berimbang. Informasi
yang disampaikan bukan hanya informasi
yang bersifat positif saja, namun termasuk
informasi yang bersifat negatif. Terutama
informasi yang terkait dengan aspek risiko
manajemen. Permintaan stakeholder terhadap
pengungkapan yang lebih transparan membuat
perusahaan melakukan perluasan terhadap
wilayah pengungkapannya, dengan membuat
pengungkapan mengenai informasi-informasi
nonkeuangan yang dianggap lebih relevan dan
transparan sebagai bentuk pertimbangan dalam
pembuatan keputusan (Anisa, 2012).
Pengungkapan manajemen risiko
yang dilaksanakan oleh manajemen bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh manajemen
dalam mengatasi risiko. Bagi pengguna laporan
keuangan pengungkapan manajemen risiko
dapat digunakan untuk menilai apakah kebijakan
yang dilakukan tepat guna atau tidak, sehingga
informasi yang dimiliki oleh stakeholder menjadi
lengkap. Kelengkapan informasi sangat penting
bagi stakeholder. Informasi yang tidak lengkap
dapat menyebabkan keputusan yang diambil
menjadi bias, karena tidak sesuai dengan keadaan
perusahaan yang sebenarnya (Yudawijaya, 2011).
Menurut Wijaya (2010), keputusan
investasi pada perusahaan berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Pada Investasi
modal merupakan salah satu aspek utama
dalam keputusan investasi pada perusahaan
tambang. Keputusan pengalokasian modal ke
dalam usulan investasi harus dievaluasi dan
dihubungkan dengan risiko dan hasil yang
diharapkan (Hasnawati, 2005).

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya


Dalam penelitian ini, dilakukan
pengujian terhadap pengaruh pengungkapan
manajemen risiko pada nilai perusahaan.
Nilai perusahaan pada perusahaan tambang,
peneliti proksikan pada tingkat profitabilitas
perusahaan. Hal ini didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Aljifri dan Hussainey
(2007) yang menemukan hubungan yang
positif antara tingkat profitabilitas dengan luas
pengungkapan informasi forward-looking dalam
laporan tahunan perusahaan di UAE. Semakin
tinggi profit margin maka akan semakin tinggi
pengungkapannya (Almilia dan Retrinasari,
2007). Profit margin yang tinggi akan mendorong
para manajer untuk memberikan informasi yang
lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan
investor terhadap profitabilitas perusahaan dan
kompensasi terhadap manajemen (Almilia dan
Retrinasari, 2007).
Ulupui (2007) menyatakan bahwa
nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power
dari aset perusahaan. Hasil positif menunjukkan
bahwa semakin tinggi earnings power semakin
efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi
profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini
berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007)
menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh
positif signifikan terhadap return saham satu
periode ke depan. Oleh karena itu, ROA
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Makaryawati (2002),
Carlson dan Bathala (1997) juga menemukan
bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
Penelitian terkait pengungkapan
manajemen risiko pada sektor pertambangan
di Indonesia sepengetahuan peneliti belum
pernah dilakukan, meskipun demikian terdapat
beberapa penelitian terkait pengungkapan
manajemen risiko pada sektor privat dan publik
diantaranya adalah Amran et al. (2009); Emm,

Gerald dan Chen. (2007); Judge dan Clark


(2001); Lajilli dan Daniel (2005); sedangkan
di Indonesia dilakukan oleh Sofi (2011) dan
Yudawijaya (2011).
Penelitian ini dimaksudkan untuk
menguji pengaruh pengungkapan manajemen
risiko terhadap nilai perusahaan tambang.
Pada penelitian ini akan diuji pengaruh
risiko keuangan, risiko operasi dan risiko
pemberdayaan terhadap nilai perusahaan.
Penelitian pengungkapan manajemen risiko
terhadap nilai perusahaan tambang penting
dilakukan, karena sebagai gambaran mengenai
perusahaan dan dasar stakeholder dalam
mengambil kebijakan mengenai kepastian
risiko yang dihadapinya, mengingat risiko yang
muncul pada perusahaan tambang sangat besar.
TELAAH LITERATUR
Stakeholder Theory
Kirana (2009) mengartikan Stakeholder
sebagai pemangku kepentingan yaitu pihak
atau kelompok yang berkepentingan, baik
langsung maupun tidak langsung, terhadap
eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan
karenanya kelompok tersebut mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh perusahaan. Teori
stakeholder telah digunakan secara luas dalam
studi-studi pengungkapan lainnya (Amran et
al., 2009). Studi pengungkapan lain, misalnya
pengungkapan pertanggungjawaban sosial dan
lingkungan perusahaan, intellectual property,
dan manajemen risiko.
Berdasarkan teori stakeholder,
perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang
tinggi, akan mengungkap lebih banyak informasi
risiko untuk menyediakan pembenaran dan
penjelasan mengenai apa yang terjadi dalam
perusahaan (Amran, et al., 2009). Hal ini
berarti, semakin tinggi tingkat risiko perusahaan,
semakin banyak pula pengungkapan informasi
risiko yang harus dilakukan perusahaan, karena

FORUM AKADEMIKA
manajemen perlu menjelaskan penyebab risiko,
dampak yang ditimbulkan, serta cara perusahaan
mengelola risiko (Linsley dan Shrives, 2006).
Pengungkapan Manajemen Risiko
Risiko Menurut Amran et al (2009)
adalah suatu unsur yang tidak terhindarkan
dari setiap spekulasi bisnis. Brigham (2001)
mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan
terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan.
Risiko (risk) menurut ICAEW (2002) adalah
situasi dimana terdapat ketidakpastian atas
dampak yang akan terjadi, baik keuntungan
maupun kerugian. Organisasi tidak dapat
menghindari risiko, sehingga perlu melakukan
langkah-langkah untuk mengantisipasi
terjadinya risiko. Langkah-langkah tersebut
dinamakan manajemen risiko (Yudawijaya,
2011). Manfaat yang diperoleh jika perusahaan
mengungkapkan manajemen risiko adalah
memperbaiki image perusahaan, memberi
informasi kepada stakeholder dalam mengelola
risiko, mengurangi asimetri informasi dan
meningkatkan kualitas laporan keuangan
perusahaan (Yudawijaya, 2011).
Nilai Perusahaan
Menurut penelitian yang dilakukan
Aljifri dan Hussainey (2007) yang menemukan
hubungan yang positif antara tingkat profitabilitas
dengan luas pengungkapan informasi forwardlooking dalam laporan tahunan perusahaan di
UAE. Menurut Almilia dan Retrinasari (2007)
semakin tinggi profit margin maka akan semakin
tinggi pengungkapannya. Profit margin yang
tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang lebih terinci, sebab
mereka ingin meyakinkan investor terhadap
profitabilitas perusahaan dan kompensasi
terhadap manajemen.
Ulupui (2007) menyatakan bahwa nilai
perusahaan ditentukan oleh earnings power dari

4
aset perusahaan. Hasil positif menunjukkan
bahwa semakin tinggi earnings power semakin
efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi
profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini
berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007)
menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh
positif signifikan terhadap return saham satu
periode ke depan. Oleh karena itu, ROA
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Makaryawati (2002),
Carlson dan Bathala (1997) juga menemukan
bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
PENELITIAN TERDAHULU DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dilakukan untuk
menguji pengaruh pengungkapan manajemen
risiko yang diproksikan dengan risiko keuangan,
risiko operasional, risiko pemberdayaan serta
risiko informasi dan teknologi terhadap nilai
perusahaan. Berikut ini merupakan pengujian
hipotesis yang dilakukan:
Pengaruh Risiko Keuangan terhadap Nilai
Perusahaan Tambang.
Risiko keuangan meliputi risiko
ketidakmampuan membayar hutang dan
variabilitas earning per share yang berkaitan
erat dengan solvabilitas perusahaan.
Peningkatan dalam proporsi struktur modalnya
akan meningkatkan arus kas keluar, hasil yang
dicapainya adalah tingkat solvabilitas yang
mengalami kenaikan (Yunianto, 2004).
Ulupui (2007) menyatakan bahwa
nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power
dari aset perusahaan. Perusahaan yang memiliki
earnings power adalah perusahaan yang mampu
mengatasi risiko keuangan perusahaan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa perusahaan dengan risiko
keuangan yang besar dan mampu untuk

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya


mengungkapkan informasi pada laporannya.
Informasi tersebut bagi stakeholder merupakan
suatu nilai dalam memahami isi laporannya.
Menurut logika peneliti, perusahaan
yang memiliki profitabilitas yang kecil tentu
tidak akan mengungkapkan risiko keuangan
pada laporan tahunannya. Bahkan manajemen
perusahaan cenderung menutupi risiko
keuangan yang dihadapi oleh perusahaan
tersebut. Sehingga perusahaan yang mampu
mengungkapkan risiko keuangan pada laporan
tahunan dapat diartikan bahwa perusahaan
tersebut adalah perusahaan yang memiliki
profitabilitas besar. Berdasarkan analisis dan
temuan diatas, dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut.
H1 : Risiko Keuangan berpengaruh positif
terhadap Nilai perusahaan.
Pengaruh Risiko Operasional terhadap nilai
perusahaan tambang.
Menurut Suratno dkk. (2006)
mengatakan pelaku lingkungan yang baik
percaya bahwa dengan mengungkapkan
performance mereka berarti menggambarkan
good news bagi pelaku pasar. Oleh karena itu,
perusahaan dengan environmental performance
yang baik perlu mengungkapkan informasi
kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih
dibandingkan dengan perusahaan dengan
environmental performance lebih buruk.
Penelitian dari Tuwaijri, et al. (2004)
yang menemukan hubungan positif signifikan
antara environmental disclosure dengan
environmental performance menunjukkan hasil
yang konsisten dengan teori tersebut. Begitu pula
halnya dengan penelitian serupa di Indonesia
oleh Suratno dkk. (2006) yang menemukan
hubungan yang positif dan signifikan secara
statistik antara kinerja lingkungan dengan
kinerja ekonomi.

Berdasarkan analisis di atas, dapat


disimpulkan perusahaan tambang yang mampu
menyediakan informasi mengenai operasional
perusahaan untuk pihak internalnya dan
digunakan untuk mengungkapan risiko terdadap
pihak eksternal. Berarti perusahaan tersebut
memiliki Risk Management Disclosure yang
baik sehingga perusahaan memiliki nilai yang
tinggi terhadap stakeholder. Dari penjelasan
diatas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut.
H2 : Risiko Operasional berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan tambang.
Pengaruh Risiko pemberdayaan terhadap
Nilai Perusahaan Tambang.
Legitimacy theory menyatakan bahwa
perusahaan secara berkesinambungan harus
memastikan apakah mereka telah beroperasi
di di dalam normanorma yang dijunjung
masyarakat dan memastikan bahwa aktivitas
mereka bisa diterima pihak luar (dilegitimasi).
Deegan (2002), menyatakan bahwa pengertian
yang diberikan oleh teori legitimasi dibangun
dari teori lain yaitu teori politik-ekonomi.
Menurut Ardana (2008) semua
organisasi pada hakikatnya merupakan sistem
terbuka yang bergantung pada lingkungannya.
Karena ketergantungan itu, maka setiap
organisasi perlu memperhatikan pandangan
dan harapan masyarakat. Risiko pemberdayaan
dalam pengungkapan manajemen risiko
memiliki peranan penting dalam tanggung
jawab sosial masyarakat. Semua perusahaan
harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Tanggung jawab sosial telah menjadi isu yang
kian penting karena masyarakat semakin besar
asanya terhadap perusahaan.
Sejauh ini penulis belum menemukan
penelitian yang meneliti tentang pengaruh risiko
pemberdayaan dalam pengungkapan manajemen
risiko terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan

FORUM AKADEMIKA
logika berpikir diatas dapat disimpulkan
bahwa semakin banyak risiko pemberdayaan
yang diungkapkan, maka semakin tinggi pula
nilai perusahaan tambang. Karena perusahaan
tambang yang memiliki nilai yang rendah
tidak akan melakukan pengungkapan risiko
pemberdayaan, karena hal ini terkait dengan
kemampuan internal perusahaan. Hipotesis yang
bisa diajukan dalam penelitian ini adalah.
H3 : Risiko pemberdayaan berpengaruh
positif terhadap Nilai Perusahaan
Tambang.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perusahaan tambang yang melakukan
listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 20102011. Sedangkan untuk teknik sampling yang
digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu
teknik sampling yang anggota sampelnya dipilih
secara khusus berdasarkan kriteria tertentu
untuk tujuan penelitian. Adapun kriteria dalam
penelitian ini, yaitu:
1.
Merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri pertambangan.
2.
Perusahaan melakukan listing di
Bursa Efek Indonesia pada periode
tahun 2010-2011.
3.
Perusahaan melakukan pengungkapan
manajemen risiko.
Dari kriteria purposive sampling
diatas maka peneliti mendapatkan 57 perusahaan
pertambangan pada tahun 2010-2011 yang
termasuk dalam populasi penelitian.
Definisi operasional dan pengukuran
variabel dalam penelitian ini adalah seperti
diterangkan di bawah ini.

6
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yaitu data base laporan keuangan
yang tersedia di pojok BEI Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
database Bursa Efek Indonesia yang tersedia
secara online pada situs http://www.idx.co.id.
Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan
yang diproksikan terhadap profitabilitas
perusahaan. Tingkat profitabilitas merupakan
indikator keberhasilan perusahaan terutama
kemampuannya dalam menghasilkan laba
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang
dimilikinya seperti aset atau ekuitas (Ulupui,
2007). Banyak ukuran yang dapat digunakan
sebagai proksi dari tingkat profitabilitas,
diantaranya yaitu ROA, ROE, dan net profit
margin.
Ti n g k a t p r o f i t a b i l i t a s d a l a m
penelitian ini diukur dengan menggunakan
Return On Asset (ROA). Pengukuran kinerja
dengan ROA menunjukkan kemampuan dari
modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan laba. ROA adalah
rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti
suatu ukuran untuk menilai seberapa besar
tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki
perusahaan. (Riyanto, 1997).
Penggunaan Return On Asset sebagai
proksi tingkat profitabilitas dalam penelitian
ini didasarkan pada alasan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara tingkat profitabilitas
dengan luas pengungkapan informasi forwardlooking dalam laporan tahunan perusahaan di
UAE yang dilakukan Aljifri dan Hussainey
(2007). Rumus yang digunakan untuk mengukur
ROA adalah sebagai berikut (Riyanto, 1997) :

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya

ROA = Laba bersih setelah pajak / Total Aktiva X 100%


Keterangan :
Laba bersih setelah pajak
Total aktiva

= laba bersih setelah bunga dan pajak.


= seluruh aktiva perusahaan dalam neraca.

Variabel Independen
Risiko Keuangan
Risiko keuangan menurut ulupui (2007) adalah ketidakmampuan perusahaan membayar
hutangnya. Pada penelitian ini risiko keuangan perusahaan pertambangan didasarkan pada 5 item
(Amran et al., 2009) yaitu:
1. Interest risk
2. Commodity
3. Exchange risk
4. Liquidity
5. Credit
Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan,
dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor
pengungkapan risiko keuangan dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan
keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus:

Keterangan rumus:
Simbol
X
N

Keterangan
Item risiko keuangan.
Total keseluruhan item.

Risiko Operasional
Menurut Suratno dkk. (2006) mengatakan pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa
dengan mengungkapkan performance mereka berarti menggambarkan good news bagi pelaku pasar.
Amran et al. (2009) mengklasifikasikan risiko operasional dalam :
Customer Satisfaction
2. Efficiency and peformance
Product development
4. Sourcing
Stock obsolescence and shrinking.
6. Product and service failure.
Environment.
8. Health and safety.
Brand name erosion
Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan,
dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor
pengungkapan risiko operasional dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan
keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus:
1.
3.
5.
7.
9.

FORUM AKADEMIKA
Keterangan rumus:
Simbol
X
N

Keterangan
Item risiko operasional.
Total keseluruhan item.

Risiko Pemberdayaan
Legitimacy theory menyatakan bahwa perusahaan secara berkesinambungan harus
memastikan apakah mereka telah beroperasi di di dalam normanorma yang dijunjung masyarakat
dan memastikan bahwa aktivitas mereka bisa diterima pihak luar (Deegan, 2002). Menurut Amran
et al. (2009) risiko pemberdayaan diklasifikasikan dalam :
1. Leadership and management
2. Outsourcing
3. Performance incentives
4. Change readiness
5. Communications
Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan,
dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor
pengungkapan risiko pemberdayaan dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan
keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus:

Keterangan rumus:
Simbol
X
N

Keterangan
Item risiko pemberdayaan.
Total keseluruhan item.

Metode analisis data


Pendeteksian praktik pengungkapan manajemen risiko di Indonesia dilakukan dengan
cara mengukur persentase pengungkapan risiko yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
Pengungkapan tersebut dilihat pada item laporan tahunan yang telah diaudit oleh auditor
independen.
Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah pengujian regresi berganda.
Pengujian regresi berganda dimaksudkan untuk menguji variabel yang berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Semua pengujian akan diolah menggunakan komputer dengan program Statistical
Package for Social Science (SPSS) 16.
Pengujian pengaruh variabel risiko keuangan, risiko operasional, risiko pemberdayaan,
serta risiko teknologi dan informasi terhadap nilai perusahaan menggunakan regresi berganda,
merujuk pada penelitian Marwata (2001). Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

Y=+0.X1+1.X2+2.X3+

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya

Keterangan persamaan:
Simbol

Keterangan

Nilai Perusahaan Tambang.

X1

Risiko Keuangan Perusahaan Tambang

X2

Risiko Operasional Perusahaan Tambang

X3

Risiko Kekuasaan Perusahaan Tambang

Koefisien Regresi

Konstanta

Error

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Sampel
Penelitian ini menggunakan data
sekunder berupa laporan tahunan perusahaan
tambang tahun 2010-2011 yang diperoleh dari
Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data yang
diperoleh, beberapa perusahaan tambang tidak
menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan pada penelitian ini.
Jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 49 laporan tahunan atau 86% dari
keseluruhan laporan tahunan perusahaan
tambang (57). Sampel terdiri dari laporan
tahunan seluruh perusahaan tambang di
Indonesia. Perusahaan tambang meliputi
perusahaan tambang batu bara, perusahaan
minyak dan gas bumi, perusahaan logam dan
mineral, dan perusahaan batu-batuan.
(Lihat tabel 1)
Statistik Deskriptif
Ta b e l 2 m e m a p a r k a n h a s i l
perhitungan statistik deskriptif dari seluruh
variabel dalam variabel penelitian. Informasi
statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai mean,
maksimum dan minimum (Lihat Tabel 2).
Nilai rerata tingkat ROA pada
perusahaan tambang berada pada nilai 6,33%.
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ROA
pada perusahaan tambang berada pada level
rendah, mengingat ROA pada perusahaan

tambang dipengaruhi oleh berbagai faktor.


Berdasarkan data di atas, terdapat
20 atau 41% dari keseluruhan sampel memiliki
ROA diatas nilai rerata. Return Of Asset
tertinggi dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk
(Laporan tahunan 2011) dengan prosentase 23%.
Terdapat 29 atau 59% perusahaan tambang yang
memiliki ROA dibawah nilai rerata, bahkan ada
9 atau 18% perusahaan memiliki ROA dengan
nilai negatif.
Tabel 3 memaparkan statistik
deskriptif variabel independen yang meliputi
Risiko Keuangan, Risiko Operaasional, dan
Risiko Pemberdayaan.
Variabel risiko keuangan diukur
berdasarkan pengungkapan item risiko
keuangan. Nilai rerata risiko keuangan adalah
Rp 84,08%. Pengungkapan risiko keuangan
terbesar (100%) dilakukan oleh 26 atau 53%
perusahaan tambang. Perusahaan tambang
yang memiliki pengungkapan risiko keuangan
terkecil dengan nilai 40% adalah 6 atau 12%
perusahaan diantaranya PT Bayan Resources
Tbk (laporan tahunan 2010), PT Benakat
Petroleum Energy Tbk (laporan tahunan 2010),
PT Perdana Karya Perkasa Tbk (Laporan
tahunan 2011), PT Ratu Prabu Energi Tbk
(laporan tahunan 2011), PT Mitra Investindo
Tbk (laporan tahunan 2011), PT Radiant
Utama Interinsco Tbk (laporan tahunan 2011).

FORUM AKADEMIKA
Terdapat 26 atau 53% perusahaan tambang yang
mengungkapkan risiko keuangan diatas nilai
rerata. Berdasarkan hasil yang dipaparkan dalam
tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pengungkapan
risiko keuangan dari masing-masing perusahaan
tambang sangat tinggi.
Va r i a b e l r i s i k o o p e r a s i o n a l
berdasarkan pengungkapan risiko operasional
perusahaan tambang pada laporan tahunan.
Rerata pengungkapan risiko operasional
adalah 83,77%. Perusahaan tambang yang
mengungkapkan risiko operasioanl diatas rerata
sebanyak 31 atau 63% perusahaan tambang.
Terdapat 18 atau 36% perusahaan tambang yang
mengungkapkan risiko operasionalnya kurang
dari rerata. Hasil tersebut mengindikasikan
bahwa perusahaan tambang pada umumnya
telah mengungkapkan risiko operasional
perusahaan.
Variabel risiko pemberdayaan diukur
kriteria pengungkapan item risiko. Nilai
rerata risiko pemberdayaan adalah 77,14%.
Perusahaan tambang yang memiliki prosentase
kurang dari rerata berjumlah 18 atau 36%
perusahaan tambang. Sejumlah 3 atau 6%
perusahaan tambang hanya mengungkapkan
20% dari jumlah item risiko pemberayaan,
diantaranya PT Ratu Prabu Energi Tbk (laporan
tahunan 2011), PT Energi Mega Persada Tbk
(laporan tahunan 2011), PT Citatah Tbk (laporan
tahunan 2011). Terdapat 31 perusahaan tambang
atau 64% dari sampel perusahaan tambang yang
mengungkapkan risiko pemberdayaannya diatas
rerata.
Sebelum dilakukan pengamatan
pengaruh pengungkapan risiko terhadap
nilai perusahaan pada perusahaan tambang,
terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap
sejauh mana pengungkapan risiko dilakukan
oleh perusahaan tambang. Hasil pengamatan
pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011
menunjukkan intensitas pengungkapan

10
Risk Management Disclosure pada periode
pengamatan berjumlah 764 pengungkapan.
(Lihat Tabel 4)
Berdasarkan tabel 4, bentuk
pengungkapan risiko keuangan dan operasional
paling banyak dilakukan oleh perusahaan
tambang masing-masing sebesar 34%. Contoh
pengungkapan tentang risiko keuangan seperti
yang dilakukan PT Adaro Energy Tbk pada
tahun 2010, yaitu:
Untuk mengatur risiko likuiditas,
Grup melakukan monitor dan
menjaga level kas dan setara kas
yang diperkirakan cukup untuk
mendanai kegiatan operasional Grup
dan mengurangi pengaruh fluktuasi
dalam arus kas. Manajemen Grup
juga secara rutin melakukan monitor
atas perkiraan arus kas dan arus kas
aktual, termasuk profil jatuh tempo
pinjaman, dan secara terus-menerus
menilai kondisi pasar keuangan
untuk kesempatan memperoleh dana
Bentuk pengungkapan lain yang
dilakukan oleh perusahaan tambang adalah
pengungkapan terkait risiko operasional
perusahaan sebesar 34%. Pengungkapan risiko
operasional tersebut seperti yang dicontohkan
oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada
tahun 2011, yaitu:
Antam menyadari bahwa semua
perusahaan tambang pada dasarnya
akan mempengaruhi aspek
lingkungan hidup. Oleh sebab itu
Antam juga berupaya semaksimal
mungkin untuk meminimalisasi
dampak negatif yang timbul dan
mengembalikan lahan bekas tambang
ke peruntukannya. Aspek pengelolaan
lingkungan sesungguhnya
terintegrasi erat dengan kegiatan

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya


operasi Antam, sehingga aspek
pengelolaan lingkungan berada di
bawah Direktorat Operasi. Perhatian
pada kelestarian lingkungan
dilakukan melalui upaya peningkatan
fasilitas proses pengelolaan limbah,
rehabilitasi lahan, pemantauan
lingkungan serta kegiatan reklamasi.
Terkait pengungkapan manajemen
risiko pada perusahaan tambang seperti yang
dicontohkan diatas, menandakan bahwa
perusahaan tambang mulai memberikan laporan
yang lebih informatif bagi stakeholder. Namun
pengungkapan manajemen risiko yang masih
bersifat voluntary menyebabkan masih adanya
perusahaan tambang yang tidak mengungkapkan
risikonya.
Hasil analisis regresi berganda
menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,105
atau 10,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa
10,5% nilai perusahaan (ROA) dipengaruhi
oleh pengungkapan risk management disclosure
(Risiko Keuangan, Risiko Operasional, dan
Risiko Pemberdayaan), sedangkan sisanya,
yaitu 89,5% dipengaruhi oleh faktor lain di luar
model penelitian.
Nilai F regresi digunakan untuk
mengetahui pengaruh secara simultan variabel
independen terhadap variabel dependen. Pada
tabel 10 nilai F menunjukkan nilai sebesar
2,882 dengan signifikansi sebesar 0.046.
Nilai F memberikan hasil yang signifikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
risiko keuangan, risiko operasional dan risiko
pemberdayaan berpengaruh terhadap Return On
Asset perusahaan tambang.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dipaparkan
hasil pengujian hipotesis, seperti disebutkan
dibawah ini.
Pengujian hipotesis 1
Untuk mengetahui apakah

11

pengungkapan risiko keuangan berpengaruh


positif terhadap nilai (ROA) perusahaan
tambang, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
H2 : Risiko Keuangan berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan tambang.
Hasil output SPSS menunjukkan
nilai probabilitas untuk variabel Umur adalah
0,267. Nilai probabilitas tersebut lebih besar
dari tingkat signifikansi penelitian 0,1. Hasil
ini mengindikasikan bahwa variabel Risiko
keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa H1 ditolak.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan tambang yang mengungkapkan
risiko keuangan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap nilai perusahaan.
Walaupun pengungkapan risiko keuangan
bersifat voluntary namun rata-rata perusahaan
tambang melakukan pengungkapan risiko
keuangan pada laporan tahunannya.
Pendapat ini didukung dengan bukti
bahwa 26 perusahaan tambang atau 53% dari
sampel penelitian mengungkapkan risiko
keuangan diatas rerata. Hanya 12% dari sampel
perusahaan tambang yang mengungkapkan
risiko keuangan dibawah rerata, sesuai
tabel 3. Terbukti dari laporan tahunan PT
Bayan Resources Tbk pada tahun 2010 telah
mengungkapkan 40% item risiko keuangan
mampu memiliki rasio ROA 12,73%. Selain
itu PT Benakat petroleum Energi Tbk yang
mengungkapkan item risiko keuangannya
setinggi 80% hanya memiliki rasio ROA -2,05%
dan PT Petrosa Tbk mengungkapkan 100% item
risiko keuangan memiliki 13,95% rasio ROA.
Dari penjelasan diatas disimpulkan,
PT Bayan Resources Tbk yang mengungkapkan
risiko keuangan rendah memiliki rasio ROA
yang tinggi. PT Petrosa Tbk mengungkapkan
risiko keuangan yang tinggi juga memiliki ROA

FORUM AKADEMIKA
yang tinggi, selain itu PT Benakat Petroleum
Energi Tbk yang mengungkapkan item risiko
keuangan yang tinggi hanya memiliki rasio
ROA yang rendah. Bukti tersebut memperkuat
hasil penelitian bahwa pengungkapan risiko
keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan tambang.
Pengujian Hipotesis 2
Untuk mengetahui apakah
pengungkapan risiko operasional berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan tambang, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H2 : Risiko operasional berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan tambang.
Hasil output SPSS menunjukkan nilai
probabilitas untuk variabel risiko operasional
adalah 0,635. Nilai probabilitas tersebut lebih
tinggi dari tingkat signifikansi penelitian 0,1.
Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel
risiko operasional berpengaruh terhadap nilai
perusahaan tambang, tetapi tidak pada level
signifikansi 1%, 5% dan 10%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa H2 ditolak.
Implikasi kesimpulan tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
positif risiko operasional terhadap nilai
perusahaan tambang. Hal ini mungkin disebabkan
karena sebagian besar perusahaan tambang
telah mengungkapkan risiko operasionalnya,
sehingga pengungkapan risiko operasional pada
perusahaan tambang tidak berpengaruh positif
terhadap Return on Asset perusahaan tambang.
Banyaknya perusahaan tambang
yang mengungkapkan risiko operasional diatas
rerata juga tidak berpengaruh signifikan terhadap
ROA perusahaan tambang. Hal ini terlihat dari
sedikitnya jumlah rasio Return on Asset terkait
dengan nilai perusahaan tambang. Terbukti
pada laporan tahunan PT Delta Dunia Makmur
Tbk tahun 2011 telah mengungkapkan 100%
item risiko operasional namun memiliki rasio
ROA -2,08%, selain itu pada laporan tahunan

12
PT Energi Mega Persada Tbk tahun 2011
mengungkapkan 33% item risiko operasional
memiliki rasio ROA -0,53%.
Jika dilihat perbandingan antara
kedua perusahaan tambang diatas, PT
Delta Dunia Makmur Tbk tahun 2011 yang
mempunyai pengungkapan risiko operasional
tinggi memiliki rasio ROA rendah, Sedangkan
PT Energi Mega Persada Tbk tahun 2011 yang
mengungkapkan risiko operasional rendah juga
memiliki rasio ROA yang rendah. Kesimpulan
dari hasil bukti sampel diatas menunjukkan
perusahaan tambang yang mengungkapkan
item risiko tinggi dan rendah memiliki rasio
ROA yang kecil. Hal ini mengindikasikan
bahwa pengungkapan risiko operasional
pada perusahaan tambang tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan tambang.
Pengujian hipotesis 3
Untuk mengetahui apakah
pengungkapan risiko pemberdayaan berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan tambang, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H3 : Risiko pemberdayaan berpengaruh positif
terhadap Nilai Perusahaan
Hasil output SPSS menunjukkan nilai
probabilitas untuk variabel risiko pemberdayaan
adalah 0,057. Nilai probabilitas tersebut lebih
kecil dari tingkat signifikansi penelitian 0,1.
Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel risiko
pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa H1 diterima.
Implikasi kesimpulan tersebut
menunjukkan bahwa pengungkapan risiko
pemberdayaan berpengaruh terhadap nilai
perusahaan tambang. Perusahaan tambang yang
menyampaikan informasi risko pemberdayaan
yang lebih banyak kepada stakeholder
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
memiliki nilai yang tinggi. Perusahaan tambang

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya


yang memiliki Return on Asset yang besar
cenderung akan mengungkapkan informasi
pemberdayaan kepada stakeholder. Alasan
perusahaan tambang menyampaikan informasi
yang lebih banyak kepada stakeholder adalah
untuk meningkatkan pencitraan mengenai
perusahaannya.
Hal ini dibuktikan pada laporan
tahunan PT Vale Indonesia Tbk tahun 2011
yang mengungkapkan 100% item risiko
pemberdayaan memiliki rasio ROA 19,97%.
Pengungkapan risiko mengenai pemberdayaan
PT Vale Indonesia Tbk seperti berikut:
Setelah menganalisa hasil survei,
beberapa inisiatif telah diluncurkan,
mulai dari peningkatan kondisi kerja,
sampai perbaikan kejelasan dalam
organisasi, dan peninjauan ulang
sistem upah dan tunjangan. Hasil dari
inisiatif tersebut dikomunikasikan
kepada karyawan secara teratur
lewat temu karyawan dan buletin
perusahaan. Satu aspek kunci untuk
lebih melibatkan karyawan adalah
kualitas kepemimpinan. Menyadari
ini, PT Vale juga memulai program
pengembangan kepemimpinan yang
disebut Rite of Passage bagi para
manajer dan general manager.
Hasil tersebut juga sesuai dengan
penelitian Lewa (2005) menyatakan bahwa
faktor kompensasi juga merupakan faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Kompensasi
adalah segala sesuatu yang diterima karyawan
sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Program
kompensasi mencerminkan upaya organisasi
untuk mempertahankan sumber daya manusia
yang dimiliki. Pemberian kompensasi yang
makin baik akan mendorong karyawan untuk
bekerja dengan makin baik dan produktif.

