Anda di halaman 1dari 7

Metode Musyawarah / Bahtsul Masail di Pondok

Pesantren
1. Pengertian
Metode musyawarah atau dalam pengertian lain
bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang
lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa
orang santri dengan jumlah tertentu dengan membentuk
halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang kyai atau
ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas
atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri dengan
bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan maupun
pendapatnya.
2. Teknik pembelajaran
Untuk melakukan pembelajaran dengan
menggunakan metode musyawarah kyai/ustadz biasanya
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan berikut :
a. Peserta musyawarah adalah para santri yang berbeda
pada tingkat menengah atau tinggi.
b. Peserta musyawarah tidak memiliki perbedaan
kemampuan yang mencolok. Ini dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengurangi kegagalan musyawarah.
c. Topik atau persoalan (materi) yang dimusyawarahkah
biasanya terlebih dahulu oleh kyai atau ustadz pada
pertemuan sebelumnya.
d. Pada beberapa pesantren yang memiliki santri tingkat
tinggi, musyawarah dapat dilakukan secara terjadwal
sebagai latihan untuk para santri.
3. Tahap persiapan
Langkah persiapan terpenting pada metode ini
adalah terlebih dahulu memberikan topik-topik materi yang
akan dimusyawarakan. Pilihan topik itu sendiri amat
menentukan. Topik yang menarik umumnya mendapatkan
respon yang baik dan memberikan dorongan kuat kepada
santri untuk belajar. Penentuan topik secara lebih awal ini
dimaksudkan agar para peserta dapat mempersiapkan diri
jauh-jauh hari sebalum pelaksanaan.
4. Tahap Pelaksanaan
Sebagai permulaan, seorang kyai atau ustadz atau
salah seorang santri senior menjelaskan secara singkat
permasalahan yang akan dibahas. Pada pesantren yang
memiliki mahad aly (tahasus tingkat tinggi) penyaji adalah
para santri yang telah disusun secara terjadwal dengan
topic tertentu untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran
atau persoalan-persoalannya. Para santri yang lain
berfungsi sebagai penanggap yang berkesempatan untuk
menanggapi apa yang disajikan oleh penyaji yang telah
mendapatkan tugas.
Dalam kegiatan musyawarah ini, tanggapan,
pertanyaan atau sanggahan dari para santri peserta
musyawarah diarahkan langsung oleh kyai atau ustadz.
Tanggapan dan jawaban balik dari penyaji dilakukan secara
bergiliran setelah tanggapan dari peserta. Apabila terdapat
kebuntuan, pimpinan musyawarah biasanya memberikan
arahan-arahan atau pemecahan mengenai persoalan atau
permasalahan tersebut.
Ustadz/kyai juga hendaknya mengarahkan dan
membimbing jalannya musyawarah agar tidak kabur atau
melenceng dari tujuan.
5. Evaluasi
Kegiatan penilaian dilakukan oleh seorang
ustadz/kyai selama kegiatan musyawarah berlangsung.
Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas jawaban
yang diberikan oleh peserta yang meliputi : kelogisan
jawaban, ketepatan dan kevalidan referensi yang
disebutkan serta bahasa yang disampaikan dapat dengan
mudah dipahami santri lain, serta kualitas pertanyaan atau
sanggahan yang dikemukakan. Hal lain yang dinilai adalah
pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan
ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi
teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi
rujukan.
(Sumber :www.Budak-Bageur-Pola-Pembelajaran-di-Pesantren.htm)

Analisis Artikel

Metode Musyawarah dalam bahasa arab yaitu Bahtsul Masail.


