Anda di halaman 1dari 23

PENYAKIT AKIBAT KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai di Negara
berkembang 5 10 % pekerja sedangkan di Negara industri 20 50 % pekerja. Data mengenai
penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian dari puncak gunung es.
Mayoritas pekerja di negara-negara Asia belum memiliki sistem yang baik untuk menjamin
hak pekerjanya, terutama mengenai perlindungan penyakit akibat kerja. (Jaringan Kerja Asia untuk
Kecelakaan Kerja dan Kesehatan Kerja)
Di Indonesia, pengelola asuransi tenaga kerja baru memberikan perlindungan untuk
kecelakaan saat bekerja, tapi tidak satu pun kompensasi yang tercatat ditujukan bagi pekerja yang
sakit akibat pekerjaannya.
Menurut Keppres RI 22.1993 ada 31 penyakit karena hubungan kerja. Di antaranya, penyakit-
penyakit yang bisa diderita karena bersentuhan dengan Bahan Berbahaya Beracun. Namun, tidak
pernah ada catatan resmi pemerintah mengenai korban penyakit semacam itu.
Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang menyebutkan ada 1,1 juta orang di Asia
yang meninggal karena penyakit akibat kerja. Dimana 300.000 kematian adalah akibat 250 juta
kecelakaan yang terjadi dan 160 juta penyakit akibat hubungan kerja/tahun.
Penyakit akibat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per-
01/MEN/1981 tertanggal 4 April 1981 tentang Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja.

BAB II
POKOK BAHASAN

2.1 Definisi PAK


Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease.
Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan
Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan
kerja
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang
diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi
menyangkut PAK sebagai berikut:
a. Penyakit Akibat Kerja Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Work Related Disease adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan
faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja Disease of Fecting Working Populations adalah
penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun
dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan
Menurut Cherry, 1999 An occupational disease may be defined simply as one that is caused
, or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu
yang disebabkan , atau diperburuk , oleh pajanan di tempat kerja . Atau , An occupational disease is
health problem caused by exposure to a workplace hazard ( Workplace Safety and Insurance Board,
2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah
Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja.
Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance
Board ( 2005 ) antara lain :
Debu , gas , atau asap
Suara / kebisingan ( noise )
Bahan toksik ( racun )
Getaran ( vibration )
Radiasi
Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem

Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang
berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan
saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals,
henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.
Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit
yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hub
kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.

2.2 Klasifikasi PAK


Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko
mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Ada 31 jenis penyakit yang termasuk dalam
golongan penyakit akibat kerja (lihat Lampiran).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab
lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:
a. Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang
terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak
terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat
penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas
SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama sama dengan
partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai
4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak,
apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak.
Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak
disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan
pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati.
Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian
diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan
pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini
belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan
tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah
menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan
lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat
membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja
sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat
penyakit pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan.

b. Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat
asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang
paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak
membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu
asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti
dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan
asbestosis ini.
c. Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu
napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat
kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan
kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan
kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu
hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit
bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas
yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang
sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan
mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu
batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-
pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi,
lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik
Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga
penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa
sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit
antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit
silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang
cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat
bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau
terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang
diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan,
kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah
dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak
yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta
juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat,
maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang
ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul
pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada
pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan
penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan
juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis
yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti
menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut
tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin
saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak
napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat
dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus menerus.

Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:


a. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat
kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal:
asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat
disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
b. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh
sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab,
membuat peka atau karena faktor lain.
c. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama,
ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan
dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan
terjadinya hilangnya pendengaran.
d. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang
berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan
kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan
berulang yang tidak wajar.
e. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan
di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis
individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20
tahun sebelum diagnosis.
f. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g. Penyakit Liver
Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena
alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
h. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro pati
perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi
SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin
merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia
(a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri,
methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Carbon disulfide dapat menyebabkan
gejala seperti psikosis.
i. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan. Sick
building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities(MCS), mis: parfum, derivate petroleum, rokok.

