Anda di halaman 1dari 6

Tapis Adaptif (pertemuan ke-17)

1. Pendahuluan tapis adaptif


Tapis adaptif diperlukan jika spesifikasi fixed tapis tidak diketahui, atau spesifikasi tidak
diperoleh dengan tapis time invariant. Lebih fokusnya tapis adaptif merupakan tapis tak linear
bila karakteristiknya bergantung pada masukan sinyal, dan secara konsekuen kondisi-kondisi
homoginitas dan aditifnya tidak didapatkan. Selanjutnya bila kita fungsikan parameter-parameter
tapis yang diberikan pada waktu sesaat, maka tapis adaptif adalah linear, sehingga keluaran
sinyal juga mempunyai fungsi linear dengan masukan sinyal.
Tapis adaptif yang berada pada posisi ubah waktu, dan parameter-parameternya berubah secara
kontinyu, maka dapat diperoleh kinerja tapis yang diinginkan.
Pada pemahaman ini, kita dapat menginterpretasikan tapis adaptif sebagai sebuah tapis yang
memberikan pendekatan step on-line. Definisi kriteria kinerja diperlukan dalam hal eksistensi
terhadap sinyal referensi, yang biasanya disembunyikan dalam step pendekatan rancangan tapis
tetap (fixed).

2. Pemrosesan sinyal adaptif


Dalam perancangan tapis digital, maka kebutuhan koefisien-koefisien tapis akan memberikan
karakteristik lengkap masukan dan sinyal referensi, sehingga prescribed kinerja dan spesifikasi.
Pada kondisi koefisien-koefisien yang dibutuhkan tidak dimungkinkan atau time varying, maka
jawaban untuk kondisi ini adalah mengubah tapis digital dengan koefisien-koefisien adaptif,
yang dikenal sebagai tapis adaptif.
Karena tidak ada spesifikasi yang dimungkinkan, algoritma adaptif menentukan pembaharuan
(updating) koefisien-koefisien tapis yang juga membutuhkan informasi ekstra yang biasanya
diberikan dalam bentuk suatu sinyal. Sinyal ini umumnya disebut sebagai sinyal yang diinginkan
atau sinyal referensi, yang pilihannya secara normal dibatasi/tergantung pada aplikasi. Tapis
adaptif adalah sistem tak linear, sehingga analisisnya lebih kompleks daripada tapis yang fixed.
Pengaturan umum pentapisan adaptif diberikan pada gambar dibawah ini, dengan k merupakan
nilai iterasi, x(k) sebagai sinyal masukan, y(k) merupakan sinyal keluaran tapis adaptif, dan d(k)
sebagai sinyal yag diinginkan. Kesalahan sinyal e(k) dihitung dari d(k) y(k), dan digunakan
untuk memperoleh bentuk fungsi kinerja yang dibutuhkan oleh algoritma adaptasi, dalam
penentuan pembaharuan koefisien-koefisien tapis.
Hasil minimum dari kesalahan sinyal mengimplikasikan bahwa sinyal keluaran tapis adaptif
adalah sesuai atau sama dengan sinyal yang diinginkan.

Gambar konfigurasi tapis adaptif umum.

