Anda di halaman 1dari 52

Gambaran Kualitatif Bakteri Probiotik (Lactobaccilus sp.

) Dalam
Susu Fermentasi

Nama Anggota Kelompok :


Eka Noviyanti
Gilbert Lie
Jodhy
Juvanni Liusady
Keshena Sutiady

Disusun Oleh :

NANDINII RAMASENDERAN
080100332

Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Hasil Penelitian
yang berjudul, Gambaran Kualitatif Bakteri Probiotik (Lactobacillus sp.) Dalam
Susu Fermentasi.
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, Amin.

Medan, 5 Disember 2011

Penulis

Daftar Isi
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1: Bakteri Probiotik
2.1.1: Definisi probiotik
2.1.2: Kandungan probiotik
2.1.2.1:Bakteri asam laktat.
2.2: Bakteri probiotik untuk konsumsi manusia secara komersial
2.2.1:L.acidophilus
2.2.2:L.casei
2.2.3:L.paracasei
2.2.4:L.rhamnosus
2.3:Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

viabilitas

makanan/minuman
2.3.1:Pilihan bakteri probiotik/ Kombinasi makanan
2.3.2:Keadaan fisiologis probiotik

probiotik

dalam

2.3.3

:Suhu

2.3.4

:pH

2.3.5:Aktivitas dalam air


2.3.6

:Oksigen

2.3.7

:Freeze-Thawing

2.4: Mekanisme kerja bakteri probiotik


2.4.1

:Adhesi pada mukosa usus dan epitel oleh bakteri probiotik

2.4.2

:Adhesi dan aggregasi dari gabungan bakteri probiotik dan pathogen

2.4.3

:Pengaruh imun dari bakteri probiotik

2.5

: Peranan bakteri probiotik dalam kesehatan dan penyakit

2.5.1

: Pencegahan dan penatalaksanaan untuk infeksi oral dan karies dental

2.5.2

:Penatalaksanaan untuk irritable bowel syndrome (IBS)

2.5.3: Pencegahan untuk kanker usus


BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1. Waktu Penelitian
4.2.2. Tempat Penelitian
4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi
4.3.2. Sampel
4.4.Metode Percobaan
4.5. Teknik Pengumpulan Data
4.6. Pengolahan dan Analisis Data
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
5.1.3. Hasil Analisa
5.2 Pembahasan
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di seluruh dunia, beragam produk probiotik sudah dipasarkan, antara lain
yogurt, keju, susu fermentasi dan tidak difermentasi, jus, smoothies, sereal, bar
gizi, dan susu bubuk bayi dan balita adalah contoh makanan yang telah
difortifikasi dengan bakteri probiotik (Sanders, et al., 2007).
Bakteri probiotik atau lebih umum dikenali sebagai bakteri asam laktat,
termasuk Lactobacillus sp. seperti Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus
dan Bifidobacterium sp. Bakteri ini menjadi sangat populer di industri susu karena
manfaat terapeutiknya, seperti perbaikan dalam gangguan pencernaan dan
intoleransi laktosa, kadar vitamin yang berubah dalam susu, antagonisme terhadap
organisme patogen dan kegiatan antimutagenik dan anti-karsinogenik. Bakteri ini
banyak digunakan dalam produksi makanan dan minuman fermentasi dan
memberikan kontribusi baik untuk kualitas sensor makanan dan pencegahan
pembusukan. Organisme ini telah menambahkan dimensi baru pentingnya susu
fermentasi dalam nutrisi dan kesehatan manusia. Selain itu, bakteri ini hadir
dalam jumlah yang besar pada sistem gastrointestinal manusia sebagai flora
normal (Sgouras, et al., 2004).
Manfaat kesehatan dari konsumsi bakteri asam laktat telah dikenal sejak
Metchnikoff (1908) pertama meneliti hubungan umur panjang petani Bulgaria

dengan konsumsi susu fermentasi. Istilah 'probiotik' pertama kali dijelaskan oleh
Fuller (1989) dalam Lee dan Salminen (2009) sebagai a live microbial feed
supplement yang menguntungkan host dengan meningkatkan keseimbangan
mikroba usus manusia.
Penelitian terbaru telah membuktikan beberapa manfaat kesehatan dari
organisme probiotik yang masuk ke saluran pencernaan. Ini termasuk kemampuan
mereka untuk meredakan gejala intoleransi (DeVerse, et al., 1992), meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol potensial (Guandilini, et
al., 2000), aktivitas antimutagenik dan pengobatan diare (Lankaputhra dan Shah,
1998).
Lokasi target utama probiotik setelah diminum adalah di usus, untuk
mikroflora dan sistem kekebalan tubuh yang terkait, dan karena itu penyelidikan
dan studi klinis infeksi di luar usus agak sedikit (Schrenzenmeir dan deVerse,
2001). Terapi aktivitas bakteri probiotik dapat disebabkan oleh persaingan dengan
patogen untuk nutrisi, perlekatan mukosa dan produksi zat antimikroba
(O'Sullivan, et al., 2005).
Manfaat kesehatan diperoleh oleh konsumsi makanan yang mengandung
bakteri probiotik didokumentasikan dengan baik dan lebih dari 90 produk
probiotik sudah tersedia di seluruh dunia. Untuk memberikan manfaat kesehatan,
konsentrasi disarankan untuk bakteri probiotik adalah 10 6 cfu (colony forming
unit) /g produk (Shah, 2000). Namun, penelitian telah menunjukkan viabilitas
rendah probiotik dalam pasaran (Shah, et al., 1995). Sejumlah faktor telah diklaim
untuk mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri probiotik dalam makanan

fermentasi termasuk asam dan hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh bakteri
serta kandungan oksigen dalam produk tersebut (Shah, 2000). Viabilitas bakteri
probiotik menurun dalam produk fermentasi dari waktu ke waktu karena
keasaman produk, suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan kekurangan nutrisi
(Dave dan Shah, 1997(i)) yang menyebabkan produk-produk ini memiliki umur
simpan yang terbatas (Dave dan Shah, 1996). Kebutuhan untuk memantau
kelangsungan hidup Lactobacillus sp. dari suatu produk fermentasi
sering diabaikan, dengan akibat bahwa sejumlah produk mencapai pasaran
dengan jumlah bakteri hidup di bawah tahap optimum. (Sanders, et al., 2007).
Beberapa contoh dokumen studi tentang makanan dan suplemen yang baik
tidak mengandung jumlah probiotik ditetapkan pada label atau tidak
menggunakan tata-nama ilmiah yang benar untuk nama mikroba ini. Beberapa
produk (banyak yogurt termasuk dalam kategori ini) tidak membuat klaim potensi
probiotik atau keberhasilan tetapi hanya daftar genus dan spesies bakteri hidup
tambahan (Drisko, et al., 2005). Pengguna sentiasa menganggap bahwa masalah
keselamatan hanya mengenai strain probiotik yang digunakan, bahkan, bagaimana
strain yang digunakan dan siapa yang mengkonsumsinya belum dipertimbangkan
(Sanders, et al., 2007). Selain itu, beberapa produk probiotik berlabel
menunjukkan efek kesehatan yang belum didokumentasikan.
Sangat disayangkan bahwa produk saat ini dapat dilabel sebagai probiotik
tetapi tidak didefinisikan dengan baik atau dibuktikan dengan studi terkontrol
manusia (Sanders, et al., 2007). Persyaratan di Amerika Serikat adalah bahwa
produk diberi label secara benar dan tidak menyesatkan; persyaratan ini berlaku

untuk kandungan serta klaim fungsinya. Banyak produk komersial mungkin tidak
memenuhi kriteria ini, sebagaimana dibuktikan oleh survei, yaitu studi derajat
ketidakpatuhan label dengan angka atau jenis mikroba probiotik yang layak pulih
dari produk komersial (Drisko, et al., 2005; Temmerman, et al., 2003; Yeung, et
al., 2002).
Dalam beberapa produk tidak menunjukkan kuantitas probiotik pada label,
tetapi pada website produk tersebut mungkin memberikan informasi tingkat
dikirimkan per porsi. Beberapa produk suplemen diberi label yang menyatakan
jumlah yang layak probiotik per dosis pada saat pembuatan. Beberapa suplemen
menunjukkan dosis untuk mengkonsumsi sebagai fungsi dari satu gram atau
jumlah kapsul tetapi tidak berhubungan dengan colony forming unit (CFU)
(Sanders, et al., 2007).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana gambaran kualitatif dari bakteri probiotik
(Lactobacillus sp.) dalam susu fermentasi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui secara kualitatif adanya dan kelangsungan hidup bakteri
(viabilitas) probiotik dalam susu fermentasi
Tujuan Khusus
Mengetahui jenis bakteri probiotik dalam susu fermentasi.

