Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak
kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering
sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti
sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain. 1-2
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara
di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk
adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta
orang yang menderita gizi buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya
hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun (balita). 1-2
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Gizi buruk menurut rikesdas adalah keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai
Zscore <-3,0 SD. Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup
tinggi yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010 (6,0 %) dan
tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 6,8
persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen (tahun 2010) dan 7,4
persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus dan sangat
kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1 persen pada tahun
2013. Provinsi dimana prevalensi kurus diatas angka nasional, dengan urutan dari
prevalensi tertinggi sampai terendah, adalah: Kalimantan Barat, Maluku, Aceh,
Riau, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Papua,
Banten, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera. Masalah kesehatan masyarakat
dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan
dianggap prevalensi sangat tinggi bila 30 persen (WHO, 2010). Pada tahun 2013,
secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen.

1
Di wilayah kalimantan tengah sendiri pravelensi gizi buruk mencapai >20
% jumlah yang lebih rendah dibandingkan tahun 2010 mencapai 25%, sehingga
gizi buruk merupakan masalah serius bagi masyarakat kalimantan tengah. 1
Tujuan dari penulisan Referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang gizi buruk, terutama mengenai marasmus dan kwashiorkor serta
penatalaksanaan gizi buruk yang terbaru.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Marasmus adalah
keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut
cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan
gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki,
wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu
dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor. 1-2

2.2. Epidemiologi

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara


di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk
adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta
orang yang menderita gizi buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya
hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di
Indonesia masih tinggi. 1-2
Gizi buruk menurut rikesdas adalah keadaan sangat kurus yaitu anak
dengan nilai Zscore <-3,0 SD. Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2013
masih cukup tinggi yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010
(6,0 %) dan tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus
sebesar 6,8 persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen (tahun
2010) dan 7,4 persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita
kurus dan sangat kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1
persen pada tahun 2013. Provinsi dimana prevalensi kurus diatas angka nasional,
dengan urutan dari prevalensi tertinggi sampai terendah, adalah: Kalimantan
Barat, Maluku, Aceh, Riau, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sumatera Utara,

3
Bengkulu, Papua, Banten, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera. Masalah
kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara
20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila 30 persen (WHO,
2010). Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak
balita sebesar 19,6 persen. 1-2
Di wilayah kalimantan tengah sendiri pravelensi gizi buruk mencapai >20
% jumlah yang lebih rendah dibandingkan tahun 2010 mencapai 25%, sehingga
gizi buruk merupakan masalah serius bagi masyarakat kalimantan tengah. 1

Gambar 2.1 Kecenderungan prevalensi status gizi BB/U <-2SD menurut provinsi,
Indonesia 2007, 2010, dan 2013

2.3. Etiologi

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2


1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang
terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung
cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya
anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum
dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu
tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi

4
pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu
akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.
2. Peranan penyakit atau infeksi
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan
yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada
anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,5


1. Peranan sosial ekonomi
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain
menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah
kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih
menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak
hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang
bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang
suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut
tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya
tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama
mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri
yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).
2. Peranan kepadatan penduduk

5
Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization
memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa
diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan
makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya
dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar yang
laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan
tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang
semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak
akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di
daerah tersebut.

2.4. Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan
lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak
tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam
lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada
akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein
akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini

6
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan
asupan energi dan protein.1

2.5. Klasifikasi
2.5.1. Klasifikasi McLaren
McLaren mengklasifikasikan KEP berat/Gizi buruk dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.6
Gejala klinis / laboratoris Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0

Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut McLaren6

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan


tiap penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor

7
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan
dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang
dokter dengan bantuan laboratorium.