Spesifikasi lengkap dari suatu sistem adaptif diperlihatkan pada gambar diatas, dan mengandung
3 item yaitu:
a. Aplikasi.
Jenis aplikasi didefinisikan oleh pilihan sinyal yang diperoleh dari lingkungan menjadi sinyal
masukan dan sinyal keluaran yang diinginkan. Jumlah aplikasi yang berbeda di mana teknik
adaptif telah berhasil digunakan dan meningkat sangat selama dua dekade terakhir. Beberapa
contoh adalah gema, pemerataan saluran dispersif, identifikasi sistem, peningkatan sinyal,
beamforming adaptif, penekanan kebisingan, dan kontrol.
b. Struktur tapis adaptif.
Filter adaptif dapat diimplementasikan dalam sejumlah struktur atau realisasi yang berbeda.
Pemilihan struktur dapat mempengaruhi kompleksitas komputasi (jumlah operasi aritmatika
per iterasi) dari proses, dan juga jumlah yang diperlukan iterasi untuk mencapai tingkat
kinerja yang diinginkan. Pada dasarnya, ada dua kelas utama untuk realisasi filter digital
adaptif, dibedakan oleh bentuk respon impuls, yaitu durasi terbatas respon impulse (FIR)
filter dan durasi yang tak terbatas respon impuls (IIR) filter. Tapis FIR biasanya
diimplementasikan dengan struktur tak rekursif, sedangkan IIR filter memanfaatkan realisasi
rekursif.
1. Adaptive FIR filter realizations.
Struktur FIR filter adaptif yang paling banyak digunakan adalah filter transversal, juga disebut
tapped delay line, yang mengimplementasikan fungsi alih all-zero dengan realisasi bentuk
langsung kanonik tanpa umpan balik. Untuk realisasi ini, sinyal keluaran y(k) adalah kombinasi
linear dari koefisien filter, yang menghasilkan fungsi galat kuadrat rerata {mean-square error
(MSE = E [|e(k)|2])} dengan solusi optimal yang unik. Alternatif lain realisasi tapis FIR adaptif
juga digunakan untuk mendapatkan perbaikan dibandingkan dengan struktur transversal filter,
dalam hal kompleksitas komputasi, kecepatan konvergensi, dan sifat wordlength terbatas.
2. Adaptive IIR filter realizations.
Realisasi yang paling banyak digunakan dari tapis adaptif IIR adalah realisasi bentuk kanonik
langsung, karena pelaksanaan dan analisis sederhana. Namun, ada beberapa masalah yang melekat
terkait dengan filter adaptif rekursif yang tergantung struktur, seperti kebutuhan monitoring pole-
stability dan kecepatan lambat konvergensi. Untuk mengatasi masalah ini, realisasi yang berbeda
diusulkan untuk mencoba mengatasi keterbatasan struktur bentuk langsung. Di antaranya struktur
alternatif, kaskade, kisi-kisi (lattice), dan realisasi paralel dianggap karena fitur uniknya.
c. Algoritma.
Algoritma adalah prosedur yang digunakan mengatur koefisien-koefisien tapis adaptif untuk
meminimalkan kriteria yang ditentukan. Algoritma ditentukan dengan mendefinisikan
metode pencarian (atau algoritma minimisasi), fungsi tujuan, dan sifat sinyal kesalahan.
Pilihan algoritma menentukan beberapa aspek penting dari proses adaptif keseluruhan,
seperti adanya solusi sub-optimal, bias solusi optimal, dan kompleksitas komputasi.
3. Pendahuluan algoritma adaptif
Hal mendasar pada tapis adaptif adalah untuk mengatur parameter (k) yang keluarannya
mencoba meminimalkan fungsi tujuan termasuk sinyal referensi.
Biasanya fungsi tujuan F merupakan fungsi masukan, referensi dan sinyal keluaran tapis adaptif
yaitu F={ x(k), d(k), y(k) }, yang konsistensi definisi dari fungsi tujuan haruslah mempunyai
sifat-sifat:
a. Non negativity : F[x(k), d(k), y(k)] 0 , y(k), x(k) & d(k).
b. Optimality : F[x(k), d(k), y(k)] = 0.
Perlu difahami bahwa dalam proses adaptif, algoritma adaptif mencoba untuk meminimalkan
fungsi F, seperti y(k) mendekati d(k), dan konsekwensinya (k) konvergen ke 0 dengan 0
merupakan himpunan koefisien2 maksimum yang membawa fungsi tujuan menjadi mimimum.
Jalan lainnya untuk menginterpretasikan fungsi tujuan, adalah dengan mempertimbangkan
fungsi langsungnya yang menghasilkan sinyal kesalahan e(k), dan berada pada fungsi sinyal
x(k), y(k) dan d(k), yaitu F = F[e(k)] = F[e{x(k),y(k),d(k)}].
Menggunakan kerangka ini, kita dapat mempertimbangkan bahwa algoritma adaptif disusun dari
3 hal mendasar: definisi algoritma minimisasi, definisi bentuk fungsi objektif dan definisi sinyal
kesalahan.
1) Definisi algoritma minimisasi:
Pada praktisnya, setiap fungsi kontinyu mempunyai parameter model orde tinggi yang dapat
mendekati sekitar titik yang diberikan (k) dengan pemotongan deret Taylor sebagai berikut:
1
+ +g +
2