Berdasarkan artikel diatas, metode musywarah digunakan dalam metode
pembelajaran di Pondok Pesantren. Metode musyawarah bertujuan untuk
memecahkan suatu permasalahan dalam mencapai keputuan. Metode Musyawarah
mirip dengan Metode Diskusi. Metode musyawarah adalah metode pembelajaran
melalui perundingan untuk mencapai mufakat bersama. Kegiatan musyawarah di
Pondok Pesantren dilakukan oleh guru (ustad/kyai) dengan murid (santri). Dalam
pelaksanaan, kegiatan musyawarah dilakukan dengan membentuk halaqah
(lingkaran) atau sekumpulan guru (ustad/kyai) dengan murid (santri).
Di dalam musyawarah, Guru (ustad/kyai) berperan sebagai pemimpin
musyawarah. Musyawarah dapat dipimpin seorang ustad/kyai atau santri senior.
Sebagai pemimpin, guru harus mampu mengatur lalu lintas atau jalannya
musyawarah dalam pembelajaran. Metode musyawarah di Pondok Pesantren
meliputi tiga tahap dalam keberlangsungannya, yaitu tahap dalam persiapan,
tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
Guru sangat berperan dalam teknik persiapan. Guru harus mempersiapkan
topik, tema atau masalah yang akan menjadi bahan musyawarah. Persiapan ini
harus dilakukan seorang guru atau santri senior sebelum musyawarah dimulai.
Materi yang telah disiapkan kemudian disampaikan pada murid. Hal ini bertujuan
agar murid juga dapat mempersiapkan pendapat atau pikiran yang akan
disampaikan dan dibahas dalam musyawarah. Topik yang dipilih seorang guru
tidak boleh sembarangan. Jangan sampai guru memilih topik yang sudah sering
dibicarakan. Topik seharusnya mudah dipahami dan mempunyai daya untuk
menarik minat murid sehingga musyawarah berjalan tampak hidup. Musyawarah
yang hidup yaitu musyawarah yang partisipasi semua peserta aktif dan timbul
pertanyaan, pendapat, bahkan sanggahan yang menunjukkan kompleksitas pikiran
masing-masing peserta. Topik yang akan dibahas murid juga harus sesuai dengan
taraf perkembangan murid. Jangan sampai menyediakan topik yang
memungkinkan kurang atau tidak dapat dikupas oleh murid. Inilah tahap
persiapan sebelum melaksanakan musyawarah di Pondok Pesantren.
Tahap yang kedua yaitu tahap pelaksanaan. Pelaksanaan musyawarah di
Pondok Pesantren dapat dilakukan dengan membentuk lingkaran (halaqah) atau
kumpulan antara murid (santri) dengan guru (ustad) di dalam sebuah ruangan.
Setelah semuanya telah berada dalam satu tempat, maka kegiatan dapat dibuka
oleh seorang guru atau santri senior yang berperan sebagai pemimpin
musyawarah. Guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai permasalahan yang
akan dibahas. Setelah penyampaian, maka musyawarah bisa dimulai. Santri
terlebih dahulu berperan sebagai penyampai pikiran dan pendapat. Setelah para
santri selesai menyampaikan pendapat, kemudian pemimpin musyawarah (guru)
mempersilahkan kepada santri lain untuk menyampaikan tanggapan yang dapat
berupa pertanyaan maupun sanggahan. Santri menyampaikan tanggapan kepada
guru (ustad/kyai). Penyampaian tanggapan harus satu per satu. Guru harus
menerima tanggapan kemudian menjawab dan membahasnya dengan santri lain.
Hal ini berjalan terus menerus hingga mencapai puncak atau titik temu. Guru
harus senantiasa membimbing dan mengarahkan agar tidak terjadi pembicaraan
yang melenceng dari topik dan menjadi penengah ketika terjadi jalan buntu.
Tahap yang terakhir adalah evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan yang
dilakukan setelah kegiatan musyawarah selesai. Kegiatan evaluasi berfungsi untuk
menilai bagaimana kegiatan berlangsung dan apa yang harus dilakukan. Evaluasi
masih dipimpin oleh guru. Hal yang disampaikan dalam evaluasi adalah penilaian