2.5.2 Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)


Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika
cara ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan
mendapat pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah.
Seperti pada penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas
kwashiorkor yang lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema
pada tubuh pasien sudah tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun
sampai 60%, dengan gejala yang seperti itu akan didiagnosis sebagai
penderita marasmus.6

Berat badan % Edema


dari baku Tidak ada Ada
>60% Gizi kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party6

2.5.3. Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)


Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan
wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan
akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju
tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting)
untuk seusianya.6
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)
0 >95% >90%

8
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%

Tabel 3. Klasifikasi KEP menurut Waterlow6

2.5.4. Klasifikasi menurut Jelliffe


Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat
badan (BB) menurut umur (U) sebagai berikut:6

Kategori BB/U (% baku)


KEP I 90 80
KEP II 80 70
KEP III 70 60
KEP IV <60

Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe6

Berdasarkan antropometri BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC


2000) gizi buruk dinyatakan dalam persentase:4

> 120 % : disebut gizi lebih


80 120 % : disebut gizi baik
60 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk
(kwashiorkor)
< 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema
(marasmus kwashiorkor)

Berdasarkan berat bandan pertiggi badan BB/TB (%) = (BB terukur saat itu)
(BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai
berikut:4

9
> 120 % : Obesitas
110 120 % : Overweight
90 110 % : normal
70 90 % : gizi kurang
< 70 % : gizi buruk

2.6. Gejala Klinis


Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu
saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang
ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi
berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia
satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada
usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika,
marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun
(toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan
anak tersebutnya.1,2
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh
kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama
sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan
perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan
ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak
subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan
halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut
menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot
lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut
menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau
sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya
lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong,
berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang

10
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan menjadi berkurang.2,3
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala
antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah
rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna
rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang
khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi
tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan
mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan
dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga
anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan
tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum
yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4

2.7. Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk
mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan
anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan
berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,
dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir
yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar
dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism

11
basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian
menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4

Ciri dari marasmus antara lain:3,4


- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi


lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa
yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan
sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan
kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di
dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang.
Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,
gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat
badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi
dan berat badan anak normal.3
Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:3,4
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit

12
- Pembesaran hati
- Anemia

2.8. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
Beberapa diantaranya ialah:4,7
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan
makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan
penduduk.

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk


memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan frekuen
feeding ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein

13
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada
daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang
memadai.5,7
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining
atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus
gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan
tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x
berturut-turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses
pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi
yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari
penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun
lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika
membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam
menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan
pada anak.5,7

2.9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.1,7,8,9

Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau
mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam
per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa,
antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya
diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2,8

14
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk


mencegah komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang
spesifik tergantung dari diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak
tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol

Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak


memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai
dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah
kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari
dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak
150 ml/kg BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75
yang mengandung 75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus
menerus setiap 2 jam.2,4,8

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak


200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke
dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya
gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada
kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan
ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100
mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium
oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM),
selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.2,4,8

Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi
yang ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi

15
kadar gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi
syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan
F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.1,7,8

Tabel 5. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk1,7

No Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase


Tindak lanjut *)
H1-2H3-7 Minggu ke 3 - 6 Minggu ke
7 -26
1. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi
hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe
7. Memberikan makanan
untuk stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan makanan
untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk

16
tindak lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi (Minggu ke
3 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26) seperti tampak pada tabel
diatas.1,7

2.10. Komplikasi
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan
penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus
tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6,8
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat
menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya
penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi
menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung
atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis. 4,6,8
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada
tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum
sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu
setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara
parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung
vitamin A. 4,6,8
3. Tuberkulosis

17
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah
satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis. 4,6,8
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan
lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti
hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan
malnutrisi berat. 4,6,8
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi
yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh
tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan
menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh
penderita. 4,6,8
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga
dapat membahayakan penderitanya. 4,6,8

7. Infeksi traktus urinarius


Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi
berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat
mempermudah terjadinya infeksi tersebut.
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah

18
satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang
diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel
neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak
yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal
daya tangkap, analisa, dan memori.

2.11. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani
secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan
penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi
pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih
besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi
pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang
lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung
mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan
anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya
saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal
pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,4,9

BAB III
KESIMPULAN

Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan


protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-
negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya.