Mengetahui aktivitas pertumbuhan bakteri probiotik pada tingkat


pengenceran 10-6.
Mengetahui aktivitas pertumbuhan bakteri probiotik pada tingkat
pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-7.
Mengetahui gambaran jumlah koloni bakteri probiotik pada tingkat
pengenceran yang berbeda.
Mengetahui apakah jenis kategori produk fermentasi mempengaruhi
viabilitas bakteri pada tingkat pengenceran 10-6.
Mengetahui apakah tingkat pengenceran yang berbeda mempengaruhi
viabilitas pertumbuhan bakteri.
Mengetahui apakah masakadaluarsa produk mempengaruhi viabilitas
bakteri probiotik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai bakteri probiotik dan selanjutnya
digunakan sebagai dasar penelitian efek konsumsi bakteri probiotik.
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana melatih berfikir secara logis dan
sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian model yang
baik dan benar.
Informasi dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menjadi
dasar/bahan untuk penyuluhan pada masyarakat untuk mengurangkan
penyalahtafsiran tentang bakteri probiotik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1: Bakteri Probiotik
2.1.1: Definisi probiotik
Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti "prolife". Ini telah di
redefinisi secara berulang selama bertahun-tahun lamanya sejajar dengan
penambahan pengetahuan ilmiah yang semakin berkembang dan pemahaman
yang lebih mendalam tentang hubungan antara kesehatan usus dan kesejahteraan
umum. Berikut adalah definisi dari probiotik yang dicadangkan dan berubah
seiring dengan peredaran masa:
Menurut Lilly (1965) dalam Lee dan Salminen (2009), mendefinisikan
probiotik sebagai faktor pencetus pertumbuhan yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.
Parker (1974) dalam Lee dan Salminen (2009), menyarankan adanya
interaksi antara mikroorganisms dengan host: Organisme dan zat-zat dengan
efek yang menguntungkan bagi manusia dengan mempengaruhi mikroflora usus.
Manakala Fuller (1989) dalam Lee dan Salminen (2009),
meredefinisikannya sebagai A live microbial supplement yang menguntungkan
dan mempengaruhi host dengan memperbaiki keseimbangan mikroba ususnya.
Menurut Huis I.V. (1992) dalam Lee dan Salminen (2009), probiotik
adalah A mono- or mixed culture of live microorganism yang diterapkan
pada hewan atau manusia, akan mempengaruhi dan menguntungkan host dengan

memperbaiki aspek-aspek dari mikroflora asli.


Naidu (1999) dalam Lee dan Salminen (2009), mengatakan probiotik
adalah sebuah diet adjuvant dengan mikroba yang menguntungkan dan
mempengaruhi fisiologi host oleh modulasi imunitas mukosa dan sistemik, serta
gizi yang dapat meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran usus.
Schrezenmeir dan deVerse pada tahun 2001 mendefinisikan probiotik
sebagai sebuah preparat produk siap yang mengandungi mikroorganisme yang
diketahui jenisnya dan dalam jumlah viable serta memberi manfaat kepada
kesehatan konsumen dengan mengubah mikroflora (dengan implantasi atau
kolonisasi) dalam kompartemen dari penderita. Efek kesehatan yang
menguntungkan dikerah dalam sistem intestinal host.
FAO / WHO (Food and Agriculture Organization and World Health
Organization) (2001) menumpukan fokus sepenuhnya pada fungsi meningkatkan
tahap kesehatan. Live microorganisme yang bila diberikan dalam jumlah
yang cukup memberikan manfaat kesehatan pada host.
2.1.2: Kandungan probiotik
2.1.2.1:Bakteri asam laktat
Konsep bakteri asam laktat adalah nama grup yang diciptakan untuk bakteri yang
menyebabkan fermentasi dan koagulasi susu, serta dapat menghasilkan asam
laktat dari laktosa. Nama family Lactobacteriaceae diterapkan oleh OrlaJensen, (1919) kepada sekelompok bakteri yang menghasilkan asam
laktat sendiri atau asam asetat dan asam laktat, alkohol dan karbon dioksida.

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram-positif yang disatukan


mengikut karakteristik morfologi, metabolisme, dan fisiologis. Mereka adalah
non-spore, fermentasi karbohidrat-produksi asam laktat, tahan asam dalam
keadaan non-aerobik dan katalase negatif.Biasanya mereka adalah non-motile
dan tidak mereduksi nitrit. Mereka dibagi menjadi empat genus Streptococcus,
Leuconstoc, Pediococcus, dan Lactobacillus. Revisi taksonomi terbaru
menunjukkan bahwa bakteri asam laktat kelompok bisa terdiri dari genera
Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus,
Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus.
Awalnya, bifido termasuk dalam genus Lactobacillus dan organisme ini disebut
sebagai Lactobacillus bifidus. Klasifikasi bakteri asam laktat ke dalam genus
berbeda sebagian besar didasarkan pada morfologi, cara fermentasi glukosa,
pertumbuhan pada temperatur yang berbeda, dan konfigurasi dari asam
laktat yang dihasilkan, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam
tinggi, toleransi pada asam atau basa (Lee dan Salminen, 2009).
2.2: Bakteri probiotik untuk konsumsi manusia secara komersial
2.2.1:L.acidophilus
Lactobacillus acidophilus (LA-5) awalnya dipilih oleh Chr.Hansen untuk produksi
produk susu probiotik, telah digunakan dalam suplemen makanan dan fermentasi
produk susu di seluruh dunia. LA-5 secara klinis didokumentasikan dengan
baik. LA-5 tidak memiliki efek negatif pada rasa, penampilan, atau palatabilitas
produk dan mampu bertahan dalam produk sampai konsumsi. LA-5 memiliki
banyak ciri probiotik, dapat bertahan melintasi lambung dan bagian atas usus

halus karena toleransi dan tahan terhadap enzim pencernaan (pH1-5) lambung dan
asam empedu . Selain itu, LA-5 dapat menempel pada mukosa usus, dan
survivability LA-5 di usus menunjukkan pemulihan yang baik dalam tinja setelah
pemberian oral (Saarela, et al., 2007). Lactobacillus acidophilus adalah
kelompok bakteri Gram-positif non-bersporulasi batang atau anaerobic fakultatif,
dan merupakan spesies alami pada usus. Produk akhir dari fermentasi glukosa
oleh Lactobacillus adalah asam laktat, asam asetat, dan H2O2. Metabolit ini
membuat lingkungan yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
mikroorganisme pathogen. Lactobacillus memainkan peran penting dalam
mengontrol pH usus melalui produksi asam yang menurunkan pH usus sehingga
membatasi pertumbuhan bakteri patogen dan yang menyebabkan perbusukan
berpotensi banyak. In vitro, LA- 5 menyebabkan peningkatan produksi
asetat dan propionat oleh bakteri kolon ketika mikrobiota stabil belum didirikan,
dan menunjukkan suplementasi LA-5 mampu memodifikasi fermentasi kolon.
LA-5 juga memproduksi CH5 bakteriosin yang ditandai tidak hanya sebagai
antibakteri jangkauan luas, tetapi juga mempunyai aksi penghambatan terhadap
ragi tertentu (Lee dan Salminen, 2009).
2.2.2:L.casei
Lactobacillus casei juga telah digunakan sebagai produk beku-kering dalam
suplemen diet. L. casei telah terbukti menguntungkan dan mempengaruhi
kesehatan saluran pencernaan serta sistem kekebalan tubuh. L. casei telah
ditunjukkan untuk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan fungsi modulasi

