Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

TONSIL

oleh
Ariadi

110312069

Syuhada Bt Ibrahim 0910314159


Amatullah Fauziyyah 1210313053

Preseptor:
dr. Dolly Irfandy, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT


TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Tonsil .
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Dolly Irfandy, Sp.THT-KL selaku
preseptor yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, 26 Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar

1
2
3

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan

4
5
5
5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tonsil
2.1.1 Anatomi
2.1.2 Fisiologi
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi
2.2.1 Etiologi
2.3 Tonsilitis Akut
2.3.1 Tonsilitis Viral
2.3.2 Tonsilitis Bakteri
2.4 Tonsilitis Kronik
2.5 Tonsilitis Membranosa
2.5.1 Tonsilitis Difteri

6
6
9
10
10
10
11
11
12
12
13
13

BAB 3. KESIMPULAN

15

DAFTAR PUSTAKA

16

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer

Gambar 2. Anatomi Tonsil

Gambar 3. Pengukuran Tonsil

10

Gambar 4. Etiologi terjadinya tonsilitis

11

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang


ini juga banyak sekali masalah kesehatan yang muncul di masyarakat. Dari hari
kehari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit infeksi ataupun penyakit
lainnya, salah satunya adalah penyakit yang terjadi di tonsil yaitu tonsilitis atau
yang sering kita kenal dengan radang amandel. Tonsilitis adalah inflamasi atau
pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Organisme penyebabnya yang
utama meliputi Streptococcus atau Staphylococcus 1.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil atau amandel yang dapat
menyerang semua golongan umur. Tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi.
Bila tonsilitis akut sering kambuh walaupun penderita telah mendapat pengobatan
yang memadai, maka perlu diingat kemungkinan terjadinya tonsilitis kronik.
Faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya tonsilitis: rangsangan menahun
(misalnya rokok, makanan tertentu), cuaca, pengobatan tonsilitis yang tidak
memadai dan higiene rongga mulut yang kurang baik2.
Tonsilitis akut merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada saluran
napas bagian atas, terutama pada anak anak. Insiden tertinggi terjadi pada usia 4
5 tahun. Pada usia sekolah, insiden tertingginya adalah usia 6 12 tahun

1.

Terdapat beberapa klasifikasi tonsilitis yaitu tosilitis akut, tonsilitis membranosa


dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut dibagi menjadi dua yaitu Tonsilitis viral dan
Tonsilitis bakterial. Pada tonsilitis viral penyebab yang paling sering adalah
Epstein Barr virus,

sedangkan tonsilitis bakterial disebabkan kuman grup A

Streptococcus4. Gejala tonsilitis akut berupa nyeri tenggorokan yang semakin


parah jika penderita menelan dan nyeri sering kali dirasakan ditelinga karena
tenggorokan dan telinga memiliki persarafan yang sama. Gejala lainnya berupa
demam, tidak enak badan, sakit kepala, mual dan muntah 1.
Mengingat angka kejadian tonsilitis yang cukup tinggi di masyarakat serta
dampak yang cukup besar akibat dari infeksinya pada penderitanya, penulis
tertarik untuk membuat tulisan tentang tonsilitis ini. Diharapkan dengan adanya
4

tulisan ini dapat menjadi referensi sekaligus sebagai bahan bacaan untuk
memperluas wawasan tentang penyakit tonsilitis.
1.2.

Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang tonsil mencakup anatomi dan fisiologi tonsil, serta
untuk mengetahui manifestasi tonsilitis mulai dari definisi, etiologi, diagnosis,
manifestasi klinis, dan penatalaksanaannya.
1.3.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi tonsil,
serta untuk mengetahui manifestasi tonsilitis mulai dari definisi, etiologi,
diagnosis, manifestasi klinis, dan penatalaksanaannya.
1.4.

Metode Penulisan

Penulisan referat ini mengacu kepada beberapa literatur, termasuk buku teks dan
jurnal ilmiah yang disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
2.1.1 Anatomi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk
lingkaran yang disebut cincin waldeyer.4
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori 5.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring
yang terdiri dari :

Tonsil faringeal (adenoid)


Tonsil palatina (tonsil faucial)
Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)
Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil).

Gambar 1. Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer


Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.
Tonsil palatina terletak di fosa tonsilar, diantara kolumna anterior dan posterior.
Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring dan tonsil lingual terletak di
pangkal lidah. Fungsi cincin waldeyer adalah sebagai pertahanan pada saluran
pencernaan dan saluran pernafasan terhadap bakteri-bakteri, selain itu dapat
menghasilkan antibodi dan limfosit.6,7

Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di


dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk
oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil. 8
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : 4
Anterior : arcus palatoglossus
Posterior : arcus palatopharyngeus
Superior : palatum mole
Inferior : 1/3 posterior lidah
Medial : ruang orofaring
Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan
areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral
tonsila.

