Anda di halaman 1dari 23

ABORTUS PROVOKATUS MEDISINALIS

I.

PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus
medisinialis dan abortus provokatus kriminalis.1
Istilah aborsi dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dengan tindak pidana
Pengguguran Kandungan. Dan secara umum pengaturan mengenai aborsi tersebut
terdapat dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 KUHP. Dalam K.U.H.P. yaitu pada pasal
345, 347, dan pasal 348, tidak terdapat perkataan abortus yang tercantum di dalam pasalpasal tersebut adalah gugur atau mati kandungannya. Dengan demikian tidak ada batasan
umur kehamilan dan berat dari fetus.4
Abortus provokatus, menurut kamus kedokteran dorland adalah aborsi yang disengaja
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.5 Abortus provokatus medisinalis yaitu
penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan ibu baik, agar nyawanya dapat
diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan atau indikasi medis, biasanya
baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu,
misalnya bila si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya
maut bila kehamilan tidak dihentikan. 4
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15 20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh

kejadian abortus sebenarnya bisa mencapai 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma
dan disfungsi oosit). Pada 1998 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221
perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan,
dimana 43 (22%) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.1
Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi.
Angka ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel yang diambil dari
fasilitas-fasilitas kesehatan, dan juga termasuk jumlah aborsi spontan yang tidak diketahui
jumlahnya walaupun dalam hal ini diperkirakan jumlahnya kecil. Walaupun demikian,
estimasi aborsi dari penelitian tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif yang
terdapat di Indonesia sampai saat ini. 2

Gambar 1. Diagram pelaku aborsi Tahun 2000 2

Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang
tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi
hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh
berbagai kalangan, baik itu dilakukan secara legal ataupun ilegal. Dalam memandang
bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang
menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya
dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum
positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila
merupakan aborsi provokatus medikalis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi
suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai aborsi provokatus kriminalis.2

II.

KLASIFIKASI ABORTUS
Abortus dapat terjadi secara spontan, dapat pula terjadi karena dibuat atau sengaja.

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai.4
Secara garis besar abortus dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu abortus spontan dan
abortus provacatus.
1. Abortus spontan, adalah abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Sebagian
besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua
kehamilan. Penyebab abortus ini bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
sebagai berikut :

Faktor genetik, seperti mendelian, robertsonian, dan lain-lain.

Kelainan congenital uterus, seperti anomali duktus Mulleri, septum


uterus, uterus bikornis, inkompetensi serviks uterus, mioma uteri,
dan lain sebagainya.

Autoimun

Defek fase luteal, seperti pada kasus sintesis LH yang tinggi

Infeksi

Hematologik

Lingkungan

Adapun macam-macam abortus spontan sesuai dengan gejala, tanda, dan proses
patologi yang terjadi :

Abortus iminens

Abortus insipiens

Abortus kompletus

Abortus inklompetus

Missed abortion

Abortus habitualis

Abortus septik

1. Abortus provokatus, adalah abortus yang sengaja dilakukan tindakan. Abortus


provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus krimanlis dan
abortus provokatus medisinalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada
pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan
dilakukan oleh dokter.
a. Abortus provokatus kriminalis

Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada wanita hamil diluar


pernikahan (belum menikah atau hamil dengan pria yang bukan suaminya) atau
pada kehamilan yang tidak dikehendaki (sudah banyak anak atau karena faktor
sosial ekonomi). Bila pelakunya adalah wanita hamil yang bersangkutan, sering
timbul akibat yang tidak diinginkan, sehingga sering pula harus berurusan dengan
polisi. Sebaliknya bila dilakukan oleh tenaga medis yang ahli biasanya tidak
sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena dikerjakan dengan ahli sehingga
hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek samping.4
b. Abortus provokatus medisinalis
Abortus provokatus medisinalis atau therapeuticus adalah suatu jenis
pengguguran kandungan (abortus) yang sengaja dibuat oleh seseorang dengan
maksud kesehatan demi menyelamatkan nyawa perempuan yang mengandung
tersebut, dan sudah tentu pengguguran kandungan (abortus) ini mendapat
pertimbangan medik menurut ilmu kedokteran.7