seperti fagositosis, produksi antibodi, dan sitokin. Stimulasi aktivitas fagositosis


pada mencit sehat telah terbukti menggunakan L.casei yang difermentasi
serta dalam susu nonfermented (Lee dan Salminen, 2009), dan juga telah
menunjukkan efek fagositosis pada tikus imunosupresi. Immunoglobulin
merupakan bagian dari respon sistem imun spesifik, dengan IgA terutama yang
terkait dengan kekebalan mukosa usus,berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
local terhadap bakteri, virus, racun, dan alergen makanan lain, dan IgM dan IgG
aktif dalam respon imun sistemik. Efek antitumor dari L.casei telah dipelajari
pada tikus dengan menunjukkan efek pada pertumbuhan tumor, yang
dapat dimediasi melalui sistem imun, sebagai peningkatan kadar TNF-a dan selsel
memproduksi IgA diamati dalam studi yang sama. Efek cytolytic melawan
sel tumor pada tikus yang diberi L. casei juga telah diperhatikan.(Bonet, et al.,
2005).
2.2.3:L.paracasei
Lactobacillus paracasei ssp. F19 (F19) pada awalnya terisolasi dari mukosa kolon
manusia yang sehat. Hal ini dipilih karena daya tahan dalam lingkungan usus,
dalam makanan, dan sebagai kultur beku-kering dan juga karena sifat yang
menguntungkan dalam makanan serta karakter probotic menjanjikan (Ohlson, et
al., 2002). Lactobacillus paracasei terjadi secara alami dalam makanan dan
manusia. F19 juga telah terisolasi dari keju dan beberapa manusia. Studi pada
manusia menunjukkan bahwa F19 memberi pengaruh positif yang mikrobiota
usus, fungsi usus orang dewasa yang sehat, anak-anak, dan lanjut usia. F19

10

diberikan kepada anak-anak selama penyapihan (weaning) terlihat mengurangi


jumlah infeksi sekunder dan kebutuhan penggunaan antibiotic menurun.
Ketika diberikan kepada wanita dengan vaginosis gejalanya juga berkurangan.
Pengaruh F19 sendiri atau dalam kombinasi dengan bakteri probiotik lain pada
mikrobiota usus, kesejahteraan usus dan infeksi ditunjukkan oleh stabilisasi dari
flora usus yang sehat dan frekuensi tinja (West, et al., 2008).
2.2.4:L.rhamnosus
Lactobacillus Rhamnosus GG (LGG) adalah salah satu strain probiotik yang
terkenal ,dikenal juga dengan nama Lactobacillus GG. Hidup baik dalam
jus lambung buatan dan sifat adhesi baik pada sel epitel usus adalah criteria dasar
untuk mengisolasi Lactobacillus GG. Jenis ini memperlihatkan sifat adhesi yang
baik pada lendir usus dan kultur berbagai sel model, dan juga pada sampel
jaringan dari berbagai bagian usus manusia (Doron, et al., 2005). Lactobacillus
GG diamati memiliki efek keseimbangan pada ekosistem usus, yaitu,
meningkatkan tingkat laktobasilus dan bifido, pembentukan asam lemak rantai
pendek (SCFAs), menurunkan kegiatan enzim procarcinogenic, dan
meningkatkan serta normalisasi barrier mukosa. LGG telah terbukti untuk
menghasilkan kapsul hidrofilik tipis, dengan aktivitas hemaglutinasi sedikit atau
tidak ada. Kapsul ini didapati pada uroepithelial, vagina, sel usus, dan
biomaterial, menggantikan dan mencegah adhesi oleh pathogen usus dan
urogenital, menghambat pertumbuhan patogen usus dan urogenital kemungkinan
melalui mekanisme bakteriosin seperti produksi asam laktat (Lee dan Salminen,

11

2009).
2.3: Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas probiotik dalam makanan /
minuman.
2.3.1:Pilihan bakteri probiotik/ Kombinasi makanan
Organisme probiotik umumnya dipilih dari konstituen usus yaitu Lactobacillus
dan Bifidobacteria, yang telah berevolusi untuk tumbuh dan bertahan hidup
dalam kondisi lingkungan di sekitar saluran usus manusia. Di usus halus dan usus
besar, pH umumnya dekat dengan netral, suhu konstan (37C-39C), pasokan gizi
kompleks terus tersedia dan bekalan oksigen yang terbatas. Kondisi ini tentu saja
sangat berbeda dengan yang ditemukan dalam produk makanan dan matriks
makanan. Meskipun demikian, bakteri telah menunjukkan kemampuan luar biasa
untuk bertahan hidup di lingkungan yang ekstrem dan probiotik dapat bertahan
hidup dalam lingkungan makanan untuk batas waktu tertentu. Bahan probiotik
tidak semuanya sama. Perbedaan semakin melebar dari genus ke spesies dan
bahkan hingga ke tingkat strain, dan dampak fisiologis bakteri baik pada kedua
konsumen dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi mereka
dalam makanan (Lee dan Salminen, 2009). Semakin dekat organisme probiotik
yang terkait, biasanya efeknya juga akan lebih tertampil.
Namun, perbedaan strain-ke-strain masih terlihat secara signifikan
dan dapat berdampak pada kinerja probiotik dalam makanan. Perbedaan dalam
karakteristik teknologi spesies probiotik yang berbeda dan strain berarti perawatan
yang harus diambil dalam memilih strain yang paling tepat untuk aplikasi
makanan tertentu. Memang, langkah pertama dalam menggabungkan suatu

12

probiotik ke dalam makanan adalah mengidentifikasi kompatibilitas


antara atribut strain yang dipilih dan langkah-langkah produksi produk tersebut,
kondisi matriks makanan dan syarat penyimpanan. Hal ini mungkin
melibatkan kompromi antara atribut kesehatan yang diinginkan dan teknologi
kemampuan strain tertentu untuk aplikasi makanan tertentu. Ketika
mengembangkan produk baru beberapa penelitian mungkin diperlukan untuk
memastikan bahwa strain yang dipilih mampu bertahan hidup baik dalam
makanan, memberikan sifat teknologi yang sesuai (misalnya pengasaman
selama fermentasi, jika diperlukan) dan yang lebih penting, bahwa menambahkan
probiotik tidak mempengaruhi rasa, bau, dan tekstur makanan atau minuman.
Sementara menekankan pentingnya spesifisitas strain bakteri dan atribut
terhadap teknologi probiotik, beberapa generalisasi masih dapat dilakukan untuk
mengukuhkan organisme probiotik. Umumnya, laktobasilus lebih kuat daripada
bifidobacteria. Kumpulan probiotik Lactobacillus spesies lebih luas dan
lebih cocok untuk aplikasi teknologi makanan daripada bifidobacteria. Contoh
umum meliputi L. acidophilus, L. johnsonii, L. rhamnosus, L. casei, L.paracasei,
L. fermentasi, L. reuterii dan L. plantarum. Seringkali, kelompok organisme
L.acidophilus , sementara tahan terhadap pH rendah, terbukti kurang kuat
disbanding jenis lactobacillus lain di aplikasi secara non-tradisional dalam
makanan probiotik (Lee dan Salminen, 2009).
2.3.2:Keadaan fisiologis probiotik
Satu faktor penting dalam memastikan kelangsungan hidup bakteri probiotik
adalah keadaan fisiologis bakteria apabila disiapkan, dan keadaan fisiologis

13

bakteri dalam produk itu sendiri. Jika produk makanan kering (misalnya, susu
formula bubuk) probiotik dikeringkan dan berada dalam keadaan diam (quiescent
state) selama penyimpanan maka tempoh waktu bertahan juga semakin lama.
Namun, ketika termasuk dalam produk basah seperti yogurt, bakteri akan berada
dalam keadaan vegetatif dan mempunyai potensi untuk menjadi aktif secara
metabolik (meskipun perlahan pada suhu pendinginan yang rendah). Keadaan
fisiologis bakteri akan banyak berpengaruh pada shelf life bakteri, dengan
survival jangka panjang sel vegetatifnya hanya mungkin dilakukan pada suhu
yang rendah (Matto, et al., 2006). Sebagai perbandingan, jika dalam bentuk
kering, quiescent cells akan mempunyai shelf life yang lebih panjang pada suhu
ambient, dan lebih stabil pada suhu rendah. Bakteri mampu merespon pada
stres lingkungan melalui induksi berbagai mekanisme toleransi stres . Induksi
protein stres oleh paparan sel pada stress sublethal seperti panas, kelaparan dingin,
pH rendah, dan osmotic stress dapat membolehkan bakteri probiotik lebih
mentolerir kondisi stres lingkungan selama produksi makanan, penyimpanan, dan
transit gastrointestinal (Ross, et al., 2005). Cross-protection telah sering diamati,
di mana paparan satu stress memberikan perlindungan terhadap stressor lain yang
menekannya (Matto, et al., 2006). Yang harus ditekankan adalah bahwa
meskipun berbeda strain probiotik namun ia memiliki toleransi intrinsik yang
tersendiri dengan kondisi lingkungan, dan toleransi juga dapat dipengaruhi oleh
bagaimana sediaan kultur dipersiapkan. Respon stress dapat dimanfaatkan untuk
membuat strain probiotik lebih tahan dan kemungkinan untuk bertahan hidup

14

dalam matriks makanan.