dengan H{F[(k)]} adalah matriks Hessian dari fungsi objektif, dan g{F[(k)]} adalah
vektor gradien. Tujuannya adalah untuk meminimalkan fungsi tujuan yang berhubungan ke
himpunan parameter dengan iterasi
(k+1) = (k) + (k)
dengan langkah atau bagian koreksi (k) berarti meminimalkan pendekatan kuadratik
fungsi tujuan F[(k)].
Metoda Newton membutuhkan turunan pertama dan kedua dari F[(k)] yang dimungkinkan
pada tiap titik, sebagaimana nilai fungsi. Jika H((k)) adalah matriks positif definite, maka
pendekatan kuadratik mempunyai jawaban unik, dan menghasilkan titik minimum. Jadi
jawabannya dapat diperoleh dengan mengtur gradien fungsi kuadratik yang berhubungan
dengan parameter2 bagian koreksi pada saat k+1 ke nol dengan:

g{F[(k)]} = - H{F[(k)]}(k)

Yang sering digunakan pada metoda optimisasi dalam pemrosesan sinyal adaptif adalah:
1. Metoda Newton:
Metoda ini berusaha meminimumkan pendekatan orde kedua dari fungsi tujuan
mengunakan formula pembaharuan iteratif untuk parameter vektor yang diberikan oleh:

(k+1) = (k) H-1{F[e(k)]}g{F[e(k)]}

dengan = suatu faktor yang mengontrol besar langkah algoritma, yaitu menentukan
seberapa cepat parameter vektor akan berubah.

2. Metoda Quasi-Newton:
Algoritma ini merupakan versi yang disederhanakan dari metoda diatas, juga yang
berusaha meminimalkan fungsi objektif menggunakan perhitungan estimasi secara
rekursif dari matriks invers Hessian, yaitu:

(k+1) = (k) S(k)g{F[e(k)]}

dengan S(k) = estimasi dari H-1{F[e(k)]}, seperti limk S(k) = H-1{F[e(k)]}.

3. Metoda Steepest-descent:
Tipe algoritma ini mencari titik minimum fungsi tujuan dalam arah kebalikannya vektor
gradien, sehingga persamaan pembaharuan (updating) diasumsikan dalam bentuk:

(k+1) = (k) g{F[e(k)]}

Dalam beberapa literatur, metoda ini juga disebut sebagai metoda gradien.
2) Definisi bentuk fungsi tujuan F[e(k)]:
Menggunakan algoritma komputasi yang kompleks sebagai kriteria, kita dapat menulis
bentuk-bentuk unyuk fungsi tujuan yang umum digunakan dalam penurunan sebuah
algoritma adaptif, yaitu:
a. Mean Square Error (MSE): F[e(k)] = E[|e(k)|2];
b. Least Squares (LS): F[e(k)] = | | ;
c. Weighted Least Squares (WLS): F[e(k)] = | | ;
dengan adalah konstanta yang nilainya lebih kecil dari 1.
d. Instantaneous Squared Value (ISV): F[e(k)] = |e(k)|2.

3) Definisi sinyal kesalahan:


Pilihan sinyal kesalahan sangat penting untuk definisi algoritma, karena dapat
mempengaruhi beberapa karakteristik algoritma keseluruhan termasuk kompleksitas
komputasi, kecepatan konvergensi, ketahanan, dan yang paling penting adalah untuk kasus
penapisan adaptif IIR, terjadinya bias dan beberapa solusi.

Algoritma minimalisasi, fungsi tujuan, dan sinyal kesalahan seperti yang disajikan, memberi kita
cara terstruktur dan sederhana untuk menafsirkan, menganalisis, dan belajar algoritma adaptif.
Bahkan, hampir semua algoritma adaptif dikenal dapat divisualisasikan dalam bentuk ini, atau
dalam variasi kecil dari kerangka ini. Menggunakan kerangka kerja ini, kami menyajikan
prinsip-prinsip adaptif algoritma. Ini dapat diamati bahwa algoritma minimisasi dan fungsi
tujuan mempengaruhi kecepatan konvergensi proses adaptif. Sebuah langkah penting dalam
definisi algoritma adaptif adalah pilihan dari sinyal kesalahan, karena tugas ini memiliki
pengaruh langsung dalam banyak aspek dari proses konvergensi secara keseluruhan.

