PENDAHULUAN
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak
kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering
sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti
sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain. 1-2
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara
di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk
adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta
orang yang menderita gizi buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya
hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun (balita). 1-2
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Gizi buruk menurut rikesdas adalah keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai
Zscore <-3,0 SD. Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup
tinggi yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010 (6,0 %) dan
tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 6,8
persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen (tahun 2010) dan 7,4
persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus dan sangat
kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1 persen pada tahun
2013. Provinsi dimana prevalensi kurus diatas angka nasional, dengan urutan dari
prevalensi tertinggi sampai terendah, adalah: Kalimantan Barat, Maluku, Aceh,
Riau, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Papua,
Banten, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera. Masalah kesehatan masyarakat
dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan
dianggap prevalensi sangat tinggi bila 30 persen (WHO, 2010). Pada tahun 2013,
secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen.
1
Di wilayah kalimantan tengah sendiri pravelensi gizi buruk mencapai >20
% jumlah yang lebih rendah dibandingkan tahun 2010 mencapai 25%, sehingga
gizi buruk merupakan masalah serius bagi masyarakat kalimantan tengah. 1
Tujuan dari penulisan Referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang gizi buruk, terutama mengenai marasmus dan kwashiorkor serta
penatalaksanaan gizi buruk yang terbaru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Marasmus adalah
keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut
cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan
gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki,
wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu
dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor. 1-2
2.2. Epidemiologi
3
Bengkulu, Papua, Banten, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera. Masalah
kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara
20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila 30 persen (WHO,
2010). Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak
balita sebesar 19,6 persen. 1-2
Di wilayah kalimantan tengah sendiri pravelensi gizi buruk mencapai >20
% jumlah yang lebih rendah dibandingkan tahun 2010 mencapai 25%, sehingga
gizi buruk merupakan masalah serius bagi masyarakat kalimantan tengah. 1
Gambar 2.1 Kecenderungan prevalensi status gizi BB/U <-2SD menurut provinsi,
Indonesia 2007, 2010, dan 2013
2.3. Etiologi
4
pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu
akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.
2. Peranan penyakit atau infeksi
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan
yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada
anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.
5
Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization
memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa
diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan
makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya
dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar yang
laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan
tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang
semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak
akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di
daerah tersebut.
2.4. Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan
lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak
tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam
lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada
akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein
akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
6
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan
asupan energi dan protein.1
2.5. Klasifikasi
2.5.1. Klasifikasi McLaren
McLaren mengklasifikasikan KEP berat/Gizi buruk dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.6
Gejala klinis / laboratoris Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
7
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan
dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang
dokter dengan bantuan laboratorium.
8
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
Berdasarkan berat bandan pertiggi badan BB/TB (%) = (BB terukur saat itu)
(BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai
berikut:4
9
> 120 % : Obesitas
110 120 % : Overweight
90 110 % : normal
70 90 % : gizi kurang
< 70 % : gizi buruk
10
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan menjadi berkurang.2,3
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala
antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah
rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna
rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang
khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi
tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan
mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan
dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga
anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan
tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum
yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4
2.7. Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk
mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan
anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan
berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,
dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir
yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar
dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism
11
basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian
menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4
12
- Pembesaran hati
- Anemia
2.8. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Beberapa diantaranya ialah:4,7
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.
13
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada
daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang
memadai.5,7
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining
atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus
gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan
tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x
berturut-turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses
pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi
yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari
penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun
lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika
membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam
menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan
pada anak.5,7
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.1,7,8,9
Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau
mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam
per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa,
antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya
diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2,8
14
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi
yang ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi
15
kadar gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi
syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan
F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.1,7,8
16
tindak lanjut di rumah
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi (Minggu ke
3 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26) seperti tampak pada tabel
diatas.1,7
2.10. Komplikasi
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan
penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus
tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6,8
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat
menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya
penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi
menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung
atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis. 4,6,8
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada
tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum
sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu
setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara
parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung
vitamin A. 4,6,8
3. Tuberkulosis
17
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah
satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis. 4,6,8
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan
lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti
hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan
malnutrisi berat. 4,6,8
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi
yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh
tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan
menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh
penderita. 4,6,8
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga
dapat membahayakan penderitanya. 4,6,8
18
satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang
diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel
neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak
yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal
daya tangkap, analisa, dan memori.
2.11. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani
secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan
penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi
pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih
besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi
pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang
lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung
mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan
anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya
saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal
pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,4,9
BAB III
KESIMPULAN
19
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita),
dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan
berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun
protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut,
ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang
sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang
kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada
keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan
kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan
percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-
kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang
khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan
bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan
tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat beberapa cara maupun klasifikasi,
salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-
hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang
kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan,
adanya penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial
ekonomi yang mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal
mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan
gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang khas dalam hal membedakannya
dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang
lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak
sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya.
Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah
penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan
adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat
perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah
dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain
20
itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita.
Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus
urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan
secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun
prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat
menghindarkan penderitanya dari kematian.1,2,7,9
21
DAFTAR PUSTAKA
8. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica
Indonesiana, 48th volume, May, 2008 : 166-169.
9. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137.
22