Gambar 2. Anatomi Tonsil


Tonsil palatina mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis
eksterna, melalui cabang-cabangnya1,2, yaitu :

A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya


A. tonsilaris dan A. palatina asenden.
A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
A. faringeal asenden.
7

Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil 1:

Anterior
: A. lingualis dorsal.
Posterior
: A. palatina asenden.
Diantara keduanya: A. tonsilaris.

Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:

A. faringeal asenden
A. palatina desenden.
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang

merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat
pada dasar lidah. Permukaan medial bentuknya bervariasi dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang
sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot faring.4
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal
antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.9
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.9
Fossa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX
yang merupakan nervus glosofaringeal.5

2.1.2

Fisiologi

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat
sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel
dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin
spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa
IgG.3
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2
fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif,
sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.3
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris
dan arteri palatina asenden, arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden, arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal, arteri
faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi
oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.3 Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.5
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil bagian bawah
mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga
dari cabang desenden lesser palatine nerves.5
Ukuran Tonsil
T0 : Post Tonsilektomi
9

T1 : Tonsil masih terbatas dalam Fossa Tonsilaris


T2 : Sudah melewati pillar anterior belum melewati garis paramedian pillar post)
T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median
T4 : Sudah melewati garis median
Garis
median

T1

Garis paramedian

T4
T3

T2

Gambar 3. Pengukuran Tonsil


Gambar 3. Pengukuran Tonsil
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan oleh
bakteri, virus, dan jamur. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakanbagian dari cincin Waldeyer.6
2.2.2

Etiologi

Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas
membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut. 10 Tonsil akan
berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis.11 Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman
Streptococcus beta Hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus
pyogenes. Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang
menimbulkan invasi lokal, sistemik dan kelainan imunologi pasca streptococcus.12

10

Gambar 4. Etiologi terjadinya tonsilitis


Dari beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
Streptococcus Hemolitikus Grup A merupakan penyebab utama dari tonsilitis
dengan persentase sekitar 15 30% dari semua jenis bakteri 13. Beberapa etiologi
lain yang juga cukup tinggi insidennya dalah menyebabkan terjadinya tonsilitis
adalah Haemophyllus influenza

Staphylococcus aureus dan Streptococcus

Pyogens.1
2.3 Tonsilitis Akut
2.3.1 Tonsilitis Viral
Tonsilitis akut paling sering disebabkan karena infeksi virus, seperti Herpes
simplex virus, Epstein-Barr virus (penyebab tersering), Cytomegalovirus, dan
Adenovirus. Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
nyeri tenggorok.13
Terapi berupa istirahat, minum cukup, analgetik, dan anti viral diberikan
jika gejala berat.13
2.3.2

Tonsilitis Bakteri

Radang akut tonsil dapat disebabkan kumanStreptococcus hemolitikus grup A.


Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
11

radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.


Secara klinis detritus akan mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak
kuning. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang telah mati dan epitel
yang terlepas.13
Gejala dan tanda14

nyeri tenggorokan yang makin memburuk dari waktu ke waktu

kesulitan menelan

demam dengan suhu tubuh yang tinggi

tonsil membesar, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikular,


lakunaris, atau terbentuk pseudomembran

bengkak, merah, dan nyeri tekan pada KGB submandibula


Terapi berupa antibiotik spektrum luas seperti penicillin atau eritromisin.

Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.13


Komplikasi Pada anak otitis media akut, sinusitis , abses peritonsil, abses
parafaring, endokarditis, glomerulonefritis akut. Pada dewasa akibat adanya
hipertropi tonsil menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur,
gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal dengan Obstructive
Sleep Apnea Syndrome (OSAS).13
2.4 Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun
dari rokok ataupun jenis makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan Gram negatif.13
Patologi terjadinya karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga epitel jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhanjaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti tampak melebar. Secara klinis kripti ini
diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai denagn pembesaran kelenjar limfe submandibula.

12

Gejala dan tanda berupa tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal
di tenggorok, dirasakan kering di tenggorokan dan nafas berbau. 13 Terapi lokal
ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur .
Tonsilitis kronik dapat menyebabkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosinklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkolosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang, gejala sumbatan
jalan nafas, dan kecurigaan neoplasma.13
2.5 Tonsilitis Membranosa
2.5.1 Tonsilitis Difteri
Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Corynebacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas atas seperti hidung,
faring dan laring.Tidak semua orang yang terinfeksi kuman ini akan mengalami
tonsilitis difteri. Hal ini bergantug pada titer anti toksin dalam darah seseorang.
Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada test Schick. Tonsilitis
difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahum dan frekuensi
tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini.
Gejala dan tanda dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal,
dan gejala akibat eksotoksin.

Gejala umum
Terjadi demam subfebril, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,

keluhan nyeri menelan.


Gejala lokal
Tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin
lama makin meluas dan bersatu membentuk pseudomembran.Membran ini dapat
meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea maupun bronkus dan
dapat menyumbat saluran nafas.Pseudomembran ini melekat erat pada dasarnya

13

sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Bila infeksi belanjut terus, kelenjar
limfe leher akan membengkak sedemikian rupa sehingga leher menyerupai leher
sapi (bull neck) atau disebut juga Burgermeesters hals.

Gejala akibat eksotoksin


Jantung, terjadi miokarditis sampai dengan kompensatio cordis
Ginjal, menimbulkan albuminuria
Saraf kranial : menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan

Diagnosis tonsilitis difteri ditegakksn berdasarkan gambaran klinis dan


pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil di bawah pseudomembran
dan didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.
Pengobatan dengan memberikan Anti Difteri Serum (ADS) tanpa
menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur dan
beratnya penyakit.
Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg per kgBB dibagi dalam 3
dosis selama 14 hari.
Kortikosteroid 1,2 mg per kgBB per hari. Antipiretik untuk simtomatik.
Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di
tempat tidur selama 2-3 minggu

BAB 3
KESIMPULAN
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain:
fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

14

tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau
peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.
Pada tonsilotis viral gejala lebih menyerupai common cold yang disertai
nyeri tenggorok. Pada tonsilitis bakterial keluhan awal berupa rasa kering
ditenggorok. Selanjutnya penderita merasa nyeri waktu menelan yang makin lama
makin hebat.
Tatalaksana pada tonsilitis viral cukup dengan isirahat, minum cukup,
analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat. Untuk tonsilitis bakterialis
diberikan antibiotik spektrum luas penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Shah, K. Udayan. 2014. Tonsilitis and Peritonsilar abcess. Emedicine,
http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
2. Farokah. 2005. Laporan Penelitian: Hubungan Tonsilitis Kronik dengan
Prestasi Belajar Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang.
FKUGM : Yogyakarta. Hal :1-46
3. Mal, R.K., A.F. Oluwasanmi, dan J.R. Mitchard. 2010. Tonsillar Crypts and
Bacterial Invasion of Tonsils: A Pilot Study. NEJM : England p: 567-569

15

4. Rusmarjono,efiaty AS. Faringitis,Tonsilitis,dan Hipertrofi Adenoid. Dalam;


Soepardi EA,iskandar NH(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007. Hal
214-225
5. Snow, James

B.

dan

John

Jacob

Ballenger. 2003.

Ballengers

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th Edition. Chicago :


Williams & Wilkins.
6. Lukmanti Petrus, Maulany R.F, Tambajong Jan. Rongga Mulut dan Faring.
Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Balai penerit EGC;1995
7. Herawati Sri, Lukmini Sri. Ilmu penyakit Telinga Hidung Tenggorok.
Jakarta: Balai penerbit EGC;2007
8. Brodsy L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adeneidectomy. In: Bailey
BJ. Johnson JT. Head and Neck Surgery. Otolaryngology. 4rd Edition.
Philadelphia: Lippinscott Williams Wilkins Publishers. 2006. p1183-1208
9. Probst, Rudolf., Gerhard Greves, dan Heinrich Iro. 2006. Basic
Otorhinolaryngology A Step-by-Step Learning Guide. USA: Georg Thieme
Verlag, 2006; Hal 113-9.
10. Alasil, Saad., et al. 2011.

Bacterial identification and antibiotic

susceptibility patterns of Staphyloccocus aureus isolates from patients


undergoing tonsillectomy in Malaysian University Hospital. Malaysia:
Malaysian Univ hospital
11. Onerci, T.M. 2009. Diagnosis in Otorhinolaryngology, An Illustrate Guide.
New York : Springer
12. Flint, Paul W. et al.

2010. Cummings Otolaryngology Head & Neck

Surgery 5th edition. Philadelphia : Mosby Elsevier.


13. Mangunkusomo E, Soetjipto D, 2007. Tonsilitis. Dalam : Rusmarjono, dkk.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
6. Jakarta : FKUI. Hal. 221-225.
14. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2004. Indikasi tonsilektomi. Diunduh dari :
http://www.yanmedik.depkes.go.id pada tanggal 27 November 2010.

16

Anda mungkin juga menyukai