4. Wiener Filter
Jawaban permasalahan penentuan tapis linear optimal diberikan pada gambar dibawah ini, oleh
Norbert Wiener dan lainnya. Jawaban tersebut direferensikan sebagai tapis Wiener.

Pernyataan untuk permasalahan tersebut sebagai berikut:


Penentuan himpunan koefisien2 wk yang meminimalkan rerata kuadrat galat dari keluaran
tapis yang dibandingkan dengan beberapa keluaran yang diinginkan, maka kesalahan dapat
ditulis sebagai:
!" & # % +1
Atau dalam bentuk vektor:
!" #'%
Galat kuadrat rerata (MSE) merupakan fungsi vektor tap bobot w yang dipilih dan ditulis
dengan:
J(w) = E{e(n).e*(n)}

Subtitusi dalam ekpresi untuk e(n) memberikan:

( # ! ){" . " " . + ' , ,' + " + ,' + +' ,}


( # ! -./{"} 0' , ,' 0 + ,' 1#

dengan p = E{u(n).d*(n)}, suatu vektor perkalian korelasi silang antara sinyal yang diinginkan
dengan setiap elemen dari vektor masukan.
Dalam hal meminimisasi J(w) yang berhubungan dengan vektor tap bobot w, haruslah mengatur
turunan J(w) kearah nol. Hal ini memberikan suatu persamaan yang memberikan jawaban untuk
w yiatu w0 suatu nilai optimum dari w. Mengatur turunan toal menuju nol memberikan:

-2p + 2Rw0 = 0
atau Rw0 = p

Jika matriks R adalah invertible (nonsingular), maka w0 dapat diperoleh dengan:

w0 = R-1p

Sehingga vektor tap bobot optimum bergntung pada autokorelasi proses masukan dan korelasi
silang antara proses masukan dan keluaran yang diinginkan.
Persamaan diatas ini disebut persamaan normal, sebab sebuah tapis diturunkan dari persamaan
yang menghasilkan kesalahan ortogonal (atau normal) untuk setiap elemen vektor masukan.
Yang dapat ditulis sebagai berikut:
E{u(n).e0*(n)} = 0
Jadi kita harus mengetahui untuk memperoleh jawaban tapis Wiener adalah sebagai berikut:
a. Matriks autokorelasi u(n) dengan (MxM) adalah vektor masukan.
b. Vektor korelasi silang antara u(n) dan d(n) sebagai respons yang diinginkan.

Hal ini jelas bahwa pengetahuan individual u(n) tidak akan cukup untuk menghitung statistik ini.
Salah satu harus mengambil ensemble rerata E{...}, untuk membentuk baik autocorrelasi dan
korelasi silang. Dalam prakteknya, model dikembangkan untuk proses masukan dan dari model
ini statistik orde kedua diturunkan.
Sebuah pertanyaan : Apa itu d(n)?, hal itu bergantung maslahnya. Sebuah contoh pengunaan
teori tapis Wiener adalah dalam penapisan prediktif linear. Dalam hal ini, sinyal yang dinginkn
d(n) merupakan nilai berikutnya dari u(n) sebagai masukan. Nilai u(n) selalu dimungkinkan
didalam satu cacahan setelah prediksi dibuat, dan hal ini memberikan pengujian ideal pada
kualitas prediksi.

Example 2.2
The input signal of a first-order adaptive filter is described by
x(k) = 1x1(k) + 2x2(k)
where x1(k) and x2(k) are first-order AR processes and mutually uncorrelated having both unit
variance. These signals are generated by applying distinct white noises to first-order filters
whose poles are placed at s1 and s2, respectively.
(a) Calculate the autocorrelation matrix of the input signal.
(b) If the desired signal consists of x2(k), calculate theWiener solution.
REFERENSI:
1. Adaptive Filtering_Algorithms & Practical Implementation-Paulo Sergio Diniz.
2. Adaptive Filter Theory 3ed-Simon Haykin.
3. Adaptive Filters_theory & applications-Farhang+Boroujeny.

Anda mungkin juga menyukai