19
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita),
dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan
berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun
protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut,
ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang
sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang
kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada
keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan
kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan
percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-
kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang
khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan
bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan
tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat beberapa cara maupun klasifikasi,
salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-
hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang
kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan,
adanya penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial
ekonomi yang mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal
mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan
gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang khas dalam hal membedakannya
dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang
lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak
sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya.
Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah
penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan
adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat
perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah
dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain

20
itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita.
Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus
urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan
secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun
prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat
menghindarkan penderitanya dari kematian.1,2,7,9

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and


Undernutrition in Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-
232.

2. Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe


Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health
Organization Guidelines in Turbo, Colombia.http://journals.lww.com.
Diakses tanggal 19 Desember 2016

3. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition


of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154.

4. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe


Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91.

5. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood


Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics
18th edition, 2005 : 283-311.

6. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy


Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica
Indonesiana, 42th volume, December, 2002 : 261-266.

7. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute


malnutrition in HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal
19 Desember 2016 2013.

8. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica
Indonesiana, 48th volume, May, 2008 : 166-169.

9. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Nervus Vagus
    Nervus Vagus
    Dokumen11 halaman
    Nervus Vagus
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Dma Hipertensi
    Dma Hipertensi
    Dokumen4 halaman
    Dma Hipertensi
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Gilut
    Gilut
    Dokumen28 halaman
    Gilut
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Laring
    Anatomi Laring
    Dokumen50 halaman
    Anatomi Laring
    Viena Lovina
    100% (1)
  • Pemeriksaan Radiologi
    Pemeriksaan Radiologi
    Dokumen8 halaman
    Pemeriksaan Radiologi
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Radiologi Tabel
    Pemeriksaan Radiologi Tabel
    Dokumen8 halaman
    Pemeriksaan Radiologi Tabel
    Thyrister N Asarya Sembiring
    Belum ada peringkat
  • Long Case Ispa
    Long Case Ispa
    Dokumen11 halaman
    Long Case Ispa
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Print HT Emergency
    Print HT Emergency
    Dokumen15 halaman
    Print HT Emergency
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Hemel Ec Suspek Varises Esofagus
    Hemel Ec Suspek Varises Esofagus
    Dokumen18 halaman
    Hemel Ec Suspek Varises Esofagus
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Mata
    Lapsus Mata
    Dokumen29 halaman
    Lapsus Mata
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus SH
    Laporan Kasus SH
    Dokumen21 halaman
    Laporan Kasus SH
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Dma 1
    Dma 1
    Dokumen5 halaman
    Dma 1
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • 22 Desember 2016 Ikk Referat Gizi Buruk
    22 Desember 2016 Ikk Referat Gizi Buruk
    Dokumen22 halaman
    22 Desember 2016 Ikk Referat Gizi Buruk
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Dma Hipertensi
    Dma Hipertensi
    Dokumen4 halaman
    Dma Hipertensi
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Kek
    Kek
    Dokumen20 halaman
    Kek
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Dma Hipertensi
    Dma Hipertensi
    Dokumen4 halaman
    Dma Hipertensi
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • DMA Pneumonia
    DMA Pneumonia
    Dokumen6 halaman
    DMA Pneumonia
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Kek
    Kek
    Dokumen20 halaman
    Kek
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • TBC Pengendalian Rev
    TBC Pengendalian Rev
    Dokumen17 halaman
    TBC Pengendalian Rev
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Ikk 2
    Ikk 2
    Dokumen12 halaman
    Ikk 2
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Intub
    Intub
    Dokumen33 halaman
    Intub
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Kek
    Kek
    Dokumen20 halaman
    Kek
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • PROMKES Sesak
    PROMKES Sesak
    Dokumen29 halaman
    PROMKES Sesak
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • PROMKES Sesak
    PROMKES Sesak
    Dokumen29 halaman
    PROMKES Sesak
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Referat HT Emergency 1
    Referat HT Emergency 1
    Dokumen14 halaman
    Referat HT Emergency 1
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Ikk DBD
    Ikk DBD
    Dokumen3 halaman
    Ikk DBD
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Pada Korban KDRT
    Pemeriksaan Fisik Pada Korban KDRT
    Dokumen5 halaman
    Pemeriksaan Fisik Pada Korban KDRT
    Desia Laila Dian S
    100% (1)
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Viena Lovina
    Belum ada peringkat