Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial
dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Ima Arum Lestarini,
M.Si.Med., Sp.PK atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan
diskusi. Kami juga mengucapkan terima kasih para pakar serta teman-
teman yang membantu kami dalam proses tutorial skenario ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas
kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata
karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami
lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di
kemudian hari.

Mataram, 3 April 2013

Kelompok 4

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 1


DAFTAR ISI

Kata pengantar................1

Daftar isi.........2

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Skenario 3....3

1.2 Learning Objectives.....4

1.3 Mind Map.....5

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Diagnosis Banding Skenario..6

2.2 Klasifikasi Gagal jantung..9

2.3 Epidemologi dan faktor resiko Gagal Jantung..........11

2.4 Etiologi dan Patofisiologi Gagal jantung......13

2.5 Pemeriksaan Untuk Menegakkan Gagal Jantung.19

2.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung22

2.7 Prognosis Gagal Jantung...28

2.8 Pencegahan Gagal Jantung ..30

BAB II : PENUTUP

3.1Kesimpulan...32

DAFTAR PUSTAKA....33

BAB I

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 2


PENDAHULUAN

1.1 Skenario 6

Seorang perempuan, berusia 56 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUP


NTB dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak 2 minggu yang lalu,
semakin lama semakin memberat. Sejak 3 hari yang lalu sesak tidak berkurang
meskipun pasien istirahat, batuk berdahak, mual namun tidak muntah. Sejak 5 tahun
yang lalu, pasien merasakan sesak yang sering kambuh. Awalnya sesak hanya
ditimbulkan saat naik tangga dan sering kambuh pada malam hari. Sesak biasanya
disertai bengkak pada kedua kaki. Dari riwayat penyakit diketahui bahwa pasien
pernah beberapa kali periksa ke dokter dan dinyatakan sakit kencing manis dan darah
tinggi namun tidak rutin berobat. Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tekanan darah
150/80 mmHg, frekuensi nadi : 108 kali/ menit, frekuensi napas : 36 kali/ menit
dangkal, dan suhu : 37,1 oC. Pemeriksaan fisik di kepala, leher, dan abdomen tak
didapatkan kelainan. Pemeriksaan Jantung , kesan kardiomegali; paru ronki basah di
kedua lapang paru, wheezing +. Ektremitas kesan edema tungkai.

1.2 Learning Objective

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 3


1. Pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis
2. Penatalaksanaan Gagal Jantung
3. Analisis Skenario
4. Klasifikasi Gagal Jantung

1.3 Mind Map

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 4


Sesak Napas
,Mual,Edema,Kardiomegali

DD

Gagal Jantung

Epidemol Faktor Prosedur Penatalaksan Pencegah


Klasifikasi Prognosis
ogi Resiko diagnosis aan an

Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan fisik
Penunjang

BAB II
PEMBAHASAN

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 5


2.1 Diagnosis Banding Skenario

Diagnosis Banding Dipsnea/Sesak Napas


Diagnosis banding dispnea dapat dibagi menurut etiologinya sebagai berikut :
1. Dispnea Pulmoner
Defek ventilator obstruktif, misalnya asma bronkial, stenosis saluran
pernapasan atas dan PPOK
Defek ventilator restriktif, misalnya pneumonia, fibrosis paru, dan
edema pulmoner
Penyakit vaskuler paru, misalnya emboli pulmoner dan hipertensi
pulmonal
2. Dispnea Ekstrapulmoner
Restriksi ekstrapulmonal, misalnya pada orang obesitas, penyakit
neuromuskular dan paralisis diafragma
Penyakit kardiovaskuler, misalnya pada penurunan/kegagalan fungsi
ventrikel, penurunan/kegagalan fungsi sistol diastol jantung, dan
penyakit katup jantung.
Penyebab lainnya , misalnya anemia, asidosis metabolik, dan
kehamilan trimester 3.