2.3.3:Suhu
Suhu di mana organisme probiotik tumbuh adalah sangat penting dalam aplikasi
makanan terutama dimana proses fermentasi diperlukan. Suhu optimum untuk
pertumbuhan probiotik adalah antara 37C hingga 43C (Matto, et al., 2006).
Probiotik lactobacillus dapat tumbuh pada kisaran (range) suhu yang lebih lebar.
Ada yang mampu tumbuh pada suhu sampai 44C mahupun pada suhu mesofilik
yaitu ke 15C (Lee dan Salminen, 2009). Suhu juga merupakan faktor penting
yang mempengaruhi kelangsungan hidup probiotik selama pembuatan dan
penyimpanan. Dalam istilah praktis, semakin rendah suhu maka akan lebih stabil
viabilitas probiotik dalam produk makanan. Selama pengolahan, suhu di atas 4550C akan merugikan kelangsungan hidup probiotik.Semakin tinggi suhu,
semakin pendek jangka waktu pemaparan yang diperlukan untuk mengurangi
jumlah bakteri yang viable. Hal ini jelas bahwa probiotik harus
ditambahkan secara downstream dengan pemanasan / memasak proses
pasteurisasi atau dalam pembuatan makanan. Peningkatan suhu juga
memiliki efek yang merugikan terhadap stabilitas saat produk dikirim dan
disimpan. Sekali lagi, jika kedinginan produk dapat dipertahankan, lebih besar
jumlah bakteri probiotik yang viable. Untuk sel probiotik vegetatif dalam produk
cair, sumber pendinginan sewaktu penyimpanan biasanya penting. Dalam
produk kering yang mengandung bakteri quiescent cells, viabilitas probiotik
dapat dipertahankan dalam produk-produk yang disimpan pada suhu ambient

15

selama 12 bulan atau lebih. (Matto, et al., 2006).


2.3.4:pH
Lactobacillus menghasilkan produk akhir asam organik dari metabolisme
karbohidrat. Oleh karena itu, genera ini dapat mentolerir nilai pH lebih kecil dari
banyak bakteri. Memang, banyak penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan
bahwa organisme probiotik dapat menahan keasaman apabila transit di bahagian
lambung (bisa serendah nilai pH 2.0), meskipun waktu pemaparan relatif pendek
(1-2jam) (Doleyres, et al., 2005). Sel vegetatif yang telah diadaptasi biasanya
mampu bertahan lebih baik dalam lingkungan asam dibandingkan dengan
quiescent cells (Rodgers, 2007). Pada produk makanan, lactobacillus mampu
tumbuh dan bertahan dalam susu fermentasi dan yogurt dengan nilai
pH antara 3,7 dan 4,3 (Savoie, 2007). Survival dalam minuman pH rendah seperti
jus buah (pH 3,5-4,5) membawa tantangan yang signifikan bagi kelangsungan
hidup probiotik, namun produk komersial telah sukses dihasilkan, seperti Gefilus
(Valio Ltd, Finlandia), yang berisi Lactobacillus rhamnosus GG. Carriers seperti
serat diet telah terbukti untuk meningkatkan kelangsungan hidup probiotik pada
pH rendah (Crittenden, 2004). Kelangsungan hidup laktobasillus dalam
lingkungan
asam juga telah ditingkatkan dengan kehadiran gula metabolis yang
memungkinkan pompa membran sel proton untuk beroperasi dan mencegah
penurunan pH intraselular (Boylston, et al., 2004). Hal ini dapat meningkatkan
kelangsungan hidup selama transit lambung, tetapi mungkin tidak berlaku untuk
meningkatkan kelangsungan hidup probiotik selama time frames of shelf-storage.

16

2.3.5:Aktivitas dalam air


Untuk bakteri probiotik yang quiescent dan kering, aktivitas air (aw) adalah
penting sebagai penentu kelangsungan hidup dalam produk makanan selama
penyimpanan. Tingkat kelembaban dan aktivitas air yang tinggi akan
menyebabkan kelangsungan hidup probiotik menurun secara substansial.
Probiotik dapat bertahan dengan baik atas time frames of shelf-storage (12 bulan
atau lebih) pada suhu kamar dalam produk kering asalkan tingkat kelembapan
dalam produk adalah rendah (setidaknya di bawah aw 0,2-0,3).Secara
umum, semakin rendah aktivitas air, semakin baik kelangsungan hidup bakteri.
Ada interaksi yang substantial antara aktivitas air dan suhu sehubungan dengan
dampaknya pada kelangsungan hidup probiotik quiescent. Apabila suhu
penyimpanan ditingkatkan maka dampak kelembaban diperbesar. Meskipun
mekanisme yang tepat tentang kematian sel tidak jelas, namun osmotik dikatakan
memainkan peran, dengan kehadiran molekul kecil sehingga kelangsungan
hidup bakteri menurun. Meskipun ada bukti yang jelas bahawa kelembapan dapat
meningkatkan kelangsungan hidup probiotik mungkin ada keterbatasan teknologi
untuk mengurangi aktivitas air ke tingkat yang lebih rendah. Ini termasuk biaya
energi pengeringan, dampak yang merugikan pada palatabilitas makanan dan
kesulitan dalam pembasahan dan penyebaran bubuk. Penghalang kelembapan
mungkin ditambah pada kemasan dan diterapkan untuk mencegah egress
kelembaban dari lingkungan selama penyimpanan (Corcoran, et al., 2005).
2.3.6:Oksigen
Laktobasilus dianggap strict anaerob dan oksigen dapat merusak pertumbuhan

17

probiotik dan kelangsungan hidup. Namun, tingkat sensitivitas oksigen bervariasi


antara spesies yang berbeda dan strain. Secara umum, laktobasilus, yang sebagian
besarnya bersifat mikroaerofil, lebih toleran terhadap oksigen dari bifido, ke
titik di mana tingkat oksigen jarang menjadi pertimbangan penting dalam
mempertahankan kelangsungan hidup laktobasilus (Kawasaki, et al., 2006). Untuk
strain sensitive oksigen, beberapa strategi yang tersedia untuk mencegah toksisitas
oksigen dalam produk makanan. Bahan antioksidan seperti asam askorbat atau
sistein telah terbukti untuk meningkatkan kelangsungan hidup probiotik,
serta penggunaan oxygen barrier atau modified atmosphere packaging (Dave dan
Shah, 1997(ii)).
2.3.7:Freeze-Thawing
Pembekuan merusak sel-sel membrane bakteri probiotik dan merugikan bagi
kelangsungan hidup. Protectants biasanya ditambahkan ke dalam sediaan kultur
yang akan dibekukan atau dikeringkan untuk mencegah, atau paling tidak
mengurangi, cedera pada sel. Yang paling umum protectants digunakan pada
skala industri adalah laktosa atau sukrosa, monosodium glutamat, susu bubuk,
dan askorbat. Setelah dibeku, probiotik bisa bertahan lebih lama daripada
produk-produk seperti yogurt beku dan es krim.Penggunaan tarif slow cooling,
atau pengkondisian sel dengan stress prefreezing, secara signifikan dapat
meningkatkan kelangsungan hidup sel. Siklus freeze-thawing yang berulang
sangat merugikan untuk kelangsungan hidup sel dan harus dihindari. Kerusakan
membrane sel yang disebabkan oleh pembekuan juga dapat membuat probiotik
sel lebih rentan terhadap tekanan lingkungan. Dalam satu sampel kultur yang

18

dibeku selama transportasi rantai pasokan dan sampel kemudian dicairkan.