13

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pengujian yang dilakukan dalam penelitian
ini, disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
Berdasarkan jumlah populasi sebesar 60
perusahaan tambang di Indonesia sebanyak
49 perusahaan tambang (81,67%) telah
mengungkapkan manajemen risiko. Hal ini
menunjukkan sebagian besar perusahaan
tambang telah mengungkapkan manajemen
risiko. Pada laporan tahunan perusahaan tambang
tahun 2010-2011 terdapat manajemen risiko
yang diungkapkan sebesar 764 pengungkapan,
dengan rincian 364 pengungkapan pada tahun
2010 dan 400 pengungkapan pada tahun
2011. Kedua, Bentuk pengungkapan yang
paling banyak dilakukan oleh perusahaan
tambang adalah pengungkapan terkait risiko
keuangan dan risiko operasional sebesar 34%.
Ketiga, risiko pemberdayaan berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Keempat,
Risiko Keuangan dan risiko operasional tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan tambang
Keterbatasan
Keterbatasan yang muncul dalam
penelitian ini adalah periode pengamatan
penelitian yang sangat pendek (2010-2011)
sehingga hasil penelitian ini sulit untuk
digeneralisasikan.
Saran
Penelitian tentang pengungkapan
manajemen risiko merupakan tema penelitian
yang masih jarang dilakukan di Indonesia.
Beberapa saran untuk penelitian-penelitian
selanjutnya mengenai pengungkapan manajemen
risiko terhadap nilai perusahaan yang dimiliki
oleh peneliti antara lain. Pertama, Penelitian
selanjutnya disarankan untuk menambah
periode pengamatan, misalnya lebih dari dua

FORUM AKADEMIKA
tahun. Kedua, Penelitian selanjutnya dapat
ditambahkan variabel yang lain seperti risiko
teknologi informasi dan risiko politik. Ketiga,
Penelitian selanjutnya dapat memasukkan
variabel stakeholder dalam meneliti pengaruh
pengungkapan manajemen risiko.
Implikasi
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
praktik pengungkapan manajemen risiko

Daftar Pustaka
Abraham, S dan P. Cox. 2007. Analyzing
The determinants of Narrative
Risk Information in UK FTSE
100 Annual Reports. British
Accounting Review. Vol. 39.
No.3. PP. 227-248.
Al-Tuwajiri, S., Christensen, T., dan Hughes, K.
E. 2004. The Relations among
Environmental Disclosure,
Environmental Performance
and Economic Performance.
A Simultaneous Equations
Approach. Accounting,
Organizations and Society. 29.
447-471.
Aljifri, Khaled dan Khaled Hussainey. 2007.
The Determinant of Forward
Looking Information in Annual
Reports of UAE. International
bussiness Review. Vol. 16. No.1.
PP. 1-26.
Almilia, Luciana Spica dan Ikka Retrianasari.
2007. Analisis Pengaruh
Karakteristik Perusahaan
Te r h a d a p K e l e n g k a p a n

14
yang dilakukan oleh perusahaan tambang
di Indonesia sudah baik. Mengingat bahwa
pengungkapan pengungkapan manajemen
risiko telah banyak dilakukan, serta dapat
meningkatkan akuntabilitas dan good news
perusahaan tambang. Maka dari hasil penelitian
ini diharapkan pengungkapan pengungkapan
manajemen risiko pada perusahaan tambang
dapat dipertimbangkan menjadi mandatory
disclosure.

Pengungkapan Dalam
Laporan Tahunan Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar
Di BEJ. Seminar nasional FE
Universitas Trisakti.
Amran, Azlan, Abdul Manaf Rosli Bin dan Bin
Che Haat Mohd Hassan. 2009.
Risk Reporting An Explanatory
Study on Risk management
Disclosure in Malaysian Annual
Reports. Managerial Auditing
Journal. Vol 24. No.1. PP. 39-57.
Anisa, Windi gessy. 2012. Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Pengungkapan
Resiko Skripsi FE Universitas
Diponegoro.
Ardana, I Komang. 2008. Bisnis dan Tanggung
Jawab Sosial. Buletin Studi
Ekonomi. Vol. 13. No. 1.
Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2001.
Manajemen Keuangan. Jilid 2.
Edisi 8. Jakarta: Erlangga.
Bujaki, M., Zeghal, D. and Bozec, R. (1999),
The disclosure of future

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya


oriented information in
annual reports of Canadian
corporations, Working Paper:
44, University of Ottawa, Canada.
Committee of Sponsoring
Organization (COSO) of the
Treadway Commission. 1992.
What is COSO: Background
and Events Leading to Internal
Control-Integrated Framework.
Deegan, Craig. 2002. Introduction: The
legitimising effect of social
and environmental disclosures
a theoretical foundation.
Accounting, Auditing and
Accountability Journal. Vol. 15
Iss: 3, pp.282 311.
Ferreira, A. Miguel dan Paul A Laux. 2007.
Corporate Governance,
Idiosyncratic Risk, And
Information Flow. The Journal
Of Finance. Vol. 58, No. 2.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariat dengan Program
SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
____________ dan Anis Chariri, 2007. Teori
Akuntansi. BPFE:Yogyakarta.
Hasnawati, S. 2005. Implikasi Keputusan
Investasi, Pendanaan, dan
D i v i d e n Te r h a d a p N i l a i
Perusahaan Publik di Bursa
Efek Jakarta. Usahawan: No.

15

09/Th XXXIX. September 2005:


33-41.
Hassan, M.K. 2009. UAE corporationsSpecific Characteristik and Level
of Risk Disclosure. Managerial
Auditing Journal. Vol. 24. No. 7.
PP. 668-687.
Institute of Chartered Accountants in England
and Wales. 2002. Financial
Reporting of Risk-Proposals
for a Statement Business Risk.
ICAEW.
Kirana, R. S. 2009. Studi Perbandingan
Pengaturan Tentang Corporate
Social Responsibility Di
Beberapa Negara Dalam
Upaya Perwujudan Prinsip
Good Corporate Governance.
Tesis Fak. Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret.
Kieso, Donald C dan Jerry, J Weygandt,
1995. Akuntansi Intermediate.
Binarupa Aksara:Jakarta
Lajili, Kaoutar dan Daniel Zeghal. 2005.
A Content Analysis of Risk
Management Disclosure in
Canadian Annual Report.
Canadian Journal of
Administrative Science. Vol. 22.
No. 2. PP. 125-142.
Lewa, Eka Idham Lip K. dan Subowo, 2005.
Pengaruh Kepemimpinan,
Lingkungan Kerja Fisik dan

FORUM AKADEMIKA
Kompensasi terhadap Kinerja
Karyawan di PT. Pertamina
(persero) Daerah Operasi Hulu
Jawa Bagian Barat, Cirebon.
Kajian Bisnis dan Manajemen.
Hal 129-140.
Linsley, P.M. and Shrives, P.J. 2006. Risk
Reporting: A Study of Risk
Disclosure in the Annual Reports
of UK Companies. The British
Accounting Review, Vol. 38. PP.
387-404.
Linsley, M Philip dan Michael J. Lawrence. 2007.
Risk Reporting by The Largest
UK Companies: Readability
and Lack of Obfuscation.
Accounting, Auditing and
Accountability Journal. Vol.20.
No.4. PP. 620-627.
Maharsi, Sri. 2000. Pengaruh Perkembangan
Teknologi Informasi Terhadap
Bidang Akuntansi Manajemen.
jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.
2. No. 2. Nopember. 127 137.
Marwata, 2001. Hubungan Antara
Karakteristik Perusahaan
dan Kualitas Ungkapan
Sukarela dalam Laporan
Tahunan Perusahaan Publik
di Indonesia. Makalah
dipresentasikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi IV.
Raharja, V.A. Permana. 2012. Pengaruh
Kinerja Lingkungan Dan
Karakteristik Perusahaan
Terhadap Corporate Social

16
Responsibility Disclosure.
D i p o n e g o ro J o u r n a l O f
Accounting.Vol. 1. No. 2 : 1-12
Rasmussen, Jens. 1997. Risk Management in
Dynamic Society a Modelling
Problem. Safety Science Vol. 27
No. 2. PP. 183-213.
Riyanto, Bambang. 1997. Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan.
Edisi 4.Yogyakarta: BPFE.
Suhardjanto, Djoko dan A. N. Afni. 2009.
Praktik Coroporate Social
Disclosure di Indonesia
Studi Empiris di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Akuntansi.
Vol. 13. No. 3. PP. 265-279.
Soemartini. 2007. Pencilan (Outlier).
Makalah dipresentasikan di
Universitas Padjajaran.
Suratno, Ignatius Bondan, dkk. 2006.Pengaruh
Environmental Performance
terhadap Environmental
Disclosure dan Economic
Performance. Simposium
Nasional Akuntansi IX. Padang.
Ulupui, I. G. K. A. 2007. Analisis Pengaruh
Rasio Likuiditas, Leverage,
Aktivitas, dan Profitabilitas
terhadap Return saham. Jurnal
Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No.
1, Januari: 88 102.
Wijaya, Lihan Rini Puspo. 2010. Pengaruh
Keputusan Investasi, Keputusan

17

Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya

Pendanaan, dan Kebijakan


D i v i d e n t e r h a d a p N i l a i Yudawijaya, Yogy Budi. 2011. Praktik Risk
Perusahaan. Disampaikan
Management Disclosure. Tesis
dalam Simposium Nasional
Universitas Sebelas Maret.
Akuntansi XIII. Purwokerto.
www.walhi.or.id/id/ruang-media/siaranpers/1482-membuang-limbahtambang-dibawah-karpetlaut-newmont-diberikanpenghargaan-lingkungan-olehesdm.html, akses 26 Desember
2012.

Yunianto, Agustinus Eko. 2004 . Kinerja dan


Resiko Keuangan Perusahaan
Asuransi Sebelum dan Selama
Krisis Ekonomi. Tesis FE
Universitas Diponegoro.

LAMPIRAN
Tabel 1.
Sampel Penelitian
Laporan Tahunan yang berhasil diunduh
Laporan Tahunan yang tidak menyediakan data lengkap
Data Outlier
Sample

60
(3)
(8)
49

Tabel 2
Statistik Deskriptif Return On Asset (dalam %)
(n=49, 2 periode pengamatan = 49)

MEAN

MAX

MIN

ROA (%)

6,33

23,00

-6,00

Tabel 3
Statistik Deskriptif Variabel Independen
(n=49, 2 periode pengamatan= 49)
MEAN

MAX

MIN

Risiko Keuangan (%)

84,08

100

40

Risiko Operasional (%)

83,77

100

33

Risiko Pemberdayaan (%)

77,14

100

20

18

FORUM AKADEMIKA
Tabel 4
Tingkat Pengungkapan Risiko
Jenis Risiko
Risiko Keuangan
Risiko Operasional
Risiko Pemberdayaan
Sumber: Hasil Pengolahan Data

%
34
34
23

Tabel 5
Hasil Analisis Regresi Berganda
Model

Beta

(Constant)
0,191
Risiko Keuangan
-0,085
Risiko Operasional
0,326
Risiko Pemberdayaan
Keterangan: * signifikan secara statistik pada 0,1

Sig.

-6,54

0,516

1,125
-0,478
1,956

0,267
0,635
0,057*

PERILAKU KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF LINTAS BUDAYA


LEADERSHIP BEHAVIOR IN CROSS-CULTURAL PERSPECTIVE
Muhammad Cholil
Jurusan Manajemen FE UNS
cholil_mch @yahoo.col.id
Abstract

Internalization and implementation of organizational culture will be reflected in the behavior of


the leadership of the organization will determine the acceptance criteria of a leader, as well as an
indicator of the effectiveness of the leadership and the effectiveness of the organizations success.
Between leadership behavior and organizational culture, including cross-culture can influence
each other, depending on the emphasis the importance of the behavioral aspects of leadership or
organizational culture. According to the investigation of the relationship of leadership style crosscultural perspective turns out almost all the countries likely to lead to charismatic leadership style..
Dominant culture of the six countries seen from Hoffstede and Hoffstede version (2005) respectively:
Power Distance, Masculinity, collectivity, and uncertainty avoidance, U.S.: LMIL. French HFIH;
England: LMIL; Germany: LMITH; China: HMKL; and Indonesia: HFKL. Meta-analysis is an
alternative that can be done to examine the patterns of leadership behavior influence the culture of
the organization, in order to obtain conclusions that are more integrated, particularly in relation
to the role of organizational culture as a source of competitive advantage is increasingly important

Key words:, leadership behavior, orgazational culture,cross culture.

A. PENDAHULUAN
Faktor budaya organisasi apalagi
bagi organisasi bisnis semakin penting untuk
dipahami, dimiliki, dan dipraktekkan sebagai
salah satu kekuatan daya saing bisnis dewasa
ini dan dimasa yang akan datang. Keunggulan
budaya organisasi akan semakin bersifat
perspektif dan prospektif serta bernilai strategis
untuk mencapai dan meningkatkan keberhasilan
kinerja dalam era persaingan bisnis global yang
semakin kompetitif.
Hakekat budaya organisasi merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang selalu perlu digali
dari berbagai sumber baik internal maupun

eksternal, baik dari sumber individual, kelompok


dan organisasional maupun kombinasi dalam
rentang waktu masa lalu dan masa kini,
untuk menetap dan menangkap peluang yang
dilewarkan oleh lingkungan. Suatu perusahaan
dengan demikian sangat berkepentingan untuk
mengidentifikasi, memformulasi, mensosialisasi,
menginternalisasi, dan mengaktualisasi sistem
nilai yang diekspresikan dalam tradisi, ungkapan
bijak, simbol, perilaku kereladanan, disain,
tata letak warna dan suara sebagai perekat dan
pemikat sumberdaya manusia kearah kemajuan
perilaku dan prestasi.

FORUM AKADEMIKA
Budaya organisasi tidak terlepas dari
budaya nasional, regional, dan internasional,
yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh faktor
geografis, demografis, fisiologis, dan sosiologis,
serta psikologis. Karakteristik keunikan budaya
sebagai salah satu faktor situasi perlu dipahami
oleh setiap pemegang peran dan terlebih lagi
oleh pemimpin organisasi untuk dijadikan
sebagai pengikat perilaku dan kinerja personil
organisasi untuk dijadikan sebagai pengikat
perilaku dan kinerja personil organisasi sesuai
fungsi dan peranannya secara integral sebagai
salah satu jembatan untuk mewujudkan tujuan.
Hal ini berarti bahwa salah satu faktor penentu
keberhasilan kepemimpinan adalah ketepatan
memanfaatkan aspek budaya dalam mendesain
paket kebijaksanaan organisasi.
Seorang pemimpin harus bersifat
aktif bahkan proaktif dalam memilih dan
menggunakan budaya sebagai kekuatan daya
saing andalan dalam memenangkan bisnis.
Budaya organisasi seharusnya bersifat visioner
dan tidak sekedar tinggal mengambil dan
mempraktekkan budaya yang selama ini ada.
Tetapi harus diseleksi secara kritis dan aspiratif,
dalam arti harus dicermati kontekstualitasnya
dengan tuntutan pasar. Dengan kata lain
seorang pemimpin harus memiliki variasi
gaya kepemimpinan yang mencerminkan
karakteristik budaya organisasi unggul. Tuntutan
itu menjadi semakin penting dalam kontek
pemahaman dan penyesuaian lintas budaya
antar bangsa yang akan menjadi fenomena bisnis
global. Dengan demikian gaya kepemimpinan
juga harus menguasai pemahaman budaya
global. Globalisasi dunia merupakan salah
satu ciri utama di abad 21 yang salah satu
cirinya adalah semakin menipisnya batas-batas
negara. Karena kemajuan teknologi di bidang
komunikasi, informasi dari suatu negara,
dengan mudah dapat ditangkap dan berpengaruh

20
dalam suatu negara. Hal ini selanjutnya akan
memicu terjadinya transformasi budaya pada
kebanyakan negara dunia ketiga. Akibatnya
semakin banyak persamaan gaya hidup yang
terjadi akibat merembesnya budaya luar,
khususnya budaya yang berasal dari budaya
barat (Djamaluddin, 2004)
B. BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi sering disamakan
dengan kepribadian seseorang. Secara
organisasional budaya organisasi merupakan
perpaduan berbagai nilai, kepercayaan,
dan pola perilaku dalam suatu organisasi.
Budaya merupakan pola eksplisit dan implisit
yang berasal dan diwujudkan dalam bentuk
simbol. Sedangkan menurut Robbin dan Judge
(2012) menjelaskan bahwa budaya organisasi
merupakan persepsi bersama anggota organisasi
tentang suatu sistem nilai. Sedangkan menurut
Kinicki dan Kreitner (2010) berpendapat
organizational culture is a shared value and
belief, that underlie a companys identity.
Geert Hofstede dan Hofstede (2005)
menjelaskan bahwa budaya selalu merupakan
fenomena kolektif, sebagai bagian pertisipasi
dengan sesama anggota dalam satu lingkungna
dan dalam nuansa proses pembelajaran termasuk
terhadap aturan yang tidak tertulis yang diwarisi
dari suatu komunitas yang pernah berinteraksi.
Lebih lanjut secara skematis digambarkan
adanya tiga tingkatan yang menempatkan
budaya sebagai milik kelompok atau kategori
spesifik dan bersifat harus dipelajari dari
sumber warisan universal dan fitrah manusiawi
(lihat Gambar 1). Pada tahap selanjutnya akan
tercermin dalam warna kepribadian yang
bersifat individual yang diperoleh baik dari
sumber proses belajar dan sumber yang diwarisi.

21

Muhammad Cholil
Individu tertentu

Diwarisi dan dipelajari


Kepribadian

Kelompok atau
kategori tertentu

Universal

Dipelajari

Budaya
Fitrah Manusia

Diwarisi

Gambar 1. Tiga Tingkatan Keunikan Programasi Mental (Hofstede dan Hofstede ,2005).
Di sisi lain lain dijelaskan bahwa dalam praktek suatu budaya dimanifestasikan dari
berbagai sumber yang dapat disarikan dari Gambar 2
Simbol
Heroes (idola)

Aneka praktek

Ritual
Nilai

Gambar 2: Budaya dan Pemilihan software Organisasi,(Hofstede dan Hofstede 2005)


Robbin dan Judge (2012) membedakan
budaya kuat dan budaya lemah. Budaya
kuat memiliki ciri, antara lain: diterima
secara luas, mensiratkan pesan yang
mendalam dan konsisten tentang apa
yang: penting, baik, efisien, bernilai
sehingga mendorong warga organisasi
untuk mengidentifikasi diri pada
organisasi dan atau pada pemimpin
sebagai perekat perilaku dan kinerja.
Sedangkan budaya lemah memiliki

cirri-ciri sebaliknya dalam arti hanya


diterima pada sekelompok kecil
biasanya pada eselon kepemimpinan
puncak, mensiratkan pesan dan kesan
nilai-nilai yang bersifat kontroversial,
menimbulkan apatisme dan tak peduli
untuk identifikasi diri pada organisasi.
Budaya organisasi relatif
abstrak, sering sulit mengerti dan
secara implisit sering dianggap biasa
saja. Adanya tren rentang kendali

22

FORUM AKADEMIKA
yang lebar, struktur organisasi datar,
penekanan pada orientasi kerja secara
tim, pengurangan formalisasi, dan
pemberdayaan semakin mendorong
diperlukannya pemanfaatan keunikan
keunggulan budaya organisasi sebagai
sumber keunggulan kompetitif karena
diramu melalui keunikan keperilkuan
yang sulit ditiru.
Menurut Santoso (1997), budaya
organisasi perlu dipahami dan dipraktekkan
karena akan bermanfaat baik bagi karyawan
maupun bagi organisasi.
Bagi karyawan :
1. Memberikan pedoman dalam berperilaku
2. Adanya kesamaan langkah dan visi dalam
melakukan tugas dan tanggungjawab antar
bagian/individu secara kooperatif
3. Meningkatkan produktivitas kerja dan
prestasi kerja
4. Adanya kepastian tentang perjalanan karier
dimasa yang akan datang.
Bagi organisasi :
1. Menekan tingkat perputaran SDM
2. Pedoman dalam menentukan kebijakan
organisasi secara intern
3. Acuan dalam menyusun corporate planing
4. Sebagai dasar pengembangan segenap
potensi sumber daya organisasi secara
optimal.
Menurut Robbins dan Judge (2012) menjelaskan
fungsi budaya dalam organisasi sebagai:
a. Memperjelas dan mempertegas tapal batas,
sebagai pembeda keunikan suatu organisasi
dari organisasi yang lain
b. Mencerminkan jatidiri atau identitas diri
sebagai anggota organisasi
c. Meningkatkan komitmen SDM pada tataran
kepentingan organisasi diatas kepentingan

pribadi dan atau kelompok.


d. Menjadi perekat atau pengikat perilaku
warga organisasi dan sekaligus menjadi
pelumas dalam memperkuat persatuan
setiap individu dan atau kelompok yang
ada dalam organisasi.
e. Memberikan makna dan menjadi
standarisasi bagi para karyawan dalam
berfikir, bersikap, berperilaku dan
berkinerja.
Dalam lingkup bisnis global
pemahaman aspek budaya antar negara menjadi
semakin penting untuk dikuasai. Kriteria
keunggulan bisnis global terutama bagi manajer
ekpatriat ditentukan juga oleh kemampuan
menyesuaikan terhadap aneka keunikan budaya
lintas negara yang cukup kompleks dan
dinamis. Fakta ini bisa dicermati dari hasil
penelitian tentang faktor-faktor utama yang
harus dipersiapkan antara lain melalui kursus tau
pelatihan bagi kepentingan penempatan manajer
internasional/ekspatriat.
Bagi para manajer ekspatriat terutama
pada masa-masa awal waktu penempatannya
perlu memahami dan melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Melakukan kunjungan ke negara tempat
bertugas
2. Pelatihan bahasa bagi manajer dan anggota
keluarga
3. Briefing dengan manajer tuan rumah
4. Kursus manajemen in
5. Pelatihan lintas budaya bagi manajer dan
keluarga
6. Pelatihan tentang negosiasi bisnis dalam
perspektif budaya (Dowling 1994).
Budaya organisasi perlu dibedakan dari
iklim organisasi yang menurut Denison (1996)
bisa disimpulkan dari perbandingan dalam Tabel
1 berikut :

23

Muhammad Cholil
Tabel 1. Perbedaan Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi
Aspek
Budaya Organisasi
Epistemologi
Kontekstual dan Ideografik
Titik Pandang
Emic
Metodologi
Kualitatif
Tingkat analisis
Nilai dan asumsi
Orientasi waktu
Evaluasi
Asas teori
Kontruksi sosial
Disiplin
Sosiologi dan antropologi
Sumber: Denison (1996)
B U D AYA O R G A N I S A S I D A N
KEPEMIMPINAN
Aspek budaya organisasi akan
direfleksikan pada penampilan dan gaya
perilaku setiap personil terutama pada
tingkat pemimpin. Dengan kata lain gaya
kepemimpinan dan perilaku setiap orang dalam
organisasi mencerminkan muatan budaya
yang dianut dalam suatu organisasi. Dengan
C.

Iklim Organisasi
Komparatif dan nomothetic
Etic
Kuantitatif
Permukaan
Snopshot
Lewinian
Psychologi

demikian efektifitas kepemimpinan sekaligus


mencerminkan tingkat akseptansi (penerimaan)
yang secara timbal balik akan dipengaruhi oleh
budaya organisasi dan diantara sumbernya
berasal dari budaya masyarakat.
Mengacu pada pendapat House dan
Javidan (2004) dapat diperjelas kaitan antara
budaya organisasi dengan kepemimpinan seperti
nampak pada Gambar 3

Gambar 3. Kepemimpinan Dalam Perspektif Budaya (House & Javidan 2004)


Penjelasan gambar:
Berbagai budaya, aturan dan praktek yang
terjadi dan berkembang dalam masyarakat
akan mempengaruhi karakteristik dan gaya
kepemimpinan.

1. Gaya kepemimpinan dan berbagai aspek


budaya masyarakat serta disain strategi
organisasi mempengaruhi karakteristik dan
budaya organisasi.

24

FORUM AKADEMIKA
Dalam mendesain strategi organisasi juga
dipengaruhi oleh budaya sosial
2. Strategi organisasi dan budaya organisasi
juga mempengaruhi gaya kepemimpinan
organisasi.
3. Gaya kepemimpinan akan mempengaruhi
tingkat penerimaan atau pengakuan
pemimpin di dalam organisasi (dimata
stakeholder dan atau shareholder) dan pada
gilirannya akan mempengaruhi efektifitas
pemimpin.
4. Di sisi lain gaya atau perilaku pemimpin
dengan mempertimbangkan strategi
organisasi akan mempengaruhi efektifitas
keberhasilan seorang pemimpin dan pada
gilirannya juga akan mempengaruhi tingkat
akseptansi/penerimaan pemimpin itu di
dalam organisasi. Jadi hubungan antar
tingkat akseptansi dan tingkat efektifitas
pemimpin bersifat timbal balik.