Diagnosis Banding Edema


Edema dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Edema sistemik
Edema sistemik dapat terjadi pada keadaan berikut :
Gagal jantung

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 6


Penyakit hipoproteinemia
Gangguan sistem endokrin
Ketidakseimbangan elektrolit
Skleroderma
Diabetes melitus
Konsumsi obat-obatan tertentu, misalnya hidralazin, alfa-metildopa
2. Edema terlokalisasi
Edema terlokalisasi dapat terjadi pada keadaan berikut :
Venous edema
Limfedema

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 7


Inflammatory edema
Urtikaria

Diagnosis Banding Gagal Jantung


Diiagnosis banding gagal jantung antara lain:
1. Angina pektoris dan infark miokard
2. Hipertensi kronis
3. Idiopathic dilated cardiomyopathy
4. Valvular heart disease (misalnya regurgitasi dan stenosis katup)
5. Kardiomiopati lainnya (misalnya, sarcoidosis)
6. Aritmia
7. Anemia
8. Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac
9. Penyakit thyroid (misalnya pada hipotiroid atau hipertiroid)

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 8


2.2 Klasifikasi Gagal Jantung
New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal
jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian
fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung.
Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang
muncul, yaitu:
1) Kelas 1, Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktifitas fisik.
Aktifitas fisik sehari hari tidak menimbulkan dyspneu atai kelelahan.
2) Kelas 2 , Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari
aktifitas fisik. Saat istrahat tidak ada keluhan. Aktifitas sehari hari
menimbulkan dyspnue atau kelelahan.
3) Kelas 3, Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktifitas fisik
yang nyata. Saat istrahat tidak ada keluhan. Aktifitas fisik yang lebih
ringan dari aktifitas sehari hari sudah menimbulkan dyspneu atau
kelelahan.
4) Kelas 4, Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan
setiap aktifitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala gejala gagal
jantung bahkan mungkin sudah nempak saat istrahat. Setiap aktifitas
fisik akan menambah berat keluhannya.
Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah.
Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa
perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur.
ACC/AHA membagi klasifikasi untuk perkembangan dan progresifitas gagal
jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah beresiko tinggi untuk menjadi gagal
jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung, stadium B adalah adanya
disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya disfungsi jantung dengan
gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan refrakter terhadap terapi

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 9


maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan faktor resiko dan
abnormalitas struktural jantung, pengenalan progresifitasnya, dan strategi pengobatan
pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami perjalanan
penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium A, tetapi
dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA. ACC/AHA juga tidak
pernah mengklasifikasikan tingkat keparahan gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi
namun disebutkan tentang gagal jantung sistolik (FE <50%) dan gagal jantung
diastolik (FE >50%), hanya studi-studi dengan sampel pasien gagal jantung yang
mengelompokkannya berdasarkan fraksi ejeksi, misalnya studi SOLVD, PROMISE,
GESICA yang memakai batasan fraksi ejeksi < 35% untuk gagal jantung yang berat
(NYHA III-IV), namun ada juga studi yang mamakai batasan fraksi ejeksi < 40%
untuk yang berat

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 10


2.3 Epidemiologi dan faktor Resiko Gagal Jantung

Epidemologi

Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka keselamatan


(survival) setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan
mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri
yang selanjutnya mengalami gagal jantung kronis. Prevalensi gagal jantung di
Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat
ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung
baru setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut mencapai kira-kira 20% dari
seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia,
dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun. Walaupun insiden pada HF
relatif lebih rendah pada wanita dibanding pria, wanita setidaknya merupakan 50%
dari populasi pasien HF karena harapan hidup mereka yang lebih panjang.
Di Indonesia belum banyak data epidemiologi untuk gagal jantung, namun
pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil
Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-
delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di
Indonesia. Penyakit jantung koroner diketahui sebagai penyebab kematian nomor satu
di Indonesia. Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor
risiko gagal jantung. Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab tersering
terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 70% kasus.

Faktor resiko
Umur: kejadian gagal jantung paling banyak terjadi pada kelompok umur
lebih dari 65 tahun keatas, sebesar 88,5%.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 11


Riwayat Keluarga: riwayat keluarga penyekit jantung koroner meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Tetapi, riwaya keluarga dapat pula
mencerminkan komponen lingkungan seperti gaya hidup.
Hipertensi: kejadian gagal jantung sangat erat kaitannya dengan hipertensi,
yaitu sekitar 77,8% kasus gagal jantung pada penderita hipertensi. Hipertensi
berhubungan dengan menurunnya fungsi sistolik ventrikel kiri kerena
meningkatnya resistensi perifer.
Aterosklerosis
Diabetes
Obesitas: meningkatkan resiko aterosklerosis dan diabetes mellitus.
Sindrom Metabolik
Adanya penyakit jantung: Infark Miokardiak, stenosis dan insufisiensi
katup, penyakit jantung koroner, miokarditis, dll.
Penurunan fungsi ginjal
Konsumsi alkohol
Perokok Berat: terkait kerusakan endotel yang dapat memperparah hipertensi
sehingga dapat memperburuk beban jantung.

2.4 Etiologi dan Patofisiologi Gagal Jantung


Etiologi

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 12


Berbagai macam penyakit jantung baik yang congenital maupun didapat bisa
menimbulkan komplikasi gagal jantung. Suatu mekanisme fisiologis yang bisa
menimbulkan gagal jantung adalah
1. Peningkatan beban awal atau preload
2. Peningkatan beban akhir atau afterload
3. Dan penurunan kontraktilitas miokardium.

Kondisi yang bisa meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta serta cacat
septum interventrikularis. Sedangkan kondisi yang bisa menimbulkan peningkatan
beban akhir seperti stetosis aorta dan hipertensi sistemik. Penurunan kontraktilitas
miokard bisa menurun pada keadaan iskemia miokard dan kardiomiopati.

Selain hal diatas, kondisi lain yang bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung
adalah pada penyakit katup jantung seperti stenosis katup atrioventrikularis yaitu
penyakt katup tricuspid atau katup mitral. Factor lainnya bisa berupa tamponade
janung , perikarditis konstriktif dan emboli paru.
Berikut adalah table penyebab keggalan pompa jantung dari Hurst JW et al, editors:
The heart, vol 1, ed 7, New York, 1990 McGraw-Hill.

Kelainan mekanik Kelainan miokardium Perubahan irama


jantung atau
hantaran
1. peningktan beban 1. primer 1. tenang(standstill)
tekanan a. kardiomiopati
a. sentral(stenosis b. miokarditis
aorta, dll) c. kelainan metabolic
b. perifer( hipertensi d. toksisitas(alcohol,kobalt)
sistemik, dll) e. presbikardia
2. peningkatan beban 2. kelainan disdinamik 2. Fibrilasi
volume( regrgitasi sekunder(akibat kelainan
katup, pirau, mekanik)
peningktan beban a. deprivasi oksigen( penyakit
awal, dll) jantung koroner)
b. kelainan metabolic
c. peradangan
d. penyakit siistemik
e. penyakit paru obstruktif

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 13


kronis
3.obstruksi terhadap 3.Takikardia atau bradikardia
pengisian ekstrim
ventrikel(stenosis
mitral atau tricuspid)
4. tamponade 4. Asinkronitas listrik,
pericardium gangguan konduksi
5.pembatasan
miokardium atau
endokardium
6. aneurisma ventrikel
7. dissinergi ventrikel