III. ABORTUS PROVOKATUS MEDISINALIS


Abortus Provokatus Medicinalis atau Therapeuticus adalah suatu jenis pengguguran
kandungan (abortus) yang sengaja dibuat oleh seseorang dengan maksud kesehatan demi
menyelamatkan nyawa perempuan yang mengandung tersebut, dan sudah tentu
pengguguran kandungan (abortus) ini mendapat pertimbangan medik menurut ilmu
kedokteran.7
Indikasi dilakukannya sebuah Abortus medicinalis adalah :
1. Hamil di luar kandungan (kehamilan ektopik) Bila kehamilan tidak

dikeluarkan, maka akan terjadi pendesakan robekan pada tempat dimana hasil
pembuahan menempel diikuti perdarahan apabila berada dalam rongga perut
yang dapat menyebabkan kematian.
2. Hamil anggur (mola hidatidosa). Pada hamil anggur janin biasanya tumbuh

jaringan seperti segugus buah anggur. Jaringan ini harus dikeluarkan dan
selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang untuk mendeteksi kemungkinan
timbulnya keganasan trofoblas.
3. Cacat bawaan pada janin. Cacat bawaan yang berat dapat dideteksi secara

dini. Kondisi janin yang tidak kompatibel dengan kehidupan termasuk


anencephaly, trisomi 13, trisomi 18, agenesis renal, displasia thanatophoric,
alobar holoprosencephaly, dan beberapa kasus hydrocephalis. Anomali janin
yang paling umum ditemui dalam konseling aborsi termasuk paling anomali

jantung janin, trisomi 2l; terbuka dan tertutup cacat tabung sarat; anggota
badan, wajah, atau kelainan celah; atresia esofagus atau duodenum; dada dan
cacat dinding perut, ginjal kistik atau hidronefrosis; intrakranial sugestif
penyakit virus kalsitikasi; atau cacat diafragma.
4. Penyakit Ibu yang berat/menahun. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang

mengandung, misalnya :
Penyakit Jantung bawaan
Hipertensi.
Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan (1-5 persen) dan menetap semasa
kehamilan atau dapat terjadi dengan kehamilan. Bila wanita normotensi mengalami
kehamilan, maka hipertensi dapat terjadi sebesar 5-7 persen. Karena sistemik
vascular resisted yang menurun pada awal kehamilan, maka hipertensi ini sering
tidak didapati hingga pertengahan kedua kehamilan. Keadaan ini disebut dengan
pregnancy-induced

atau

gestational

hypertension.

Preklamsia

jelas

akan

meningkatkan resiko pada ibu (kira-kira 1-2 persen perubahan perdarahan SSP,
konvulsi atau penyakit sistemik berat lainnya) dan retardasi perkembangan janin
(10-15 persen). Morbiditas dan mortalitas ibu dan janin meningkat dengan
berlanjutnya eklamsia.
Penyakit ginjal kronik
Tuberkulosis paru aktif
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid.

Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau
jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
Hipertensi pulmonal baik itu primer atau sekunder yang berlangsung lama
(Sindroma Eisenmenger). Jika hipertensi pulmonal diketahui pada awal
kehamilan, penghentian kehamilan sangat dianjurkan.
Sindroma penyakit vascular primer (primary vascular disease) atau emboli
paru berulang akan menyebabkan mortalitas sekitar 30 - 70 persen. Bila
ibu selamat angka kematian janin lehih dari 40%. Kematian ibu dapat
terjadi setiap saat semasa kehamilan. Saat melahirkan dan dalam
minggu pertama post partum merupakan masa yang sangat rawan.
Sindroma Marfan Kemungkinan amat sulit untuk menegakkan sindroma
Marfan, tetapi hal ini sangat penting dilakukan karena kehamilan sangat
berbahaya pada wanita yang menderita sindroma Marfan. Pertama
karena resiko kematian akibat ruptur aorta atau diseksi aorta sangat
tinggi semasa kehamilan, terutama jika aorta sangat besar (lebih dari 40
mm pada ekokardiografi). Kedua angka harapan hidup wanita dengan
sindroma Marfan berkurang kira-kira separuh dari normal, secara tidak
langsung usia ibu akan terbatas. Ketiga setengah dari keturunannya
akan dikenai sindroma ini. Alasan ini yang menyebabkan wanita
dengan sindroma marfan dianjurkan untuk tidak hamil. Resiko di atas
juga menjadi rekomendasi untuk menghentikan kehamilan jika telah
terjadi.

1. Hamil akibat perkosaan atau incest.


2. Penyakit kelainan jiwa yang berat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus
dikonsultasikan dengan psikiater.
3. Kegagalan kontrasepsi. Seperti diketahui sampai saat ini tidak ada satu pun
kontrasepsi yang bebas dari kegagalan. Kehamilan akibat kegagalan
kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dapat menyebabkan cacat
bawaan.