5. Berbagai aspek budaya masyarakat dan


budaya organisasi secara implisit akan
mempengaruhi teori kepemimpinan yang
dinuansai oleh aspek budaya (CLT =
culturally leadership theory) dan secara
interaktif dengan gaya/perilaku pemimpin
akan mempengaruhi tingkat akseptansi
seorang pemimpin.
6. jika ditelusuri lebih mendasar budaya
masyarakat akan mempengaruhi kinerja
ekonomi (kesejahteraan/kemakmuran)
masyarakat dan juga mempengaruhi
keadaan fisik dan psikolog masyarakat.
Kepemimpinan hakekatnya menjadi
kekuatan penggerak atau sering diistilahkan
sebagai driver dari suatu sistem organisasi.
Hal ini bisa dilihat dari kerangka kerja tentang
kriteria penghargaan BALDRIGE, 2011-2012
seperti yang dijelaskan dalam Gambar 4

Gambar 4: Kriteria Kinerja Unggul (www.baldrige.nist.gov, 2011-2012)

Muhammad Cholil
Dari Gambar 4 diatas nampak bahwa
betapa sentral peran kepemimpinan dalam
mewujudkan tujuan organisasi, yang berbasis
kepuasan pelanggan sebagai pemanfaatan
budaya organisasi yang pada gilirannya
menentukan kinerja bisnis.
P E N E L I T I A N B U D AYA D A N
PERILAKU KEPEMIMPINAN
Va r i a b e l a t r i b u s i b u d a y a d a n
perilaku kepemimpinan dalam penelitian ini
menggunakan konsep dari Hoffstede dan
Hoffstede (2005) penghindaran keridakpastian,
jarak kekuasaan dan individualisme. Sedang
aspek budaya assertiveness (ketegasan) dan
gender egalitarianism (kesetaraan gender)
sebenarnya juga terkait dengan konsep budaya
Hofstede. Tiga aspek yang lain yaitu: future
orientation (orientasi kedepan) dan husmane
orientation (orientasi keharuan)
Sedangkan perilaku/gaya
kepemimpinan diidentifikasikan dari enam
perilaku kepemimpinan global versi House dan
Javidan (2004) sebagai berikut:
1. Charismatic/value based leadership:
refleksi kemampuan membangun
inspirasi, motivasi dan ekspektasi
mencapai hasil kinerja yang tinggi
berdasarkan nilai inti organisasi.
2. Team oriented leadership, menekankan
pada efektifitas pengembangan tim dan
implementasinya mengintegrasikan
pada setiap anggota tim.
3. Partisipative leadership, menekankan
pelibatan dalam pembuatan dan
penerapan keputusan.
D.

25

4. Heumanic oriented leadership,


menekankan pemberian dukungan,
keharuan, kemurahan hati, kesopanan,
dan kerendahan hati.
5. S e l f p r o t e c t i v e l e a d e r s h i p ,
menekankan pada jaminan keamanan
dan keselamatan individu dan atau
kelompok melalui peningkatan status.
6. Outonomous leadership, menekankan
adanya kebebasan dan individualistik.
Untuk kepentingan pembahasan sifat
hubungan antara berbagai aspek budaya
dengan perilaku kepemimpinan pada sejumlah
negara yang dijadikan sebagai objek penelitian.
Negara-negara tersebut dikelompokkan menjadi
10 kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari beberapa negara. Adapun kelompok
tersebut adalah Anglo, Eropa Germanic,
Confucian Asia, Sahara Asia, Timur Tengah,
Asia Selatan, Eropa Timur, Eropa Latin,
Nordic Eropa, Amerika latin. Selanjutnya
pembahasan didasarkan pada tabel 2 4. tabel
ini merupakan ringkasan hasil penelitian dari
program penelitian kepemimpinan global dan
efektifitas perilaku organisasi (globe) yang
ditunjukkan untuk meningkatkan pengetahuan
interaksi lintas budaya. Respondennya meliputi
17.000 manejer dari 950 organisasi pada 63
negara.
Dari beberapa pola hubungan
kombinasi aspek budaya versi Hoffstede pada
beberapa negara di berbagai belahan dunia
dapat disimpulkan tentang kecenderungan
tingkat dominasi aspek budaya. Dalam hal
ini pembahasan diwakili oleh 6 negara yang
ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2

26

FORUM AKADEMIKA
Tabel 2. Variasi Aspek Budaya Beberapa Negara
Jarak kekuasaan
Negara
AS
Perancis
Inggris
Jerman
China
Indonesia

Tinggi
(T)

Renda
(R)

Maskulinitas
Feminin
(F)

Kolektifitas

Maskulin
(M)

Individu
(I)

Kolektif
(K)

Penghindaran
ketidakpastian
Tinggi
Rendah
(T)
(R)

Sumber: Javidan, House, dan Dorfman (2004)


Konsekuensi dari peta profil budaya
keenam negara tersebut antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Amerika Serikat sama dengan Inggris
Jarak kekuasaan dan penghindaran
ketidakpastian rendah, maskulin dan
individualis. Gaya kepemimpinan yang
relatif sesuai adalah otoriter, yang dipadukan
dengan upaya membangun mutual trust.
Sebagai konsekuensi budaya dengan
individualisme yang tinggi maka bisa jadi
seorang karyawan suatu perusahaan harus
siap setiap saat bahkan setiap minggu sambil
menerima gaji disampaikan keputusan
perusahaan bahwa karyawan tersebut
minggu depan tidak usah datang lagi,
meskipun untuk keputusan ini diberi masa
transisi enam bulan tetap menerima gaji
sambil berusaha mencari pekarjaan baru.
2. Perancis dan Jerman
Perancis dan Jerman memiliki budaya
individualis dan penghindaran
ketidakpastian Tinggi. Jarak kekuasaan
tinggi bagi Perancis dan rendah bagi Jerman,
sedang Perancis berbudaya feminine dan
Jerman maskulin. Gaya kepemimpinannya
adalah feodalistik, pemerintah/pengusaha
bersifat top down management disertai
dengan peraturan yang mendetail. Disini
MBO tidak berjalan.

3. Indonesia dan China


Ternyata Indonesia dan China sama-sama
memiliki budaya jarak kekuasaan tinggi,
kolektifis, dan penghindaran ketidakpastian
rendah. Yang membedakan hanya dalam
maskulinitas (Indonesia: F, sednag China:
M). Gaya kepemimpinan yang cocok adalah
otoriter disertai peraturan yang tegas namun
harus dipimpin orang yang jujur dan tampil
sebagai sosok keteladanan.
E. META ANALISIS UNTUK MELIHAT
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN
BUDAYA ORGANISASI
Glass (1976) menjelaskan meta
analisis merupakan salah satu analisis
statistik yang dikumpulkan dari sejumlah
hasil analisis penelitian untuk kepentingan
pengintegrasian hasil penelitian tersebut.
Meta analisis merupakan salah satu
pendekatan yang memungkinkan untuk
dapat melakukan koreksi berbagai aspek
kemungkinan kesalahan dan pada gilirannya
mengintegrasikan kesimpulan berbagai hasil
penelitian, sehingga mempunyai kekuatan
ilmiah sebagai pijakan dalam pengambilan
keputusan. Menurut Maksimovi (2011)
menjelaskan bahwa unit analisis dalam
studi analisis adalah kajian hasil penelitian
bukan subyek atau responden penelitian

Muhammad Cholil
Di dalam meta-analisis menurut
Hunter dan Schmidt (1990) diperkenalkan
sejumlah langkah teknis dan bersifat
kuantitatif, yang mengarah pada terjadinya
sintesis berbagai hasil penelitian dalam
bidang yang sejenis dan memiliki tugas
sebagai berikut:
1. Mengkaji dan menganalisis data
penelitian yang berasal dari hasil
studi primer, dimana hasil analisis
dipakai sebagai landasan untuk
menolak atau menerima hipotesis
yang diajukan
2. Dapat menjadi petunjuk secara khusus
untuk kepentingan penelitian lebih
lanjut, yang mengindikasikan bahwa
ada sesuatu yang belum selesai dan
perlu diteliti lebih lanjut.
Pada hakekatnya pendekatan
meta analisis ini bertumpu pada adanya
ketersediaan sejumlah informasi artifak
dari setiap hasil penelitian, yang akan
menjadi dasar dalam melakukan tindakan
koreksi. Lebih lanjut masih mengacu pada
pendapat Hunter dan Schmidt (1990),
dijelaskan terdapat sebelas artifak yang
dapat menjadi dasar untuk melakukan
langkah koreksi mengapa terjadi perbedaan
berbagai hasil penelitian dalam bidang yang
sama, sehingga bisa diberikan alternatif
jawabannya. Kesebelas artifak itu adalah
kesalahan karena:
1. Penentuan sampel.
2. Pengukuran variabel terikat
3. Pengukuran variabel bebas
4. Dikotomi pada variabel terikat
5. Dikotomi pada variabel bebas
6. Variasi rentangan dalam variabel
terikat

27

7. Variasi rentangan dalam variabel


bebas
8. Ketidaksempurnaan validitas konstruk
pada variabel terikat
9. Ketidaksempurnaan validitas konstruk
pada variabel bebas
10. Pelaporan atau transkripsional
11. Adanya varians yang disebabkan
faktor ekstraneus.
Prosedur yang perlu ditempuh
dalam proses analisis meta-analisis, secara
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dan perumusan
permasalahan penelitian
2. Pengumpulan data melalui seleksi
artikel jurnal atau hasil penelitian
primer yang sesuai dengan perumusan
permasalahan penelitian
3. Pemberian penjelasan, klarifikasi dan
evaluasi data.
4. Melakukan analisis dan penafsiran
hasil analisis
5. Publikasi hasil akhir.
Adapun langkah-langkah dalam
proses analisis meta analisis umumnya
berkaitan dengan:
Pertama. Meta analisis bare bones,
yaitu meta analisis untuk mengkoreksi
jenis dan jumlah artifak yang informasinya
tersedia pada hampir semua artikel/hasil
penelitian yang dikaji.
Kedua: Meta analisis yang
ditujukan untuk mengkoreksi berbagai
jenis dan jumlah artifak yang informasinya
hanya tersedia secara acak dan sporadis.
Dengan demikian berbagai hasil penelitian
secara individual yang tidak lengkap jenis
dan jumlah data (asal ada salah satu data)
tetap dapat dilakukan proses meta analisis

28

FORUM AKADEMIKA
dengan menggunakan distribusi efek
artifak, baik penelitian korelasional maupun
eksperimental
Untuk penelitian yang bersifat
koresional apalagi yang bersifat penelitian
perbandingan diperlukan proses
penyesuaian perhitungan melalui konversi
tergantung jenis data yang diketahui dari
data F dan atau t atau r dan atau d agar bisa
dilakukan proses meta analisis. Adapun
formulasi konversinya dapat dijelaskan
sebagai berikut:

5. Menghitung mean gabungan


A = Ave (a) Ave (b)
6. Menghitung korelasi populasi yang
dikoreksi varians:
r = Ave (i) = Ave r/A
7. Menghitung jumlah kuadrat koefisien
varians:
V = SD2 / Ave2
8. Menghitung varians yang disebabkan
oleh artifak:
(S22) = 2 A2 V

d = 2t / N atau

9. Menghitung varians korelasi yang


sebanarnya:

d = 2 r / (1-r)2
r = t/ t2 + (N-2)

Var (r) = [ var (o) - 2 A2 ]

r = (d/2) / (1 + (d/2)2

10. Menghitung interval kepercayaan:

t=F
D = Wi di/ Ni

Mr = r 1,96 (SD)

Selanjutnya analisis korelasi metaanalisis korelasi Hunter-Schmidt (1990)


meliputi langkah-langkah, sebagai berikut :
1. Menghitung mean korelasi populasi,
xy (r), dihitung dnegan menggunakan
rumus.
[ Ni n] / n1
r adalah korelasi studi I, n dan Ni adalah
jumlah individu dalam studi i.
2. Menghitung varians r, S2r (2r) dengan
rumus:

Namun sebelumnya perlu dihitung terlebih


dahulu Bare Bornes Meta analisis, yang
dilakukan pada semua studi maupun secara
acak atau sporadis dengan rumus sebagai
berikut:

T = Ni

N=T/K

Ave (d) = Wi di / Wi

Var (d) = Wi ( di d )2 / Wi

Var (e) = ( N 1 ) / ( N 3 ) ( 4/N )


( 1 + D2 ) / 8

Ave () = Ave (d)

Var () = Var (d) Var (c)

SD () = var ()

Interval kepercayaan 95%;

[ Ni (ri-R)2 ] / n1
3. Menghitung varians kesalahan
pengambilan sampel
(2e) = ( 1 r2 )2 / ( N 1 )
4. Menghitung varians yang dikoreksi
atau varians yang sesungguhnya:
( xy) = r - e
2

Ave () 1,96 SD

29

Muhammad Cholil
di sini bahwa Meta analisis dalam
tulisan ini diterapkan pada hubungan
antara gaya kepemimpinan (X = sebagai
variabel bebas) dengan budaya organisasi
(Y = sebagai variabel terikat). Diantara
hasil penelitian dan atau kajian yang
berkaitan dengan perilaku kepemimpinan
dan budaya organisasi yang jika mampu
mengidentifikasi data atau informasi
r (koefisien korelasi) dan N (jumlah

responden) rxx (koefisien reliabilitas variabel


bebas), dalam tulisan ini dalah gaya
kepemimpinan, ryy (koefisien reliabilitas
variabel terikat), dalam tulisan ini adalah
budaya organisasi, maka bisa dilakukan
meta analisis. Untuk jurnal yang baik
koefisien korelasi dan koefisien reliabilitas
bisa ditemukan seperti pada Tabel 3. Jika
hanya tersedia sebagian informasi, bisa
dicermati pada keseluruhan teks jurnal.

Tabel 3: Mean. Standar Deviasi,Korelasi, dan Reliabilitas


N/Sub.Pen.
Mean
SD
KP1
KP2
BO1
KP1 222/Karyawan
15,30
2,44 0,901*
KP2 222/Karyawan
13,30
1,72 0,545* 0,876*
BO1 222/Karyawan
14,70
2,08 0,655* 0,667* 0.823*
BO2 222/Karyawan
18,72
1,35 0.766* 0,767* 0,788*
KN 222/Karyawan
20,44
2,53 0,688* 0,900* 0,881*
Sumber: Ilustrasi Contoh Pencarian Informasi Meta Analisis (2012)

BO2

KN

0,788*
0,879* 0.809*

Ket: KP= Kepemimpinan 1, 2: BO= Budaya Organisasi 1,2; KN= Kinerja


N= Jumlah subyek penelitian; *= Koef. Reliabilitas; *= Koef Korelasi
SIMPULAN
Pemahaman dan penggunaan aspek
budaya organisasi termasuk yang bersifat
lintas budaya menjadi semakin penting sebagai
kekuatan andalan dalam proses persaingan
bisnis global dewasa ini dan dimasa yang akan
datang. Sumber budaya organisasi sebenarnya
secara potensial bisa digali dari simbol, disain
tata letak ruangan dan bangunan, tradisi, dan
agama untuk kemudian dikembangkan secara
cerdas baik dalam lingkup lokal, nasional,
regional, dan internasional. Budaya masih
perlu dibedakan dengan iklim organisasi.
Budaya organisasi lebih bersifat kontekstual
dan ideografik, berorientasi pada nili dan asumsi
yang mendasari serta bersifat kualitatif.
Identifikasi dan internalisasi serta
implementasi budaya akan direfleksikan
dalam perilaku kepemimpinan organisasi yang
akan menentukan kriteria akseptansi seorang
F.

pemimpin, sekaligus menjadi indikator efektifitas


kepemimpinan serta erektifitas keberhasilan
organisasi. Pemilihan gaya kepemimpinan bagi
organisasi bisnis dan juga organisasi lainnya
menjadi semakin penting. Hal ini antara lain
karena tingkat persaingan yang semakin ketat,
perubahan lingkungan yang semakin cepat dan
dinamis. Yang pengting bagi seorang pemimpin
harus berusaha semakin meningkatkan berbagai
sumber kompetensi dan dedikasi sebagai
kekuatan untuk bisa memanfaatkan berbagai
peluang yang ditawarkan oleh lingkungan.
Hoffstede dan Hoffstede (2005)
mencoba mencari berbagai pola hubungan
antara berbagai aspek budaya yang terdiri dari
aspek budaya: jarak kekuasaan, penghindaran
k e t i d a k p a s t i a n , m a s k u l i n VS f e m i n i n ,
individualisme VS kolektifisme disejumlah
negara yang akan dijadikan sebagai pijakan
dalam mendesain kepemimpinan dan gaya

FORUM AKADEMIKA
kepemimpinan yang bisa memanfaatkan
karakteristik budaya. Misalnya untuk negara
yang didominasi oleh budaya kolektifisme
maka perlu untuk ditetapkan seorang pemimpin
yang menekankan pada pembentukan tim
kerja. Sebaliknya bagi yang didominasi budaya
individualisme perlu ditekankan pada aspek
manajemen mobilitas sumberdaya. Demikian
juga bagi negara yang didominasi oleh jarak
kekuasaan yang tinggi seperti Indonesia perlu
dicari sosok kepemimpinan yang otoriter penuh
kedisiplinan namun memiliki kejujuran yang
tinggi.
Penelitian House dan Javidan (2004)
perihal kaitan gaya kepemimpinan dilihat
dari perspektif budaya ternyata hampir semua
kelompok negara cenderung mengarah pada
pemilihan gaya kepemimpinan karismatik.
Kemudian diikuti oleh gaya kepemimpinan
orientasi tim dan partisipasi. Meskipun disadari
secara kasuistis gaya kepemimpinan tersebut
tidak selalu lebih baik dibanding penggunaan
gaya kepemimpinan yang paling ekstrim
sekalipun yaitu gaya kepemimpinan koreksi
diri. Dengan kata lain gaya kepemimpinan
situasionallah yang menjadi pertimbangan
sesuai dengan karakteristik situasi termasuk
budaya, karakteristik bawahan, dan karakteristik
individu pemimpin itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Denison R.D., 1996. What is the difference
between organizational culture and
organizational climate? : A Natives of
View on a Decade of Paradigm Wars,
Journal Academic of Management
Review, 21, 2, pp. 619-649.
Djamaluddin A, 2004. Psikologi Terapan:
Mengupas dinamika kehidupan
manusia, Yogyakarta : Darussalam.
Dowling J.P. 1994. International dimention
of human resource management,
2th edition, Califormia :International
Thomson Publishing.

30
Glass, G., V. 1976. Primary,secondary,
and meta-analysis of research.
Educational Researcher, 5, 3-8.
Hoffstede G. and Hoffstede J.G., 2005. Culture
and organizations software of the
mind, interculture corporation and its
importance for survival, New York :
Mc Grow Hill.
House R.J. and Javidan, M. 2004.
Culture,lLeadership, and
organizations, the GLOBE study
of 62 societies, Sage Publications,
London : International Educational and
Proffesional Publisher.
Hunter, J. E. and Schmidt, F.L. 1990. Methods of
meta-analysis: Correcting error and
bias in research findings. Newbury
Park: Sage Publications. Inc.
Javidan,M., House,R. J., and Dorfman, P.W.
2004. A Nontechnical summary of
Globe finding: Culture, leadership,
and organizations, the GLOBE study
of 62 Societies, Sage Publications,
London: International Educational and
Proffesional Publisher
Kinicki A. and Kreitner R. 2010. Organizational
behavior, key concept, skills and best
practices, New York : Mc Grow Hill.
Maksimovi J. 2011. THE Application of Metaanalysis in educational research.*
Philosophy, sociology, psychology
and history . 10, 1, 2011, pp. 45 - 55
Robbin, S. P.,and judge, T. A, 2012.
Organizational behavior, 14th ed, New
Jersey : Prentice Hall International.
Susanto,A. B. 1997. Budaya perusahaan
manajemen dan persainganbBisnis,
Jakarta : Gramedia, Elex Media
Komputindo
www.baldrige.nist.gov
http://
. Criteria for
Performance Excellence. Publications
/business-non profit criteria.cpm.
2011-2012.

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN DANA PUAP


TERHADAP PETANI DI KABUPATEN BOYOLALI
Ahmad Husin
STIE Wijaya Mulya Surakarta
Sarsono
STIE Wijaya Mulya Surakarta

ABSTRACT
The research background is the farmers lack of access to sources of capitals, markets and
technology, due to the weakness of their organization. The problem in this research is any factor
that affects the PUAP funding, which of these has the dominant influence on the PUAP funding.
The location of the study conducted by the researchers is the Gapoktan (Farmers Group Association)
of each district of Boyolali Department of Agriculture and Forestry. The total population is 163
members of Gapoktan. The total sample is 50 members. In this study the researchers used the
primary data.
Based on the data analysis and the discussion that have been put forward, multiple linear regression
equation Y == 0.740 + 0.320 XI + 0.157 X2 + 0.495 X3. The tiest showed that the value of toouni
for the variable aspects of income is derived from the results of teount = 4.003 > t table=s 2.012.
The variable of land area has its influence. From that calculation it is obtained that the value of
tcount=: 2.407 > ttabie^ 2.012. Hence, there is a significant effect of the provision of land to the
PUAP funds. From the Group Personal variable, it is obtained the results of tcount=: 5.102 > liable
= 2.012. Thus, there is a significant effect of the personal group on the PUAP funding. Based on
the test F results, it is obtained that the value of Feount = 27.908 > Ffabie = 2.610; Then Ho is
rejected, so that together there was a significant effect of income aspect (X1), land area (X2) and
personal group (X3) on the provision of PUAP funds.
Keywords : Poverty, Employment, PUAP
A.

Latar Belakang Masalah


Pertanian sebagai sumber
kehidupan yang strategis. Kehidupan yang
berarti suatu perjalanan panjang selalu
diupayakan untuk terus berkembang kearah
yang lebih bermakna dan bermanfaat.
Perkembangan ini dapat meliputi berbagai
hal antara lain bidang produksi, keuangan,
pemasaran, sumber daya manusia dan juga
informasi. Kesemua bidang tersebut terkait
satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.

Misalnya petani menjalankan pekerjaannya


di sawah menanam padi. Tanaman padi
tersebut tidak di biarkan begitu saja tetapi
di jaga dan di pupuk serta di obati supaya
dapat tumbuh subur menjadi tanaman padi
yang berkualitas. Semua bentuk perawatan
dan pemeliharaan ini sebenarnya bukan
pekerjaan yang sederhana dan mudah
tetapi sangat sulit bahkan kompleks karena
berhubungan dengan kondisi alam.

FORUM AKADEMIKA
Menurut Khaldun (2010)
pertanian pada mulanya merupakan
sesuatu yang sederhana dan sangat alami
pembawaannya. Ia tidak membutuhkan
dasar pengetahuan yang kompleks.
Sehingga, ia diindentikkan sebagai sumber
penghidupan bagi kaum lemah. Berbeda
dengan bidang pekerjaan lain seperti
kerajinan yang proses pengerjaannya
jauh lebih rumit karena di samping
membutuhkan kesabaran, keuletan juga
keterampilan. Kerajinan manufaktur tidak
hanya membutuhkan dasar pengetahuan
yang cukup, tingkat keahlian yang
memadai tetapi juga kreativitas dengan
seni tingkat tinggi. Sehingga hasilnya
banyak diminati oleh masyarakat tingkat
menengah dan tingkat atas.
Agar pertanian bisa
berkembang lebih efektif sehingga dapat
memperkuat perekonomian masyarakat,
para petani tidak terlalu tergantung pada
penghasilan pertaniannya, tanpa membuat
divertivikasi pada penduduknya. Jika ini
terjadi, maka para petani bisa melakukan
kreativitas dan inovasi suatu produk
hingga pada akhirnya dapat meningkatkan
penghasilan para petani itu sendiri. Dengan
demikian kondisi ekonomi para petani
dapat meningkat dan menyesuaikan
para pekerja lain sehingga anggapan
petani menjadi korban ketidakadilan atas
kebijakan penguasa terhapus dengan
sendirinya.
Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011
jumlah penduduk miskin tercatat (penduduk
dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada
maret 2011 mencapai 30,02 juta orang
(12,49%), turun 1,00 juta orang (0,84) di
banding dengan penduduk miskin pada

32
maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang
(13,33%). (BPS No. 4/07/Th. XIV, 1 Juli
2011).
Selain itu angka kemiskinan
di pedesaan selalu lebih tinggi dari
perkotaan. Menurut data BPS, pada tahun
ini saja terdapat18,48 juta jiwa penduduk
miskin pedesaan dan jumlah ini lebih
besar dari jumlah penduduk miskin kota
yang sebesar 10,65 juta jiwa. Penduduk
desa tersebut tentunya adalah petani gurem
dan buruh tani yang menurut data sensus
pertanian 2003 berjumlah 13 juta jiwa.
Jumlah ini akan bertambah pada tahun
ini dan bisa disetarakan dengan jumlah
penduduk miiskin di desa, seiring dengan
adanya konversi alih lahan. Angka konversi
lahan sendiri sebesar 100 ribu Ha per tahun.
(www.spi.or.id diunduh tanggal 28 Januari
2012).
Kemiskinan di pedesaan
merupakan masalah pokok nasional yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda
dan harus menjadi proritas utama dalam
pelaksanaan pembangunan kesejahteraan
sosial. Dengan demikian pembangunan
ekonomi yang bertumpu pertanian dan
pedesaan akan membawa dampak pada
peningkatan kesejahteraan sehingga secara
keseluruhan dapat mengurangi kemiskinan.
Permasalahan mendasar yang
dihadapi petani adalah kurangnya akses
kepada sumber permodalan, pasar dan
teknologi, serta organisasi tani yang
masih lemah. Untuk mengatasi dan
menyelesaian permasalahan tersebut
pemerintah menetapkan program jangka
menengah yang fokus pada pembangunan
pertanian pedesaan. Salah satunya ditempuh
melalui pendekatan mengembangkan usaha
agribisnis dan memperkuat kelembagaan
pertanian di pedesaan.

Ahmad Husin; Sarsono


Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang
dilaksanakan oleh Departemen Pertanian
pada tahun 2008 dilakukan secara
terintegrasi dengan program PNPM-M.
Untuk pelaksanaan PUAP di bidang
pertanian, Menteri Pertanian membentuk
Tim Pengembangan Agribisnis Pedesaan
melalui Keputusan Menteri Pertanian
( K E P M E N TA N ) N o m o r 1 6 / K p t s /
OT.140/2/2008. (Peratuan Menteri Pertanian
Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008).
PUAP merupakan bentuk
fasilitas bantuan modal usaha-usaha untuk
petani anggota, baik petani pemilik, petani
penggarap, buruh tani maupun rumah
tangga tani. Gabungan Kelompok Tani
(GAPOKTAN) merupakan kelembagaan
tani pelaksana PUAP untuk penyaluran
bantuan modal usaha bagi anggota.
Untuk mencapai hasil yang maksimal
dalam pelaksanaan PUAP, GAPOTAN,
bekerja didampingi oleh tenaga Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
PUAP yang dikelola GAPOKTAN
diharapkan dapat mejadi tumbuh dan
berkembang sehingga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan, sehingga kemiskinan
dapat ditanggulangi.
B.

Tinjauan Pustaka
Menurut Suprapto (2010)
Pengembangan Usaha Agribisnis di
Pedesaan yang selanjutnya disebut PUAP
adalah bagian dari pelaksanaan program
PNPM-Mandiri melalui bantuan modal
usaha dalam menumbuh kembangkan usaha
agribisnis sesuai dengan potensi pertanian
desa sasaran.
Menurut Suprapto (2010) definisi
PUAP ada beberapa macam diantaranya :

33

Agribisnis adalah rangkaian


kegiatan usaha pertanian terdiri atas 4
(empat) sub-sistem, yaitu Subsistem hulu,
yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan
sarana produksi (input) pertanian, Subsistem
pertanian primer, yaitu kegiatan ekonomi
yang menggunakan saran produksi yang
dihasilkan subsistem hulu, Subsistem
agribisnis hilir, yaitu yang mengolah dan
memasarkan komoditas pertanian; dan
Subsistem penunjang, yaitu kegiatan yang
meyediakan jasa penunjang antara lain
permodalan, teknologi dan lain-lain.
G a b u n g a n K e l o m p o k Ta n i
(Gapoktan) PUAP adalah kumpulan beberapa
kelompok tani yang bergabung dan bekerja
sama untuk meningkatkan skala ekonomi
dan efisiensi usaha. Kelompok Tani adalah
kumpulan petani/peternak yang dibentuk
atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan
kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber
daya) dan keakraban untuk meningkatkan
skala ekonomi dan efisiensi usaha. Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah
Lembaga Keuangan Mikro yang didirikan,
dimiliki dan dikelola oleh petani/masyarakat
tani di pedesaan guna memecahkan masalah/
kendala akses untuk mendapatkan pelayanan
keuangan guna membiayai usaha agribisnis.
Adapun tujuan Program Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) menurut
menteri pertanian adalah sebagai berikut
(Suswono, 2010) :
1. M e n g u r a n g i k e m i s k i n a n d a n
pengangguran melalui penumbuhan
dan pengembangan kegiatan usaha
agribisnis di pedesaan sesuai dengan
potensi wilayah.
2. Meningkatkan kemampuan pelaku
usaha agribisnis, pengurus Gapoktan,
penyuluh dan penyelia mitra tani.