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung secara


mendadak adalah disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru serta adanya
emboli paru.
- Disritmia: disritmia akan menggangu fungsi mekanis jantung dengan cara
mengubah rangsangan listrik respon mekanis. Jika respon mekanis ini
dirubah, maka akan menghasilkan irama jantung yang tidak sinkron dan
regular.
- Infeksi: tubuh akan memberikan respon terhadap infeksi dengan cara
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang meningkat.
- Emboli paru: jika terjadi emboli paru secara mendadak, maka akan
meningkatkan resistensi terjadap ejeksi ventrikel kanan yang akan memicu
terjadinya gagal jantung kanan.
Karena itu, pada penanganan gagal jantung terapi yang diberikan tidak hanya
dipertimbangkan berdasarkan mekanisme fisiologis dari penykitnya, tetapi
juga perlu dilihat dari sisi penyebab yang mencetuskan penyakit tersebut.

Patofisologi
Pada penyakit gagal jantung, seringkali terjadi kelainan kontraktilitas yang
disebabkan oleh iskemik miokardium. Iskemia miokard ini akan mengganggu
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas vetrikel yang menurun akan
mengurang stroke volume dan meningkatkan volume residu ventrikel, keadaan ini
akan menyebabkan peningkatan volume akhir ventrikel( EDV/ end diastolic volume)

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 14


dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri( LDEV). Semua kejadian diatas akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kiri ( LAP)karena atrium dan ventrikel berhubungan secara langsung pada saat
diastolic.

Peningkatan tekanan atrium kiri diteruskan kebelakang ke dalam vena pulmonalis dan
selanjutnya ke dalam pembuluh darah paru, akibatnya akan terjadi peningkatan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika pada paru tekanan hidrostatik anyaman
kapiler paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan
kedalam interstisial. Kalau kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan yang lebih lanjut akan
menyebabakan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

Hipertensi pulmonal akibat proses diatas juga akan mengganggu aliran darah dari
jantung kanan. Peningkatan tahanan terhadap ejeksi ventrkel kanan akan membuat
tekanan diatrium menjadi tinggi karena atrium kiri tidak mampu mengalirkan darah
ke ventrikel kanan akibat adanya volume sisa di ventrikel kanan yang meningkat.
Tekanan yang tinggi di atrium kanan akan diteruskan kebelakang ke vena cava dan
selanjutnya ke sistemik. Efek dari hal ini adalah terjadinya edema dan kongesti
sistemik.

Respon kompensatorik

Respon kompensasi yang dilakukan tubuh untuk menghadapi kondisi akibat gagal
jantung adalah

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 15


1. Peningkatan aktivitas adrenergic simpatik
Penurunan stroke volume pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis yang akan menyebabkan pengeluaran katekolamin dari saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal. Efek dari perangsangan ini adalah
meningkatnya denyut jantung dan kontraksi untuk kebutuhan metabolisme
dan Cardiak output.
Selain itu vasokontriksi arteri perifer juga berfungsi unuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi distribusi ke
organ yang metabolismenya rendah sehingga perfusi ke organ vital akan tetap
terpenuhi.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi system Renin angiotensin
aldosteron( RAAS)
Aktivasi sistem RAA menyebabkan resistensi natrium dan air oleh ginjal,
peningkatan volume ventrikel dan regangan serabut sehingga terjadi
penambahan konstriksi miokardium.
Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi RAA pada gagal jantung masih
belum jelas, tetapi diperkirakan terdapat sejumlah factor seperti rangsangan
simpatis adrenergic pada reseptor didalam apparatus jukstaglumerulus,
respon reseptor macula densa terhadap perubahan pelepasan Na ke tubulus
distal dan respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah
sirkulasi.
Penurunanan kardiak output pada gagal jantung akan memulai perangsagan
peristiwa seperti;
1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glumerulus
2. Pelepasan renin dari apparatus jukstaglmerlus
3. Interaksi rennin dengan angiotensin dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
4. Pengkonversian angiotensin I menjadi angiotensin II
5. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
6. Retensi Na dan H2O pada tubulus distal dan duktus koligentes

Selain itu, angiotensin II juga menghasilkan efek vasokontriksi yang akan


meningkatkan tekanan darah.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 16


Pada gagal jantung yang berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
penurunan perfusi hati akan mengakibatkan gangguan pada metabolism
aldosteron dihati sehingga kadar hormone aldosteron dalam darah akan
meningkat.
Kadar hormone ADH juga meningkat pada gagal jantung berat untuk
meningkatkan reabsorpsi H2O.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon kompensasi terakhir pada pasien gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium. Hipertrofi miokardium akan meningkakan jumlah sarkomer
dalam sel-sel miokardium untuk meningkatkan kontrkatilitas.

4. Mekanisme kompensasi lainnya


Mekanisme yang terjadi pada tingkat jaringan unuk mengkompensasi
terjadinya gagal jantung adalah peningkatan kadar 2,3 di fosfogliserat plasma
sehingga afinits oksigen dengan sel darah merah menjadi berkurang,
akibatnya akan mempercepat pelepasan dan pengambilan oksigen oleh
jaringan.

Efek negatif yang bisa ditimbulkan dari respon komensatorik pada penyait
gagal ginjal

Pada awal terjadinya gagal jantung, segala bentuk respon kompensasi akan sangat
memberikan keuntungan, tapi pada akhirnya jika respon kompensatorik ini terus
berlanjut akan menimbulkan efek egatif.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 17


Resistensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraksi yang
meyebabkan terpentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik.

Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah akan mengganggu perfusi jaringan
pada vascular yang terkena. Gejala yang bisa terlihat adalah tubuh menjadi lemah.

Vasokontriksi arteri juga akan meningkatkan beban akhir dengan memperbesar


resisitensi terhadap ejeksi ventrikel; afterload meningkat karena dilatasi ruang jantung
yang menyebabkan kerja dan kebutuhan oksigen miokard menjadi meningkat. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan iskemia miokardium.

2.5 Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis Gagal Jantung


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan penyebab utama dari gagal jantung,
serta keparahan dari gejala-gejala yang dialami pasien. Mendapatkan informasi
tambahan mengenai profil hemodinamik dan respon terhadap terapi dan menentukan
prognosis merupakan tujuan-tujuan tambahan penting untuk pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum dan Vital Signs

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 18


Pada gagal jantung sedang, pasien tidak menampakkan distress saat istirahat,
kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring rata selama lebih dari beberapa menit.
Pada gagal jantung yang lebih parah, pasien harus duduk lurus, distress pernapasan,
dan tidak dapat menyelesaikan sebuah kalimat akibat kehabisan napas. Tekanan darah
sistolik ditemukan normal atau tinggi pada gagal jantung awal, namun pada gagal
jantung lanjut, akan ditemukan penurunan akibat disfungsi ventrikel kiri. Denyut nadi
sulit teraba, menggambarkan pengurangan dari stroke volume. Sinus takikardi
merupakan tanda nonspesifik yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergic.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan ekstremitas terasa dingin dan sianosis pad bibir
dan kuku yang juga diakibatkan oleh peningkatan aktivitas adrenergic.
b. JVP

Pada pasien dengan gagal jantung awal, nilai JVP dapat ditemukan normal saat
istirahat, namun dapat ditemukan peningktan abnormal jika dilakukan tes
hepatojugular reflux.
c. Pemeriksaan paru

Pada pasien dengan edema paru, dapat ditemukan ronkhi dan wheezing. Ketika
hal-hal ini ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, hal ini merupakan tanda
spesifik untuk gagal jantung.
d. Pemeriksaan jantung

Sering ditemukan kardiomegali. Pada beberapa pasien, S3 terdengar dan dapat


dipalpasi pada bagian apex. S3 seringkali ditemukan pada pasien dengan volume
overload dengan takikardi dan takipnea. S4 bukan merupakan indicator spesifik untuk
gagal jantung, namun sering terdengar pada pasien dengan disfungsi diastolic.
Murmur pada mitral dan regurgitasi tricuspid serting terdengar pada pasien dengan
gagal jantung lanjut.
e. Abdomen dan ekstremitas

Hepatomegaly merupakan tanda penting pada pasien dengan gagal jantung.