Sebuah sampel yang sama hanya didinginkan selama transportasi. Ini adalah
bukti bahwa freeze-thawing meningkatkan sensitivitas sel dengan lingkungan
asam (Lee dan Salminen, 2009).
2.4: Mekanisme kerja bakteri probiotik
2.4.1:Adhesi pada mukosa usus dan epitel oleh bakteri probiotik
Adhesi pada mukosa usus dapat mencegah sel probiotik dari dicuci keluar, dan
karena itu, memungkinkan kolonisasi sementara, modulasi kekebalan tubuh, dan
pengecualian pathogen secara kompetitif. Meskipun bukti adhesi probiotik
untuk lendir in vivo masih terbatas, penelitian baru menunjukkan bahwa adhesi
tersebut memang dapat terjadi dan mungkin berfungsi sebagai mekanisme untuk
tindakan probiotik. Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan dalam tes
adhesi probiotik (Vesterlund, et al., 2005). Yang paling umum adalah tes yang
menilai adhesi ke sel-sel epitel dan lendir usus. Beberapa komponen bakteri,
termasuk dinding sel protein, karbohidrat, dan asam lipoteichoic, telah disarankan
terlibat dalam adhesi probiotik untuk isi usus. Sifat adhesi probiotik adalah
berbeda mengikut strain tertentu, dan faktor-faktor seperti sifat dinding sel
dan komposisi dan mungkin juga kekhususan host adalah penentu paling penting
dari sifat adhesi. Namun, beberapa faktor lain juga dilaporkan mempengaruhi
sifat adhesi (Tabel 2.4.1). Studi probiotik yang dilemahkan juga menyarankan
bahwa bakteri probiotik nonviable juga mampu beradhesi. Hal ini karena sifat
adhesi berkaitan dengan sifat permukaan sel tertentu, dan bukan kegiatan

19

metabolic mahupun inaktivasi sebahagian divisi sel. Metode yang berbeda


dapat menyebabkan perubahan strain-spesifik pada properti adhesi sel. Sebagai
contoh, pemanasan dapat meningkatkan adhesi strain probiotik tertentu, namun
mungkin merugikan terhadap sifat adhesif dari strain lainnya. (Gusils, et al.,
2002).
2.4.2:Adhesi dan aggregasi dari gabungan bakteri probiotik dan pathogen
Adhesi sel adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan kontak antara
sel bakteri membran dan berinteraksi dengan permukaan. Kemampuan untuk
menempel pada sel epitel dan permukaan mukosa telah diusulkan untuk
menjadi properti yang penting dari banyak strain bakteri yang digunakan sebagai
probiotik. Beberapa peneliti telah melaporkan investigasi terhadap komposisi,
struktur, dan kekuatan interaksi yang berhubungan dengan adhesi bakteri pada
epitel usus sel dan lendir (Ouwehand, et al., 2002). Bacterial adhesion to
hydrocarbons test (BATH) telah banyak digunakan untuk mengukur permukaan
sel hidrofobik pada bakteri asam laktat (Vinderola, et al., 2004). Affiniti
untuk hidrokarbon (hidrofobik) dilaporkan sebagai adhesi sebelum dan sesudah
ekstraksi dengan organic pelarut, masing-masing. Secara umum, hasil hidrofobik
menunjukkan heterogenitas besar antara strain probiotik dalam adhesi untuk
hidrokarbon, meskipun secara umum strain lactobacillus menunjukkan persentase
adhesi yang tertinggi (Ouwehand, et al., 2002). Banyak studi tentang kimia
permukaan sel mikroba menunjukkan bahwa keberadaan (glikol-) materi
protein pada hasil permukaan sel di hidrofobik lebih tinggi, sedangkan
pada hidrofilik permukaannya berhubungan dengan adanya polisakarida.

20

Agregasi bakteri berhubungan dengan penempelan sel dengan sel antara


bakteri strain yang sama (autoaggregation) atau antara strain genetik yang berbeda
(coaggregation) dan merupakan hal penting dalam beberapa relung ekologi
terutama di usus manusia dimana probiotik harus aktif (Jankovic, et al., 2003).
Agregasi bakteri dianalisis terutama di lingkungan mulut, gigi, dan biofilm
tetapi hanya ada beberapa penelitian menggunakan strain probiotik dengan
patogen. Coaggregation dengan patogen usus yang berpotensi dapat berkontribusi
terhadap sifat probiotik yang berasal dari strain probiotik tertentu. Secara
umum, strain probiotik yang spesifik menunjukkan kemampuan autoaggregasi
lebih tinggi daripada strain patogen .

21

Tabel 2.4.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi adhesi probiotik (Gusils, et


al., 2002)

Hubungan positif kemampuan antara autoaggregasi dan adhesi telah dilaporkan


untuk beberapa spesies bifidobacterial dan juga, ada korelasi antara kemampuan
adhesi dan sifat hidrofobik dalam beberapa spesies laktobasilus (Collado,

22

Meriluoto, dan Salminen, 2007).


2.4.3:Pengaruh imun dari bakteri probiotik
Pengaruh probiotik terhadap T helper (Th) dan T regulatory response spesies
tertentu adalah spesifik. Beberapa strain Lactobacillus telah ditunjukkan untuk
merangsang produksi sitokin Th1 sementara yang lain telah meningkatkan
respon Th2 atau disebabkan campuran respon Th1/Th2 . Bakteri probiotik telah
ditunjukkan untuk meningkatkan respon kekebalan IgA terhadap vaksin
parenteral dan oral. Satu campuran bakteri probiotik diberikan kepada bayi untuk
6 bulan pertama kehidupannya, ia terbukti meningkatkan respon IgG untuk
Haemophilus influenzae type B (HIB) parenteral vaksin (Kukkonen, et al., 2006).
Bakteri probiotik juga telah ditunjukkan untuk mendorong regulasi produksi
sitokin dan T regulatory cells in vitro pada model binatang dan pada uji klinis
manusia. Beberapa strain Lactobacillus telah ditunjukkan untuk menghambat
sel T proliferasi, menginduksi IL10 dan produksi Transforming growth factor-
(TGF-), dan memodifikasi produksi in vitro sitokin Th1 dan Th2 pada berbagai
model penyakit inflamasi autoimun. Pada beberapa model binatang dan uji klinis
pada manusia, efek klinis menguntungkan yang berhubungan dengan pengobatan
probiotik telah dikaitkan dengan peningkatan IL-10 dan atau produksi TGF- dan
meningkatkan T regulatory cell yaitu cluster of differentiation 4 (CD4) (Rautava,
et al., 2002).
2.5: Peranan bakteri probiotik dalam kesehatan dan penyakit
Kepentingan klinis utama dalam penerapan probiotik adalah untuk pencegahan