FORUM AKADEMIKA
3. M e m b e r d a y a k a n k e l e m b a g a a n
petani dan ekonomi pedesaan untuk
mengembangkan kegiatan usaha
agribisnis.
4. Meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau
mitra lembaga keuangan dalam rangka
akses ke permodalan.
Organisasi Pelaksana PUAP
meliputi Tingkat Pusat, Tingkat Provinsi,
Ti n g k a t K a b u p a t e n / k o t a , Ti n g k a t
Kecamatan dan Tingkat Desa. Dalam
rangka menentukan Gapoktan PUAP yang
dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A, aspek
penilaian yang menjadi ukuran kinerja
GAPOKTAN adalah modal keswadayaan,
simpanan suka rela, aset yang dikelola.
C.
Penelitian Terdahulu
1. Eko Setyono. 2012. Penentuan Rating
Faktor Strategik Internal Keberlanjutan
Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kasus
Kabupaten Karawang. Institut Pertanian
Bogor. Bandung. Berdasarkan hasil
kajian, prioritas strategi keberlanjutan
program PUAP didasarkan pada aspek
tingkat kinerja dan kualitas kinerja
Gapoktan di Kabupaten Karawang
sebesar 34,78% yang dinilai sudah
optimal. Penekanan strategi dengan
memanfaatkan peluang eksternal
terhadap kelemahan internal yang
ada (strategi W O). Hasil perumusan
strategi SWOT dilanjutkan dengan
analisis QSPM untuk menentukan
prioritas dari beberapa alternatif
strategi yang sudah dihasilkan.
Strategi yang menjadi Prioritas adalah:
peningkatan Profesionalisme anggota
Gapoktan, pemberian sanksi bagi
pengurus yang menyelewengkan

34
dana PUAP, meningkatkan kerja
unit usaha simpan pinjam untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota
Gapoktan, meningkatkan kualitas
dan kuantitas hasil panen agar
dapat bertahan dari produk impor,
mengembangkan usahatani dengan
menambah jenis komoditi yang
diusahakan dan perluasan pasar,
pengembangan dan penguatan jaringan
pemasaran yang telah tersedia dan
meningkatan kemampuan Gapoktan
dalam pengelolaan keuangan dengan
bermitra bersama swasta.
2. Siswanto. 2009. Analisis Faktor
Yang Mempengaruhi Pemberian
D a n a P u a p Te r h a d a p P e t a n i
Di Kabupaten Grobogan. Undip
Semarang. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh tingkat
penghasilan, luas tanah dan personal
terhadap pengambilan keputusan
dalam pemberian dana PUAP di
Kabupaten Grobogan dan menganalisis
variabel mana yang paling dominan
dalam pengambilan keputusan dalam
pemberian dana PUAP. berdasarkan
hasil penelitian diharapkan dapat
digunakan sebagai pertimbangan bagi
departemen pertanian untuk mengambil
suatu kebijakan dalam pemberian dana
PUAP. pengujian hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan alat
analisis regresi linier berganda dengan
Uji t, Uji F, koefisien determinasi(R2).
Populasi dalam penelitian ini adalah
Kelompok tani(POKTAN) Yang
menerima Dana PUAP di Grobogan.
Sedangkan jumlah sampel yang di
ambil dalam penelitian ini adalah 20
responden, 20% dari total populasi

Ahmad Husin; Sarsono


(Arikunto,1996). Berdasarakan hasil
penelitian diketahui bahwa variabel
tingkat penghasilan (X 1) berpengaruh
signifikan terhadap keputusan
pemberian dana PUAP, karena t hitung
= 3,297 > 2,086. Variabel luas tanah
(X2) berpengaruh signifikan terhadap
pemberian dana PUAP, karena thitung
= 4,867 > 2,086. Variabel personal
(X3) berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pemberian dana PUAP,
karena thitung = 6,085 > 2,086. Hasil
perhitungan uji F di peroleh Fhitung
= 17,954 > 3,098 sehingga tingkat
penghasilan, luas tanah, personal
secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap keputusan
pemberian dana PUAP. Variabel luas
tanah(X2) merupakan variabel yang
paling dominan berpengaruh terhadap
pemberian dana PUAP, karena variabel
luas tanah mempunyai koefisien
beta yang lebih besar di bandingkan
dengan variabel-variabel yang lain,
yaitu sebesar 0,605. Sehingga variabel
luas tanah yang paling dominan
berpengaruh terhadap pemberian
dana PUAP terbukti kebenarannya.
Besarnya koefisien determinasi (R2)
adalah 0,681 hal ini berarti bahwa
variasi perubahan variabel keputusan
pemberian dana PUAP di kabupaten
Grobogan dapat di jelaskan oleh
variabel tingkat penghasilan, luas tanah
dan personal sebesar 68,1% sedangkan
sisanya sebesa 31,9% dapat dijelaskan
oleh variabel lain yang di luar model.
D. Hipotesis
Hipotesis sebagai jawaban
sementara atas permasalahan yang ada,

35

maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai


berikut :
1. Diduga variabel tingkat penghasilan,
luas tanah dan personal kelompok
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pemberian dana PUAP.
2. Diduga variabel luas tanah adalah
faktor yang dominan terhadap
pemberian dana PUAP.
E. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Obyek Penelitian
Lokasi penelitian yang
dilakukan peneliti sebagai penelitian
adalah GAPOKTAN masing-masing
Kecamatan, Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Boyolali.
Jumlah populasi sebanyak 163 anggota
GAPOKTAN. Jumlah sampel sebanyak
50 anggota.
Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan data primer.
Data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari
sumber atau subyek penelitian dengan
wawancara dan kuesioner (Arikunto,
1996), yang ditujukan kepada anggota
GAPOKTAN.
2. Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi
penelitian ini adalah semua kelompok
GAPOKTAN yang menerima dana
PUAP selama tahun 2010-2012
Supaya hasil penelitian
ini terjamin kebenarannya, maka
dari populasi sebesar 163 anggota
kelompok GAPOKTAN penerima
dana PUAP diambil sampel sebanyak
50 orang.
3.
Data dan Teknik Pengumpulan
Data
Penelitian ini menggunakan
data primer melalui data wawancara

36

FORUM AKADEMIKA
dan menyebarkan kuesioner
yang ditujukan kepada anggota
GAPOKTAN.
4.
Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dilakukan dalam
penelitian untuk mengetahui
secara langsung kegiatan yang
berlangsung di tempat penelitian.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dalam
penelitian ini adalah untuk
memperoleh data yang diperlukan
melalui tanya jawab secara
langsung dengan responden.
c. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang diperoleh
dengan cara menyebarkan angket
yang berisi tentang pertanyaan
kepada responden. Sedangkan
responden akan menjawab
pertanyaan tersebut.
5.
Teknik Pengukuran Variabel
1. Uji Validitas
Jawaban dikatakan valid apabila
pada taraf signifikan 5% atau
rhitung > rtabel, sehingga butir-butir
pernyataan kuesioner dikatakan
valid.
2. Uji Reliabilitas
Kriteria keputusan realibel
tidaknya kuesioner dinyatakan

apabila nilai rhitung > rtabel, dengan


taraf signifikan 5%, sehingga
butir-butir kuesioner dikatakan
realibel atau nilai reliabilitas > 0,6.
6. Metode Analisis Data
a. Analisis Regresi Linier Berganda
b. Uji-t
c. Uji F
d. Koefisien Determinasi
F. Hasil
Dalam menganalisa data yang
telah ada tersebut, penulis menggunakan
data kuantitatif yaitu data yang berwujud
angka-angka hitung, kemudian dari
hasil perhitungan akan dianalisis untuk
disimpulkan. Analisa data kuantitatif
yang digunakan meliputi uji validitas, uji
reliabilitas, analisis regresi linier berganda,
uji F, uji t dan determinasi (R2).
Uji Validitas dan Reliabilitas
1.
Uji Validitas
Hasil dari perhitungan
uji validitas, maka dapat diuraikan per
variabel penelitian sebagai berikut :
a. Variabel Aspek Penghasilan
Dari hasil penelitian
terhadap 50 responden dengan
5 item/instrumen pertanyaan,
ternyata semua item/instrumen
dinyatakan valid. Adapunn hasil
uji validitas dari variabel aspek
penghasilan dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :

Tabel 1
Hasil Uji Validitas Instrumen Aspek Penghasilan
No

R hitung

R tabel

Keputusan

1
2
3
4
5

0,577
0,658
0,662
0,755
0,504

0,230
0,230
0,230
0,230
0,230

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Sumber : Data Primer yang diolah

37

Ahmad Husin; Sarsono


Ta b e l
1
menunjukkan bahwa
validitas instrumen
variabel aspek
penghasilan sebanyak 5
butir pertanyaan dapat
diperoleh rhitung > rtabel
sebesar 0,230. Ini
berarti variabel aspek
penghasilan valid.

b. Variabel Luas Tanah


Dari hasil
penelitian terhadap 50
responden dengan 5 item/
instrumen pertanyaan,
ternyata semua item/
instrumen dinyatakan
valid. Adapun hasil uji
validitas dari variabe luas
tanah dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :

Tabel 2
Hasil Uji Validitas Instrumen Luas Tanah
No
1
2
3
4
5

R hitung
R tabel
0,598
0,230
0,751
0,230
0,648
0,230
0,521
0,230
0,551
0,230
Sumber : Data Primer yang diolah
Ta b e l
2
menunjukkan bahwa
validitas instrumen
variabel luas tanah
sebanyak 5 butir
pertanyaan dapat
diperoleh r hitung > r tabel
sebesar 0,230. Ini berarti
variabel luas tanah valid.
c. Va r i a b e l P e r s o n a l
Kelompok

Keputusan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Dari hasil
penelitian terhadap 50
responden dengan 5 item/
instrumen pertanyaan,
ternyata semua item/
instrumen dinyatakan
valid. Adapun hasil uji
validitas dari variabe
personal dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini :

Tabel 3
Hasil Uji Validitas Instrumen Personal
No
1
2
3
4
5

R hitung
R tabel
0,599
0,230
0,290
0,230
0,447
0,230
0,673
0,230
0,310
0,230
Sumber : Data Primer yang diolah

Keputusan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

38

FORUM AKADEMIKA

d.

Hasil penelitian
terhadap 50 responden
dengan 5 item/instrumen
pertanyaan, ternyata
semua item/instrumen
dinyatakan valid. Adapun
hasil uji validitas dari
variabel pemberian dana
dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini :

Ta b e l
5
menunjukkan bahwa
validitas instrumen
variabel personal sebanyak
5 butir pertanyaan dapat
diperoleh rhitung > rtabel
sebesar 0,230. Ini berarti
variabel personal valid.
Variabel Pemberian Dana
PUAP

Tabel 4
Hasil Uji Validitas Instrumen Pemberian Dana PUAP
No
1
2
3
4
5

R hitung
R tabel
0,482
0,230
0,382
0,230
0,570
0,230
0,620
0,230
0,377
0,230
Sumber : Data primer yang diolah.

Ta b e l
4
menunjukkan bahwa
validitas instrumen
variabel pemberina
dana PUAP sebanyak 5
butir pertanyaan dapat
diperoleh rhitung > rtabel
sebesar 0,230. Ini berarti
variabel pemberian dana
PUAP valid.
2.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks
yang menunjukkan sejauh mana
sesuatu alat ukur dapat dipercaya
untuk mengetahui apakah instrumen
dapat diuji cobakan untuk mengetahui
kehandalannya. Bila alat ukur dipakai
dua kali untuk mengukur gejala yang
sama hasil yang diperoleh konsisten,
alat ukur tersebut dapat dikatakan

Keputusan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

reliabel. Pengukuran reliabilitas


dilakukan dengan menggunakan rumus
product moment dari Pearson. Untuk
mengetahui hasil dari perhitungan uji
reliabilitas, maka dapat diketahui hasil
olah data SPSS sebesar Cronbachs
Alpha 0,738. ari hasil tersebut
menunjukkan koefisien reliabilitas
(Cronbach Alpha) adalah reliabel,
artinya untuk semua pertanyaan dapat
diandalkan/reliabel, karena melebihi
ambang batas lebih besar dari Nunnally
0,230 (Imam Ghozali, 2002:132).
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis nregresi linier
berganda adalah analisis untuk
mengetahui pengaruh dari aspek
penghasilan, luas tanah dan personal
kelompok terhadap pemberian dana
PUAP. Selain untuk mengetahui

39

Ahmad Husin; Sarsono


pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat. Dalam analisis
regresi linier berganda ini, rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
Dimana :
Y = Pemberian dana PUAP
X1 = Aspek penghasilan
X2 = Luas tanah
X3 = Personal kelompok
b = Koefisien regresi
a = Konstanta.
Dari hasil tersebut, maka
persamaan regresinya adalah
sebagai berikut:
Y = 0,740 + 0,320 X1 + 0,157
X2+0,495X3
Dari persamaan regresi linier
berganda di atas memberikan
keterangan sebagai berikut ;
a = 0,740
Dari hasil tersebut
menunjukkan
a s p e k
penghasilan,
luas tanah
dan personal
kelompok
mempunyai
p e n g a r u h
postif terhadap
pemberian dana
PUAP.
b1 = 0,320.
Dari hasil tersebut
menunjukkan
p e n g a r u h
positif yaitu
apabila aspek
penghasilan
yang diberikan
G A P O K TA N
B o y o l a l i
s e m a k i n

b2 = 0,157.

b3 = 0,495.

meningkat maka
mengakibatkan
pemberian
dana PUAP
meningkat.
Dari hasil tersebut
menunjukkan
pengaruh positif
yaitu apabila
luas tanah
yang diberikan
G A P O K TA N
B o y o l a l i
s e m a k i n
meningkat maka
mengakibatkan
pemberian
dana PUAP
meningkat.
Dari hasil tersebut
menunjukkan
p e n g a r u h
positif yaitu
apabila personal
G A P O K TA N
B o y o l a l i
s e m a k i n
baik maka
mengakibatkan
pemberian
dana PUAP
meningkat.

4. Uji t
Adapun perhitungan
untuk menguji keberartian variabel
independen (aspek penghasilan, luas
tanah dan personal kelompok) secara
individu terhadap variabel dependen
(pemberian dana PUAP) adalah
sebagai berikut :
a. Uji t yang berkaitan dengan
aspek penghasilan (X1) terhadap

FORUM AKADEMIKA
pemberian dana PUAP (Y)
diperoleh hasil dari thitung = 4,003
> ttabel = 2,012, maka Ho ditolak
sehingga ada pengaruh yang
signifikan aspek penghasilan
terhadap pemberian dana PUAP.
b. Uji t yang berkaitan dengan luas
tanah (X2) terhadap pemberian
dana PUAP (Y) diperoleh hasil
dari thitung = 2,407 > ttabel = 2,012,
maka Ho ditolak sehingga ada
pengaruh yang signifikan luas
tanah terhadap pemberian dana
PUAP.
c. Uji t yang berkaitan dengan
personal kelompok (X3) terhadap
pemberian dana PUAP (Y)
diperoleh hasil dari thitung = 5,102
> ttabel = 2,012, maka Ho ditolak
sehingga ada pengaruh yang
signifikan personal kelompok
terhadap pemberian dana PUAP.
5. Uji F
Dengan didapatnya Fhitung
= 27,908 > Ftabel = 2,610, maka Ho
ditolak, sehingga secara bersama-sama
ada pengaruh yang signifikan aspek
penghasilan (X1), luas tanah (X2) dan
personal kelompok (X 3) terhadap
pemberian dana PUAP.
6. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ini
digunakan untuk mengetahui berapa
besar variasi Y yang dapat dijelaskan
oleh variasi X, yaitu untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh aspek
penghasilan (X 1), luas tanah (X 2),
dan personal kelompok (X3) terhadap
pemberian dana PUAP (Y) secara
bersama-sama. Dari perhitungan
komputer program SPSS versi 12.00,
diperoleh R2 = 0,662, ini dapat diartikan

40
bahwa 66,2% perubahan/variasi Y
(pemberian dana PUAP) dikarenakan
oleh adanya perubahan/variasi variabel
X (aspek penghasilan, luas tanah dan
personal kelompok), sedangkan 33,8%
sisanya dikarenakan oleh adanya
perubahan variabel lain yang tidak
masuk dalam model.
G. Pembahasan
Dari hasil analisis data dapat
dijawab rumusan hipotesisnya yang pertama
diduga variabel tingkat penghasilan,
luas tanah dan personal kelompok
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pemberian dana PUAP terbukti
kebenarannya. Hal ini dapat ditunjukkan
besarnya nilai koefisien regresi untuk b1 =
0,320, b2=0,157 dan b3 =0,495.
Hipotesis yang kedua berbunyi
Diduga variabel luas tanah adalah faktor
yang dominan terhadap pemberian dana
PUAP tidak terbukti kebenarannya, karena
yang paling dominan adalah personal
kelompok atau b3 sebesar 0,495, diikuti
besarnya b1 yaitu tingkat penghasilan
sebesar 0,320, dan yang terakhir luas tanah
atau b2 sebesar 0,157.
H. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor tingkat penghasilan, luas tanah,
dan personal kelompok berpengaruh
signifikan terhadap keputusan
pemberian dana PUAP. Berdasarkan
hasil analisis regresi linier berganda
diperoleh persamaan:
Y = 0,740 + 0,320 X1 + 0,157
X2+0,495X3

Ahmad Husin; Sarsono

2.

3.

4.

5.

6.

Dari persamaan tersebut menunjukkan


bahwa variabel aspek penghasilan,
luas tanah, dan personal kelompok
mempunyai pengaruh positif terhadap
pemberian dana PUAP.
Berdasarkan uji t menunjukkan
bahwa nilai thitung untuk variabel aspek
penghasilan diperoleh hasil dari thitung =
4,003 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak
sehingga ada pengaruh yang signifikan
aspek penghasilan terhadap pemberian
dana PUAP.
Variabel luas tanah mempunyai
pengaruh Dari perhitungan tersebut
diperoleh hasil dari thitung = 2,407 > ttabel
= 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada
pengaruh yang signifikan luas tanah
terhadap pemberian dana PUAP.
Variabel Personal Kelompok diperoleh
hasil dari thitung = 5,102 >
ttabel =
2,012, maka Ho ditolak sehingga ada
pengaruh yang signifikan personal
kelompok terhadap pemberian dana
PUAP.
Berdasarkan hasil uji F dapat diperoleh
bahwa nilai Fhitung = 27,908 > Ftabel
= 2,610, maka Ho ditolak, sehingga
secara bersama-sama ada pengaruh
yang signifikan aspek penghasilan
(X 1), luas tanah (X 2) dan personal
kelompok (X3) terhadap pemberian
dana PUAP.
Berdasarkan hasil koefisien determinasi
(R2) diperoleh R2 = 0,662, ini dapat
diartikan bahwa 66,2% perubahan/
variasi Y (pemberian dana PUAP)
dikarenakan oleh adanya perubahan/
variasi variabel X (aspek penghasilan,
luas tanah dan personal kelompok),
sedangkan 33,8% sisanya dikarenakan
oleh adanya perubahan variabel lain
yang tidak masuk dalam model.

41

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta, PT. Asdi Mahasatya.
Bank Indonesia, 2001, Sejarah Peranan Bank
Indonesia Dalam Pengembangan
Usaha Kecil, Biro Kredit, Bank
Indonesia.
Badan Pusat Statistik No. 4/07/Th. XIV, 1 Juli
2011
Departemen Pertanian, 2008, Pedoman Umum
Pengembangan Usaha Agribisnis
Petani (PUAP).
Djarwanto. Ps dan Subagyo Pangestu, 1982,
Statistik Induktif, Yogyakarta,
BPFE.
Eko Setyono, 2012, Penelitian Terdahulu
Tentang Penentuan Rating Faktor
Strategi Internal Keberlanjutan
Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP)
Kasus Kabupaten Karawang.
Institute Pertanian Bogor.
Gujarati, Damodar N, 2001, Ekonomi Dasar,
Alih Bahasa Sumarmo Zain,
Jakarta, Erlangga.
Khaldun, Ibnu, 2010, Analisa Ekonomi
Pertanian,Surakarta,Solopos.
Kustituanto, Bambang dan Badrudin, Rudy,
1995, Statistik Ekonomi,
Yogyakarta, STIE YKPN.

FORUM AKADEMIKA
Machmud, Mulyono, 2008, Identifikasi Potensi
Wilayah.
Prabowo, Hermas, 2008, PUAP Jangan
Sekedar Bagi-bagi Uang, Jakarta,
Kompas.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 16/
P e r m e n t a n / O T. 1 4 0 / 2 / 2 0 0 8 )
Te n t a n g P e d o m a n U m u m
Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP)
Siswanto, 2009. Penelitian Terdahulu
Tentang Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Pemberian
Dana Puap Terhadap Petani DI
Kabupaten Grobogan. Undip
Semarang.
Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Bisnis,
Bandung, CV. Alfabeta.
Sulaiman, Wahid, 2004, Analisis Regresi
Menggunakan SPSS, Yogyakarta,
Andi Offset.
Suprapto, Ato, 2010, Pedoman Pengembangan
SDM Pertanian, Jakarta.
Suswono, 2010, Peraturan Kementerian
Pertanian, Jakarta.

42
Susanto, Slamet, 2007, Manajemen
aset Berbasis Resiko Pada
Perusahaan Air.
Umar, Husein, 2003, Riset Pemasaran dan
Perilaku Konsumen, Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Usman, 2004, Keuangan Mikro Untuk
Masyarakat Miskin, Pengalaman
Nusa Tenggara Timur, Jakarta,
Lembaga Pennelitian Semeru.
Wiyono, 2005, Pemberdayaan Lembaga
Keuangan Mikro, Sebagai
Salah Satu Pilar Sistem
Keuangan Nasional; Upaya
Kongkrit Memutus Rantai
Kemiskinan. Kajian Ekonomi
dan Keuangan, edisi khusus,
Jakarta, Pusat Pengkajian
Ekonomi dan Keuangan. Badan
Pengkajian Ekonomi, Keuangan
dan Kerjasama Internasional
Departemen Keuangan.
www.spi.or.id diunduh tanggal 28 Januari
2012.

OPINI AUDIT DAN MEMODIFIKASI OPINI TERHADAP


PERUSAHAAN YANG MENGALAMI
KEBANGKRUTAN

Sudaryono
STIA ASMI SOLO - Surakarta

ABSTRAK
Auditor dalam memberikan opini ada lima jenis opini, yaitu: Unqualified Opinion,
Unqualified Opinion With Explanatory, Qualified Opinion, Adverse Opinion dan Disclaimer
Opinion. Pemberian opini selain dari laporan audit srandar dengan opini pendapat wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion), karena opini audit dipengaruhi oleh beberapa kondisi, yang
diantaranya: lingkup audit yang dibatasi, laporan keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum, auditor yang tidak independen, tidak ada konsistensi, ketidak pastian
yang material, keraguan going concern, setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi
berterima umum, penekanan atas sesuatu, laporan yang melibatkan auditot lain. Kegagalan
auditor dalam mengklasifikasi opini perusahan yang mengalami kebangkrutan, kurang dari 50%
yang medapatkan opini Going Concern dari kasus-kasus kebangkrutan. Untuk mengklasifikasi hal
diatas ada dua model, yaitu: model pertama mengklasifikasi perusahaan yang akan mengalami
kebangkrutan dan tidak mengalami kebangkrutan, dengan pempertimbangkan mengenai ratio
finasial,ukuran perusahaan dan hidden fraud (kecurangan yang dilaporkan setelah tanggal
pelaporan audit). Model kedua berfokus pada factor-faktor keputusan opini yang mempunyai
potensi untuk menjelaskan kegagalan auditor dalam memodifikasi opini audit perusahaan yang
mengalami kebangkrutan.
Kata kunci : Opini Audit, Modifikasi Audit.
A. PENDAHULUAN
Audit opinion merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan audit
report. Audip opinion diekspresikan pada
paragrap pendapat yang merupakan bagian
dari audit report, seperti tertulis dalam
SPAP, 1994 : 110 alinea 1 dalam melakukan
penugasan umum, auditor ditugaskan untuk
memberikan opini atas laporan keuangan
suatu satuan usaha. Opini yang diberikan

merupakan pernyataan kewajaran, dalam


semua hal yang material, posisi keuangan
dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum. Paragrap
pendapat dalam audit report dengat tegas
menyatakan bahwa yang diberikan adalah
suatu pendapat dan bukan suatu penyataan
mutrak atau jaminan.

FORUM AKADEMIKA
Perlu diingat bahwa yang menjadi
tanggung-jawab auditor adalah opini yang
diberikan, sedangkan isi atas laporan
keuangan yang diaudit merupakan tanggungjawab manajemen sepenuhnya.
Ada lima opini yang dapat diberkan
oleh auditor berdasarkan hasil pengauditan
atas laporan keuangan kliennya, yaitu :
Unqualified Opinion, Unqualified Opinion
With Explanatory , Qualified Opinion,
Adverse Opinion dan Disclaimer Opinion.
Opini ini diberikan oleh auditor berdasarkan
kondisi laporan keuangan yang harus dapat
difahami oleh auditor, apa bila auditor tidak
dapat memahmi dan menguasi kondisi
laporan keuangan maka kemungkinan akan
terjadi bias atas opini yang diberikan.
Sehingga tidak mengherankan kalau
auditor kadang-kadang gagal memodifikasi
opini audit, karena salah memahami kondsi
laporan keuangan tersebut. Selama dalam
proses peng-auditan auditor dipengaruhi oleh
pengetahuan, pengalaman dan pertimbangan
(judgment). Dari uraian diatas opini audit
dan modifikasi opini tehadap perusahaan
yang mengalami kebangkrutan, merupakan
salah satu topic sangat menarik untuk dikaji.

B. J E N I S D A N K O N D I S I YA N G
MEMPENGARUHI OPINI AUDIT.
Dalam memberikan opini audit
auditor dapat memberikan lima jenis opini
sesuai dengan kondisi laporan keuangan
klien, dan biasanya diberikan oleh auditor
setelah selesai melakukan peng-auditan
atas laporan keuangan perusahaan klen
(Mulyadi,1996), yaitu :

44
1. Unqualified Opinion ( Pendapat Wajar
Tanpa Perkecualian).
Pendapat wajar tanpa perkecualian
diberikan oleh auditor apa bila tidak
terjadi pembatasan dalam linkup audit
dan tidak terdapat pengecualian yang
siqnifikan mengenai kewajaran dalam
penerapan prinsip akuntansi berterima
umum dalam penyusunan laporan
keuangan, konsisten penerapan prinsip
akuntansi berterima umum.
Laporan audit yang brisi pendapat
wajar tanpa perkecualian adalah laporan
paling dibutuhkan oleh semua pihak,
baik perusahaan klien, pemakai laporan
keuangan maupun auditor sendiri.
Kata wajar dalam paragraph
pendapat mempunyai makna: 1). Bebas
dari keraguan dan ketidak jujuran,
2). Lengkap informasinya. Pengetian
wajar disini tidak hanya terbatas pada
jumlah rupiahnya dan pengungkapan
dalam laporan keuangan tetapi meliputi
ketepatan informasi penggolongan
hutang lanca dan huang tidak lancer,
biaya usaha dan biaya diluar usaha.
Laporan keuangan disajikan secara wajar
dengan prinsip akuntansi berterima
umum, apa bila memenuhi kondisi,
seperti berikut:
a). Prinsip akuntansi berterima
umum digunakan dalam
menyusun laporan keuangan
b). Perubahan penerapan prinsip
akuntansi berterima umum
dari period eke piriode telah
cukup dijelaskan.
c). Informasi dalam catatan-catatan
yang mendukungnya, sesuai

Sudaryono
dengan prinsip akuntansi
berterima umum.
2. Unqualified Opinion With Explanatory
Languange (Pendapat Wajar Tanpa
Perkecualaian dengan Bahasa Penjelas).
Dalam opini ini auditor
menyatakan bahwa laporan keuangan
disajikan secara wajar tanpa perkecualian,
disini auditor menerbitkan laporan audit
bentuk baku ditambah dengan bahsa
penjelasan. Karena adanya hal-hal yang
memerlukan penjelasan.
3. Qualified Opinion ( Pendapat Dengan
Perkecualian).
Auditor memberikan pendapat
wajar dengan pengecualian dalam
laporan audit jika auditor menjumpai
kondisi sebagai berikut:
a).

Lingkup audit dibatasi klien.

b). Auditor tidak dapat melakukan


prosedur audit penting atau tidak
dapat memperoleh informasi
penting karena kondisu yang
berada diluar kekuasaan klien
maupun auditor.
c). Sebagian laporan keuangan tidak
disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
d). Prinsip akuntansi berterima
umum yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan
tidak diterapkan secara konsisten.
Pendapat wajar dengan
perkecualian diberikan oleh auditor
karena dalam auditnya menemukan salah
satu dari kondisi 1 s/d 4 seperti diatas.
Pendapat ini hanya diberikan bila secara
keseluruhan laporan keuangan yang

45
disajikan oleh kien adalah wajar. Tetapi
ada beberapa unsur yang dikecualikan
namun tdak mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan.

4. Adverse Opinion ( Pendapat Tidak Wajar )


Pendapat tidak wajar
merupakan kebalikan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Akuntansi public
memberikan pendapat tidak wajar apa
bila laporan keuangan klien tidak disusun
berdasarkan prinsip akuntansi berterima
umum, sehingga tidak menyajikan
secarawajar posisi keuangan, hasil
usah, perubahan saldi laba dan arus kas
perusahaan. Klien. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar apa bila auditor tidak
dibatasi auditnya, sehingga auditor dapat
mengumpulkan bukti komponen yang
cukup untuk mendukung pendapatnya.
Apa bila laporan keuangan diberi
pendapat tidak wajar oleh auditor, maka
anformasi yang disajikan oleh klien dalam
laporan keuangan sama sekali tidak dapat
dipercaya, sehingga informasi keuangan
ini tidak dapat dipakai oleh pemakai ntuk
mengambil keputusan.
5. Disclaimer Opinion ( Tidak Memberikan
Pendapat).
Jika auditor tidak menyatakan
pndapat atas laporan keuangan
auditannya, maka laporan audit ini
disebut dengan laporan tanpa pendapat
(No Opinion Report). Kondisi yang
menyebabkan auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat, adalah:
a). Pembatasan yang luar biasa
sifatnya terhadap lingkup audit.
b). Auditor tidak independen dalam
hubungannya dengan klien.

46

FORUM AKADEMIKA
Perbedaan antara pernyataan
tidak memberikan pendapat (disclaimer
Opinion) dengan pendapat tidak wajar
(Adverse Opinion) adalah : pendapat
tidak wajar ini diberikan dalam keadaan
auditor mengetahui adanya ketidak
wajaran laporan keuangan klien,
sedangkan auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat (diselaimer
opinion) karena auditor tidak cukup
memperoleh bukti mengenai kewajaran
laporan keuangan auditannya atau karena
tidak independen dalam hubungannya
dengan klien

relevan secara memadai di dalam


laporan keuangan, termasuk
catatan kaki.
6. Keraguan atas going concern.
Dalam PSA 30 (SA 341) ada
beberapa pertimbangan auditor
atas kaemampuan entitas dalam
perpertahankan going concern,
yaitu :
a). K e r u g i a n u s a h a y a n g
besar secara berulang atau
kekurangan modal kerja.
b). K e t i d a k m a m p u a n
perusahaan untuk
membawar kewajiban.

Kondisi-kondisi yang
menyebabkan penyimpangan dari
Unqualified Opinion antra lain menurut
Arrens & Loebbecke, 1996):
1.

c). Kehilangan pelanggan


utama, terjadinya bencana
yang tidak dasuransikan.

Lingkup audit dibatasi.


Lingkup audit dibatasi oleh
klien atau oleh keadaan diluar
kekuasaan klien dan auditor.

2.

d). P e r k a r a p e n g a d i l a n ,
gugatan hokum, atau
masalah-masalah serupa
yang sudah terjadi yang
dapat membahakan
kemampuan perusahaan
untuk beroperasi.

Laoran keuangan tidak sesuai


dengan prinsip akuntansi
berterima umum.

3. Aditor tidak independen.


4. Tidak ada konsistensi.
Dimana prinsip akuntansi
berterima umum menetapkan
bahwa perubahan dalam prinsip
akuntansi atau metode aplikasi
merupakan hal yang dapat
diterima dan dampak perubahan
itu diungkapkan secara memadai.
5. Ketidak pastian yang material.
Auditor terlebih dahulu
mengevaluasi apakah sudah
pengungkapkan fakta yang

7.

Setuju dengan Penyimpangan


Prinsip Akuntansi Berterima
Umum.
Keadaan ini sebaiknya tidak
d i l a k u k a n a u d i t o r, k a r e n a
penyimpangan dari prinsip
akuntansi berterima umum
tidak harus menghasilkan
Qualified Opinion atau
Disclaimer Opinion, tetapi untuk
membenarkan pendapat wajar
tanpa perkecualian, auditor harus
yakin dan harus menyatakan

Sudaryono
dalam paragraph terpisah, bahwa
keadaan tersebut, hasil yang
menyesatkan dapat terjadi jika
berpegang pada prinsip akuntansi
yang berlaku.
8.

Penekanan Atas Sesuatu.


Auditor akan memberikan
penekanan pada hal-hal spesifik
mengenai laporan keuangan
yang diaditnya, sebagai contoh
transaksi-transaksi dengan pihakpihak yang pempunyai hubungan
istimewa, peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi setelah
tanggal necara.

9.

L a p o r a n Ya n g M e l i b a t k a n
Auditor lain.
Bila auditor menyerahkan
sebagian tanggung-jawabnya
kepada kantor akuntan public
(KAP) lain, maka KAP principal
mempunyai tiga plihan :
a). Tidak membuat refensi
dalam laporan audit atau
b). Membuat referinsi dalam
laporan audit atau
c). Memberikan pendapat wajar
dengan pengecualian.

KEGAGALAN AUDITOR DALAM


MEMODIFIKASI OPINI.
Suatu kasus dimana suatu perusahan
mengalami kebangkrutan tanpa menerima
opini yang berkualifikasi (Qualified Opinion)
sangat menarik perhatian public dari
lembaga penelitian. Dimana hasil penelitian
Menon dan Schwartz (1986) menyatakan
bahwa kurang dari 50 % perusahaan yang
mengalami kebangkrutan opini Going

47

Concern Opinion dari auditor pada waktu


laporan keuang yang terakhir dikeluarkan
sebelum terjadinya kebangkrutan. Penelitian
terdahulu menjelaskan bahwa rate rendah
merupakan kegagalan auditor atau sematamata rate rendah ini menggmbarkan situasi
di mana auditor diminta untuk melakukan
hal yang tidak mungkin. Hal ini menujukkan
dibutuhkannya teori untuk menjelaskan
mengapa auditor sering tidak mengklasifikasi
opini tentang perusahaan yang mengalami
kebangkrutan.
Pengertian Going Concern menurut
Belkaui (1997) adalah suatu dalil yang
menyatakan bahwa suatu usaha akan
menjalankan terus usahanya dalam jangka
waktu yang cukup lama untuk mewujutkan
proyeknya, tanggung-jawab serta
aktivitasnya yang tiada hentinya. Dalam
melaksanakan proses audit, auditor dituntut
tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal
yang tampak dalam laporan keuangansaja
tetapi juga harus lebih mewaspadai halhal potensial yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup (Going Concern)
suatu uasaha. Inilah yang menjadi alas
an mengapa auditor ikut bertanggungjawab atas kelangsungan hiup suatu usaha
meskipun dalam batas waktu tertentu (satu
tahun setelah penerbitan laporan audit
(SPAP, 1994: 341, alinia 2)
SA 341 paragrap 6 mejelaskan jenis
kondisi gangguan terhadap kelangsungan
higup suatu entitas (lihat atas going concern),
yang salah satu indikatornya adalah
kegagalan dalam memenuhi kewajiban
utangnya (default). Indicator ini yang
dijadikan oleh Kevin dan Bryan (1992)
dalam penelitiannya sebagai indicator
potensi masalah going cocern.

48

FORUM AKADEMIKA
Dalam SAS No.34 dan 59 dinyatakan
bahwa kegagalan (defaudt) dalam hutang
dan retrukturisasi hutang menjadi indicator
masalah-masalah going concern. Kelvin
dan Bryan telah meneliti penggunaan status
defaudt dan variable-variable keuangan di
dalam keputusan-keputusan auditor untuk
menerbitkan opini going concern bagi
perusahaan dan temuan dalam penelitian
tersebut berhasil mengungpakkan bahwa
status defaudt bermanfaat menjelaskan
penerbitan going concern. Sebelum suatu
perusahaan tidak mampu berlanjut sebagai
suatu going concern atau dengan kata lain
bangkrut, rasio keungannya pasti memburuk,
kesulitan dalam memenhi kewajban
hutangnya, seperti kepatuhan dan penjanjian
hutang atau melakukan pembayaran sesuai
janji. Akan tetapi di sisi lain ada beberapa
factor dalam proses keputusan opini itu
sendiri yang menyebabkan auditor untuk
tidak mengkualifikasi opini terhadap
perusahaan yang megalami bangkrut.
Ada dua model mengapa auditor
sering gagal mengklasifikasi opini terhadap
perusahaan yang mengalami kebangkrutan.
Model pertama mempertimbangkan
kegunaan variable indicator kiddenfraud dalam mengestimasi kemungkinan
kebangkrutan. Model kedua menjelaskan
keputusan opini terhadap perusahaan yang
mengalami kebangkrutan yang berkenaan
dengan financial-stress score, variable
indicator hidden-feaud dan variable lain
yang menunjukkan factor audit dan klien.
Konteks model prediksi kebangkrutan
diatas diungkapkan oleh Argenti (1976),
yang melakukan analisis lebih rinci dan

mengidentifikasi tiga tipe kebangkrutan


perusahaan. Tipe pertama meliputi baru
(belum berpengalaman) yang tidak permah
mengalami kondisi kesulitan financial
dan gagal sebelum perusahaan tersbut
menjadi kompetitif. Tipe kedua meliputi
perusahaan dimana kegagalan diakibatkan
oleh kebangtrutan di tandai oleh kesulitan
finansial. Tipe ketiga meliputi perusahaan
dimana kegagalan bersifat tiba-tiba meskipun
tidak ada tanda-tanda ada kesulitan finasial.
Media Akuntansi,1999 (Palmrose,
1987) dalam penelitiannya tentang litigasi
(proses pengadilan) menemukan bahwa
hanya 21% dari sample perusahaan yang
mengalami kebangkrutan terlibat dalam
litigasi audit, sedangkan 36% perusahaan
yang mengalami kebangkrutan dalam litigasi
terlibat dalam kecurangan manajemen terkait
dengan misstated financial statement.
Meskipun kecurangan kadang-kadang
diemukan sebelum tanggala pelaporan
audit terakhir yang dikeluarkan sebelum
kebangkrutan, kecurangan tersebut sering
tidak ditmuka sampai setelah kebangkrutan
dilaporkan.
KESIMPULAN.
Ada lima jenis opini audit yang
diberikan auditor, yaitu : Unqualified
Opinion, Unqualified Opinion With
Explanatory, Qualified Opinion, Adverse
Opinion dan Disclaimer Opinion. Pemberian
opini selain dari laporan audit standar
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
(Unqualified Opinion), dipengarauhi oleh
beberapa kondisi, yaitu: lingkup audit
yang dibatasi, laporan keuangan tidak

Sudaryono
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum, auditor tidak independen, tidak ada
konsistensi, ketidak pastian yang material,
keraguan atas going cancern, setuju dengan
penyimpangan dari prinsip akuntansi
berterima umum, penekanan atas sesuatu,
laporan yang melibatkan auditor lain.
Sedangkan kegagalan auditor dalam
mengklasifikasi opini perusahan yang
mengalami kebangkrutan kurang dari 50%
yang pendapatkan opini Going Concern
dari kasus-kasus kebangkrutan. Untuk
mengklasifikasi ada dua model, yaitu: model

49

pertama: mengklasifikasi perusahan yang


akan mengalami kebangkrutan dan yang
tidak mengalami kebangkrutan, diantaranya
meliputi ratio finasial, ukuran perusahaan
dan kecurangan yang dilaporkan setelah
tanggal laporan audit. Model kedua berfokus
pada factor-factor keputusan opini yang
mempunyai potensi untuk mrnjelaskan
kegagalan auditor dalam memodofikasi
opini audit perusahaan yang mengalami
kebangkrutan.

FORUM AKADEMIKA

50

DAFTAR PUSTAKA
Argenti.J, 1976, Corporate Collapse:
The causes and
Symptoms John
Wiley and Sous.
Arren dan Loebbecke, 1996. Auditing
Pendekatan Terpadu Edisi Indonesia
Adaptasi Amr Abadi Yusuf, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
IAI Kompartemen Akntansi Pendidik, 2001.
Standar Profesional Akuntansi Publlik
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Kevin C.W. Chen and Bryan K. Church, 1992,
Default on Debt Obligation an Issuance
on Going Concern Opinion A Joural of
Practice and Theory.

Media Akuntansi, 1999. Going


Concorn dan Tanggung-jawab
Auditor, Edisi Agustus.
Mimbar Bumi Bengawan, 2011,
Opini Audit dan Tanggung-jawab
Auditor, Edisi Juni.
Mulyadi, 1996. Auditing Edisi 6 Penerbil
Salemba Empat,
Jakarta.

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN


TERHADAP OPINI AUDIT
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)

IKA PRATIWI WAHYU DIANA


SITI SUHARNI
SYARIFAH RATIH KARTIKA SARI
(Universitas Merdeka Madiun)
giska.wied@gmail.com*

ABSTRACT
The objective of this study is to examine whether there is an influence of firm characteristicson
receiving of audit opinion. This study adopted research by Sari, Fatchur, dan Yogi (2012) with some
modification. The data was selected by using purposive sampling method and obtained218 manufacturing firms
listed in Indonesia Stock Exchange from2009-2011.The data analysis was conducted Ordinal Logistic
Regression with SPSS. From the results, indicate that Board of Commissioners, Board of Directors,
Age and Leverage is significantly affect on receiving of audit opinion. While the others (Audit
Committee, and Firm Size) are not significantly affect on receiving of audit opinion of a company.
Keywords: Board of Commissioners, Board of Directors, Audit Committee, Firm Size, Age,
Leverage, And Audit Opinion.
A. LATAR BELAKANG
U U N o . 8 Ta h u n 1 9 9 5
tentang pasar modal mewajibkan
semua perusahaan yang terdaftar
dalam pasar modal menyampaikan
laporan keuangannya secara berkala
kepada Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) dan mengumumkan
laporan keuangan kepada masyarakat.
Laporan keuangan merupakan media
komunikasi dan informasi untuk
stakeholders. Laporan keuangan
menyediakan berbagai informasi
yang diperlukan sebagai sarana
pengambilan keputusan baik dari
pihak internal perusahaan maupun

eksternal perusahaan. Laporan


keuangan dianggap informatif jika
laporan keuangan tersebut relevan
dan dapat mengubah keyakinan serta
dapat membentuk kepercayaan baru
bagi stakeholders dalam mengambil
keputusan (Fuad, 2006). Laporan
keuangan selain digunakan untuk
mengetahui hasil usaha dan posisi
keuangan perusahaan, juga dapat
digunakan sebagai salah satu alat
pertanggungjawaban pengelolaan
manajemen perusahaan kepada
pemilik. Perkembangan selanjutnya
pihak-pihak luar perusahaan (kreditur,
investor, badan pemerintah, organisasi
nirlaba, dan masyarakat) juga

FORUM AKADEMIKA
memerlukan informasi mengenai
perusahaan untuk pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan
penanaman modal (investasi) atau
yang berhubungan dengan perusahaan.
Dalam proses penyusunannya
laporan keuangan, tidak menutup
kemungkinan terjadi salah saji. Oleh
karena itulah diperlukan pihak ketiga
untuk memeriksa laporan keuangan
agar laporan keuangan tersebut
dapat dipertanggungjawabkan. Pihak
manajemen membutuhkan jasa orang
ketiga yaitu auditor independen yang
memberikan jaminan bahwa laporan
keuangan tersebut relevan dan dapat
diandalkan dalam bentuk opini audit. Opini
audit atas laporan keuangan merupakan
salah satu pertimbangan yang penting bagi
investor dalam pengambilan keputusan
berinvestasi karena memuat informasi
mengenai kemampuan perusahaan di
masa mendatang (Pearlstein dan Behr,
2001) dalam Fahrozy (2007). Mardisar
dan Sari (2007) mengatakan bahwa
kualitas hasil auditor dapat dipengaruhi
oleh rasa kebertanggungjawabannya
(akuntabilitas) yang dimiliki auditor
dalam menyelesaikan pekerjaan audit.
Akuntabilitas sangat penting dimiliki oleh
auditor dalam melaksanakan tugasnya.
Profesi akuntan publik merupakan
profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat
mengharapkan Kantor Akuntan Publik dapat
memberikan penilaian yang bebas dan tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan
oleh manajemen perusahaan dalam laporan
keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998)
dalam (Martono, 2012) . Cristiawan (2005)
menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan

52
oleh dua hal yaitu indepedensi dan kompetensi.
Auditor yang kompeten adalah auditor yang
mampu menemukan pelanggaran dan auditor
yang independen adalah auditor yang mau
mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan
oleh klien. Fearley dan Page (1994) dalam
Bawono dan Elisa (2012) menyatakan bahwa
sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika
auditor bersikap independen dan dipercaya
untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran
antara principal dan agen.
Di Indonesia telah banyak
dilakukan penelitian mengenai faktor
faktor yang mempengaruhi kualitas
audit baik pada sektor privat maupun
sektor publik. Beberapa studi yang
pernah dilakukan untuk mengevaluasi
kualitas audit selalu membuat
kesimpulan dari sudut pandang auditor
(Aji, 2009) dalam (Bawono dan Elisa,
2012). Beberapa literatur menunjukan
adanya pengaruh karakteristik auditor
independen maupun BPK terhadap
kualitas hasil audit. Penelitian yang
dilakukan oleh Sari, Fatchur, dan Yogi
(2012) menguji faktor faktor yang
berpengaruh terhadap terhadap opini
dari karakteristik pembuat laporan
keuangan yaitu Pemerintah Daerah
Tingkat 1. Menurut pengetahuan
peneliti, penelitian terkait karakteristik
perusahaan sektor privat yang
berpengaruh terhadap opini audit
masih jarang dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini mengembangkan
penelitian Sari et al., (2011) dengan
mengubah objek penelitian dari sektor
publik menjadi perusahaan manufaktur
dan menambah variabel penelitian
antara lain dewan komisaris, dewan
direksi, dan komite audit internal.

53
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
pihak yang dianggap mampu menjembatani
B. LANDASAN TEORI
kepentingan pihak principal (stakeholders)
1. Teori Agensi
dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola
Hubungan agensi adalah satu atau keuangan perusahaan (Setiawan, 2007). Auditor
lebih orang (principal) mempekerjakan orang bertugas untuk mengawasi kinerja manajemen
lain (agen) untuk melaksanakan jasa atas apakah sudah sesuai dengan kepentingan
nama mereka yang melibatkan pendelegasian stakeholders melalui laporan keuangan.
wewenang pembuatan keputusan kepada agen Tugas auditor selanjutnya memberikan opini
(Jensen and Meckling, 1976 dalam Mulia, 2010). atas kewajaran terhadap laporan keuangan
Harianto dan Sudomo (1998) dalam Tristanti perusahaan.
(2012) mengemukakan bahwa teori keagenan 2. Opini Audit
membahas hubungan antara manajemen
Auditor bertugas memberikan
dengan pemegang saham. Manajemen
opini atas laporan keuangan suatu
mempunyai kewajiban untuk mengelola apa
perusahaan. Dalam pelaksanaan proses
yang dikehendaki dan diamanahkan oleh
audit, auditor dituntut tidak hanya
pemegang saham, sedangkan pemegang
melihat sebatas pada hal hal yang
saham menyediakan fasilitas dan dana untuk
ditampakkan dalam laporan keuangan
manajemen melakukan usaha. Manajemen
saja tetapi juga harus lebih mewaspadai
diwajibkan menyusun dan melaporkan laporan
hal hal potensial yang dapat
kepada pemegang saham tentang kegiatan
mengganggu kelangsungan hidup
usaha yang dijalankan secara periodik. Dalam
perusahaan . Opini yang diberikan
hal ini pemegang saham akan menilai kinerja
oleh auditor berupa kewajaran, semua
manajemen dalam melakukan pengelolaan
hal yang bersifat material, posisi
usaha. Oleh karena itu, laporan keuangan
keuangan, hasil usaha dan arus kas
merupakan sarana akuntabilitas manajemen
sesuai dengan Prinsip Akuntansi
kepada pemiliknya (Simanjutak dan Widiastuti,
Berterima Umum (SPAP, 1994).
2004). Dalam pelaksanaannya, penetapan
Opini auditor merupakan informasi
mekanisme pemeriksaan sangat penting
bagi stakeholders sebagai pedoman
dilakukan dalam rangka untuk memastikan
untuk pengambilan keputusan. Hanya
bahwa apa yang dilakukan oleh agen benar
auditor yang berkualitas yang dapat
benar dapat dipercaya dan dipertanggung
menjamin bahwa laporan keuangan
jawabkan (Triyuwono dan Roekhudin, 2000).
atau informasi yang dihasilkan tersebut
Dalam teori agensi diasumsikan bahwa
adalah reliable. Laporan audit penting
semua individu yang terlibat mempunyai
sekali dalam suatu audit yang dilakukan
kepentingan sendiri. Dengan adanya perbedaan
oleh auditor karena laporan tersebut
kepentingan antara pemilik perusahaan
menginformasikan kepada pengguna
(principal) dan manajemen (agen), maka
informasi tentang apa yang dilakukan
masing masing pihak berusaha memperbesar
auditor dan kesimpulan yang diperoleh
keuntungan mereka pribadi. Untuk menghindari
oleh auditor.
konflik keagenan maka diperlukan orang ketiga
Opini audit diberikan
yang independen sebagai penengah pada
oleh
auditor
melalui tahap tahap
hubungan principal dengan agen. Auditor adalah

FORUM AKADEMIKA
audit, sehingga auditor memberikan
opini audit dan kesimpulan atas
laporan keuangan suatu perusahaan
yang diauditnya. Arens ( 1996)
mengemukakan bahwa laporan audit
adalah langkah terakhir dari seluruh
proses audit. Opini audit yang diberikan
auditor tersebut penting untuk menjadi
bahan pertimbangan, kesalahan dalam
memberikan opini akan sangat fatal
akibatnya. Pelaksanaan audit internal
dan audit eksternal dilakukan sesuai
dengan standar audit yang berlaku, dan
selanjutnya tindak lanjut temuan audit
menjadi bahan evaluasi manajemen
perusahaan.
Tipe laporan audit yang
diterbitkan oleh auditor menurut
Standar Profesional Akuntan Publik
(PSA 29 SA Seksi 508) antara lain :
a.

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian


(Unqualified Opinion)

b.

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian


Dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified
Opinion Report with Explanotory
Language)

c.

Pendapat Wajar Dengan Pengecualian


(Qualified Opinion)

d.

Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

e.

Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat


(Disclaimer of Opinion)

3. Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini menganalisis
tentang karakteristik perusahaan yang
berpengaruh terhadap opini audit.
Fokus penelitian ini adalah pada
karakteristik perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

54
(BEI). Proksi karakteristik perusahaan
dalam penelitian ini antara lain :
a. Dewan Komisaris
Penelitian yang dilakukan oleh
Sari et al., (2012) menggunakan proksi
pengelola perusahaan dengan variabel
perbedaan fungsional yang diproksikan
dengan jumlah SKPD. Namun karena objek
pada penelitian ini adalah sektor privat, maka
variabel pada penelitian ini dikembangkan
menjadi Dewan Komisaris. Proksi dewan
komisaris sebagai karakteristik perusahaan
mengacu pada penelitian Wardhani (2006).
Dewan Komisaris merupakan
suatu mekanisme untuk mengawasi
dan memberikan petunjuk dan arahan
kepada pengelola perusahaan atau pihak
manajemen. Dalam hal ini manajemen
bertanggung jawab untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saing perusahaan,
sedangkan komisaris bertanggung jawab
mengawasi manajemen (FCGI, 2002)
Semakin banyak anggota dewan
komisaris dalam suatu perusahaan maka
monitoring akan berjalan dengan baik
(Waryanto, 2010). Sembiring (2005)
menyatakan bahwa semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris, maka semakin
mudah untuk mengendalikan CEO dan
pengawasan yang dilakukan akan semakin
efektif. Berdasarkan logika berfikir diatas
maka dapat disimpulkan bahwa dewan
komisaris bertugas memonitoring dan
mengontrol penyajian laporan keuangan,
semakin bagus kontrol yang dilakukan
semakin bagus pula laporan yang disajikan.
Demikian juga apabila kontrol yang
dilakukan dewan komisaris kurang maka
penyajian laporan keuangan akan tidak

55
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
relevan, hal tersebut pada akhirnya akan
Dewan direksi sebagai pelaku
berpengaruh terhadap opini audit. Jika
dan pelaksana keputusan perusahaan harus
laporan keuangan yang dibuat perusahaan
berusaha untuk memberikan yang terbaik
relevan dan sesuai dengan PABU maka
untuk perusahaan baik dalam penyajian
kemungkinan perusahaan akan memperoleh
laporan dan semua usaha yang berhubungan
opini wajar tanpa pengecualian. Dari
dengan perusahaan. Semakin baik sistem
uraian tersebut maka hipotesis yang dapat
pembukuan dan administrasi perusahaan
dirumuskan adalah :
akan mengurangi risiko salah saji material.
Semakin baik tata kelola perusahaan juga
H 1 : Komposisi Dewan Komisaris
akan berpengaruh terhadap kuatnya sistem
berpengaruh positif terhadap
pengendalian internal perusahaan sehingga
opini audit
dapat menekan terjadinya kecurangan dan
penyimpangan. Hal tersebut tentunya akan
b. Dewan Direksi
mempengaruhi opini audit atas perusahaan.
Semakin rendah tingkat salah saji yang
Variabel dewan direksi pada
material serta semakin kuatnya sistem
penelitian ini mengembangkan variabel
pengendalian internal suatu perusahaan
perbedaan fungsional penelitian Sari et al.,
maka akan berpengaruh terhadap semakin
(2012) dengan mengacu pada penelitian
tingginya opini audit yang diterima.
Wardhani (2006). Dewan direksi umumnya
Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang
bertugas mengarahkan dan mengawasi
dirumuskan adalah :
suatu entitas. Kumar dan Sifaramakrisnan
(2002) memandang dewan direksi sebagai
respon perusahaan terhadap agency conflik
antara pemilik dan manajer. Menurut
Siregar (2006) kewajiban dewan direksi
adalah mengusahakan dan menjamin
terlaksanakannya usaha dan kegiatan
perusahaan, menyiapkan rencana jangka
panjang perusahaan, mengadakan dan
memelihara pembukuan dan administrasi
perusahaan sesuai dengan standar yang
berlaku. Jensen (1993) dalam Utari (2001)
mengkonfirmasi bukti empiris bahwa
jumlah dewan direksi yang relatif kecil
dapat meningkatkan kinerja mereka dalam
memonitor manajer. Jumlah direksi yang
terlalu besar (Jensen (1993) menyebutkan
lebih dari 7 orang) tidak dapat berfungsi
secara optimal dan akan lebih mudah
dikontrol manajer, sedangkan dewan direksi
disibukan dengan masalah koordinasi.

H2 : Komposisi dewan direksi


berpengaruh positif terhadap opini audi
c. Komite Audit Internal
Internal auditing adalah suatu
fungsi penilaian independen dalam suatu
organisasi untuk menguji dan menilai
aktivitas perusahaan guna memberikan
pelayanan organisasi (Institute of Internal
Auditor, 1995). Pekerjaan auditing
dikemukakan Mulyadi dan Puradiredja
(1998) dalam Martono (2012) dapat
dikelompokan kedalam tiga cabang bidang
audit yaitu : internal auditing (audit
internal), governmental auditing (audit
pemerintah), dan independent auditing
(audit bebas). Untuk dapat memenuhi
harapan pihak manajemen tersebut
maka internal auditing harus memiliki

FORUM AKADEMIKA
kemampuan profesional atau kualitas
tertentu, dalam pengertian audit yang
dilakukan olek akuntan publik umumnya
kualitas audit selalu ditinjau dari pihak
auditor (Sutton, 1993). Perusahaan yang
memiliki audit internal dalam melakukan
prosesnya lebih cepat karena mempunyai
sistem pengendalian intern yang baik
sehingga memudahkan tugas auditor dalam
proses audit.
Berdasarkan pedoman Good
Coorparate Governance Indonesia tahun
2006, tugas komite audit adalah membantu
dewan komisaris untuk memastikan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, struktur pengendalian
internal dilakukan dengan baik, pelaksanaan
audit internal maupun audit eksternal
dilaksanakan sesuai standar audit yang
berlaku, selanjutnya temuan audit menjadi
evaluasi manajemen. Komite audit bertugas
untuk mengontrol kualitas laporan keuangan,
ketepatan waktuan laporan keuangan serta
mengontrol penyimpangan yang dilakukan
oleh manajemen. Dengan adanya komite
audit internal, sistem pengendalian internal
akan mempengaruhi kualitas penyajian
keuangan. Sistem pengendalian intern
juga mempengaruhi tingkat materialitas
perusahan, semakin tinggi tingkat material
semakin rendah kualitas laporan keuangan
dan apabila tingkat materialitas perusahaan
rendah kualitas laporan keuangan bagus,
dengan demikian auditor akan memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian. Dari
uraian tersebut maka hipotesis yang
dirumuskan adalah :
H3 : Komite audit internal berpengaruh
positif terhadap opini audit

56
d. Umur Perusahaan
Umur perusahaan
menggambarkan kemampuan
perusahaan bersaing dan memanfaatkan
peluang bisnis untuk tetap
berkecimpung dalam perekonomian.
Widiastuti (2002) menyatakan bahwa
umur perusahaan dapat menunjukan
bahwa perusahaan tetap eksis dan
mampu bersaing. Perusahaan yang
berumur lebih tua cenderung memiliki
pengalaman lebih banyak dan
mengetahui kebutuhan konstituennya
atas informasi perusahaan. Dengan
demikian, umur perusahaan dapat
dikaitkan dengan kinerja keuangan
suatu perusahaan. Semakin banyak
umur perusahaan maka penyajian atas
laporan keuangan juga akan lebih bagus
dibanding dengan umur perusahaan
yang masih muda. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Ariestyowati et al.,
(2010) menyatakan umur perusahaan
berpengaruh posotif terhadap laporan
keuangan perusahaan. Jika laporan
keuangan yang disajikan berkualitas
hal ini juga akan mempengaruhi opini
audit terhadap suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis yang dirumuskan adalah :
H4 : Umur perusahaan berpengaruh
positif terhadap opini audit
e. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan
gambaran besar kecilnya perusahaan
yang ditentukan berdasarkan ukuran
nominal misalnya jumlah kekayaan atau
total asset yang dimiliki perusahaan
(Rahayu, 2011) dalam (Widosari, 2012).

57
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
Organisasi besar memiliki lebih banyak
saham (Ismanu, 2008). Perusahaan yang
pengalaman dan mempunyai sumber daya
baik semestinya memiliki modal lebih
untuk menyampaikan informasi yang
besar daripada hutang. Dalam penelitian
lebih banyak kepada stakeholders untuk
Sari et al (2012) menyatakan bahwa
meningkatkan transparasi perusahaan
apabila rasio leverage suatu pemerintah
sehingga menurunkan konflik agency,
daerah berada pada level yang tinggi,
menarik investor, dan meningkatkan
maka pemerintah daerah cenderung akan
reputasi Barako et al., (2006)
memberikan informasi yang komprehensif
dalam laporan keuangannya, dengan tujuan
Perusahaan besar cenderung
untuk memberikan proteksi terhadap
lebih banyak mendapatkan sorotan publik
kreditur agar kreditur merasa aman untuk
dibanding perusahaan kecil. Pada penelitian
menanamkan pinjaman modal serta
yang dilakukan oleh Ariestyowati et al.,
memastikan bahwa pemerintah daerah
(2010) menyatakan ukuran perusahaan
sanggup untuk membayarkan kewajibannya
berpengaruh positif terhadap laporan
terhadap kreditur.
tahunan perusahaan. Jika sebuah institusi
Teori keagenan memprediksi
mempunyai kemampuan finansial yang
bahwa perusahaan dengan rasio leverage
baik, maka institusi tersebut mampu
yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih
mengeluarkan biaya untuk melakukan
banyak informasi, karena biaya keagenan
pengelolaan keuangaan sehingga dapat
perusahaan dengan struktur modal yang
memberikan pengungkapan yang memadai
seperti itu lebih tinggi (Ariestyowati et al.,
dalam laporan keuangan (Sari et al., 2012).
2010). Perusahaan dengan rasio leverage
Apabila perusahaan dapat menyusun
yang tinggi memiliki kewajiban untuk
dan memberikan laporan keuangan yang
menyediakan kebutuhan informasi kreditur
sesuai dengan PABU, besar kemungkinan
jangka panjang sehingga perusahaan
perusahaan tersebut untuk mendapatkan
akan menyediakan informasi secara lebih
opini wajar tanpa pengecualian. Dari
komprehensif (Almalia dan Ikka, 2007).
uraian diatas maka hipotesis yang dapat
Ketika perusahaan berkepentingan untuk
dirumuskan adalah :
memberikan informasi yang memadai
H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh
dalam laporan keuangan yang dibutuhkan
positif terhadap opini audit
oleh kreditur, maka perusahaan akan
cenderung menyajikan laporan keuangan
f. Leverage Perusahaan
yang relevan terhadap kepentingan kreditur.
Ariestyowati et al., (2010)
Semakin relevan dan handal laporan
mengkonfirmasi bukti empiris bahwa
keuangan yang dihasilkan akan menurunkan
leverage perusahaan signifikan
tingkat salah saji material sehingga akan
terhadap laporan keuangan suatu
berpengaruh terhadap pemberian opini
perusahaan. Leverage dapat diartikan
audit yang dilakukan oleh seorang auditor.
sebagai kemampuan perusahaan dalam
Maka hipotesis yang dapat dirumuskan :
mendayagunakan aktiva dan dana yang
H6 : Leverage berpengaruh positif
mempunyai beban tetap dengan tujuan
terhadap opini audit
untuk meningkatkan pendapatan pemegang

FORUM AKADEMIKA
C. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan Data dan Pemilihan
Sampel
Populasi penelitian ini meliputi
perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Jenisjenis
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) antara lain
bergerak dalam sektor industri dasar dan
kimia, sektor aneka industri, sektor industri
barang konsumsi. Sampel penelitian
ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009
2011. Pemilihan sampel menggunakan
metode purposive sampling dengan kriteria
sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Merupakan perusahaan manufaktur yang


terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Menerbitkan laporan tahunan pada periode
pengamatan
Laporan keuangan perusahaan tersebut
telah di audit dan dipublikasikan
Tidak termasuk perusahaan delisting

58
e.

Mempublikasikan data yang terkait dengan


penelitian

2. Sumber Data
Data yang digunakan adalah
data sekunder yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung (Lazuardi, 2012).
Dalam penelitian ini data yang digunakan
diperoleh dari www.idx.co.id berupa
annual report perusahaan manufaktur.
3. Definisi Operasional dan Pengukuran
a. Variabel Dependen dalam Penelitian
ini adalah Opini Audit
Opini audit pada laporan keuangan
perusahaan manufaktur adalah pendapat
yang diberikan auditor setelah auditor
memperoleh hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan perusahaan. opini audit ini
merupakan skala ordinal, semakin tinggi
ranking semakin baik kualitas laporan
keuangan. Pengukuran variabel opini
mengacu pada penelitian Sari et al.,(2012).

Tabel 1
Pengukuran Opini Audit

Opini Audit

Ranking

Wajar Tanpa Pengecualian

Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan

Wajar Dengan Pengecualian

Tidak Wajar

Tidak Menyatakan Pendapat

Variabel Independen adalah Karakteristik Perusahaan Manufaktur

1)

2)

3)

4)

59
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
perusahaan yang tampak (Sujoko
Dewan Komisaris
dan Soebiantoro, 2007). Mengacu
Dewan Komisaris merupakan suatu
pada penelitian Arietyowati et al.,
mekanisme untuk mengawasi dan
(2010) penentuan ukuran perusahaan
memberikan petunjuk dan arahan
didasarkan kepada total aset perusahaan
kepada pengelola perusahaan atau
karena nilainya lebih stabil. Total asset
pihak manajemen. Dewan Komisaris
perusahaan dinyatakan dalam rupiah.
diukur dalam komposisi jumlah dewan
6) Leverage Perusahaan
komisaris yang ada dalam perusahaan.
Pengukuran tersebut mengacu pada
Leverage dapat diartikan sebagai
penelitian Wardhani (2006).
kemampuan perusahaan dalam
mendayagunakan aktiva dan dana
Dewan Direksi
yang mempunyai beban tetap dengan
Dewan direksi umumnya bertugas
tujuan untuk meningkatkan pendapatan
mengarahkan dan mengawasi suatu
pemegang saham (Ismanu, 2008).
entitas. Mengacu pada penelitian
Sehingga leverage perusahaaan dapat
Wardhani (2006), dewan direksi
dihitung dengan proporsi total hutang
dihitung berdasarkan komposisi jumlah
(Ariestyowati et al., 2010)
dewan direksi yang ada diperusahaan.
Pengujian pengaruh variabel
Komite Audit Internal
karakteristik perusahaan manufaktur
( Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Komite audit merupakan suatu komite
Komite Audit Internal, Umur
yang terdiri dari sejumlah anggota
Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan
dewan komisaris perusahaan yang
Leverage perusahaan) terhadap opini
telah terpilih dan terseleksi (Ramadany,
audit menggunakan analisis ordinal
2004). Komite audit internal diukur
logistic regression dengan alat uji
dari komposisi komite audit tersebut
SPSS. Penelitian tentang kualitas
dalam suatu perusahaan.
audit yang menggunakan pengukuran
regresi ordinal logistik juga dilakukan
Umur Perusahaan
oleh Nuraini dan Dwi (2012) yang
Umur perusahaan adalah lama
menguji pengaruh karakteristik
perusahaan berdiri. Mengacu pada
pemerintah daerah terhadap kualitas
penelitian Ariestyowati et al., (2010)
audit. Persamaan ordinal logistic
umur perusahaan dihitung dari tahun
regresion dalam penelitian ini adalah
perusahaan berdiri sampai dengan
seperti berikut :
tahun penelitian dilakukan.

5) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah
mencerminkan besar kecilnya

Logit (p) = = 1DK + 2DR + 3AUI


+ 4AGE + 5SIZE + 6LEV

60

FORUM AKADEMIKA
Keterangan :

D. HASIL PENELITIAN

OPINI : Opini Audit


DK

: Jumlah Dewan Komisaris

DR

: Jumlah Dewan Direksi

AUI

: Audit Internal

1. Hasil Pengumpulan Data


Berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya pada
objek penelitian selama periode
penelitian yaitu tahun 2009 2011,
hasilnya dapat dipaparkan dalam tabel
sebagai berikut.

AGE : Umur Perusahaan


SIZE : Ukuran Perusahaan
LEV : Leverage Perusahaan
Tabel 2
Statistik Data
Kriteria
Perusahaan manufaktur tahun 2009 2011
Perusahaan manufaktur dengan data tidak lengkap
Total sampel penelitian
Sumber : Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasararkan hasil
pengumpulan data pada tabel
2 diatas, terdapat 408 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 20092011. Dari keseluruhan perusahaan
tersebut, terdapat 190 perusahaan
dengan data tidak lengkap sehingga
sampel perusahaan yang digunakan

Jumlah
408
190
218

dalam penelitian ini berjumlah 218


perusahaan.
2. Statistik Deskriptif
Pada tabel 3 disajikan statistik
deskriptif untuk semua sampel yang
digunakan, untuk menguji hipotesis
dalam penelitian ini.

Tabel 3
Descriptive Statistics (n=218)
Keterangan

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

OPINI

3,00

5,00

4,9450

0,28268

DK

1,00

12,00

4,5000

1,94688

DR

2,00

13,00

4,9037

2,19863

AUI

1,00

4,00

3,0046

0,33939

SIZE

87,28

1,54E8

4,1502E6

1,48784E7

AGE

8,00

93,00

35,8211

15,09540

LEV

1,02

998,36

2,3453E2

255,97491

Sumber : Hasil Pengolahan Data

61
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
Berdasarkan hasil pada tabel
berada pada skala 3 yang berarti berada
3 dapat dilihat nilai ratarata dari
pada skala Wajar Dengan Pengecualian
opini audit pada periode pengamatan
yaitu opini pada PT.Sumalindo Lestari
selama 3 tahun yaitu tahun 2009
Jaya meliputi tahun 2009, 2010, 2011.
2011 sebesar 4,9450. Nilai tersebut
menunjukan bahwa rata rata opini 3. H a s i l P e n g u j i a n H i p o t e s i s d a n
Pembahasan
aud it pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI berada pada
Hasil pengujian hipotesis
skala 4 (mendekati skala 5). Skala
m e n g g u n a k a n o rd i n a l l o g i s t i c
tersebut berada pada skala Wajar
regression adalah sebagai berikut .
Tanpa Pengecualian Dengan Kalimat
Penjelas. Nilai minimum opini audit a. Model Fitting Information
Tabel 4
Model Fitting Information
Model

-2 Log Likelihood

Intercept Only

86,451

Final

55,160

Chi-Square

Sig.

31,292

0,000

Link function: Logit.


Sumber : Hasil Pengolahan Data
Model hanya dengan intercept saja menghasilkan nilai 2 log likehood 86.451,
sedangkan jika independen H1 ampai dengan H6, maka nilai 2 log likehood turun menjad
55.160 dan penurunan ini signifikan pada 0.00, berarti model dengan independen lebih
baik dibandingkan dengan model dengan intercept saja.
b. Goodness-of-Fit
Tabel 5
Goodness-of-Fit
Chi-Square

Df

Sig.

Pearson

123,789

428

1,000

Deviance

55,160

428

1,000

Sumber : Hasil Pengolahan Data


Nilai goodness-of-fit menunjukkan tingkat signifikan 1, maka menunjukan
model fit. Hal tersebut mengidentifikasi bahwa secara statistik maupun secara teori,
model penelitian bisa didefinisikan dan dijelaskan.

62

FORUM AKADEMIKA
c. Pseudo R-Square
Tabel 6
Pseudo R-Square
Cox and Snell

0,134

Nagelkerke

0,408

McFadden

0,362

Pseudo R-Square menunjukan


36,2% sesuai dengan angka yang
ditunjukan pada kolom McFadden,
maka variasi independen H1 sampai
dengan H6 dapat menjelaskan
dependen dalam model penelitian.

Sumber : Hasil Pengolahan Data


d.

Parameter Estimate
Tabel 7
Parameter Estimates

Threshold
Location

[OPINI = 3.00]
[OPINI = 4.00]
DK
DR
AUI
SIZE
AGE
LEV

Estimate Std. Error Wald


0,087
2,972 0,001
1,538
2,952 0,271
-2,191
0,605 13,137
1,779
0,553 10,358
0,751
0,839 0,802
4,173E-8
0,000 0,735
0,140
0,065 4,655
0,008
0,003 5,529

Sig.
0,977
0,602
0,000
0,001
0,371
0,391
0,031
0,019

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
-5,738
5,911
-4,249
7,325
-3,376
-1,006
0,695
2,862
-0,893
2,395
-5,364E-8 1,371E-7
0,013
0,267
0,001
0,014

Sumber : Hasil Pengolahan Data


Hasil pengujian pada tabel
7 menunjukkan terdapat 4 variabel
yang signifikan yaitu variabel Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Umur
perusahaan, dan Leverage. Sedangkan
variabel Audit Internal serta Ukuran
perusahaan tidak signifikan.
1.)

Analisis Uji Hipotesis Pertama


Hasil output SPSS
menunjukan nilai signifikan 0.00
pada dewan komisaris. Hasil ini
mengidentifikasi bahwa dewan
komisaris berpengaruh terhadap opini
audit, maka dapat disimpulkan H 1

diterima. Berdasarkan output tersebut


dapat ditarik kesimpulan bahwa
komposisi dewan komisaris suatu
perusahaan berpengaruh terhadap
opini yang akan diberikan oleh
seorang auditor terhadap perusahaan
tersebut. Semakin banyak jumlah
atau komposisi dewan komisaris pada
suatu perusahaan, maka monitoring
dan pengawasan terhadap kinerja
perusahaan akan semakin bagus dan
efektif. Pengawasan yang baik akan
membuat manajemen perusahaan
semakin baik dalam melakukan

2.)

3.)

63
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
kinerjanya, demikian juga dalam
audit eksternal. Karena opini yang
penyusunan laporan keuangan.
diberikan pada suatu perusahaan
Laporan keuangan yang baik akan
berdasarkan kualitas laporan keuangan
berpengaruh pemberian opini Wajar
bukan berdasarkan jumlah komite
tanpa pengecualian oleh auditor.
audit yang ada dalam suatu perusahaan.
Komite audit internal berguna untuk
Analisis Uji Hipotesis Kedua
membantu dewan komisaris untuk
Hasil output SPSS menunjukan
memastikan bahwa laporan keuangan
nilai signifikan 0.01 pada dewan
disajikan secara wajar sesuai dengan
dereksi. Hasil ini mengidentifikasi
prinsip akuntansi yang berlaku
bahwa dewan direksi berpengaruh
umum, struktur pengendalian internal
terhadap opini audit, maka dapat
dilakukan dengan baik.
disimpulkan H2 diterima. Berdasarkan
output SPSS tersebut dapan ditarik 4.)
Analisis Uji Hipotesis Keempat
kesimpulan bahwa kewajiban dewan
Pada output SPSS pada
direksi adalah mengusahakan dan
ukuran perusahaan menunjukan bahwa
menjamin terlaksanakannya usaha
hasil tidak signifikan yaitu sebesar
dan kegiatan perusahaan, menyiapkan
0.391. Oleh karena tingkat siqnifikan
rencana jangka panjang perusahaan,
< 0.05, maka H4 ditolak. Berdasarkan
mengadakan dan memelihara
output SPSS tersebut dapat ditarik
pembukuan dan administrasi
kesimpulan bahwa perusahaan yang
perusahaan sesuai dengan standar yang
mempunyai ukuran yang tinggi belum
berlaku. Dewan direksi sebagai pelaku
tentu mendapatkan opini audit yang
dan pelaksana keputusan perusahaan
baik juga. Hal ini mungkin dikarenakan
harus berusaha untuk memberikan yang
perusahaan tidak memanfaatkan secara
terbaik untuk perusahaan baik dalam
maksimal sumber daya yang telah
penyajian laporan dan semua usaha
dimiliki untuk melakukan standart
yang berhubungan dengan perusahaan,
pelaporan laporan keuangan yang
hal ini akan mempengaruhi opini audit
telah ditetapkan. Hasil pengolahan data
atas perusahaan.
berbeda dengan hasil yang ditunjukan
oleh Sari et al., (2011), pada penelitian
Analisis Uji Hipotesis Ketiga
tersebut hasil tidak signifikan yaitu
Pada output SPSS pada
0.380.
komite audit internal menunjukan
bahwa hasil tidak signifikan yaitu 5.)
Analisis Uji Hipotesis Kelima
sebesar 0.371. Oleh karena tingkat
Hasil output SPSS
siqnifikan < 0.05, maka H3 ditolak.
menunjukan nilai signifikan 0.031
Berdasarkan output SPSS tersebut
pada Umur perusahaan. Hasil
dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah
ini mengidentifikasi bahwa umur
komite audit internal yang ada dalam
perusahaan berpengaruh terhadap
suatu perusahaan tidak berpengaruh
opini audit, maka dapat disimpulkan
terhadap opini yang dilakukan oleh
H5 diterima. Berdasarkan output SPSS

FORUM AKADEMIKA
tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa perusahaan yang memiliki umur
lebih banyak memiliki lebih banyak
pengalaman dan mempunyai sumber
daya untuk menyampaikan informasi
yang lebih banyak kepada stakeholders
untuk meningkatkan transparasi
perusahaan. Apabila informasi yang
disampaikan dapat dipercaya tentu saja
perusahaan tersebut akan mendapatkan
opini yang baik dari auditor. Hasil
pengolahan data yang signifikan
berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sari et al., (2011),
variabel umur perusahaan pada
penelitian tersebut menunjukan hasil
yang tidak signifikan yaitu 0.156.
6.)

Analisis Uji Hipotesis Keenam


Hasil output SPSS
menunjukan nilai signifikan 0.019
pada leverage perusahaan. Hasil ini
mengidentifikasi bahwa leverage
perusahaan berpengaruh terhadap
opini audit, maka dapat disimpulkan
H6 diterima. Berdasarkan output SPSS
tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa suatu perusahaan yang
memiliki tingkat leverage yang tinggi
maka akan memperoleh opini audit
yang baik juga. Pada perusahaan
yang mempunyai tingkat leverage
yang tinggi, perusahaan cenderung
memberikan proteksi yang maksimal
terhadap krediturnya. Proteksi tersebut
salah satunya dengan cara memberikan
laporan keuangan yang dapat dipercaya
oleh kreditur. Laporan keuangan yang
dapat dipercaya salah satunya adalah
telah mendapatkan opini dari auditor
yaitu opini yang baik. Hasil pengolahan
data yang signifikan sejalan dengan

64
penelitian yang dilakukan oleh Sari
et al., (2011), variabel laverage pada
penelitian tersebut menunjukan hasil
yang signifikan yaitu 0.002.
E.

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN


KETERBATASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan bukti empiris mengenai
pengaruh karakteristik perusahaan
manufaktur yang diproksikan dengan
dewan komisaris, dewan direksi, komite
audit internal, ukuran perusahaan, umur
perusahaan dan leverage perusahaan.
Penelitian ini menggunakan 218
sampel perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2009 2011.
Hasil pengujian menunjukkan komite
audit internal dan ukuran perusahaan
tidak signifikan terhadap opini audit.
Dewan komisaris berpengaruh
signifikan positif terhadap opini audit
yaitu dengan tingkat signifikan 0.000.
Dewan direksi juga menunjukkan
signifikan positif terhadap opini audit
yaitu sebesar 0.001. Hasil pengujian
yang signifikan juga terjadi pada
umur perusahaan yaitu sebesar 0.031.
Leverage perusahan menunjukan hasil
serupa yaitu 0.019.
Te r d a p a t b e b e r a p a
keterbatasan dalam penelitian ini
yaitu :

1. Periode penelitian pendek yaitu tahun


2009 2011 karena keterbatasan akses
data penelitian.
2. Penelitian ini mengabaikan faktor
faktor diluar karakteristik perusahaan,
sehingga hanya menggunakan faktor intern
perusahaan saja.

65
Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari
Saran saran yang dapat disampaikan
Refleksi Hasil Penelitian Empiris.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.4
peneliti untuk penelitian berikutnya adalah :
No.2, Nopember 2002.
1. Penelitian yang akan datang hendaknya
memperpanjang periode penelitian supaya
Fuad, Muhhamad (2006), Uji Empiris Faktor
hasilnya dapat digerelisasikan.
Faktor yang Mempengaruhi
2. Memasukkan faktorfaktor eksternal
Diclosure Perusahaan Manufaktur
perusahaan seperti kompetitor, serta
di BEJ. Akuntabilitas, Sekolah
mengembangkan pengukuran yang baru
Tinggi Ilmu Ekonomi IBBI Jakarta.
sebagai proksi karakteristik perusahaan
sektor privat.
Ghozali (2009), Analisis Multivariate Lanjutan
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Amir (1995), Auditing. Buku 1, Edisi
Indonesia, Salemba Empat: Jakarta.
Agoes, Sukrisno (2004), Pemeriksaan
Akuntansi.Jilid 1,Edisi ke Tiga,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia: Jakarta
Almalia, Luciana Spica dan Ikka Retrinasari
(2007), Analisis Pengaruh
Karakteristik Perusahaan Terhadap
Kelengkapan Pengungkapan Dalam
Laporan Tahunan Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di BEJ.
Seminar Nasional, FE Universitas
Trisakti, Jakarta.
Ariestyowati, Eny dan Ihyaul (2010), Pengaruh
Karakteristik Perusahaan Terhadap
Praktik Pengungkapan Intellectual
Capital Dalam Laporan Tahunan
Perusahaan Publik di Indonesia.
Simposium Akuntansi 1 APSA,
Yogjakarta.
Bawono, Icuk dan Elisa (2012), Faktor
Faktor Dalam Diri Auditor
dan Kualitas Audit. Simposium
Akuntansi 13, Purwokerto.
Chirstiawan, Yulius Jogi (2005), Kompetensi
Dan Indepedensi Akuntan Publik :

Dengan Program SPSS,Badan


Penerbit Universitas Diponegoro:
Semarang.

Http://www.id.scribd.com, diakses tanggal 4


Januari 2013
Http://www.idx.co.id
Http://www.retnoulandari.blogspot.com,
diakses tanggal 3
November 2012
Http://www.sahamok.com, diakses tanggal 3
November 2012
Mardisar, Diani dan Ria (2007), Pengaruh
Akuntabilitas dan Pengetahuan
Terhadap Kualitas Hasil Kerja
Auditor. Simposium Nasional
Akuntansi X, Makassar.
Martono, Bayu (2012), Pengaruh Motivasi
Auditor Terhadap Efektivitas dan
Efisiensi Audit. Skripsi, Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.
Nuraeni dan Dwi Martani (2012), The Impact
Of Local Government Characteristic
Toward Their Audit Quality For
Financial Report Of 2008 2009.
International Conference On Business
and Economic Reserch (3rd ICBER
2012) Proceeding.

FORUM AKADEMIKA
Ramadany, Alexander (2004), Analisis Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Opini
Going Concern Pada Perusahaan
Manufaktur yang Mengalami
Financial Distres di Bursa Efek
Jakarta, Tesis Megister. Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro
Semarang.
Sari, Syarifah Ratih Kartika, Fatchur, dan Yogi
(2012), Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah Tingkat I
Terhadap Opini Audit. Simposium
Akuntansi Nasional, Yogyakarta.
Sembiring. 2005. Karakteristik Perusahaan
dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial : Study Empiris pada
Perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta. Simposium Nasional
Akuntansi 8.
Setiawan, Santy (2006), Opini Going
Concern dan Prediksi Kebangkrutan
Perusahaan. Jurnal Ilmiah
Akuntansi, Vol V No 1.
Siagian, Gidie dan Imam (2012), Pengaruh
Struktur dan Aktivitas Good
Coorparate Governance Terhadap
Luas Pengungkapan Informasi
Strategis Secara Sukarela Pada
Website Perusahaan yang Terdaftar
Dalam Bursa Efek Indonesia.
Diponegoro Jurnal of Accounting.
Vol.3 No.2.
Simanjuntak, Binsar dan Lusy (2004). Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kelengkapan
pengungkapan Laporan Keuangan
pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia
Sujoko dan Ugi (2006), Pengaruh Struktur
Kepemilikan Saham, Leverage,

66
Faktor Intern, dan Faktor Ekstern
terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan
Vol.9, No.1
Tristanti, Leony Lovancy (2012),Analisis
Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Kelengkapan
Sukarela. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang.
Utari, Agnes (2009),Analisis Faktor Faktor
yang Berpengaruh Terhadap
Earning Management Pada
Perusahaan Publik di Indonesia.
Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 3
No.2
Wardhani, Ratna (2006), Mekanisme Corporate
Governance Dalam Perusahaan
Yang Mengalami Permasalahan
Keuangan. Simposium Nasional
Akuntansi 9 Padang.
Widosari, Shinta Altia (2012), Analisis
Faktor Faktor yang Berpengaruh
Te r h a d a p A u d i t D e l a y P a d a
Perusahaan Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia 2008-2010, Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang.
Wulandari, Ndaruningpuri (2006),Pengaruh
Indikator Coorparate Governance
Te r h a d a p K i n e r j a P u b l i k d i
Indonesia , Fokus Ekonomi. Vol. 1
No. 2.Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
PENA Semarang.
Zawitri, Sari (2001), Analisis Faktor
Faktor Penentu Kualitas Audit
yang Dirasakan dan Kepuasan
Auditee di Pemerintahan Daerah.
Tesis Megister, Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, Semarang.

PERANAN USAHA KECIL DALAM MENDUKUNG


PERTUMBUHAN EKONOMI

Edi Purwanto
STIE WIJAYA MULYA SURAKARTA
ABSTRAK
Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, usaha kecil dapat membuktikan bahwa sektor
ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan usaha kecil mampu
bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut
dibuktikan dengan semalin bertambahnya jumlah usaha kecil setiap tahunnya.
Keberadaan usaha kecil di tanah air kita hampir mewakili seluruh unit usaha diberbagai
sektor ckonomi yang hidup dalam perekonomian kita. Usaha kecil menempati posisi yang strategis
karena menyumbang lebih dari 88% penyeraan tenaga kerja.
Usaha kecil yang ada mewakili peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan
jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga. Posisi yang sangat penting untuk
menjamin stabilitas makro, terutama stabilitas sosial yang akhir akhir ini menjadi sangat kritis
sebagai penentu kelangsungan pertumbuhan ekonomi kita. Menyadari kedudukan usaha kecil
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, maka pemerintah berusaha menaruh perhatian
kepada usaha kecil ini, dengan program pembinaan melalui BUMN.
Sampai saat ini, masih banyak kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dalam
perkembangannya. Kendala ini begitu kompleknya, baik kendala dalam diri usaha kecil sendiri
maupun kendala eksternal yang berada diluar kemampuan dan jangkauan usaha kecil. Oleh
karena itu masalah usaha kecil perlu mendapat perhatian dan pemikiran lebih serius agar dapat
berperan di masa mendatang.
Kata kunci : Usaha kecil, peran usaha kecil, pertumbuhan ekonomi/perekonomian.
Pendahuluan

Tanpa disadari sejak berpuluh bahkan
beratus tahun, usaha kecil di persada Nusantara.
Ini telah menjadi tulang punggung kekuatan
ekonomi nasional. Mereka berada di seluruh
pelosok bumi tercinta bergerak dalam berbagai
bidang kehidupan ekonomi bersama pelaku
ekonomi lainnya. Namun demikian andil mereka
dalam memberikan peningkatan pendapatan
nasional sering terabaikan.


Harus diakui bahwa dalam waktu
yang relatif singkat sejak dicanangkannya
pembinaan usaha kecil sampai saat ini umumnya
masih banyak kendala bagi usaha kecil
dalam perkembangannya. Kendala ini begitu
kompleksnya baik kendala dalam diri usaha
kecil sendiri maupun kendala eksternal yang
berada diluar kemampuan dan jangkauan usaha
kecil. Oleh karena itu masalah usaha kecil perlu
mendapat perhatian dan pemikiran lebih serius
agar dapat berperan di masa mendatang.

68

FORUM AKADEMIKA

Di era Asia Free Trade Area atau AFTA,
maka persaingan semakin tajam, perusahaan
besar atau kecil dari luar negeri secara legal
formal diperbolehkan beroperasi didalam negeri
seperti layaknya perusahaan domestik.

Pada era globalisasi ini maka
perekonomian dunia terintegrasi secara global
dengan semakin kuatnya tuntutan terhadap
penerapan prinsip perdagangan bebas. Dampak
lebih jauh yaitu semakin kaburnya batas-batas
negara dalam perdagangan dan ekonomi.
Dampak yang harus segera diantisipasi yaitu
kemampuan daya saing produk hasil industri
dalam negeri di pasaran internasional, dimana
pasar internasional lebih luas dan terbuka di
banding dengan pasar dalam negeri.

Sejalan dengan perkembangan
sektor industri, perlu disadari bahwa
dalam pembangunan industri mutlak untuk
dikembangkannya usaha kecil dimana
keberhasilan industri andalan pada dasarnya
tidak terlepas dari dukungan industri kecil yang
berperan sebagai pemasok maupun sebagai
mitra usaha. Dari sisi lain pemberian perhatian
terhadap usaha kecil,adalah sebagai upaya demi
peningkatan penghasilan agar tidak terjadi

kesenjangan sosial yang menyolok, dan untuk


mencapai sasaran itu maka para pengusaha
kecil harus siap dengan produk dan sikap
profesionalnya.
Kondisi Umum Usaha Kecil

Sejalan dengan semakin cepatnya
perubahan situasi ekonomi dan perdagangan
yang semakin kompetitif dan terbuka, kiranya
perlu dipertegas terlebih dahulu mengenai
pengertian tentang siapa saja yang termasuk
sebagai usaha kecil. Perngertian ini penting
karena dengan pengertian yang tepat akan
dapat dihindari penanganan yang sifatnya
khusus namun diberikan secara umum ataupun
sebaliknya. Hal ini dapat berakibat merugikan
bahkan menimbulkan penanganan yang kabur
dan salah kaprah. Pengertian usaha kecil secara
sepintas sangat luas namun beberapa pendekatan
mencoba untuk menyusun suatu usaha termasuk
kecil. Pendekatan itu antara lain:
a. Pendekatan tenaga kerja :
Berdasarkan pendekatan ini bahwa
yang termasuk dalam pengertian usaha
kecil adalah :

Jenis Usaha
1. Usaha rumah tangga

Jumlah Tenaga Kerja


1-5 orang

2. Usaha kecil
Diluar itu bukan termasuk kecil, yaitu
3. Usaha menengah
4. Usaha besar
(Sumber : BPS)

6-19 orang

b.

Pendekatan Omzet & Asset


Berdasarkan surat keputusan
bersama antara Dirjen pembinaan
BUMN dan Dirjen pembinaan usaha
kecil nomor 1515/BU/1994 dan 02/
SKB/PPK/X/94 tanggal 14 Oktober

20 - 99 orang
100 orang ke atas
1994 usaha kecil adalah yang memiliki
omzet atau asset di bawah lima puluh
juta rupiah.
Bank Indonesia menganggap
usaha kecil adalah perusahaan atau
perorangan yang mempunyai total

Edi Purwanto
asset maximal enam ratus juta rupiah
tidak termasuk tanah dan bangunan
yang ditempati.

Disamping kriteria di atas
ada juga beberapa karakteristik yang
menyebutkan suatu usaha itu termasuk
kecil, karakteristik itu antara lain :
a. Umumnya bersifat usaha keluarga
1. Posisi kunci dipegang oleh pemilik
2. K e u a n g a n k e l u a r g a d a n
perusahaan cenderung berbaur
3. Tidak menuntut mekanisme
pertanggungjawaban yang ketat
4. Motivasi tinggi
5. Tidak terdapat spesialisasi dalam
manajemen.
b. Menggunakan teknologi sederhana
dalam proses produksinya
c. Hasil produksi dipasarkan di pasar
luar/dalam negeri
d. Lemah dalam manajemen, permodalan,
pemasaran dan administrasi
e. Mudah berganti usaha
f. Umumnya tidak memiliki jaminan
yang cukup
g. Standart industri Indonesia/Lokal.
h. Kebanyakan adalah pribumi asli.

Bidang usaha mereka
beragam mulai dari pertanian,
perikanan, pengrajin tradisional,
pangan, industri ringan, perdagangan,

69
dan sektor informal. Lokasi
keberadaan cenderung mendekati
lokasi pemukiman penduduk. Di
beberapa lokasi mereka sudah mampu
membentuk sentra-sentra industri
kecil dan kelompok usaha produktif.

Meskipun skala usahanya
kecil namun jaminan mereka amat
banyak, sehingga ada ungkapan bahwa
small business is big bisnis, mereka
menyerap banyak sekali tenaga kerja
manusia.

Menurut keputusan Presiden
RI No 99 tahun 1998 pengertian
usaha kecil adalah Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dengan
bidang usaha yang secara mayoritas
merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari
persaingan usaha yang tidak sehat.
Usaha kecil didefinisikan sebagaia
kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh perseorangan atau rumah tangga
maupun suatu badan bertujuan untuk
memproduksi barang atau jasa untuk
diperniagakan secara komercial dan
mempunyai omzet penjualan sebesar
1 (satu) miliar rupiah atau kurang.
Kriteria usaha kecil menurut UU No
9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000 (Dua
ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp 1.000.000.000
(Satu miliyar rupiah)

FORUM AKADEMIKA
3. Milik Warga Negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang tidak dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi baik
langsung maupun tidak langsung
dengan usaha menengah atau
usaha kecil.
Peran Usaha Kecil Dalam Perekonomian
Pada pasca krisis tahun 1997 di
Indonesia, usaha kecil dapat membuktikan
bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan
usaha kecil mampu bertahan dibandingkan
dengan usaha besar yang cenderung mengalami
keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan
semalin bertambahnya jumlah usaha kecil setiap
tahunnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha
kecil memegang peranan penting dalam
memajukan perekonomian suatu negara.
Demikian halnya dengan Indonesia, sejak
diterpa badai krisis finansial pada tahun 1996
silam, masih banyak usaha kecil hingga saat
ini masih mampu bertahan. Meskipun mereka
sempat goyang oleh dampak yang ditimbulkan,
namun dengan semangat dan jiwa yang kuat
maka mereka secara perlahan-lahan mampu
bangkit dari keterpurukan.

Keberadaan usaha kecil di tanah air
kita hampir mewakili seluruh unit usaha di
berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam
perekonomian kita, karena jumlahnya yang
amat besar, sampai saat ini usaha kecil mewakili
sekitar 99,85% dari jumlah unit usaha yang ada,
usaha menengah 0,14% dan usaha besar hanya
0,01%. Dengan demikian corak perekonomian
kita ditinjau dari subyek hukum pelaku usaha

70
adalah ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha
kecil di berbagai sektor, terutama sektor
pertanian dan perdagangan ,maupun jasa serta
industri pengelolaan.
Dari aspek pnyerapan tenaga kerja,
pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan
pada sektor yang memberikan kontribusi
tehadap out put perekonomian yang tinggi dan
penyerapan tenaaga kerja dalam jumlah yang
besar. Adapun sektor yang dimaksud adalah
sektor industri pengolahan, dengan tingkat
pertambahan out put brutto sebesar 360,19%
dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar
23,21% lebih besar dari pada sektor pertanian,
pertambangan dan jasa. Kontribusi terhadap
pertambahan out put bruto dan penyepan tenaga
yang lebih besar daripada usaha besar.
Peranan usaha kecil dalam pemerataan
pendapatan, tak kalah pentingnya dengan
upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan
perluasan kesempatan kerja yang tinggi adalah
peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan
pendapatan. Dalam rangka meningkatkan peran
usaha kecil di indonesia berbagai kebijakan
dari aspek makro ekonomi perlu diterapkan,
dengan memberikan stimulus ekonomi yang
lebih besar kepada industri ini akan memberikan
dampak yang lebih besar dan luas terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja,
dan distribusi pendapatan yang lebih merata
di Indonesia. Stimulus yang dimaksud dapat
berupa memeberikan dana kepada usaha kecil
melalui investasi pemerintah. Perlu komitmen
yang kuat dalam bentuk peraturan pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah untuk mengalokasikan sebagian besar
dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan
dalam usaha usaha produktif usaha kecil.
Menginvestasikan dananya pada usaha kecil
perlu diberikan berbagaai kemudahan, dalam
bentuk penyediaan infrastruktur, kemudahan

Edi Purwanto
sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan
pajak.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah
dengan memberikan pinjaman modal berupa
kredit berbunga rendah. untuk pelaksanaannya
melibatkan pihak perbankan , khususnya
perbankan milik pemerintah , Upaya ini
dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para
pelaku usaha kecil terhadap modal yang selama
ini relative terbatas. Diperluka pula ketegasan
dari pemerintah dalam bentuk peraturan
perundangan ataupaun peraturan pemerintah
(PP) untuk mendorong pihak perbankan
melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh
dan penuh tanggung jawab.

Usaha kecil memiliki posisi yang
sangat strategis karena menyumbang lebih dari
88% penyerapan tenaga kerja, posisi sangat
penting untuk menjamin stabilitas makro
terutama stabilitas sosial yang akhir-akhir ini
sangat kritis sebagai penentu kelangsungan
pertumbuhan kita dan investasi baru untuk
melangsungkan pertumbuhan.

Ada tiga alasan utama kenapa suatu
negara harus mendorong usaha kecil yang ada
untuk terus berkembang :
1. Usaha kecil pada umumnya cenderung
kinerja yang lebih baik dalam hal
menghasilkan tenaga kerja yang
produktif.
2. Usaha kecil seringkali mencapai
peningkatan produktivitasnya melalui
investsi dan perubahan teknologi. Hal
ini merupakan bagian dari dinamika
usahanya yang terus menyesuaikan
perkembangan zaman.
3. Usaha kecil ternyata memiliki
keunggulan dalam hal fleksibilitas
dibandingkan dengan perusahaan
besar.

71


Di Indonesia, usaha kecil yang ada
memiliki peran penting dalam menyerap tenaga
kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan
mendukung pendapatan rumah tangga sehingga
pertumbuhyan ekonomi bisa berjalan. Usaha
kecil mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional,oleh karena
selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi
dan penyerapan tenaga kerja juga berperan
dalam pendistribusian hasil- hasil pembangunan.
Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita
beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha
berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan
berhenti aktivitasnya, sektor usaha kecil terbukti
lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Pengembangan usaha kecil perlu mendapat
perhatian yang besar baik dari pemerintah
maupun masyarakat agar dapat berkembang
lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi
lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu
diupayakan lebih kondusif bagi tunbuh dan
berkenbangnya usaha kecil. Pemerintah perlu
meningkatkan perannya dalam memberdayakan
usaha kecil. disamping mengembangkan
kemitraan usaha yang saling menguntungkan
antara pengusaha besar dengan pengusaha
kecil, dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya.

Kendala Yang Dihadapi Usaha Kecil



Perkembangan suatu usaha dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam upaya
berkembang atau bahkan tetap hidup, usaha kecil
menghadapi berbagai kendala baik itu kendala
internal maupun eksternal yang berada di luar
jangkauannya. Menurut Khumaelah (2011),
kendala-kendala yang dihadapi perusahaan
antara lain:

72

FORUM AKADEMIKA
A. Faktor Internal.
1. Kurangnya Permodalan dan
Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor
utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit
usaha., pada umumnya usaha kecil
merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup,
yang mengandalkan modal dari si
pemilik yang jumlahnya sangat
terbatas, sedangan modal pinjaman
dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif
dan teknis yang diminta oleh bank
tidak dapat dipenuhi. Persyaratan
yang menjadi hambatan terbesar
bagi Usaha Kecil adalah adanya
ketentuan mengenai agunan
karena tidak semua Usaha Kecil
memiliki harta yang memadai dan
cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, Usaha
Kecil juga menjumpai kesulitan
dalam hal akses terhadap sumber
pembiayaan. Selama ini yang
cukup familiar dengan mereka
adalah mekanisme pembiayaan
yang disediakan oleh bank
dimana disyaratkan adanya
agunan.,perlakuan, hak atas tanah,
infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM)
Sebagian besar usaha kecil

tumbuh secara tradisional dan


merupakan usaha keluarga yang
turun temurun. Keterbatasan
kualitas SDM usaha kecil baik dari
segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap
manajemen pengelola usahanya,
sehingga usaha tersebut sulit
untuk berkembang dengan
optimal. Di samping itu
dengan keterbatasan kualitas
SDM-nya, unit usaha tersebut
relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru
untuk meningkatkan daya saing
produk yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan
Kemampuan Penetrasi Pasar.
Usaha kecil yang pada umumnya
merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang
sangat terbatas dan kemampuan
penetrasi pasar yang rendah,
ditambah lagi produk yang
dihasilkan jumlahnya sangat
terbatas dan mempunyai kualitas
yang kurang kompetitif. Berbeda
dengan usaha besar yang telah
mempunyai jaringan yang sudah
solid serta didukung dengan
teknologi yang dapat menjangkau
internasional dan promosi yang
baik.
4. Kurangnya Transparasi
Kurangnya transparasi antara
generasi awal pembanguanan

73

Edi Purwanto
Usaha Kecil tersebut terhadap
generasi selanjutnya. Banyak
informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak
diberitahukan kepada pihak
yang selanjutnya menjalankan
usaha tersebut sehingga hal
ini menimbulkan kesulitan
bagi generasi penerus dalam
mengembangkan usahanya.
B. Faktor Eksternal.
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya
Kondusif.
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil
dari tahun ke tahun selalu dimonitor
dan dievaluasi perkembangannya
dalam hal kontribusinya terhadap
penciptaan Produk Domestik
Brutto (PDB), penyerapan tenaga
kerja, ekspor dan perkembangan
pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil melalui
pembentukan modal tetap brutto.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk
menumbuhkembangkan Usaha
Kecil, meskipun dari tahun ke
tahun terus disempuranakan,
namun dirasakakn belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini
terlhat antara lain masih terjadinya
persaingan yang kurang sehat
antara pengusaha-pengusaha kecil
dan menengah dengan pengusahapengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh
Usaha kecil adalah mendapatkan

perijinan untuk menjalankan usaha


mereka. Keluhan yang seringkali
terdengar mengenai banyaknya
prosedur yang harus diikuti
dengan biaya yang tidak murah,
ditambah lagi dengan jangka
waktu yang lama. Hal ini sedikit
banyak terkait dengan kebijakan
perekonomian Pemerintah yang
dinilai tidak memihak pihak kecil
seperti Usaha Kecil tetapi lebih
mengakomodir kepentingan dari
para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan prasarana
Usaha
Kurangnya informasi yang
berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyebabkan sarana dan prasarana
yang mereka miliki juga tidak
cepat berkembang dan kurang
mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan.
Selain itu, tak jarang Usaha kecil
kesulitan dalam memperoleh
tempat untuk menjalankan
usahanya yang disebabkan karena
mahalnya harga sewa atau tempat
yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau
lebih dikenal dengan pungutan
liar menjadi salah satu kendala
juga bagi Usaha Kecil karena
menambah pengeluaran yang tidak
sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi
sekali namun dapat berulang kali

74

FORUM AKADEMIKA
secara periodik, misalnya setiap
minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undangundang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian diubah dengan UU
No. 32 Tahun 2004, kewenangan
daerah mempunyai otonomi
untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan
sistem ini akan mempunyai
implikasi terhadap pelaku bisnis
kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang
dikenakan pada Usaha kecil. Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi
maka akan menurunkan daya
saing usaha kecil. Disamping
itu, semangat kedaerahan yang
berlebihan, kadang menciptakan
kondisi yang kurang menarik
bagi pengusaha luar daerah untuk
mengembangkan usahanya di
daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa
AFTA yang mulai berlaku Tahun
2003 dan APEC Tahun 2020
berimplikasi luas terhadap usaha
kecil untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal
ini, mau tidak mau Usaha Kecil
dituntut untuk melakukan proses
produksi dengan frekuensi pasar
global dengan standar kualitas
seperti isu kualitas (ISO 9000), isu

lingkungan (ISO 14.000), dan isu


Hak Asasi Manusia (HAM) serta
isu ketenagakerjaan. Isu ini sering
digunakan secara tidak fair oleh
negara maju sebagai hambatan
(Non Tariff Barrier for Trade).
Untuk itu, Usaha Kecil perlu
mempersiapkan diri agar mampu
bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan
kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan
Pendek
Sebagian besar produk industri
kecil memiliki ciri atau
karakteristik sebagai produkproduk dan kerajinan-kerajinan
dengan ketahanan yang pendek.
Dengan kata lain,produk-produk
yang dihasilkan Usaha Kecil
Indonesia mudah rusak dan tidak
tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan
menyebabkan produk yang
dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif baik di pasar
nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, Usaha
kecil juga menemui kesulitan
dalam hal akses terhadap
informasi. Minimnya informasi
yang diketahui oleh Usaha Kecil,
sedikit banyak memberikan

75

Edi Purwanto
pengaruh terhadap kompetisi
dari produk ataupun jasa dari unit
usaha Usaha kecil dengan produk
lain dalam hal kualitas. Efek dari
hal ini adalah tidak mempunyai
produk dan jasa sebagai hasil dari
Usaha Kecil untuk menembus
pasar ekspor. Namun, disisi lain,
terdapat pula produk atau jasa
yang berpotensia untuk bertarung
di pasar internasional karena tidak
memiliki jalur ataupun akses
terhadap pasar tersebut, pada
akhirnya hanya beredar di pasar
domestik.

dibutuhkan usaha kecil sangat beragam. Bantuan


dan dukungan tersebut antara lain :

Secara ringkas kendala usaha


kecil baik itu kendala internal maupun eksternal
yang berada diluar jangkauannya antara lain,
masalah :

1. Perlindungan usaha kecil antara


lain meliputi perlindungan untuk
memperoleh kepastian usaha,
kepastian memperoleh bahan
baku.

a. Sumber Daya Manusia


b. Pemasaran
c. Permodalan

a. Bantuan konkrit berupa :


1. Peningkatan pendidikan umum
2. Peningkatan kemampuan usaha/
wawasan bisnis
3. Pelatihan teknis produksi
4. Pelatihan keterampilan penjualan
5. Pelatihan dalam keuangan
6. Pemberian bantuan permodalan
7. Pemberian prasarana/infrastruktur
8. Kesempatan ikut promosi
b. Dukungan perlindungan berupa aturan
dan pemberian kesempatan

2. K e s e m p a t a n a k s e s k e
pemerintahan dan usaha besar

d. Teknologi (berkaitan dengan standar


industri)

3. Kemudahan dalam perizinan

e. Negoisasi

5. Kemudahan dalam prosedur


memperoleh bantuan

f. Penyediaan bahan baku


g. Kerjasama usaha
h. Kurangnya wawasan usaha (budaya)
i.

Pesaing

j.

Generasi penerus

k. Tidak adanya akses kepada usaha


besar /pemerintah
l.

Segi konsumen

Antara masalah yang satu dengan


yang lainnya bisa saling ketergantungan yang
merupakan lingkaran tidak berujung pangkal.
Berdasarkan kendala-kendala
diatas maka bantuan/maupun dukungan yang

4. Keringanan perpajakan

Bantuan dan dukungan yang


diberikan oleh pemerintah maupun masyarakat
apakah badan oleh swasta, perguruan tinggi,
lembaga sosial masyarakat dan perbankan
sesuai dengan profesinya, sehingga tidak terjadi
kasus usaha kecil dipersulit. Kejadian daripada
itu hendaknya dihindarkan pembebanan biaya
yang memberatkan kepada pengusaha kecil
dalam proses penerimaan bantuan (high cost
economy). Dengan kata lain kegiatan pembinaan
usaha kecil ini lebih dekat kepada segi sosial
daripada bisnisnya.

76

FORUM AKADEMIKA
Dalam bidang perundangan dan
peraturan perlindungan kepada usaha kecil
pun di beberapa negara yang selama ini kita
anggap sebagai negara kapitalis ternyata juga
memberikan dukungan iklim yang kondusif bagi
perkembangan usaha kecil.
Selain peran dari Pemerinatah,
dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat,
dan lembaga penelitian, juga telah melakukan
beberapa kegiatan yang bertujuan untuk
mengembangkan Usaha Kecil.
Langkah yang Dapat Ditempuh

Dengan mencermati permasalahan
yang dihadapi oleh Usaha kecil dan langkahlangkah yang selama ini telah ditempuh, maka
kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai
berikut :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang
Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan
terciptanya iklim yang kondusif
antara lain dengan mengusahakan
ketentraman dan keamanan
berusaha serta penyederhanaan
prosedur perijinan usaha,
keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas
skema kredit khusus dengan syaratsyarat yang tidak memberatkan
bagi Usaha kecil, untuk membantu
peningkatan permodalannya, baik
itu melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial
informal, skema penjaminan.
Pembiayaan untuk Usaha Kecil
sebaiknya menggunakan Lmebaga
Keuangan Mikro (LKM) yang
ada maupun non bank. Lembaga

Keuangan Mikro bank antara


lain : BRI unit Desa dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki
sekitar 4.000 unit yuang tersebar
diseluruh Indonesia. Dari kedua
LKM ini sudah tercatat sebanyak
8.500 unit yang melayani Usaha
Kecil. Untuk itu perlu mendorong
pengembangan LKM agar dapat
berjalan dengan baik, karena
selama ini LKM non koperasi
memiliki kesulitan dalam
legimitas operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu,
terutama jenis usaha tradisional
yang merupakan usaha
golongan ekonomi lemah, harus
mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui
undang-undang maupun peraturan
pemerintah yang bermuara kepada
saling menguntungkan (win-win
solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan
yang saling membantu antar
usaha Kecil, atau Usaha kecil
dengan pengusaha besar di dalam
negeri maupun di luar negeri,
untuk menghindarkan terjadinya
monopoli dalam usaha. Selain itu,
juga untuk memperluas pangsa
pasar dan pengelolaan bisnis yang
lebih efisien. Dengan demikian,
Usaha kecil akan mempunyai
kekuatan dalam bersaing dengan
pelaku bisnis lainnya, baik dari
dalam maupun luar negeri.

77

Edi Purwanto
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan
pelatihan bagi Usaha kecil baik
dalam aspek kewiraswastaan,
manajemen,administrasi
dan pengetahuan serta
keterampilannya dalam
pengembangan usahanya. Selain
itu, juga perlu diberi kesempatan
untuk menerapkan hasil pelatihan
di lapangan untuk mempraktekkan
teori melalui pengembangan
kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga
yang khusus bertanggung jawab
dalam mengkoordinasikan semua
kegiatan yang berkaitan dengan
upaya penumbuhkembangan
Usaha kecil dan juga berfungsi
untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan
baik internal maupun eksternal
yang dihadapi oleh Usaha Kecil.
7. Memantapkan Asosiaso
Asosiasi yang telah ada perlu
diperkuat, untuk meningkatkan
perannya antara lain dalam
pengembangan jaringan informasi
usaha yang sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha bagi
anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses
kemitraan antara Usaha Kecil
dengan usaha besar diperlukan
media khusus dalam upaya
mempromosikan produk-produk
yang dihasilkan. Disamping itu,
perlu juga diadakan talk show

antara asosiasi dengan mitra


usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang
Setara
Perlu adanya kerjasama atau
koordinasi yang serasi antara
pemerintah dengan dunia usaha
untuk menginventarisir berbagai
isu-isu mutakhir yang terkait
dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan
Prasarana
Perlu adanya pengalokasian
tempat usaha bagi Usaha kecil
di tempat-tempat yang strategis
sehingga dapat menambah potensi
berkembang bagi Usaha Kecil
tersebut.
Pelaksanaan Pembinaan Usaha Kecil

Menyadari kedudukan usaha kecil
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional, maka pemerintah jauh-jauh hari sudah
berusaha menaruh perhatian kepada usaha kecil
ini. Perhatian pemerintah sudah di mulai sejak
dengan adanya program Kredit Investasi Kecil
(KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP),
Kredit BIMAS, INMAS, KUK (Kredit Usaha
Kecil) yang memberikan bantuan permodalan
dari bank-bank pemerintah. Disamping itu
beberapa departemen teknik masing masing
seperti Departemen Perindustrian (program
pelatihan kewirausahaan) , Departemen
(Program P4WK), Departemen Sosial, BKKBN
(Program Unit Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera) sudah lama memiliki
program pembinaan terhadap usaha kecil yang
terkait dengan fungsinya.

FORUM AKADEMIKA

Adapun program pembinaan melalui
BUMN di mulai dengan permintaan Bapak
Presiden melalui Bapak Angkat maka
dimulailah pembinaan usaha kecil melalui
pemanfaatan sisa laba Badan Usaha Milik
Negara. Himbauan ini kemudian di kukuhkan
dengan keluarnya berbagai keputusan dan
peraturan.
Secara Garis Besar pembinaan oleh BUMN
adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan calon mitra binaan
a. Telah melakukan usaha dan
berpotensi untuk dikembangkan
b. Diprioritaskan yang memiliki
omset/asset dibawah Rp. 50 juta.
c. Menyediakan dana dari modal
sendiri sebesar 25 % dari
kebutuhan
2. Bentuk Bantuan
Bentuk bantuan BUMN berupa :
a. Pemberian pendidikan/pelatihan
dan pemagangan untuk peningkatan
kewirausahaan,manajemen serta
peningkatan teknis produksi.
b. Pinjaman modal kerja dan
investasi dengan bunga rendah.
c. M e m b a n t u p e m a s a r a n d a n
promosi hasil produksi
d. Menjadi penjamin bagi usaha
kecil yang memperoleh kredit
bank
e. Keikutsertaan dalam perusahaan
modal venture
3. Status Bantuan
Bantuan yang berbentuk pemberian
pendidikan, pelatihan, penelitian dan
pemagangan serta pemasaran dan
promosi diberikan sebagai hibah. Porsi
hibah dari total dana adalah sebesar

78
30% dan sisanya 70 % dialokasikan
untuk bantuan pinjaman.
Sedangkan bantuan modal kerja dan
investasi merupakan pinjaman yang
digunakan untuk pengadaan bahan
baku, mesin-mesin dan peralatan serta
sarana kerja lainnya.
Jaminan perbankan diberikan sebagai
corporate guarantee dengan jumlah
maksimal Rp. 50 juta.
4. Tingkat bunga dan jangka waktu
bantuan
Tingkat bunga lunak yang diberlakukan
menurun (sliding) sesuai bidang
usahanya masing-masing yang harus
lebih rendah dari bunga perbankan.
Jangka waktu pembinaan bersifat
sementara dan paling lama adalah
5 tahun. Pembatasan jangka waktu
pembinaan ini bertujuan agara semua
pengusaha kecil dapat turut menikmati
bantuan.
5. Tata cara pengajuan permohonan dan
pemberian bantuan
Dengan dibentuknya Forum
Koordiinasi di Daerah Tk II (kabupaten
dan kotamadya) yang selain bertindak
sebagai koordinator juga bertindak
sebagai fasilitator (bank data) di
daerahnya maka semua roposal/
permohonan bantuan yang diajukan
oleh usaha kecil dan koperasi harus
melalui lembaga ini. Oleh Forum
Koordinasi calon mitra binaan
didaftar, diberi rekomendasi dan
diarahkan ke BUMN yang sudah
ditunjuk untuk membina di daerah
tersebut berdasarkan Keputusan Forum
Koordinasi TK. I (Propinsi). Pemberian
bantuan ini dilarang melalui perantara

79

Edi Purwanto
atau lembaga, jadi harus langsung
diberikan oleh BUMN kepada Mitra
Binaan.
Berdasarkan proposal dan daftar
yang diaukakn BUMN kemudian
mengadakan seleksi dan evaluasi
kelayakannya.keputusan umlah
bantuan sepenuhnya diserahkan
kepada BUMN masing-masing. Tidak
dirinci dengan jelas dalam aturannya
bagaimana cara evaluasi kelayakan ini,
hanya sebagai patokan bahwa jumlah
bantuan yang dapat diberikan adalah
sebesar 70% dari jumlah yang diminta.
Usaha kecil yang telah ditetapkan
menjadi mitra binaan kemudian
menyelesaikan proses administras
dengan BUMN yang bersangkutan
kemudian dituangkan dalam suatu
kontrak perjanjian.
6. Biaya pembinaan
Segala biaya yang timbul dalam
pembinaan ini dibebankan kepada
BUN masing-masing sebagai biaya
eksploitasi. Tidak diperkenankan
mengguanakan dana \sisa laba ini
untuk biaya penyaluran bantuan.
7. Tolok ukur keberhasilan pembinaan.
Semua pelaksanaan pembinaan harus
dilaporkan kepada Menteri Keuangan
Cq. DIRJEN Pembinaan BUMN,
Forum Koordinasi Tk I dan Pusat
serta kepada Departemen Teknis
masing-masing. Berdasarkan leporan
ini masing-masing BUMN dimonitor
dan dinilai keberhasilannya dalam
membina. Komponen penilaian ini
antara lain:
a. Jumlah kelayakan bantuan
b. Jumlah penyerapan tenaga kerja

c. Jumlah penambahan asset dan


omzet
8. Unit organisasi pembinaan.
Menurut ketentuannya setiap BUMN
wajib membentuk unti khusus yang
mengelola pembinaan usaha kecil.
Unit ini berada langsung dibawah
koordinasi salah satu direktur.
Kendala-kendala yang dialami oleh BUMN
selama ini adalah sebagai berikut :
1. Banyaknya dan bervariasinya usaha
kecil membuat repot karena setiap
permohonan kasus yang tidak
sepenuhnya sama, sehingga perlakuan
yng sama sering diberikan kepada
calon mitra yang berbeda.
2. kurangnya petugas pembina dan
kurangnya keterampilan evaluation,
menyebabkan proses penyaluran
terhambat dan kkurang akurat.
3. T i d a k t e r s e d i a n y a p e d o m a n
administrasi dan akuntansi keuangan
dana pembinaan (software) cukup
merepotkan petugas pelaksana.
4. Kemampuan monitoring mitra bahasa
tidak maksimal oleh karena mitra
bahasa tidajk disiplin memberikan
laporan dan lokasinya jauh.
5. Timbul konflik dilematis, disatu
sisi beban eksploitasi pembinaan
mengurangi keuntungan BUMN,
padahal keuntungan menjadi salah satu
unsur penilaian keberhasilan BUMN.
6. BUMN yang sudah go public seperti
PT Indosat tidak lagi diharuskan
membina langsung namun dilimpahkan
kepada PT. Pos Indonesia. Hal ini juga
menambah berat badan BUMN yang
menerima pelimpahan.