Ascites, tanda lanjut, timbul sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada vena

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 19


hepatic. Jaundice yang juga merupakan tanda lanjut, terjadi akibat ketidakseimbangan
fungsi hepar, hepatocellular hypoxia, dan berhubungan dengan peningkatan bilirubin
secara langsung maupun tidak langsung.
Edema perifer merupakan salah satu manifestasi klinis gagal jantung, namun
merupakan tanda nonspesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
diterapi adekuat dengan diuretic. Edema ini biasanya simetris dan timbul secara
predominan pada pergelangan tangan dan region pretibial pada pasien ambulatory.
Pada pasien yang terbaring di tempat tidur, edema biasanya didapatkan pada area
sacral (presacral edema) dan skrotum.
f. Kaheksia kardiak

Pada pasien dengan gagal jantung kronis, sering ditemukan kaheksia dan
penurunan berat badan. Walaupun mekanisme kaheksia tidak sepenuhnya dimengerti,
kaheksia termasuk diantaranya peningkatan laju metabolic saat istirahat; anoreksia,
mual, dan muntah akibat kongestif hepatomegaly dan abdominal fullness;
peningkatan konsentrasi sitokin tersirkulasi seperti TNF, dan ketidakseimbangan
absorpsi intestinal akibat kongesti vena-vena intestinal. Kaheksia menunjukkan
prognosis yang buruk.
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium rutin

Pasien dengan gagal jantung onset baru, kronis, atau dekompensasi akt hatus
memiliki complete blood count, pemeriksaan elektrolit, urea nitrogen darah, serum
kreatinin, enzim-enzim hepatic, dan urinalisis. Beberapa pasien memerlukan
pemeriksaan untuk diabetes mellitus (serum glukosa puasa atau tes toleransi glukosa
oral), dyslipidemia (lemak puasa), dan abnormalitas tiroid (level TSH)
b. EKG

EKG 12 lead direkomendasikan dengan tujuan untuk memantau irama jantung,


melihat ada tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, atau infark miokard.
c. Foto Thorax

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 20


Foto thorax diperlukan untuk melihat ukuran dan bentuk jantung, dan dapat
mengidentifikasi penyebab-penyebab non kardiak dari gejala-gejala yang dialami
pasien. Pada pasien dengan gagal jantung akut, dapat ditemukan bukti adanya
hipertensi pulmonary, edema interstisial, dan atu edema pulmonary.
d. Biomarker

Level dari peptide natriuretic yang tersirkulasi merupakan alat penentu penting pada
pasien dengan gagal jantung. BNP dilepaskan oleh jantung yang rusak, dan merupkan
marker sensitive untuk membuktikan terjadinya gagal jantung dengan penurunan
fraksi ejeksi. Namun perlu diingat bahwa level dari peptide natriuretic ini meningkat
sejalan dengan usia dan ketidakseimbangan ginjal, lebih meningkat pada wanita, dan
dapat meningkat pada gagal jantung kanan oleh karena berbagai akibat. Konsentrasi
normal dari peptide natriuretic pada pasien yang belum diterapi sangat penting untuk
mengeksklusi diagnosis gagal jantung. Biomarker lain contohnya troponin T dan I.
protein C reaktif, reseptor TNF, dan uric acid.
e. Exercise Test

Tes olahraga seperti treadmill berguna untuk menilai perlu tidaknya dilakukan
transplantasi jantung pada pasien dengan gagal jantung lanjut. Uptake oksigen puncak
(VO2) <14 mL/kg per menit menunjukkan prognosis yang buruk dan membutuhkan
transplantasi seger.