23

dan pengobatan infeksi pencernaan dan penyakit (Parvez, et al., 2006)). Beberapa
efek kesehatan yang diusulkan dari konsumsi probiotik diringkas dalam
Gambar. 2.5. Umumnya, mekanisme yang mungkin berpengaruh dari konsumsi
probiotik dapat dibagi menjadi beberapa kategori: normalisasi mikrobiota,
modulasi respon imun, dan fungsi metabolisme.
2.5.1:Pencegahan dan penatalaksanaan untuk infeksi oral dan karies dental
Bakteri asidogenik oral seperti Lactobacillus berkaitan dengan keberadaan dan
terjadinya karies gigi. Bakteri asam karies mengkolonisasi lingkungan, seperti
pada celah dan ruang interdental, dan menghasilkan asam dari fermentasi gula.
Sebaliknya ada saranan yang mengatakan bahawa kolonisasi dari bakteri gula non
lactose dan yang lambat fermentasi, mampu menghambat karies patogen, serta
mencegah karies pada anak-anak. Di ujung lain spectrum usia, pertumbuhan
berlebihan dari ragi oral adalah masalah yang umum kalangan orang tua.
Sementara kolonisasi bakteri probiotik di rongga mulut secara kompetitif dapat
mengecilkan jumlah ragi oral (Nase, et al., 2001).
2.5.2:Penatalaksanaan untuk irritable bowel syndrome (IBS)
Sekitar 5-20% dari penduduk dunia diperkirakan menderita IBS. Gejala klinis
utamanya termasuk ketidaknyamanan perut atau nyeri, diare, sembelit, kembung,
dan perut kembung. Terapi saat ini untuk IBS dianggap efektif secara moderat,
dan pendekatan baru dalam pengobatan sedang terus dicari. Patogenesis
IBS masih belum jelas, namun tersedia bukti menunjukkan bahwa motilitas usus
yang diubah, hipersensitivitas visceral, dan disregulasi dari otak-usus sumbu

24

adalah mekanisme penting yang terkait. Ada yang mengumpulkan bukti yang
menunjukkan bahwa profil ketidakseimbangan mikroba usus dan peradangan
mukosa enterik bakteri mediated mungkin terkait dengan IBS (Chadwick, et al.,
2002).
2.5.3: Pencegahan untuk kanker usus
Dalam dua dekade terakhir, jumlah orang yang menderita kanker usus besar telah
berangsur-angsur meningkat, khususnya di negara-negara industri. Studi telah
menunjukkan bahwa diet dan antibiotik dapat menurunkan generasi karsinogen
dalam usus besar dan mengurangi tumor secara kimiawi. Efek ini tampaknya
dimediasi melalui mikroflora usus. Studi tambahan menunjukkan bahwa
pengenalan Lactobacillus acidophilus ke dalam makanan menurunkan
kejadian tumor usus yang diinduksi secara kimia pada tikus. Sebuah
mekanisme yang mungkin untuk efek-efek antikanker bergantung pada bakteri
usus yang menghambat enzim yang mengkonversi procarcinogens untuk ke
bentuk karsinogen. Teknik ini dapat dikembangkan pada masa depan dengan
menguji kemampuan probiotik untuk menghambat pertumbuhan atau organisme
yang biasanya ditemukan pada tumbuhan yang memiliki aktivitas
tinggi seperti enzim -glucuronidase, nitroreductase, azoreductase dan
glikosidase atau kemampuan untuk nitrososation (Lee dan Salminen, 2009)

25

Gambar 2.5: Efek bermanfaat yang dipostulasi pada tubuh manusia


dengan mengkonsumsi probiotik (Parvez et al., 2006 )

26

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang gambaran kualitatif Lactobacillus sp.
dalam susu fermentasi diuraikan berdasarkan variabel-variabel (petak yang
diwarnakan) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar di bawah ini:
Identifikasi strain mengikut metode fenotip dan
genotip
Genus, strain, spesies
Deposit strain dalam international culture
collection
Assesmen keselamatan
In vitro dan/atau hewan
Fase 1:Trial pada manusia

Karakterisasi fungsional
Tes In vitro
Studi pada hewan

Double blind, randomized,


placebo
controlled (DBPC)
Fase 2: Trial pada manusia

Percobaan independen kedua


DBPC untuk
mengkonfirmasi hasil Keadaan fisiologis
bakteri (jenis
(disarankan)

produk)
Batch number
Kombinasi bakteri
dalam makanan

Fase 3:
Membandingkan Keefektifan
probiotik dengan perlakuan standar
Suhu
kondisi tertentu
pH
Oksigen
Freeze-Thawing
Aktivitas dalam Air
27

Jenis spesies bakteri


Viabilitas bakteri dan
jumlahnya
-Optimum: 106 cfu/g atau

Produk Probiotik
(Laktobasillus sp.)

-Asupan sehari: 108cfu/g

3.2: Definisi Operasional:

Variabel

Cara
Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala
Pengukuran

Viabilitas Kemampuan dari


suatu hal
(organisme yang
hidup, an
artificial system,
ide, dll.)
untuk
mempertahankan
dirinya/
memulihkan
potensi.

Dilakukan
pengiraan
jumlah
koloni
pada
medium
kultur
dalam
unit,
Colony
Forming
Unit (cfu)

Conventional
Plate Count
Method

Interval

Batch
number

Dilakukan
observasi
pada
batch
number
(date
luput)
yang
terdapat
pada label
kemasan.

Kalendar

Estimated
Aerobic Plate
Count(EAPC):
<25 koloni:
Kontaminasi/
Tidak
memuaskan
25-250 koloni:
Normal
>250 koloni:
Overcrowded
(diulang
proses
pengenceran)
Dinyatakan
jumlah hari
produk
probiotik telah
dipasarkan
atau jumlah
hari sebelum
tanggal
luputviabilitas
bakteri
menurun

Definisi

Item / produk
yang dibuat
dibawah(preparer)
kriteria
yang ditetapkan
dalam kondisi
tertentu
(misalnya bahan
dikendali
kan/bahan,
dibawah
suhu dikendalikan,
untuk k
erangka waktu
dikontrol, untuk
volume,
kuantitas tertentu
atau
periode waktu)

28

Nominal

Variab
el

Definisi

Cara
Ukur

Jenis
Produk
Sampel

Variasi produk yang


memiliki wujud secara
fisik sehingga kita
dapat
lihat,raba/sentuh,rasak
an,
simpan,dan perlakuan
lain.
Digunakan sampel
yang
tidak tahan lama
(nondurable goods).
Sampel yang biasanya
habis dikonsumsi
dalam
satu atau beberapa
kali
pemakaian.Umur
ekonomisnya, kurang
dari
satu tahun.

Pemilihan
produk
yang
berbeda/
bervariasi
tipenya
tetapi
mematuhi
ciri
karakteristi
k
eksperime
nt.

29

Alat
Uku
r
Panc
a
Inder
a

Hasil
Ukur
Variasi
dalam
jenis
sampel
yang
memenuhi
karakterist
ik
penelitian:
-yogurt
-susu
kultur
-keju
-susu
asidophilu
s

Skala
Pengukur
an
Nominal

30

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu
penelitian yang mendeskripsikan gambaran kualitatif bakteri probiotik
(Lactobacillus sp.) dalam produk susu fermentasi.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 16 hingga 23 Juni 2011.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium PRODIA, Medan. Penentuan
lokasi ini berdasarkan pertimbangan sesuai dengan tujuan penelitian dan
peruntukkan dana. Peralatan dan sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan
eksperiment ini tersedia dan feasible pada tempat ini.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah produk-produk probiotik (susu kultur,
yoghurt, keju, dan susu asidophilus) dalam kemasan jenis susu fermentasi dengan
tanggal produksi dari bulan Juni 2011 dengan merek-merek berbeda.
4.3.2 Sampel
Pemilihan sampel dengan metode acak stratifikasi (stratified randomized
sampling), di mana unit populasi dibahagikan mengikut stratum, h (h1=yogurt,
h2=

31

keju, h3= susu kultur, h4= susu acidophilus). Subjek akan dipilih secara acak dari
setiap stratum. Jumlah populasi (N) adalah 77 dan sampel (n) yang akan diuji
adalah sebanyak 65. Rumus pengiraan sampel mengikut Notoatmodjo, S., (2002)
adalah seperti berikut:
Data daftar registerasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM, 2010).
Jumlah produk :
1. Yogurt (h1) = 27
2. Keju (h2) = 10
3. Susu kultur (h3) = 25
4. Susu asidophilus (h4) = 15
Jumlah populasi (N) = 77
Jumlah sampel (n) yang akan dipilih :
N
Nd 2+1
= 77/ (77) (0.05)2 +1
= 64.6
n = 65 sampel produk susu fermentasi
di mana : N = jumlah populasi seluruhnya
n = jumlah sampel seluruhnya
d = kesalahan (absolute) yang dapat ditolerir
Maka, jumlah sampel yang diambil dari setiap stratum secara acak dikira dengan
rumus dari Sugiyono (1999) dalam Imran dan Munif (2010) di bawah :
ni = Ni/N x n
32

di mana:
ni = jumlah sampel mengikut stratum
n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah populasi mengikut stratum
N = jumlah populasi seluruhnya
4.4. Metode Percobaan
Alat dan Bahan:
Autoclave, Incubator, Water bath, Colony Counter, Laminar Air Flow /BSC,
Vortex, Mikropipet (1000L,100L &10 L), Timbangan analitik, Cawan petri
(petri dish) diameter 15cm, Beaker glass, Thermometer, Pengaduk, Jarum
inokulum/ose, Test tube (tabung reaksi), Rak tabung reaksi, Batang L / L-rod
(spreader), 1000 mL aquabidest, 1.32 mL glacial acetic acid, Sampel percobaan
(susu kultur, keju, yogurt, dan susu acidophilus), DifcoTM Rogosa SL agar.
(Kandungan dalam sediaan Rogosa termasuk; Trypton 10g/L, Ekstrak ragi 5g/L,
Dextrose 10g/L, Arabinose 5g/L, Saccharose 5g/L, Polysorbate 80 1g/L, MonoKalium fosfat 6g/L, Amonium sitrat 2g/L, Natrium asetat 15g/L,
Magnesium sulfat 0.57g/L, Mangan sulfat 0.12g/L, Ferrous sulfat 0.03g/L, agar
15g/L).
Metode
1. Semua peralatan yang akan digunakan telah disterilkan menggunakan
autoclave selama 15 menit pada suhu 121 C.
2. Rogosa SL agar dipersiapkan sesuai dengan instruksi pabrik pembuat.

33

Sejumlah 75g Rogosa agar (bentuk bubuk) ditambahkan ke dalam


1000ml aquabidest dalam beaker glass dan dicampur secara merata.
Dididihkan sediaan selama 1 menit sehingga bubuknya larut
sepenuhnya. Digunakan water bath.
3. Tambahkan asam asetat glacial 1.32ml dan aduk hingga rata. Didihkan
selama 2-3 menit dengan sering mengacaunya. JANGAN
AUTOCLAVE.
4. Dibahagikan ke dalam piring petri. Agar medium diinokulasi dengan
teknik pour plate dan diinkubasi pada 35 2C selama 40-48 jam.
5. 1 gram /1mL sampel yang mengandung bakteri dimasukan ke dalam
tabung pengenceran pertama yang mempunyai 9 ml aquabidest (1/10)
atau 10-1) secara aseptis. Perbandingan berat sampel dengan volume
tabung pertama adalah 1 : 9.
6. Setelah sampel masuk lalu dilarutkan dengan mengocoknya (diberi
label tabung uji 1). Diambil 1 ml dari tabung 10-1 (tabung uji 1) dengan
pipet mikro kemudian dipindahkan ke tabung 10-2 (tabung uji 2) secara
aseptis kemudian dikocok. Tingkat pengenceran sebanyak 7 kali.
7. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan
cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet mikro yang
digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat pengenceran
digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru.
8. Teknik penanaman pour plate.Teknik ini memerlukan agar yang belum

34

padat (>45oC) untuk dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan


petri lalu kemudian dihomogenkan dan dibiarkan memadat.
9. Siapkan piring petri steril, tabung pengenceran yang akan ditanam dan
media padat yang masih cair (>45oC). Teteskan 1 ml suspensi yang
diencerkan kedalam piring petri kosong.
10. Tuangkan media yang masih cair ke piring petri kemudian putar piring
petri untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian
diinkubasi.
11. Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut:
- Satu koloni dihitung 1 koloni.
- Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni.
- Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni.
- Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2
koloni.
- Koloni yang terlalu besar (lebih besar dari setengah luas cawan) tidak
dihitung.
- Koloni yang besarnya kurang dari setengah luas cawan dihitung 1
koloni.

(Atlas, R.M., 2010)

35

4.5. Teknik Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini merupakan data primer, dimana semua data yang
diperlukan diperoleh dari hasil daripada pengiraan jumlah koloni pada kultur
bakteri Lactobacillus.
Cara menghitung sel relatif / CFUs per ml
CFUs / ml = jumlah koloni X faktor pengenceran
Misal : penanaman dilakukan dari tabung pengenceran 10-6 dengan
metode Pour Plate.
Pour plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFUs / 1 ml
Fp = 1/10-6 = 50 000 000 CFUs / 0,1 ml
SP = 1 ml = 5x107 CFUs / ml
4.6. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperlukan akan dikumpul setelah menjalankan eksperiment.
Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan grafik.

36

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PERBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif laboratorium secara potong lintang (cross
sectional) untuk mengetahui gambaran kualitatif bakteri Lactobacillus sp. yang
terkandung dalam produk-produk susu fermentasi yang tersedia di Kota Medan.
Produk susu fermentasi yang diperoleh, diencerkan dan dikultur di Laboratorium
Klinik Prodia, Jln. S. Parman, Medan dengan medium Rogosa SL- agar untuk
mendapatkan hasil.
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil adalah di sekitar kota Medan yaitu sampel-sampel
produk susu fermentasi dari 10 buah pusat perbelanjaan di kota Medan yang telah
dijelaskan (disenaraikan) oleh Dinas Kota Medan, seperti berikut:
1) Sun Plaza
2) Grand Palladium
3) Thamrin Plaza
4) Yuki Sukaramai
5) Yang Lim Plaza
6) Cambridge City Square
7) Berastagi Supermarket
8) Plaza Medan Fair
9) Carrefour Citra Garden

37

10)Vigo Supermarket
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel yang digunakan adalah produk susu fermentasi yang mengandungi bakteri
probiotik Lactobacillus sp. yang diperoleh dari 10 pusat perbelanjaan di kota
Medan dengan batch number (kadaluarsa) yang berbeda. Sampel kemudiannya
diberi kode dan hanya 1mL (1000L) dari setiap sampel yang digunakan untuk
pemeriksaan.
5.1.3 Hasil Analisa
Sebanyak 65 sampel dari 10 buah pusat perbelanjaan telah dikultur dengan media
Rogosa SL-agar untuk melihat pertumbuhan koloni yang terjadi dan hasilnya
adalah seperti berikut:

Gambar 5.1.3.1: Hasil kultur negatif bagi pertumbuhan Lactobacillus sp.

Gambar 5.1.3.2: Hasil kultur positif bagi pertumbuhan Lactobacillus sp.


5.2 Pembahasan
Lactobacillus sp. merupakan sejenis bakteri probiotik yang sangat populer

38

di industri susu karena manfaat terapeutiknya, dan banyak digunakan dalam


produksi makanan dan minuman fermentasi. Namun, penelitian telah
menunjukkan viabilitas rendah probiotik dalam pasaran (Shah, et al., 1995). Hasil
yang diperoleh dari percobaan ini juga mendukung penelitian oleh Shah, et al,
bahwa kebanyakan produk susu fermentasi yang dijual kepada konsumer
sebenarnya mengandung jumlah bakteri viable yang kurang optimum. Kurang
optimum dalam arti kata bahwa setiap mililiter (mL) produk susu fermentasi
tidak mengandung 106 colony forming unit.
Sejumlah faktor telah diketahui mempengaruhi kelangsungan hidup
bakteri probiotik dalam makanan fermentasi termasuk asam dan hidrogen
peroksida yang dihasilkan oleh bakteri serta kandungan oksigen dalam produk
tersebut (Shah, 2000). Viabilitas bakteri probiotik menurun dalam produk
fermentasi dari waktu ke waktu karena keasaman produk, suhu penyimpanan,
lama penyimpanan, dan kekurangan nutrisi (Dave dan Shah, 1997(i)) yang
menyebabkan produk-produk ini memiliki umur simpan yang terbatas (Dave dan
Shah, 1996).
Faktor suhu memainkan peranan dalam mempengaruhi viabilitas bakteri
probiotik. Suhu dari selesainya proses pembuatan produk sehingga dikonsumsi
oleh pengguna sering tidak konsisten. Mengikut penelitian oleh Matto dan
temanteman
(2006), mereka melihat apakah suhu mempengaruhi viabilitas produk susu
fermentasi dengan mendapatkan sampel dari manufacturer dan juga dari pasar
raya. Ternyata sampel dari manufacturer mempunyai viabilitas bakteri di atas 106

39

cfu/mL dibandingkan dengan sampel dari pasar raya yang kebanyakan


mempunyai aktivitas pertumbuhan bakteri yang minimal. Ini disebabkan
manufacturer sentiasa menjaga dengan ketat perubahan suhu yang berlaku semasa
memproduksi produk susu fermentasi karena tidak mahu mengaktivasi starter
culture secara berlebihan. Apabila starter culture teraktivasi secara prematur
maka siklus atau pertumbuhan Lactobacillus sp. akan terganggu. Hal inilah yang
berlaku pada produk-produk yang sampai ke tangan konsumer. Perobahan suhu
dari dingin (pabrik/kilang) ke panas (ditransportasi ke pasar raya) kembali dingin
(diletakkan di rak-rak dingin di pasar raya) akan menganggu aktivitas
metabolisme asam laktat.
Selain itu, perobahan pH dalam produk susu fermentasi juga
mempengaruhi viabilitasnya. Dalam satu penelitian yang dilakukan oleh Hull dan
teman-teman (1984), mereka mendapati bahawa produk susu fermentasi harus
senantiasa berada pada pH 4.5 agar proses pertumbuhan dan fermentasi asam
laktat dapat berlangsung secara berkesinambungan. Apabila nilai pH tidak dapat
dipertahankan, keasaman berkurang dan mengakibatkan adanya pertumbuhan
benda asing, akan menganggu pertumbuhan bakteri asam laktat.
Kandungan nutrisi seperti fructooligosaccharides yang menjadi makanan
bagi bakteri probiotik juga harus dimasukkan secara adekuat ke dalam
produkproduk
susu fermentasi. Jika nutrisi yang dibekalkan tidak mencukupi, maka
starter culture Lactobacillus sp. tidak akan dapat bertahan hidup sepanjang masa
kadaluarsanya. Bakteri probiotik amat sensitif pada perobahan lingkungan. Untuk

40

menampakkan efek terapeutik, maka ia harus hidup (viable) sehingga bisa


berkolonisasi dan berkembang biak di bahagian usus halus host.
Ketidakpatuhan dalam melabel produk-produk susu fermentasi juga sering
kali merugikan konsumer. Protokol terbaru menunjukkan bahawa manufacturer
harus menulis nama species dan kandungan bakteri dalam unit cfu/mL sediaan.
Namun dari observasi didapati manufacturer masih menunjukkan jumlah dalam
unit per serving. Jumlah bakteri yang tercatat dalam unit per serving tidak
memberi maksud signifikan dan sebenarnya tidak cukup untuk memberi sebarang
manfaat kesehatan kepada konsumer.
Justeru, apabila produk-produk probiotik yang mempunyai jumlah bakteri
viable yang di bawah tahap optimum dikonsumsi pengguna, maka tidak akan ada
efek kesehatan yang dapat dilihat secara jelas. Ini menyebabkan berlakunya
pembaziran wang konsumen karena produk-produk probiotik agak mahal
harganya, dan disini jelas hak pengguna untuk mendapatkan faedah yang setimpal
dengan harga yang dibayar tidak dipenuhi.
Dari sisi positifnya, dengan tercatatnya masa kadaluarsa pada label
produk-produk susu fermentasi maka, konsumer dapat lebih berhati-hati apabila
membeli sesuatu produk. Produk-produk yang menghampiri masa kadaluarsanya
selalunya mengandungi konsentrasi bakteri probiotik yang kurang. Konsumer
harus lebih bijak dalam memerhatikan butiran penting seperti ini sebelum
mengkonsumsi sebarang produk. Walaupun, dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahawa kandungan bakteri Lactobacillus sp. kurang dalam kebanyakan produk,

41

namun bakteri tersebut hanya merupakan salah satu komponen dalam produk susu
fermentasi. Sub-sub komponen lain dalam produk tersebut misalnya vitamin A, C,
E dan kalsium masih dapat memberikan manfaat kepada tubuh manusia.

42

DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M., 2010. Handbook of Microbiological Media, 4th Ed. United States of
America. Taylor & Francis Group. pp.1516.
Bonet, E.B., dePetrino, S.F., Meson, O. and Perdigon, G., 2005. Antitumour effect
of Lactobacillus casei CRL 431 on different experimental tumours. Food
Agric. Immunol., 16 (14), pp.181191.
Boylston, T.D., Vinderola, C.G., Ghoddusi, H.B. and Reinheimer, J.A., 2004.
Incorporation of bifidobacteria into cheeses: challenges and rewards. Int.
Dairy J., 14, pp.375387.
BPOM-Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010. Daftar Registerasi Minuman
Terdaftar. [online] Available at:<http://www.pom.go.id/nonpublic/reg/klasi
fikasi.asp?klas_id=13&kat_id=02> [Accessed 27 April 2011].
Cadieux, P., 2006. Identification of anti-infective signals from lactobacilli. Ph. D.
University of Western Ontario,(Canada).
Chadwick, V.S., Chen,W. and Shu, D., 2002. Activation of the mucosal immune
system in irritable bowel syndrome. Gastroenterology, 122, pp.17781783.
Collado, M.C., Meriluoto, J. and Salminen, S., 2007. Role of commercial
probiotic strains against human pathogen adhesion to intestinal mucus. Lett.
Appl. Microbiol., 45 (4), pp.454460.
Corcoran, B.M., Stanton, C., Fitzgerald, G.F. and Ross, R.P., 2005. Survival of
probiotic lactobacilli in acidic environments is enhanced in the presence of
metabolizable sugars. Appl. Environ.Microbiology, 71, pp.30603067.

43

44

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Dari 23 produk yoghurt yang diuji pada tingkat pengenceran 10-6, tidak
ada sampel yang memberikan hasil positif.
2. Dari 8 produk keju yang diuji pada tingkat pengenceran 10-6, 3 sampel
memberikan hasil positif.
3. Dari 21 produk susu kultur yang diuji pada tingkat pengenceran 10-6, tidak
ada sampel yang memberikan hasil positif.
4. Dari 13 sampel susu acidophilus yang diuji pada tingkat pengenceran 10-6,
hanya 1 sampel yang memberikan hasil positif.
5. Ternyata 61 dari 65 produk susu fermentasi yang diuji pada tingkat
pengenceran 10-6 masih belum mencapai standard.
6. 23 % dari produk-produk yang diteliti, dapat dibuktikan mengandung
bakteri pada pengenceran 10-3.
7. Masa kadaluarsa yang masih panjang dari suatu produk tidak menjamin
bahwa produk tersebut mengandung bakteri yang viable.
6.2 Saran
Rata-rata kadar bakteri probiotik Lactobacillus sp. adalah kurang optimum
dalam produk-produk susu fermentasi. Maka. Badan Pengawas Obat dan
Makanan
(BPOM) harus sentiasa mengawasi dan memonitor produk-produk yang
dipasarkan

45

agar sentiasa mencapai standard yang ditetapkan. Konsumer juga harus berhatihati
dengan melihat dan membaca label produk-produk sebelum melakukan pembelian
agar tidak merugikan.
Penelitian yang telah dilakukan ini masih tidak lengkap dan banyak
kekurangan. Peneliti sangat berharap terdapat penelitian lain yang dapat
melanjutkan penelitian ini agar lebih lengkap dan sempurna. Saran bagi penelitian
selanjutnya antara lain:
1. Pada sampel-sampel positif, dilakukan kontrol positif seperti yang dilakukan
dalam penelitian ini untuk melihat kadar penurunan jumlah koloni bakteri pada
setiap tingkat pengenceran. Ini dilakukan agar dapat mengidentifikasi jumlah
optimum starter culture yang harus dimasukkan ke dalam produk susu fermentasi.
2. Mengkaji kandungan bakteri probiotik yang difortifikasi dalam produk-produk
yang berbeda misalnya, susu bubuk bayi dan balita.

46

Anda mungkin juga menyukai