FORUM AKADEMIKA

80

7. Tidak tersedinya data lengkap tentang


usaha kecil, sehingga menyulitkan
dalam perencanaan.

kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk


mencegah dari persaingan yang tidak sehat.

Kelebihan dan peluang yang dimiliki BUMN


antara lain:

Pertumbuhan usaha kecil di Indonesia


membawa dampak baik bagi pertunbuhan
ekonomi, dan perkembangan perekonomian
karena tanpa disadari telah mampu mengurangi
angka pengangguran di masyarakat, sekaligus
juga meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat.

1. Dana Sisa laba BUMN merupakan


uang dingin, berbeda dengan
perbankan. Di dunia perbankan, uang
yang sebagian besar adalah uang
nasabah merupakan alat produksi
yang seyogyanya diperlakukan agar
memberikan hasil maksimal. Hal
inilah yang memberikakn peluang bagi
BUMN untuk memberikan bungan
rendah.
2. Daya jangkau BUMN kepelosokpelosok cukup baik, oleh karena
adanya kantor-kantor cabang atau
ranting.
3. Pada saat ini belum ada lembaga yang
lebih siap dibanding BUMN untuk
menyalurkan dana kepada usaha kecil
dan koperasi ke seluruh enjuru tanah
air.
4. Banyak usaha kecil yang bidang
usahanya terkait dengan core bisnis
BUMN

Simpulan
Usaha kecil merupakan sebuah istilah yang
mengacu ke jenis usaha yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200.000.000. (dua ratus
juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, Dan usaha yang berdiri sendiri.
Menurut keputusan Presiden RI No.99 tahun
1998 pengertian Usaha Kecil adalah : Kegitan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan
bidang usaha yang secara mayoritas merupakan


Keberadaan usaha kecil di tanah air kita
memang mewakili hampir seluruh unit usaha
di berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam
perekonomian kita, karena jumlah yang sangat
besar.

Usaha kecil baik berupa perorangan,
perusahaan maupun koperasi adalah salah satu
pelaku ekonomi yang harus mendapat perhatian
khusus dalam pembangunan perekonomian
nasional. Keberadaan usaha kecil tak dapat
di abaikan, berada di sekitar kita dan bahkan
tanpa terasa usaha kecil kita butuhkan dalam
melaksanakan pekerjaan dan pemenuhan
kebutuhan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
usaha kecil yang ada memegang peranan
penting dalam memajukan perekonomian
suatu negara. Di Indonesia, usaha kecil yang
ada memiliki peran penting dalam menyerap
tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha,
dan mendukung pendapatan rumah tangga.

Andil usaha kecil ternyata cukup
berarti karena telah memberikan penghidupan
kepada sekian banyak jiwa, meskipun sarat
dengan kekurangan kekurangan, usaha kecil
tetap mampu bertahan dan menyesuaikan
sekalipun dalam kondisi perubahan yang sering
terjadi.

Di era perdagangan bebas saat ini,
tantangan lebih berat karena harus bersaing
dengan pengusaha kecil dari negara lain. Peluang

Edi Purwanto
yang tersedia saat ini adalah salah satunya yaitu
pembinaan dari BUMN dalam bentuk pinjaman
lunak dan peningkatan kemampuan usaha
(hibah). Bantuan dengan dukungan perihal
diberikan oleh semua pihak baik pemerintah
maupun swasta sesuai dengan bidang,cara dan
kemampuannya masing-masing.

Pembinaan oleh BUMN berupa
bantuan dana dari sisa laba usaha BUMN
merupakan uluran tangan pemerintah untuk
mencoba mengangkat dan menjadikan usaha
kecil tangguh dan mandiri telah menjadi salah
satu tujuan pembangunan ekonomi, sehingga
pertumbuhan ekonomi berjalan. Oleh karena itu,
masalah usaha kecil perlu mendapat perhatian
dan pemikiran lebih serius agar dapat berperan
di masa datang.

81
Koperasi dan UKM Periode tahun
2001-2004, Jakarta

Kementrian Koperasi dan UKM (2004),


Draf Rencana Program Kementrian
Koperasi dan UKM periode tahun
2005-2009, Jakarta.
Kementrian Koperasi dan UKM dan BPS,
(2003), Pengukuran dan Analisa
Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga
Kerja Nilai Tambah dan Ekspor Usaha
Kecil serta Peranannya terhadap
Tenaga Kerja Nasional, Jakarta.
Khumaelah, (2011,January 12),Usaha Kecil
Menengah.

DAFTAR PUSTAKA
http://Apwardanu.wordpress.
com/2009/07/01,peran-dan-potensiusaha-kecil-dan-menengah/
Hiro Tugiman (1995), Peranan Usaha Kecil
dan Koperasi Dalam memanfaatkan
sisa laba BUMN. Bendera : Ereseo
Heri, 2012 Maret 12, Perananan UKM
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia.
Kementrian Koperasi dan UKM, Draf
Rencana Strategis Pembangunan
Koperasi dan UMKM periode tahun
2005-2009,Jakarta
Kementrian Koperasi dan UKM (2004),
Laporan Kinerja Kementrian

http://Masherla.wordpress.com/2012/03/08/
peranan-usaha-kecil-dalamperekonomian-indonesia/
Suryana, (2001), Kewirausahaan. Jakarta :
Salemba Empat.
http://Umkm.bebali.com/perdagangan/beritausaha/umkm-dan-ekonomi-banggahtml
undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil
http://wartawanga-gunadarma.ac.id/2000/01/
peran-usaha-kecil-dan-menengahdalam-indonesia-perekonomian/

PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN TERHADAP KINERJA


INDIVIDUAL PEGAWAI PD. BPR BKK GROGOL CABANG BAKI, SUKOHARJO

Kasidi
STIE Wijaya Mulya surakarta
ABSTRACT
The purpose of this research is to investigate nfluence of the management control system to
individual performance. The data of the study consist of 29 personnel of PD. BPR BKK grogol
cabang baki, sukoharjo, Indonesian during the period of 2012. The technique sampling is random
sampling.The frame theory and data analysis are done by using regression. Hypothesis test which
is used to identify the partial regression coefficient is done by using t-statistic, and the F-statistic
which is used to identify the influence of the independent variables on the dependent variable
simultaneously on the level of significance 5 %. The result of the analysis shows that the positive
influence of the management control system to individual performance.
Keywords : management control system, individual performance
1.

PENDAHULUAN
Pada perkembangannya, saat ini
masyarakat menuntut kinerja yang lebih
dari organisasi sektor publik. Tolok ukur
kinerja sektor publik dilihat dari pelayanan
yang diberikan terhadap masyarakat. Selain
itu akuntabilitas dan transparansi juga
dipertimbangkan untuk mengukur kinerja
organisasi.
Pelaksanaan UU No. 22
Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004
dan UU No. 25 Tahun 1999 juncto UU
No. 33 Tahun 2004 menunjukkan usaha
pemerintah untuk memperbaiki sistem
pemerintahan lama dan mewujudkan good
government governance. Imawan (2002)
mengungkapkan secara struktural good
governance berarti adanya struktur yang
slim dan lean (menghindari kompleksitas

jaringan kerja) serta terwujudnya prinsip


organisasi modern (pembagian tugas
yang jelas, pendelegasian wewenang,
koordinasi yang tidak mematikan inisiatif
bawahan). Sedangkan, dalam tataran
nilai good governance berarti adanya
efisiensi (pemaksimalan fungsi manajemen
pemerintahan) dan efektivitas (menjawab
persoalan yang ada dalam masyarakat
dengan metode dan pendekatan yang
benar). Berdasarkan pandangan diatas,
maka ada tiga institusi penting dalam
menciptakan good governance yaitu
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Manajemen kinerja dapat
meningkatkan kinerja organisasi secara
keseluruhan. Manajemen berbasis kinerja
adalah proses perencanaan, pengukuran,
penilaian dan evaluasi kinerja pegawai
untuk mewujudkan tujuan organisasi serta

83

Kasidi
mengoptimalkan potensi diri pegawai.
Manajemen kinerja merupakan suatu siklus
yang harus dibangun secara berkelanjutan
dan diharapkan dapat meningkatkan
kinerja baik pegawai maupun organisasi
secara keseluruhan. Manajemen berbasis
kinerja juga diharapkan dapat merubah
perilaku pegawai dalam berkinerja ke arah
positif (LAN, 2004; Propper dan Wilson,
2003).
Organisasi sektor publik dituntut
untuk memberikan pelayanan prima dan
melaksanakan programprogram sesuai
dengan visi, misi organisasi tersebut. Untuk
mewujudkan visi dan misi, organisasi
harus dapat menerapkan fungsifungsi
manajemen dengan baik, dimana fungsi ini
dimulai dari perencanaan sampai dengan
pengendaliannya.
Ya n g d i m a k s u d d e n g a n
pengendalian manajemen merupakan proses
dengan mana para manajer mempengaruhi
a n g g o t a o rg a n i s a s i l a i n n y a u n t u k
mengimplementasikan strategi organisasi.
Pengendalian manajemen merupakan
keharusan dalam suatu organisasi yang
mana sistem pengendalian harus sesuai
dengan strategi organisasi.
Anthony dan Govindrajan
(2005 : 13) menjelaskan bahwa sisitem
pengendalian manajemen adalah sebagai
suatu alat dari alatalat lainnya untuk
mengimplementasikan strategi yang
berfungsi untuk memotivasi anggotaanggota organisasi guna mencapai tujuan
organisasi. Menurut pandangan ini
sistem pengendalian manajemen dapat
mempengaruhi perkembangan strategi.
Salah satu cara usaha yang dapat
dilakukan oleh manajer untuk mencapai
tujuan adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian manajemen yang merupakan

sabagai sistem untuk mempengaruhi orang


lain dalam suatu organisasi dan merupakan
sarana dalam mengimplementasikan strategi.
Dalam penelitian ini akan lebih
memfokuskan pada masalah pengaruh penerapan
sistem pengendalian manajemen terhadap
kinerja individual pegawai PD BPR BKK
Cabang Baki, Sukoharjo. Topik ini dianggap
penting guna mengetahui ada tidaknya pengaruh
penerapan sistem pengendalian manajemen
terhadap kinerja manajer pada Kantor PD BPR
BKK Cabang Baki, Sukoharjo.
2.

RERANGKA TEORETIS DAN


PENGEMBANGAN HIPOTESIS

SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
Menurut Mulyadi dan Jhony
(2001 : 3), sistem pengendalian manjemen
adalah suatu sistem yang digunakan untuk
merencanakan kegiatan perwujudan visi
organisasi melalui misi yang telah dipilih dan
untuk mengimplementasikan dan memantau
pelaksanaan rencana kegiatan tersebut.
Sistem pengendalian manajemen
terdiri dari struktur dan proses. Struktur
merupakan hubungan antara komponen yang
dinyatakan dalam bentuk organisasi dan sifat
informasi yang mengalir diantara unitunit yang
ada. Sedangkan proses merupakan seperangkat
tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa organisasi bekerja untuk mencapai
tujuannya melibatkan banyak komunikasi baik
yang bersifat formal maupun informal.
Menurut Anthony dan Vijay (2005
: 19), menyatakan bahwa proses sistem
pengendalian manajemen melibatkan interaksi
formal antara seorang manajer dengan manajer
lainnya atau antara manajer dengan bawahannya
yang meliputi aktivitasaktivitas sebagai berikut
:
2.1.

84
a) Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis
(pemograman) adalah proses memutuskan
programprogram utama yang akan
dilaksanakan oleh organisasi dan
perkiraan jumlah sumber daya yang akan
dialokasikan ke setiap program selama
beberapa tahun ke depan.
b) Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran adalah
proses pengoperasionalan rencana dalam
bentuk pengkuantifikasian, biasanya dalam
unit moneter, untuk kurun waktu tertentu.
Hasil dari penyusunan anggaran adalah
anggaran.
c) Pelaksanaaan
Selama tahun anggaran manajer
melakukan program atau bagian dari
program yang menjadi tanggung
jawabnya. Laporan yang dibuat hendaknya
menunjukkan dan menyediakan informasi
tentang program dan pusat pertanggung
jawaban. Laporan pusat pertanggung
jawaban juga harus menunjukkan informasi
untuk mengukur kinerja keuangan maupun
non keuangan, informasi internal maupun
eksternal.
d) Evaluasi Kinerja
Kegiatan terakhir dari proses
pengendalian manajemen adalah menilai
kinerja manajer pusat pertanggung
jawaban. Prestasi kerja pada intinya
bisa dilihat dari efesien dan efektif
tidaknya suatu pusat pertanggung jawaban
menjalankan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Evaluasi dilakukan dengan
cara membandingkan antara realisasi
anggaran dengan anggaran yang ditetapkan
sebelumnya.
2.2.

KINERJA INDIVIDUAL
Menurut Anwar (2000 : 67), kinerja

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas


yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Jadi kinerja merupakan
prestasi yang dihasilkan oleh seseorang didalam
suatu organisasi.
a. Pengertian Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001 : 419),
mendefinisikan Penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik efektivitas
operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan
sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi
pada dasarnya dijalankan oleh manusia,
maka penilaian kinerja sesungguhnya
merupakan penilaian atas perilaku manusia
dalam melaksanakan peran yang mereka
mainkan didalam organisasi.
b. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001 : 419),
tujuan pokok dari penilaian kinerja
adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan
tindakan dan hasil yang diinginkan.
Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang
dituangkan dalam anggaran
c. Manfaat Penialaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001 : 419),
penilaian kinerja dimanfaatkan oleh
manajemen untuk :
1) Mengelola operasi organisasi secara
efektif dan efesien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2) Membantu pengambilan keputusan
yang bersangkutan dengan karyawan
3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan
evaluasi program pelatihan karyawan.

85

Kasidi
4) Menyediakan umpan balik bagi
karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi
penghargaan
2.3.

Hipotesis penelitian

Sebuah organisasi yang baik pasti


memiliki tujuan organisasi. Tercapai atau
tidaknya tujuan tersebut merupakan indikator
pencapaian kinerja sebuah organisasi.
Kinerja individual yang dimaksud pada
penelitian ini adalah bagaimana pegawai
pada sebuah organisasi dapat mencapai
indikator keberhasilan dari sebuah organisasi.
Keberhasilan tersebut dicapai dengan
kemampuan individu dari pegawai pada
sebuah organisasi.
Tujuan organisasi tidak akan
tercapai dengan maksimal jika sebuah
organisasi tidak memiliki sistem pengendalian
yang memadai. Sistem pengendalian
manajemen akan menunjang kinerja dari
masing-masing individu pada organisasi
tersebut.
Penelitian tentang sistem
pengendalian manajemen sudah pernah
dilakukan oleh Cahyono, Evi dan Syarifudin
(2007). Hasil penelitian ini memberikan
bukti empiris bahwa sistem pengendalian
manajemen dan inovasi berpengaruh terhadap
kinerja.
Berdasarkan kesimpulan diatas
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Sistem Pengendalian Manajemen berpengaruh
positif terhadap kinerja individual
Pegawai PD. BPR BKK Baki,
Sukoharjo.

3.

METODA PENELITIAN

3.1. Populasi dan sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh Pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo
tahun 2012. Sampel diambil dengan metode
random sampling kepada Pegawai PD. BPR
BKK Baki, Sukoharjo. Pemilihan metode
tersebut beralasan, karena peneliti menginginkan
seluruh pegawai memiliki hak yang sama untuk
menjadi anggota sampel.
3.2. Sumber data
Data yang digunakan merupakan
data primer dan sekunder. Data primer didapat
dari kuesioner yang dibagikan kepada masingmasing responden. Sedangkan data sekunder
didapatkan dari data penunjang yang terdapat
di PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo.
3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
3.3.1.

Va r i a b e l i n d e p e n d e n d a l a m
penelitian ini adalah Sistem
Pengendalian Manajemen

Sistem Pengendalian Manajemen


merupakan sistem perumusan kegiatan yang
digunakan oleh pihak Manajemen untuk
mempengaruhi para anggota organisasi agar
mengimplementasikan strategistrategi
organisasi secara efektif dan efesien dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sistem pengendalian manajemen yang
digunakan adalah pada proses pengendalian
manajemen terdiri dari perencanaan strategi,
penyusunan anggaran, pelaksanaan dan evaluasi
kinerja. Untuk melakukan analisa kuantitatif
terhadap sistem pengendalian manajemen pada
Kantor PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo dapat
dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan
(quesioner) yang berhubungan dengan m
tersebut. Quesioner yang telah diajukan
menggunakan pengukuran dengan skala gutman
dengan pengukuran skor sebagai berikut:

86

Jawaban
A
B
3.3.2.

Nilai (skor)
0
1

Keterangan
Ya
Tidak

Variabel dependen adalah Kinerja Individual

Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diterimanya. Untuk melakukan analisa
kuantitatif terhadap kinerja individual pada Kantor PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo dapat dilakukan
dengan jalan mengajukan pertanyaan (quesioner) yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Quesioner yang telah diajukan menggunakan pengukuran skala gutman dengan pengukuran skor
sebagai berikut :

Jawaban
A
B

Nilai (skor)
0
1

Keterangan
Ya
Tidak

HASIL

4.
4.1.

Hasil Pengumpulan Data

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya pada objek penelitian, diperoleh
sampel penelitian sebanyak 29 pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo.
4.2. Statistik Deskriptif
Pada tabel 1 disajikan statistik deskriptif untuk seluruh sampel yang digunakan untuk
menguji hipotesis dalam penelitian ini.
Tabel 1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
(n=29, 1 tahun pengamatan)

Keterangan
SPMI
KINERJA

Mean

29
29

16,2759
8,6552

Minimum
0
0

Maximum
1
1

Std.
Deviation
4,37441
2,79382

Sumber: Data diolah


Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 nilai rerata dari variabel sistem pengendalian
manajemen pada periode pengamatan tahun 2012 sebesar 16,2759. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata tersebut tergolong dalam kategori yang baik. Karena sebagian besar dari sampel
penelitian memiliki skor diatas rerata tersebut. Sebanyak 18 atau 62, 87% pegawai memiliki skor
diatas nilai rerata. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian manajemen pada PD. BPR
BKK Baki, Sukoharjo berada pada level yang baik.

87

Kasidi
Sedangkan variabel sistem kinerja
individual pada periode pengamatan tahun 2012
sebesar 8,6552. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata tersebut tergolong dalam
kategori yang baik. Karena sebagian besar dari
sampel penelitian memiliki skor diatas rerata
tersebut. Sebanyak 17 atau 58,62% pegawai
memiliki skor diatas nilai rerata. Hal ini
mengindikasikan bahwa kinerja pegawai PD.
BPR BKK Baki, Sukoharjo berada pada level
yang baik.

1.2.

Hasil Pengujian Hipotesis dan


Pembahasan

Hasil uji hipotesis setelah lolos uji


asumsi klasik adalah sebagai berikut.
1) Koefisien Determinasi
K o e f i s i e n d e t e r m i n a s i ( R 2)
mengukur seberapa jauh kemampuan model
yang dibentuk dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Adapun besarnya nilai
koefisien determinasi ditunjukan pada tabel 3
sebagai berikut.

Tabel 2
Hasil Analisis Regresi Berganda
Model
1

R
0,791

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,626

0,612

2,72408

Sumber : Hasil Pengolahan Data


Hasil analisis regresi berganda
menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,612 atau
61,20%. Hasil ini menunjukkan bahwa 61,20%
perubahan kinerja individual dipengaruhi
oleh variabel sistem pengendalian manajemen
sedangkan sisanya, yaitu 37, 80% dipengaruhi
oleh faktor lain di luar model penelitian.

2)

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)


Pengujian ini digunakan untuk
mengetahui apakah semua variabel independen
secara bersama dapat berpengaruh terhadap
variabel dependen (goodness of fit model). Untuk
pengujian ini dilakukan dengan menggunakan
Uji F (F test). Adapun hasil pengujian secara
simultan adalah sebagai berikut.

Tabel 3
Hasil Analisis Regresi Berganda
Sum of
Df
Squares
1 Regression
335,437
1
Residual
200,357
27
Total
535,793
28

Sumber : Hasil Pengolahan Data
Model

Nilai F regresi digunakan untuk


mengetahui pengaruh secara simultan variabel
independen terhadap variabel dependen. Pada
tabel 3 nilai F menunjukkan nilai sebesar 45,203
dengan signifikansi sebesar 0.000. Nilai F
memberikan hasil yang signifikan. Sehingga

Mean Square

Sig.

335,437
7,421

45,203

0,000

dapat disimpulkan bahwa variabel sistem


pengendalian manajemen berpengaruh terhadap
kinerja individual.
3) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji
Statistik t)

88
Hasil pengujian hipotesis secara
parsial (uji t) dan besarnya nilai signifikansi
dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 4
Hasil Analisis Regresi Berganda
Model

Std. Error

(Constant)

1,637

KINERJA

0,184

Beta

0,791

Sig.

3,319

0,003

6,723

0,000

Sumber : Hasil Pengolahan Data


Analisis Uji Hipotesis
Pengujian pengaruh variabel sistem
pengendalian manajemen terhadap kinerja
individual pada pengujian secara parsial
menunjukkan hasil yang signifikan. Oleh
karena nilai Sig (0,000) < maka Ho diterima.
Pengaruh yang didapat merupakan pengaruh
positif, hal ini dapat terlihat dengan nilai beta
sebesar 0,791.
Hal ini disebabkan sistem
pengendalian manajemen pada PD. BPR BKK
Baki, Sukoharjodilaksanakan dengan baik
sehingga menunjang meningkatnya kinerja
individual dari pegawai PD. BPR BKK Baki,
Sukoharjo
Fenomena tersebut dapat
ditunjukkan pada statistik deskriptif, dimana
skor sistem pengendalian manajemen memiliki
rerata yang tinggi. Bahkan 18 atau 62, 87%
pegawai memiliki skor diatas nilai rerata. Secara
tidak langsung fenomena ini menunjang kinerja
dari masing masing individu. Kinerja ini terlihat
dari 17 atau 58,62% pegawai memiliki skor
diatas nilai rerata.
Hasil ini menunjang hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Cahyono, et all (2007).
Dimana hasilnya adalah sistem pengendalian
manajemen memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja.

5.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN


PENELITIAN BERIKUTNYA
1.1.

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk


memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja
individual PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan sampel 29 pegawai
PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo tahun 2012.
Hasil pengujian menunjukkan variabel sistem
pengendalian manajemen berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja individual PD. BPR
BKK Baki, Sukoharjo.
1.2.
Keterbatasan dan Penelitian
Berikutnya
Terdapat beberapa keterbatasan
dalam penelitian ini.
1) Penelitian ini mengabaikan faktor-faktor
yang mungkin berpengaruh terhadap
laporan kinerja, misalkan inovasi,
kepemimpinan, sistem penggajian dan
lain-lain.
2)

Sampel hanya terbatas pada PD. BPR BKK


Baki, Sukoharjo. Hal ini mengakibatkan
penelitian belum dapat tergeneralisasi
dengan baik.

Saran-saran yang dapat


disampaikan oleh penulis sebagai hasil dari
penelitian, pembahasan, kesimpulan serta
keterbatasan di atas adalah.
1) Saran untuk peneliti di masa mendatang
yaitu memasukkan faktor-faktor lain
sebagai variabel penelitian.
2)

Menambah obyek penelitian sehingga hasil


yang diperoleh dapat digeneralisasi.

Kasidi
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N dan Govin Drajan, 2005.
Sistem Pengendalian Mnajemen
Edisi Kedua, Terjemahan F.X
Kurniawan Tjakrawala, Jakarta :
Salemba Barat
Anwar Prabu Mangkunegara, 2002, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Bandung,
Remaja Rosdakarja
Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen
Penelitian. Cetakan Keempat, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Cahyono, Dwi; Evi Lestari dan Syarifudin
Yusuf. 2007. Pengaruh Moderasi
Sistem Penegndalian Manajemen
Dan Inovasi Terhadap Kinerja. SNA
X Unhas Makasar
Djarwanto dan Pangestu Subgyo. 2001. Statistik
Induktif. Jakarta : BPFE.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
semarang : Universitas Diponegoro
Semarang

89

Gujarati, D. (2005). Basic Economic, McGrawhill, New York.Halim, Abdul.,


Tjahjono, Achmad., dan Muh Fakri
Husein, 2005, Sistem Pengendalian
Manajemen, Edisi Revisi, Yogyakarta
: UPP AMP YKPN
Jhony Setyawan dan Mulyadi, 2001, Sistem
Prencanaan dan Pengendalian
Manajemen, Jakarta : Salemba Barat
Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen, Edisi
Ketiga, Jakarta : Salemba Empat
Robbins, Stephen P., dan Mary Coulter,
2004, Manajemen, edisi Ketujuh,
Terjemahan T. Hermaya dan Hary
Slamet, Jakarta : PT. Prenhallindo
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisni.
Bandung: Alfabeta.
Supriyono, R.A., 2000, Sistem Pengendalian
Manajemen, Edisi Pertama,
Yogyakarta : BPFE

90
LAMPIRAN

Model Summary
Model

Adjusted R
Square

R Square
.791a

.626

Std. Error of the


Estimate

.612

2.72408

a. Predictors: (Constant), KINERJA


ANOVAb
Model
1

Sum of Squares

df

Mean Square

Regression

335.437

335.437

Residual

200.357

27

7.421

Total

535.793

28

a. Predictors: (Constant), KINERJA


b. Dependent Variable: SPMI

F
45.203

Sig.
.000a

Coefficientsa
Model
B
1

Unstandardized Coefficients
Std. Error

Beta

(Constant)

5.553

1.673

KINERJA

1.239

.184

a. Dependent Variable: SPMI

Standardized
Coefficients

.791

Sig.

3.319

.003

6.723

.000

PEDOMAN PENULISAN
JURNAL ILMIAH FORUM AKADEMIKA
1. Naskah artikel belum pernah diterbitkan oleh terbitan lain, jika pernah disajikan pada
pertemuan ilmiah harap diberikan keterangan.
2. Isi naskah berupa kajian masalah manajemen, bisnis, dan akuntansi, meliputi : kajian dan
aplikasi teori, ringkasan hasil penelitian, gagasan konseptual, resensi buku.
3. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word dengan spasi ganda dan ukuran
kertas kuarto. Jenis huruf adalah Times New Roman ukuran 12. Panjang naskah 12 24
halaman, dengan margin atas: 1, bawah: 1,2, kanan: 1, kiri: 1,3.
4. Naskah dibuat dengan sistematika:
A. Hasil penelitian

Judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, masalah penelitian, hipotesis, landasan
teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, daftar pustaka,
keterbatasan jika ada.
B. Non penelitian

Judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan yang dibagi dalam sub-sub
bab, simpulan, daftar pustaka.
5. Perujukan sumber acuan dengan menyebut nama akhir pengarang, tahun penerbitan, contoh:

a. Menurut Hall (1996), karir

b. Henry,et,al. ( dalam Sarwono,1998 ), menyatakan..

c. Perilaku konsumen merupakan( Mowen,1987 ).
6. Daftar Pustaka diurutkan menurut alfabetis dan tidak diberi nomor urut.
A. Buku Teks
Swastha Dh.,B (1984), Azas-azas Marketing, ed. 3, Yogyakarta: Liberty.
Husnan, S. (1994), Dasar-dasar Teori dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: UPP-AMP
YKPN.
Gujarati, D. (1999), Essentials of Econometrics, 2th ed., Irwin Mc. Graw-Hill.
B. Artikel Jurnal
Dharmmesta,B.S.(1994), Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000, Kelola Gadjah
Mada University Business Review, III,No.6,Mei, h.83-93.
Hall, Douglas T. (1996), Protean Careers of the 21st Century, Academy of Management
Executive, Vol. 10, No.4, pp.8-16.
C. Rujukan dari koran
Abimanyu, Anggito (2011,Maret,14), Dilema Harga Minyak, Kompas, hlm.6.
7. Tabel dan gambar
Harus diberi nomor urut
Harus disertai judul
Sumber acuan dicantumkan di bawah tabel atau gambar
8. Artikel harus disertai abstrak dan kata kunci yang ditulis dengan 1 spasi dan dicetak miring.
9. Artikel diterima redaksi dalam bentuk printout dan soft copy/ casset cd.
10. Jurnal Forum Akademika akan terbit 2x dalam setahun, yaitu April dan September. Artikel
diterima selambat-lambatnya 2 bulan sebelum terbit.

Anda mungkin juga menyukai