2.6 Penatalaksanaan gagal jantung

Terapi Non-Farmakologi
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan.
Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual serta
rehabilitasi.
Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 21


Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.
Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas.
Hentikan kebiasaan merokok.
Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus.
Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat
tertentu seperti NSAID, anti aritmia klas I, verapamil, ditiazem, dihidropiridin
efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.

Terapi Farmakologi

1. Angiotensin Converter Enzym Inhibitors

Obat dalam golongan ini dianjurkan sebagai lini pertama baik dengan atau
tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival,
memperbaiki symptom, dan mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. Harus
diberikan sebagai terapi awal jika tidak ditemui retensi cairan. Bila ditemukan
bersama dengan retensi cairan harus diberikan bersama dengan diuretic. Harus segera
diberikan bila ditemui gagal jantung, segera sesudah infrak jantung, untuk
meningkatkan survival. Menurunkan angka reinfrak serta kekerapan rawat inap.
Harus disertai sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis,
bukan berdasarkan perbaikan gejala.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 22


2. Diuretik

Penting untuk mengobati simptomatik bila ditemukan beban cairan


berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Direkomendasikan pemberian dengan
obat penyekat beta

3. Beta Blocker

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 23


Direkomendasikan kepada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat
yang tak stabil baik karena iskemik atau kardiomiopati noniskemik dalam pengobatan
standar seperti diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat
tidak ditemukan kontraindikasi terhadap penyekat beta. Obat ini terbukti menurunkan
jumlah penderita masuk rumah sakit. Pada disfungsi jantung pemakaian obat
penyekat beta dengan penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan
mortalitas. Bila tidak ada bukti dalam perbaikan survival dan harus menurunkan
mortalitas, yang direkomendasikan bisoprolol, karvedilol, metoprolol, suksinat, dan
nebivolol.

4. Antagonis Reseptor Aldosteron


Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiostensin, penyekat beta,
diuretic pada gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Sebagai tamabahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan penyekat
beta pada gagal jantung sesudah infrak jantung atau diabetes menurunkan morbiditas
dan mortalitas.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 24


5. Antagonis Penyekat Reseptor Angiotensin II
Merupakan Alternatif daripada penyekat enzim konversi angiotensin, terbukti
obat ini mampu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dengan nilai
rekomendasi class IIa dan level Evidence B. Pada infrak akut dengan gagal jantung
obat ini mampu menurunkan mortalitas dengan nilai rekomendasi kelas I dan
Evidence level A. bisa dipertimbangkan juga untuk pasien yang simtomatik untuk
menurunkan mortalitasnya.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 25


Sebagai acuan praktis dari ESC guidelines 2005, strategi pemilihan kombinasi
obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (tabel 7 dan tabel 8).

Algoritma pengobatan pada pasien Gagal Jantung berdasarkan stage gagal


jantungnya

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 26


Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 27
2.7 Prognosis Gagal Jantung
Natural histology gagal jantung yang tidak diterapi tidak diketahui.
Natural histology penderita gagal jantung yang mendapat terapi adalah sebagai
berikut :
Kelas NYHA Mortalitas 5 tahun (%)
I 10-20
II 10-20
III 50-70
IV 70-90

Faktor penentu prognosa


1. NYHA kelas III-IV
2. Kapasitas latihan yang rendah (VO2 max < 10 ml/kg/menit)
Irama gallop
Kausa gagal jantung : penyakit jantung koroner
Kardiomegali (CT ratio > 0,55)
EKG : LBBB
(Na+) plasma < 130 mmol/liter
Noradrenalin plasma >
Takikardi ventrikel, denyut ektopik ventrikel polimorfik
Dua factor teratas merupakan predicator independen dari prognosa yang
buruk.
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pada
suatu uji acak terkontrol yang besar, pasien yang dirawat dengan gagal jantung
dekompensasi , mortalitas 60 hari adalah 9,6 % dan apabila dikombinasikan dengan
mortalitas perawatan ulang dalam 60 hari menjadi 35,2 % . Angka kematian akan
lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat, dengan
mortalitas 30 % dalam 12 bulan.
Pasien dengan gagal jantung kronik juga memiliki prognosis yang buruk.
Setelah kejadian yang pertama dari gejala yang dirasakan, rasio kematian 5 tahun