2.3 Faktor Penyebab PAK


Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
a. Golongan fisik
Di lihat dari golongan fisik penyakit akibat kerja dapat di sebabkan oleh, antara lain :
1) Suara
Kebisingan yang tinggi pada daerah diatas ambang batas (85 dB untuk 8 jam kerja) ditempat kerja
akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.
2) Suhu
Temperatur yang sangat tinggi akan menyebabkan heat stoke/exhaust, sedangkan temperature yang
sangat rendah akan menimbulkan frostbite(luka dan kulit melepuh) dan chilblain (rasa nyeri pada
tangan dan kaki).
3) Radiasi Elektromagnetik
Menyebabkan ganguan pada jaringan kulit (lapisan teratas, tengah dan bawaah).
4) Tekanan Udara
Tekanan udara yang bertambah atau berkurang dari 1 atm akan menimbulkan penyakit dekompresi.
5) Penerangan (illumination)
Penerangan yang tidak mencukupi standar akan menggangu penglihatan dan mata, cepat lelah
ketika membaca dan menulis dan cepat rabun.
6) Getaran (vibration)
Pengaruh dari suatu getaran terhadap tubuh akan mempengaruhi system syaraf sentral. Gejala yang
timbul, tangan dan kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap pendengaran karena
kebisingan (>85dB).
7) Ventilasi
Pengaruh dari ventilasi yang jelek (buruk) akan menimbulkan penyakit berasal dari bahan-bahan
kimia, debu dari bahan isolasi, asap dari pengelasan, dan lain-lain. Pekerja akan menderita penyakit
infeksi saluran pernapasan, keracunan, bahan kimia berbahaya, alergi kulit, mata dan lain-lain.
Tetmperatur ruangan yang bertambah panas akan mengakibatkan cepat letih/lelah.
b. Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja,
dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
c. Golongan biologis
Penyebabnya: virus, bakteri, jamur, serangga, parasit, cacing dan binatang. Lingkungan kerja yang
tidak bersih dan makanan yang dikonsumsi tidak sehat akan menyebabkan penyakit tersebut.
d. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara kerja desain tempat kerja, beban kerja
dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia, backache atau cedera punggung)
e. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan, hubungan kerja
yang kurang baik, upah tidak sesuai, tempat kerja yang terpencil dan jaminan masa depan yang
meragukan.
2.4 Diagnogsa PAK
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya
secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai
pedoman:
a. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas
penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah
diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan
dengan pekerjaan atau tidak.
b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat
menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai
riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan
yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya
dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus
mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama,
dan sebagainya).
d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang
dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya
dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah
keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami
pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya
penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
f. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi
yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu
pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/ pajanannya
memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit.
2.5 Pencegahan PAK
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap
pekerjaannya. Kewaspadaan tersebut bisa berupa :
a) Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
b) Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
c) Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja seperti yang di atur
oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan
terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
a) Pakailah APD secara benar dan teratur
b) Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
c) Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan
menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat
Kerja, diantaranya:
a. Pencegahan Primer Health Promotion
1) Perilaku Kesehatan
2) Faktor bahaya di tempat kerja
3) Perilaku kerja yang baik
4) Olahraga
5) Gizi seimbang
b. Pencegahan Sekunder Specifict Protection
1) Pengendalian melalui perundang-undangan
2) Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
4) Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
c. Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
1) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2) Pemeriksaan kesehatan berkala
3) Surveilans
4) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6) Pengendalian segera di tempat kerja
Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar
teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan
jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan
didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan
menuai hasil bukanlah penyakit.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka saya dapat memberikan kesimpulan, antara lain:
a. Penyakit akibat kerja dapat di gambarkan seperti fenomena gunung es, karena data
mengenai penyakit akibat kerja yang ada (dilaporkan) hanya bagian dari puncak gunung es.
b. Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko
mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Ada 31 jenis penyakit yang termasuk dalam
golongan penyakit akibat kerja.

3.2 Saran
Bagi pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman penyakit akibat kerja.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko.
Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan
sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan
pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang,
maupun pegawai kantoran sekalipun.

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak


54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren
menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan
kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat
pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua
orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah
satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja
yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga


kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar.
Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis
paradigma sehat.

Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga


kerja di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di
sektor formal sebesar 30,51 % sedangkan 69,49 % bekerja di sektor
informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di bidang pertanian,
industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi,
pergudangan dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar
4,42%, jasa dan keuangan 14,44%; serta pertambangan, listrik dan gas
1,3% (Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun 2007 diketahui
kecelakaan kerja terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan
industri masing-masing 31,9 % dan 31,6 %.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah terjadinya Penyakit Akibat Kerja ?

1.3 Tujuan
1.3..1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui terjadinya Penyakit Akibat Kerja.

1.3..2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengertian Penyakit Akibat Kerja.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Penyakit Akibat Kerja
3. Untuk mengetahui beberapa Penyakit Akibat Kerja.
4. Untuk mengetahui pencegahan dari Penyakit Akibat Kerja.
5. Untuk mengetahui pengobatan dan perawatan Penyakit Akibat Kerja.

1.4 Manfaat
1.4..1 Bagi mahasiswa

Agar mampu memahami tentang penyakit akibat serta perawatannya.

1.4..2 Bagi institusi

Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang penyakit


akibat kerja, penyebab penyakit akibat kerja serta pencegahannya.

1.4..3 Bagi Masyarakat

Agar lebih mengerti dan memahami tentang penyakit akibat kerja serta
pencegahanya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made
disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko
untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan ,
proses maupun lingkungan kerja
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO ( International Labour Organization) di
Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
1. a. Penyakit Akibat Kerja Occupational Disease adalah penyakit yang
mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang
pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
2. b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Work Related
Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
3. c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja Disease of Fecting Working
Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
bagi kesehatan
Menurut Cherry, 1999 An occupational disease may be defined simply as one that is
caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa
secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk , oleh
pajanan di tempat kerja . Atau , An occupational disease is health problem caused
by exposure to a workplace hazard ( Workplace Safety and Insurance Board,
2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja
adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan
berbahaya di tempat kerja.
Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and
Insurance Board ( 2005 ) antara lain :
Debu , gas , atau asap
Suara / kebisingan ( noise )
Bahan toksik ( racun )
Getaran ( vibration )
Radiasi
Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem
Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27
Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal
1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang
diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk
pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas
akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu
kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan
alveolitis alergika.

Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang


menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
memperoleh jaminan kecelakaan kerja.

Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3


tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya
menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena
hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui
jalan yg biasa atau wajar dilalui.
2.2 Klasifikasi penyakit akibat kerja
Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok
pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.


2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma
Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah
yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:
1. a. Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak
terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan
tambang batubara.

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan


debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan
terdispersi ke udara bersama sama dengan partikel lainnya, seperti
debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa


inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek,
atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi
silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah
banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai
batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada
silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan
pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali
diamati.
Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin
parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan
yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu
mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan
lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya
yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan
dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk
kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-
paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan
lainnya.

Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja


akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-
penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja,
selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan
riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan.

1. b. Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh
debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran
dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah
Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan
industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes,
pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan


mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar /
melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan
tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes
untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran
akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai
mengakibatkan asbestosis ini.

1. c. Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan
oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian
terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak
dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan
pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan
kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi
dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.


Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa
berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada
setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita
penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran
pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang
sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan
penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysema.

1. d. Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara
pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga
batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan
bakar batubara.

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya penyakit


silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit
antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada
debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit
antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini
terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis
ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit
silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif
tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai
dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya
kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat
daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema.
Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit
dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit
tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit
antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang
menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara
dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang
paru-paru.

1. e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam
murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis.
Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering
dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja
industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja
pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada
pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam


bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit
beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga
dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah
berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi
lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang
mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja
timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan
yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan
kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan
pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus
menerus.
2.3 Penyakit Akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:

1. a. Penyakit Saluran Pernafasan


PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut
misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai
tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal: asbestosis.
Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut.
Dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
1. b. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan,
90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan
penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.

1. c. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang
dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang
pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.

1. d. Gejala pada Punggung dan Sendi


Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung
pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh
gerakan berulang yang tidak wajar.

1. e. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat
kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada
studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen
mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
1. f. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di
tempat kerja.

1. g. Penyakit Liver
Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta
bahan toksik yang ada.

1. h. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian
alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak
baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan
dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat
menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati
perifer. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

1. i. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya


Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan
kimia atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS),
mis: parfum, derivate petroleum, rokok.

2.4 Pencegahan
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman
akibat kerja terhadap pekerjaannya.

Kewaspadaan tersebut bisa berupa :

1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit


2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja seperti
yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah
satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK,
diantaranya:

1. Pakailah APD secara benar dan teratur


2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut
berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:

1. 1. Pencegahan Primer Health Promotion


1. Perilaku Kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
6. 2. Pencegahan Sekunder Specifict Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
7. 3. Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment

1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja


2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Surveilans
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6. Pengendalian segera di tempat kerja

Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun
dengan bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan
kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga
kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang.
Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun
akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.

2.5 Perawatan dan pengobatan


Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat
dilakukan duamacam terapi, yaitu:

1. Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan :


1. Terhadap kausal (bila mungkin)
2. Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi sering kali
hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis (irreversibel),
terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada2.
3. Terapi okupasia
1. Pindah ke bagian yang tidak terpapar
2. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko.
Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan
sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan
pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang,
maupun pegawai kantoran sekalipun.

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak


54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren
menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan
kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat
pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua
orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah
satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja
yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis
paradigma sehat.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk memahami tentang penyakit akibat kerja dan
penatalaksanaan pada pasien akibat kecelakaa kerja agar nantinya
dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat.
3.2.2 Bagi Institusi

Diharapkan untuk memberikan penanganan dan pengetahuan tentang


penyakit akibat kecelakaan kerja. Serta terus meningkatkan kualitas
pelayanan bagi pasien.

3.2.3 Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang penyakit akibat


kecelakaan kerja agar lebih waspada.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan Kerja Di Perusahaan. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama
Praya, abi. 2008. Penyakit Akibat Kerja.http://safety4abipraya.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 16 Oktober jam 19.14 WIB
Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
<no name> 2008. Penyakit Akibat Kerja. http://www.freewebs.com. Diakses pada
tanggal 16 Oktober jam 19.34 WIB
<no name> 2009. Mengenal Penyakit Akibat Kerja.http://hanscoy.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 18.34 WIB
<no name> 2010. Penyakit Akibat Kerja. http://www.tempointeraktif.com. Diakses
pada tanggal 16 Oktober jam 18.44 WIB
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI. 2007.

Anda mungkin juga menyukai