I.
PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus
medisinialis dan abortus provokatus kriminalis.1
Istilah aborsi dalam hukum pidana di Indonesia dikenal dengan tindak pidana
Pengguguran Kandungan. Dan secara umum pengaturan mengenai aborsi tersebut
terdapat dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 KUHP. Dalam K.U.H.P. yaitu pada pasal
345, 347, dan pasal 348, tidak terdapat perkataan abortus yang tercantum di dalam pasalpasal tersebut adalah gugur atau mati kandungannya. Dengan demikian tidak ada batasan
umur kehamilan dan berat dari fetus.4
Abortus provokatus, menurut kamus kedokteran dorland adalah aborsi yang disengaja
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.5 Abortus provokatus medisinalis yaitu
penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan ibu baik, agar nyawanya dapat
diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan atau indikasi medis, biasanya
baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu,
misalnya bila si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan bahaya
maut bila kehamilan tidak dihentikan. 4
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15 20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh
kejadian abortus sebenarnya bisa mencapai 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma
dan disfungsi oosit). Pada 1998 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221
perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan,
dimana 43 (22%) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.1
Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi.
Angka ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel yang diambil dari
fasilitas-fasilitas kesehatan, dan juga termasuk jumlah aborsi spontan yang tidak diketahui
jumlahnya walaupun dalam hal ini diperkirakan jumlahnya kecil. Walaupun demikian,
estimasi aborsi dari penelitian tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif yang
terdapat di Indonesia sampai saat ini. 2
Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang
tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi
hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh
berbagai kalangan, baik itu dilakukan secara legal ataupun ilegal. Dalam memandang
bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang
menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya
dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum
positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila
merupakan aborsi provokatus medikalis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi
suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai aborsi provokatus kriminalis.2
II.
KLASIFIKASI ABORTUS
Abortus dapat terjadi secara spontan, dapat pula terjadi karena dibuat atau sengaja.
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai.4
Secara garis besar abortus dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu abortus spontan dan
abortus provacatus.
1. Abortus spontan, adalah abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Sebagian
besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua
kehamilan. Penyebab abortus ini bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
sebagai berikut :
Autoimun
Infeksi
Hematologik
Lingkungan
Adapun macam-macam abortus spontan sesuai dengan gejala, tanda, dan proses
patologi yang terjadi :
Abortus iminens
Abortus insipiens
Abortus kompletus
Abortus inklompetus
Missed abortion
Abortus habitualis
Abortus septik
dikeluarkan, maka akan terjadi pendesakan robekan pada tempat dimana hasil
pembuahan menempel diikuti perdarahan apabila berada dalam rongga perut
yang dapat menyebabkan kematian.
2. Hamil anggur (mola hidatidosa). Pada hamil anggur janin biasanya tumbuh
jaringan seperti segugus buah anggur. Jaringan ini harus dikeluarkan dan
selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang untuk mendeteksi kemungkinan
timbulnya keganasan trofoblas.
3. Cacat bawaan pada janin. Cacat bawaan yang berat dapat dideteksi secara
jantung janin, trisomi 2l; terbuka dan tertutup cacat tabung sarat; anggota
badan, wajah, atau kelainan celah; atresia esofagus atau duodenum; dada dan
cacat dinding perut, ginjal kistik atau hidronefrosis; intrakranial sugestif
penyakit virus kalsitikasi; atau cacat diafragma.
4. Penyakit Ibu yang berat/menahun. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang
mengandung, misalnya :
Penyakit Jantung bawaan
Hipertensi.
Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan (1-5 persen) dan menetap semasa
kehamilan atau dapat terjadi dengan kehamilan. Bila wanita normotensi mengalami
kehamilan, maka hipertensi dapat terjadi sebesar 5-7 persen. Karena sistemik
vascular resisted yang menurun pada awal kehamilan, maka hipertensi ini sering
tidak didapati hingga pertengahan kedua kehamilan. Keadaan ini disebut dengan
pregnancy-induced
atau
gestational
hypertension.
Preklamsia
jelas
akan
meningkatkan resiko pada ibu (kira-kira 1-2 persen perubahan perdarahan SSP,
konvulsi atau penyakit sistemik berat lainnya) dan retardasi perkembangan janin
(10-15 persen). Morbiditas dan mortalitas ibu dan janin meningkat dengan
berlanjutnya eklamsia.
Penyakit ginjal kronik
Tuberkulosis paru aktif
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid.
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau
jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
Hipertensi pulmonal baik itu primer atau sekunder yang berlangsung lama
(Sindroma Eisenmenger). Jika hipertensi pulmonal diketahui pada awal
kehamilan, penghentian kehamilan sangat dianjurkan.
Sindroma penyakit vascular primer (primary vascular disease) atau emboli
paru berulang akan menyebabkan mortalitas sekitar 30 - 70 persen. Bila
ibu selamat angka kematian janin lehih dari 40%. Kematian ibu dapat
terjadi setiap saat semasa kehamilan. Saat melahirkan dan dalam
minggu pertama post partum merupakan masa yang sangat rawan.
Sindroma Marfan Kemungkinan amat sulit untuk menegakkan sindroma
Marfan, tetapi hal ini sangat penting dilakukan karena kehamilan sangat
berbahaya pada wanita yang menderita sindroma Marfan. Pertama
karena resiko kematian akibat ruptur aorta atau diseksi aorta sangat
tinggi semasa kehamilan, terutama jika aorta sangat besar (lebih dari 40
mm pada ekokardiografi). Kedua angka harapan hidup wanita dengan
sindroma Marfan berkurang kira-kira separuh dari normal, secara tidak
langsung usia ibu akan terbatas. Ketiga setengah dari keturunannya
akan dikenai sindroma ini. Alasan ini yang menyebabkan wanita
dengan sindroma marfan dianjurkan untuk tidak hamil. Resiko di atas
juga menjadi rekomendasi untuk menghentikan kehamilan jika telah
terjadi.
Gambar 2. Pemasangan gagang Laminaria (A) salah ; (B) salah; (C) betul
Dalam tahun-tahun terakhir cara ini makin banyak digunakan oleh karena perdarahan
tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persiapan
seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual,
bibir depan serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk
mengetahui panjang dan jalannya kavum uteri. Anestesia umum dengan penthotal
sodium, atau anestesia paracervical block dilakukan, dan 5 satuan oksitosin disuntikan
pada korpus uteri di bawah kandung kencing dekat pada perbatasannya dengan serviks.
Sesudah itu, jika perlu, diadakan dilatasi pada serviks untuk dapat memasukkan kuret
penyedot yang besarnya didasarkan pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan ll
mm). Alat tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian
ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator). 1
Gambar 6. Cairan amnion, plasenta, dan fetus disedot melalui kuret penyedot yang dihubungkan
dengan aspirator.
Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret digerakkan
naik-turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang dari 10 minggu
abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua kantong amnion
dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap ke luar. Apabila masih ada yang
tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa. 1,2,5,7
seksama; pasien diminta untuk segera melaporkan bila terasa sakit kepala, panas, nyeri perut yang
keras, haus, atau semutan pada tangan dan muka. Apabila gejala-gejala ini timbul, pemberian larutan
hipertonik dihentikan untuk beberapa menit atau untuk seterusnya. Dalam keadaan baik dimasukkan
larutan NaCl dalam jumlah yang sama dengan cairan amnion yang dikeluarkan. Jika sesudah
dimasukkan jarum spinal tidak keluar cairan amnion larutan NaCl hipertonik tidak boleh diberikan.
Sesudah larutan NaCl masuk, disuntikkan 10 satuan oksitosin ke dalam infus intravena dengan larutan
glukosa 5% sebanyak 500 ml yang sudah dipasang lebih dahulu; infus dijalankan dengan kecepatan
12-24 tetes dalam 1 menit. Apabila dalam 24 jam abortus belum mulai, pemberian infus dihentikan
untuk 6 jam atau lebih untuk menghindarkan pengaruh antidiuretik. Selama infus diberikan
pemasukan cairan secara oral dibatasi sampai 1500 ml . 1,2,5,7
Abortus rata-rata terjadi dalam 30 jam. Pada kurang lebih 10% 2 jam sesudah janin lahir,
plasenta belum juga keluar. Dalam hal ini biasanya plasenta sudah terlepas dari dinding uterus dan
dapat dikeluarkan dengan cunam abortus; apabila plasenta belum terlepas, perlu digunakan kuret
tumpul besar. 1,2,5,7
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera ialah apabila larutan garam masuk ke dalam
rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah, dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi,
penghentian kerja jantung (cardiac arrest), penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Jika
diadakan pengawasan yang seksama pada pemasukan larutan garam, komplikasi-komplikasi yang
berbahaya ini tidak perlu terjadi. Selanjutnya komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul ialah
perdarahan dan infeksi. 1,2,5,7
Pemberian Prostaglandin dan Prostaglandin sintetik
Akhir-akhir ini dilakukan percobaan dengan pemberian prostaglandin untuk
menghentikan kehamilan pada triwulan ke 2. Prostaglandin ialah suatu zat asam lemak yang
terdapat pada jaringan-jaringan dan cairan-cairan dalam tubuh, dan terdiri atas beberapa jenis.
Jenis PGE dan PGF dapat merangsang otot uterus. Untuk memungkinkan terjadinya abortus
PGF2 a 25 mg atau PGE2 sebanyak 5 mg dalam larutan 10 ml NaCl fisiologik disuntikan
trans-abdominal ke dalam kantong amnion; dengan 1 atau 2 suntikan bisa terjadi abortus
dalam 24 jam. Komplikasi yang dapat timbul ialah panas, enek, muntah, dan diarea; akan
tetapi semua
Oksitosin
Obat induksi lain yang juga diberikan dengan efek kontraksi uterus, adalah oksitosin,
pemberian dilakukan dengan cara drips. Lima unit oksitosin dilarutkan dalam setengah liter
cairan, biasanya diberikan glukosa 5% dalam air, atau lebih baik dipakai suatu larutan garam
berimbang (RL). Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa larutan yang lebih encer
juga efektif, tetapi larutan (10 U dalam 1 liter) adalah mudah dipersiapkan, aman, efektif, dan
mungkin paling sedikit memberikan keraguan dalam mempersiapkan dan pemberiannya.
1,2.5,7,9.10
nyawa si ibu. Oleh karena itu perlu criteria yang jelas dan tegas. Menurut UU No.23 tahun
1992 tentang kesehatan, abortus batan legal memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut :
7,10
a. Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang
keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat
kompetensi professional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh
seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritasyang sah,
dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami,
atau keluarga.
b. Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati nuraninya
tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan
diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu teman sejawat lain yang
kompeten.
c. Yang dimaksud dengan indikasi medis dalam abortus buatan legal ini adalah
suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab
tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman
gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau risiko
yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental,
atau cacat fisik yang berat.
d. Hak utama untuk memberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu
hamil yang bersangkutan, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya dapat diminta pada suaminya / wali yang sah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
3. Dengan persetujuan ibu hamil.