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 28


(Framingham Heart Study) 62 % pada pria dan 42 % pada wanita, dengan rasio rata
rata 50 %. Resiko terjadinya kematian pada pasien dengan gejala ringan 5 10 %
setiap tahunnya, sedangkan pada pasien dengan gejala yang berat 30 40 % pertahun.
Beberapa prediktor kuat buruknya prognosis, seperti usia lanjut , etiologi iskemik ,
riwayat sudden death, riwayat gagal jantung sebelumnya , NYHA III IV , EKG
dengan QRS lebar atau aritmia ventrikel yang kompleks , hiponatremia atau
peningkatan troponin

2.8 Pencegahan Gagal Jantung

Pada kelompok masyarakat yang belum tampak adanya gagal jantung


bertujuan untuk memelihara kesehatannya dan mencegah munculnya resiko gagal
jantung. Hal ini termasuk gaya hidup sehat seperti mengonsumsi makanan sehat dan
seimbang, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, berolahraga secara teratur,
serta menjaga lingkungan hidup yang sehat.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 29


Pencegahan gagal jantung pada kelompok resiko tinggi, yakni pada kelompok
yang sudah menunjukkan adanya faktor resiko (hipertensi, obesitas, aterosklerosis,
diabetes, sindrom metabolik), dengan upaya agar tidak terjadi gagal jantung. Hal ini
meliputi:
Perubahan pola hidup
- Hidari, hentikan atau kurangi kebiasaan merokok
- Mengurangi penggunaan obat-obatan yang tidak diperlukan
- Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-
tiba
- Istirahat dan olahraga teratur
- Diet sehat dan seimbang, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan
alcohol
- Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal
serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan
Pemberian obat-obatan
- Untuk kontrol sindrom metabolik
- Pengobatan hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, penyebab
dari IM serta pencegahan infark ulangan
- Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup
Dengan alat dan tindakan bedah
- Revaskularisasi (perkutan,bedah)
- Operasi katup
- Pacu jantung
- Implantable cardioventer defibrillators (ICD)
- Transplantasi jika diperlukan

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 30


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke


seluruh tubuh. Gagal jantung merupakan manifestasi klinis dari beberapa penyakit
jantung seperti penyakit katup jantung, kardiomiopati, arterosklerosis. Gagal jantung
memiliki banyak klasifikasikan yaitu gagal jantung kanan dan kiri, gagal jantung
sistolik dan diastolik, gagal jantung akut dan kronik, gagal jantung high output dan
low output dan gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan fraksi ejeksi yang
normal. Gagal jantung dapat menyebabkan kematian mendadak apabila tidak
ditangani secara tepat sesuai dengan guideline yang sudah ditetapkan.

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 31


DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th edition. Vol
2. Mc-Graw Hill: Boston.
Guyton, Arthur C, Hall, John E, 2007. Fisiologi Kedokteran, edisi 11. EGC : Jakarta
Joewono, BS. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya
Fauci, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. USA :
The McGraw-Hill Companies, Inc
Lilly, Leonard S. 2007. Pathophysiology of Heart Disease.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 32


Price & Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jilid 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Robbins, Kumar, Cotran, 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7.Jakarta:EGC
Siegenthaler, W, 2007. Differential Diagnosis in Internal Medicine. Thieme
:Switzerland
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing
Thaler, S Malcom, 2009. Satu-Satunya Buku Ekg Yang Anda Perlukan . Jakarta: EGC

Skenario 6 KELOMPOK 4 Page 33

Anda mungkin juga menyukai