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik,seorang dokter perlu


mengambil tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada seorang
ahli kandungan yang berpengalaman dengan syarat :
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya ( yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli ( ahli medis lain, agama, hukum,
psikolog)
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga atau peralatan yang
memadai yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan
6. Dokumen medik harus lengkap

IV. TEKNIK-TEKNIK ABORTUS MEDISINALIS


Dalam garis besarnya dapat dibedakan antara kehamilan dalam triwulan ke I dan dalam
triwulan ke 2. Perbedaannya ialah bahwa pada kehamilan sampai 12 minggu isi kandungan belum
seberapa besar, sehingga tindakan untuk melahirkannya pada umumnya dapat dilakukan dalam salu
tahap sesudah kanalis servikalis dilebarkan. Pada kehamilan yang lebih tua, karena besarnya janin, hal
itu tidak mungkin dilakukan sehingga uterus perlu dirangsang untuk. 1,6
A. Abortus buatan pada triwulan ke 1 (sampai 12 minggu)
Dilatasi dan Kureatuse
Setelah penderita ditidurkan dalam letak lithotomi dan dipersiapkan sebagaimana

mestinya, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk sekali lagi menentukan besar


dan letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan di samping uterus.
Sesudah premedikasi diberikan, infus RL intravena dengan 10 IU oksitosin
dipasang dan diteteskan perlahan-lahan untuk menimbulkan kontraksi dinding
uterus dan mengecilkan bahaya perforasi.
Kemudian dilakukan anestesia umum,
Spekulum vagina dipasang
Tenakulum / cunam serviks menjepit dinding depan porsio uteri. Tenaculum /
cunam dipegang dengan tangan kiri si penolong untuk mengadakan fiksasi pada
serviks uteri.
Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk mengetahui letak dan
panjangnya kavum uteri. Sesudah itu dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan
busi Hegar dari nomor kecil hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi
nomor 12 pada seorang multipara.
Kerokan dilakukan secara sistematis menurut putaran jarum jam. Apabila
kehamilan melebihi 6-7 minggu, digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat
dimasukkan. Setelah hasil konsepsi untuk sebagian besar lepas dari dinding
uterus, maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin dengan cunam
abortus; kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup
besar. Apabila perlu, dimasukkan tampon ke dalam kavum uteri dan vagina, yang
harus dikeluarkan esok harinya. 1

Gambar 1. Memasukan busi hegar kedalam uterus

Dilatasi dalam dua tahap

Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan


pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk mengeluarkan mola
hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam 2 tahap. Dimasukkan dahulu gagang laminaria
dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit ke
dalam kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina; kemudian dimasukkan tampon
kasa ke dalam vagina. Gagang laminaria mempunyai daya untuk mengabsorpsi air,
sehingga diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan
pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam gagang dikeluarkan dan pembukaan dapat
dibesarkan dengan busi Hegar. Bahaya pemakaian gagang laminaria ialah infeksi dan
perdarahan mendadak. 1

Gambar 2. Pemasangan gagang Laminaria (A) salah ; (B) salah; (C) betul

Gambar 3. Letak 3 buah gagang laminaria dalam kanalis servikalis

Gambar 4. Prosedur dilatasi dan kuretase

Pengeluaran dengan cara penyedotan (suction curettage)

Dalam tahun-tahun terakhir cara ini makin banyak digunakan oleh karena perdarahan
tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persiapan
seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual,
bibir depan serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk
mengetahui panjang dan jalannya kavum uteri. Anestesia umum dengan penthotal
sodium, atau anestesia paracervical block dilakukan, dan 5 satuan oksitosin disuntikan
pada korpus uteri di bawah kandung kencing dekat pada perbatasannya dengan serviks.
Sesudah itu, jika perlu, diadakan dilatasi pada serviks untuk dapat memasukkan kuret
penyedot yang besarnya didasarkan pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan ll
mm). Alat tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian
ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator). 1

Gambar 5. Cara memasukkan kuret penyedot kedalam uterus

Gambar 6. Cairan amnion, plasenta, dan fetus disedot melalui kuret penyedot yang dihubungkan
dengan aspirator.

Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret digerakkan
naik-turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang dari 10 minggu
abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua kantong amnion
dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap ke luar. Apabila masih ada yang
tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa. 1,2,5,7

Gambar 7. Uterine aspirator

A. Abortus buatan pada triwulan kedua (kehamilan sesudah 16 minggu)


Pemberian cairan NaCl hipertonik
Abortus buatan pada kehamilan sesudah 16 minggu diusahakan dengan menimbulkan
kontraksi-kontraksi uterus, supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang
dilakukan ialah mengadakan amniosentesis melalui dinding perut dan memasukkan larutan NaCl
hipertonik ke dalam kantong amnion; tindakan ini dibantu dengan pemberian infus intravena dengan
oksitosin. Cara ini hendaknya jangan dilakukan pada kehamilan di bawali 16 minggu, oleh karena
amniosentesis dalam hal ini sering gagal. Setelah dilakukan pemeriksaan untuk menentukan tinggi
fundus uteri, kandung kencing dikosongkan. Infus intravena dengan cairan glukosa 5% dipasang; dan
diselenggarakan desinfeksi dinding depan perut antara pusat dan simfisis. Tempat pada garis tengah
antara fundus uteri dan simfisis diberi anestesia lokal dengan cairan Prokain atau Lidokain 1%, dan
kemudian jarum spinal ditusukkan sampai menembus dinding uterus. Sebagai penuntun dipakai
ultrasonograf untuk menghindari trauma pada plasenta berupa perdarahan retroplasenter dan
sebagainya. Setelah stilet dikeluarkan dari jarum, maka cairan amnion mengalir ke luar sebagai bukti
bahwa jarum telah memasuki kantong amnion. Dengan menjaga supaya posisi tidak berubah, ujung
jarum dihubungkan dengan semprit untuk menyedot cairan amnion. Setelah itu perlahan-lahan
dimasukkan larutan NaC120% ke dalam kantong amnion, sambil mengawasi penderita dengan

seksama; pasien diminta untuk segera melaporkan bila terasa sakit kepala, panas, nyeri perut yang
keras, haus, atau semutan pada tangan dan muka. Apabila gejala-gejala ini timbul, pemberian larutan
hipertonik dihentikan untuk beberapa menit atau untuk seterusnya. Dalam keadaan baik dimasukkan
larutan NaCl dalam jumlah yang sama dengan cairan amnion yang dikeluarkan. Jika sesudah
dimasukkan jarum spinal tidak keluar cairan amnion larutan NaCl hipertonik tidak boleh diberikan.
Sesudah larutan NaCl masuk, disuntikkan 10 satuan oksitosin ke dalam infus intravena dengan larutan
glukosa 5% sebanyak 500 ml yang sudah dipasang lebih dahulu; infus dijalankan dengan kecepatan
12-24 tetes dalam 1 menit. Apabila dalam 24 jam abortus belum mulai, pemberian infus dihentikan
untuk 6 jam atau lebih untuk menghindarkan pengaruh antidiuretik. Selama infus diberikan
pemasukan cairan secara oral dibatasi sampai 1500 ml . 1,2,5,7
Abortus rata-rata terjadi dalam 30 jam. Pada kurang lebih 10% 2 jam sesudah janin lahir,
plasenta belum juga keluar. Dalam hal ini biasanya plasenta sudah terlepas dari dinding uterus dan
dapat dikeluarkan dengan cunam abortus; apabila plasenta belum terlepas, perlu digunakan kuret
tumpul besar. 1,2,5,7

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera ialah apabila larutan garam masuk ke dalam
rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah, dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi,
penghentian kerja jantung (cardiac arrest), penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Jika
diadakan pengawasan yang seksama pada pemasukan larutan garam, komplikasi-komplikasi yang
berbahaya ini tidak perlu terjadi. Selanjutnya komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul ialah
perdarahan dan infeksi. 1,2,5,7
Pemberian Prostaglandin dan Prostaglandin sintetik
Akhir-akhir ini dilakukan percobaan dengan pemberian prostaglandin untuk
menghentikan kehamilan pada triwulan ke 2. Prostaglandin ialah suatu zat asam lemak yang
terdapat pada jaringan-jaringan dan cairan-cairan dalam tubuh, dan terdiri atas beberapa jenis.
Jenis PGE dan PGF dapat merangsang otot uterus. Untuk memungkinkan terjadinya abortus
PGF2 a 25 mg atau PGE2 sebanyak 5 mg dalam larutan 10 ml NaCl fisiologik disuntikan

trans-abdominal ke dalam kantong amnion; dengan 1 atau 2 suntikan bisa terjadi abortus
dalam 24 jam. Komplikasi yang dapat timbul ialah panas, enek, muntah, dan diarea; akan
tetapi semua

ini tidak mengkhawatirkan. Namun demikian pernah pula terjadi

bronkospasmus. Pengobatan dengan prostaglandin telah banyak dilaksanakan akan tetapi


masih diperlukan pengalaman lebih banyak, sebelum penggunaannya untuk menimbulkan
abortus dapat dilakukan secara rutin. Sekarang sudah dapat dinyatakan, bahwa kelak ada
kemungkinan besar Prostaglandin dapat mengganti penggunaan cairan NaCl hipertonik,
karena lebih aman dan hasilnya cukup memuaskan. Prostaglandin sintetik adalah
prostaglandin E1 (PGEI) analog, merupakan jenis obat yang memiliki efek sebagai obat anti
inflamasi nonsteroid NSAID serta dalam penggunaan menginduksi kehamilan dimana
menyebabkan terjadinya kontraksi rahim dan pematangan serviks yang dikenal dengan
misoprostol. Alasan penggunaan prostaglandin sintentik ini dikarenakan oleh pertimbangan
harga yang murah dan mudah didapatkan.

Oksitosin
Obat induksi lain yang juga diberikan dengan efek kontraksi uterus, adalah oksitosin,
pemberian dilakukan dengan cara drips. Lima unit oksitosin dilarutkan dalam setengah liter
cairan, biasanya diberikan glukosa 5% dalam air, atau lebih baik dipakai suatu larutan garam
berimbang (RL). Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa larutan yang lebih encer
juga efektif, tetapi larutan (10 U dalam 1 liter) adalah mudah dipersiapkan, aman, efektif, dan
mungkin paling sedikit memberikan keraguan dalam mempersiapkan dan pemberiannya.
1,2.5,7,9.10

Pemberian Antiprogestin dan Antimetabolit


Antiprogestin dikenal dengan nama pil RU 486. Pil ini menimbulkan abortus dengan
cara menempati reseptor untuk progesterone yang dihasilkan oleh corpus luteum yang
berfungsi mempertahankan kehamilan muda. Biasanya digabung dengan prostaglandin.
Methotrexate merupakan obat golongan antimetabolit. Methotrexate bekerja dengan cara

menghambat enzim dihidrofolic acid reductase, sehingga mempengaruhi sintesis, perbaikan


dan replikasi DNA sel. Obat ini efektif pada sel-sel dengan aktivitas proliferasi tinggi seperti
pada keganasan, sumsum tulang, sel embrional, sel mukosa buccal dan intestinal serta sel
kandung kemih, biasanya dikombinasikan dengan prostaglandin. 3

V. ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS


Perundang-undangan pidana di Indonesia mengenai aborsi mempunyai status hukum
yang illegal sifatnya karena melarang aborsi tanpa pengecualian. Dengan demikian,
KUHP tidak membedakan abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
criminalis. Perundang-undangan pidana di Indonesia yang mengatur aborsi tanpa
pengecualian sangat meresahkan dokter atau ahli medis Indonesia yang bekerja. Tujuan
ahli medis yang utama untuk menyelamatkan nyawa pasien tidak akan tercapai karena jika
ahli medis menggugurkan kandungan untuk keselamatan ibu maka ahli medis terancam
sanksi pidana.10
Aborsi dalam perundangan medis baru diatur kemudian di dalam UU No. 23 tahun
1992 tentang kesehatan , dalam pasal 15 beserta penjelasannya. Dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa Tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan medis dalam keadaan
darurat untuk menyelamatkan ibu hamil atau keluarganya. Ditinjau dari hukum tersebut
maka abortus therapeutic tidak akan dihukum bila tujuannya perlu, yaitu menyelamatkan

nyawa si ibu. Oleh karena itu perlu criteria yang jelas dan tegas. Menurut UU No.23 tahun
1992 tentang kesehatan, abortus batan legal memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut :
7,10

a. Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang
keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat
kompetensi professional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh
seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritasyang sah,
dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami,
atau keluarga.
b. Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati nuraninya
tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan
diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu teman sejawat lain yang
kompeten.
c. Yang dimaksud dengan indikasi medis dalam abortus buatan legal ini adalah
suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab
tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman
gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau risiko
yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental,
atau cacat fisik yang berat.
d. Hak utama untuk memberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu
hamil yang bersangkutan, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya dapat diminta pada suaminya / wali yang sah.

UU. Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 75-77


Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi


(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau
janin, yang menderita penyakit berat dan/ atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan.
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana diatur pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
3. Dengan persetujuan ibu hamil.

4. Dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan, dan


5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan per- Undangundangan. 12

Anda mungkin juga menyukai