mengenai kualitas berbagai pendapat atau pikiran yang disampaikan oleh santri.
Kualitas pendapat tergantung pada kelogisan dan ketepatan dalam berpendapat.
Guru menilai pendapat, pertanyaan, jawaban, sanggahan yang baik, tepat dan
berbobot. Selain itu, guru juga menilai apakah murid paham akan teks bacaan,
kecepatan dan ketepatan dalam membaca dan serta kevalidan isi teks yang
menjadi referensi. Tahap evaluasi menunjukkan berakhirnya kegiatan
musyawarah.
Berdasarkan tahap-tahap yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa
dalam kegiatan musyawarah di Pondok Pesantren memiliki teknik. Teknik
pembelajaran musyawarah yaitu pertama peserta musyawarah adalah para santri
yang berbeda pada tingkat menengah atau tinggi. Maksudnya adalah bahwa
peserta musyawarah adalah santri yang memiliki konsep wawasan atau
pengetahuan yang berbeda tetapi masih dalam satu taraf/tingkat dan sebanding.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan kemampuan yang mencolok
yang memungkinkan terjadinya kegagalan musyawarah. Kedua mengenai topik
yang akan diangkat harus menarik minat siswa. Seperti pembahasan sebelumnya
bahwa pemilihan topik berpengaruh pada suasana musyawarah. Suasana diskusi
dapat menjadi patokan apakah musyawarah berjalan baik atau tidak. Patokan yang
lain adalah partisipasi peserta dalam musyawarah.
Sekilas, metode musyawarah sering disamakan dengan metode diskusi.
Hal ini karena antara metode musyawarah dan diskusi memang mempunyai
persamaan yang lebih banyak daripada perbedaan. Persamaannya adalah metode
musyawarah dan diskusi adalah penyampaian bahan ajar dengan cara berunding
atau saling bertukar pendapat sehingga ditemukan suatu keputusan atau mufakat
yang disepakati bersama-sama. Di dalam metode diskusi dan musyawarah para
peserta menyampaikan pendapat/materi, menyampaikan tanggapan berupa
pertanyaan dan sanggahan. Hal ini menunjukkan terjadinya saling bertukar pikiran
di dalam musyawarah dan diskusi.
Dalam pelaksanaan musyawarah ada pemimpin diskusi. Pemimpin dalam
metode musyawarah di Pondok Pesantren berbeda dengan pemimpin diskusi.
Pemimpin musyawarah di Pondok Pesantren adalah seorang guru (kyai/ustad)
yang mengatur jalannya musyawarah sekaligus penjawab apabila ada pertanyaan
atau sanggahan yang berasal dari peserta. Sedangkan pemimpin diskusi biasa
disebut moderator. Moderator hanya mengatur dan mengendalikan jalannya
diskusi. Moderator tidak berhak menjawab pertanyaan atau sanggahan dari
peserta. Di dalam diskusi sudah ada seseorang yang bertugas menjawab
pertanyaan dan sanggahan. Moderator hanya sebagai jalan pengatur komunikasi
antara peserta dengan pemateri diskusi.
Berdasarkan uraian di atas, metode diskusi mempunyai kelemahan dan
kelebihan. Kelebihan metode musyawarah antara lain : 1) suasana pembelajaran
yang hidup, kreatif, dan dinamis. 2) Memupuk dan membina kerjasama dan
partisipasi serta toleransi antar peserta musyawarah. 3) Memperluas dan
memperdalam wawasan/pengetahuan murid tentang topic yang dimusyawarahkan.
4) Merangsang murid untuk memperoleh jalan pemecahan masalah lewat saling
tukar pendapat. 5) Mudah dilaksanakan. Sedangkan kelemahannya yaitu : 1)
Peserta yang kurang aktif dan gaduh mengganggu jalannya musyawarah. 2) Sulit
memprediksi penyelesaian karena musyawarah adalah ajang perbedaan pendapat.
3) Suasana yang tidak hidup karena ada peserta yang kurang berpartisipasi. 4)
Sulit dalam penyampaian pendapat yang sistematis, misal ada murid yang
memiliki sifat penakut atau pemalu. Dengan demikian, metode pembelajaran
musyawarah di Pondok Pesantren mempunyai kelemahan dan kelebihan dan layak
untuk diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai