Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunitas adalah kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibody


atau sel yang mempunyai tanggap kebal terhadap mikroorganisme dari
penyakit infeksi tertentu atau toksinya (Kadri, 2010). Begitu antibody tanggap
pada permukaan mikroorganisme yang menyerang serangkaian protein plasma
yang disebut complement akan teraktivasi. Protein complement ini mampu
menghancurkan penyerang tersebut (Ripani, 2010).

Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi


berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selulardan sistem
kekebalan humoraluntuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen
tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi
pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen
dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun
demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein komplemen,
sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem
kekebalan humoral

Di akhir abad ke 19, serum darah telah diketahui mengandung suatu


faktor atau cara yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri. Pada tahun
1896, Jules Bordet, ilmuwan muda Belgia dari Pasteur Institute, Paris,
mendemonstrasikan bahwa prinsip ini bisa dianalisis menggunakan dua
komponen: komponen panas-tetap dan komponen panas-labil. Panas-labil
menunjukkan bahwa komponen akan kehilangan kemampuannya jika serum
dipanaskan. Komponen panas-tetap ada untuk memberikan kekebalan
melawan mikroorganisme spesifik, sedangkan komponen panas-labil
bertanggung jawab terhadap aktivitas mikrobial non-spesifik yang dimiliki
serum. Komponen panas-labil ini adalah yang disebut komplemen.
Istilah komplemen diperkenalkan oleh Paul Ehrlich di akhir tahun
1980an, sebagai bagian dari teorinya mengenai sistem kekebalan. Menurut
teorinya, sistem kekebalan terdiri dari berbagai sel yang memiliki reseptor
spesifik pada permukaannya untuk mengenali antigen. Pasca imunisasi dengan
antigen, lebih banyak reseptor terbentuk, lalu reseptor itu mengalir dari sel ke
aliran sirkulasi darah. Reseptor ini, yang saat ini kita kenal dengan nama
antibodi, disebut oleh Ehrlich sebagai amboceptor untuk menekankan
fungsi ganda reseptor dalam melakukan pengikatan. Reseptor tesebut mampu
mengenali dan mengikat antigen spesifik, namun mereka juga mampu
mengenali dan mengikat komponen antimikrobial panas-labil dari serum.
Ehrlich lalu menamakan komponen panas-labil ini komplemen karena ini
adalah sesuatu dalam darah yang menjadi komplemen sel pada sistem
kekebalan.

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Definisi sistem komplemen

2. Pengaturan fungsi komplemen

3. Fungsi biologis protein-protein komplemen.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Komplemen

Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat


kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan
normal komplemen beredar di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif, yang
setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu
dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem
komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai
substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh,
sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian,
hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen
akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-
menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.

Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan


komponen protein yang terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat
dibagi menjadi protein fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai
jalur, dan protein pengatur yang menunjukkan fungsi pengendalian.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan
juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah.
Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar.
Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan
disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.

Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf


C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan
urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya komponen C3
mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik melalui jalur
klasik maupun jalur alternatif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar dibandingkan
dengan fraksi lainnya, hal ini menempatkan C3 pada kedudukan yang penting
dalam pengukuran kadar komplemen di dalam serum. Penurunan kadar C3 di
dalam serum dapat dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi
komplemen yang menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat dipakai
sebagai gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen.

B. Fungsi Komplemen

1. Mencerna sel, bakteri, dan virus.

2. Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat.

3. Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan,


memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul
imunoregulator.

4. Pembersihan imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari


sistem kekebalan dan menimbunnya di limpa dan hati.
Protein dan glikoprotein yang merupakan penyusun dari sistem
komplemen disintesis di hepatosit hati. Namun, sejumlah besar sistem
penyusun sistem komplemen juga diproduksi di jaringan makrofaga, monosit
dalam darah, dan sel epitel dari saluran kelamin dan pencernaan.

Sistem komplemen memiliki kemungkinan untuk memberi kerusakan


parah kepada jaringan milik sendiri, yang berarti bahwa aktivasi sistem
komplemen harus dilakukan dengan tepat. Sistem komplemen diatur oleh
protein kontrol komplemen, yang terdapat di dalam plasma darah dalam
konsentrasi yang lebih besar dari pada protein komplemen itu sendiri.
Beberapa protein kontrol komplemen berada di membran sel untuk mencegah
penyerangan oleh sistem komplemen.

Dipercaya bahwa sistem komplemen memiliki peran dalam


mengakibtkan berbagai penyakit seperti sindrom Barraquer-Simmons, lupus
erythematosus, glomerulonephritis, berbagai arthritis, penyakit jantung
autoimun, multiple sklerosis, penyakit bowel inflamatori, dan luka ischemia-
reperfusion. Sistem komplemen juga dapat berimplikasi pada penyakit sistem
syaraf seperti Alzheimer dan kondisi degeneratif syaraf lainnya.Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa virus HIV dapat memanipulasi sistem
komplemen untuk mengakibatkan kerusakan lebih lanjut.

Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim


yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran
pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik.
Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat terstimulasi derajat
keasaman pada lambung.

Protein hasil irisan zimogen berguna bagi:

1. Peningkatan respon antibodi dan memori imunologis.


2. Proses lisis.
3. Pembersihan kompleks imun dan sel apoptotik.
4. Proses kemotaksis
Mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu proses
degranulasi antibodi IgE. melalui lintasan yang disebut:

1. Lintasan klasik : C1qrs, C2, C3, C4, C1-INH, C4-BP.

2. Lintasan MBL : MBL, MASP, MASP2.

3. Lintasan alternatif : C3, Faktor B, Faktor D, Properdin, Faktor I, Faktor H,


Faktor DA, CR1.

4. Lintasan litik : C5, C6, C7, C8, C9, Protein.

C. Aktivasi Komplemen
Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur
klasik dan jalur alternatif. Aktivasi tersebut melalui suatu proses enzimatik
yang terjadi secara berantai, berarti produk yang timbul pada satu reaksi akan
merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Caranya ialah dengan
dilepaskannya sebagian atau mengubah bangunan kompleks protein tersebut
(pro enzim) yang tidak aktif menjadi bentuk aktif (enzim). Satu molekul
enzim yang aktif mampu mengakibatkan banyak molekul komplemen
berikutnya. Cara kerja semacam ini disebut the one hit theory.
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik
maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan
pencetusan, b) penguatan (amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan
terjadinya lisis serta penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini
seringkali juga disebut kompleks serangan membran).Aktivasi jalur klasik
dicetuskan dengan berikatannya C1 dan kompleks antigen-antibodi,
sedangkan aktivasi jalur alternatif dimulai dengan adanya ikatan antara C3b
dengan berbagai zat aktivator seperti dinding sel bakteri. Kedua jalur bertemu
dan memacu terbentuknya jalur serangan membran yang akan mengkibatkan
lisisinya dinding sel antigen.
1. Aktivasi komplemen jalur klasik

Seperti telah dibutkan diatas, aktivasi komplemen melalui jalur


klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.

a. Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase,
yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
b. Aktivitas C1inhibitor. Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor
(C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1
INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan
melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.

c. Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh


beberapa regulator.

C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1)


dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3
konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama dengan
membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat meningkatkan potensi
faktor I dalam merusak C4b.Decay accelerating faktor (DAF) dapat
berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.

2. Aktivasi komplemen jalur alternatif

Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi


tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4
dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM.

Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus


menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2
ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam
plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen
C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen
C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase).
Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga
tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat
diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya
dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan
dalam plasma.
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat
dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya
menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi
banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau
zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin,
zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan
aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur
klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen
melalui jalur alternatif.

Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel


pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran
tersebut, maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan
C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3
dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam
jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin
dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini
juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b
akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H dan faktor I.

Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah


lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan
berikatan pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan
dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya
oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b.
Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks
serangan membran).

D. Fungsi Biologik Protein Komplemen.


Fungsi sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam
dua golongan besar, 1) lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan
2) sifat biologik aktif fragmen yang terbentuk selama aktivasi.

a. Sitolisis Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang


berfungsi adalah C5-C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan
tubuh melawan mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui jalur
alternatif maupun jalur klasik.
b. Sifat biologik aktif
1.) Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan
iC3b mungkin merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap
infeksi bakteri dan jamur secara sistemik Fagositosis ini juga lebih
meningkat bilamana bakteri disamping berikatan dengan komplemen
juga berikatan dengan antibodi IgG atau IgM. Melekatnya antibodi
dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik yang terdapat pada
sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga memacu
untuk terjadinya fagositosis.
2.) Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat
memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia
yang dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos
vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast,
sel basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada
permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag, dan sel
endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada
otot polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk
mekanisme ini C5a adalah yang paling poten dan C4a adalah yang
paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan
C4a; oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang spesifik pada
permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit
tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau
jaringan yang rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah
melekat C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif dari sel
fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk
memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut
3.) Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas
mengakibatkan terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang
diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut
peradangan.
4.) Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam
sirkulasi, dan dapat meningkat secara dramatis bilamana terdapat
peningkatan antigen. Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat
membahayakan oleh karena dapat mengendap pada dinding
pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan
kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana
berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi
juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen
pada Fc immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat
ikatan antigen-antibodi yang sudah terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun yang
berlebihan ini, sistem komplemen dapat meningkatkan fungsi
fagosit. Fungsi ini terutama oleh reseptor yang terdapat pada
permukaan eritrosit. Kompleks imun yang beredar mengaktifkan
komplemen dan mengaktifkan fragmen C3b yang menempel pada
antigen. Kompleks tersebut akan berikatan dengan reseptor pada
permukaan eritrosit. Pada waktu sirkulasi eritrosit melewati hati
dan limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel Kupffer)
dapat membersihkan kompleks imun yang terdapat pada
permukaan sel eritrosit tersebut.

E. Regulasi
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu 1)
komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang
tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan
rusak, 2) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase
inhibitor, faktor I dan faktor H, 3) pada permukaan membran sel terdapat
protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang melekat.

a. Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas
C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
1.) Aktivitas C1inhibitor Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1
inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah
terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-
antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
2.) Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase
dihambat oleh beberapa regulator.

C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat


berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3
konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama dengan membrane
cofaktor protein (MCP) juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam
merusak C4b.Decay accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan
C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.

b. Regulasi jalur alternatif


Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa
protein dalam sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran.
Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan
C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga
berkompetisi dengan faktor B. Dengan adanya hambatan ini maka
pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat.
Faktor I, menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini
faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b
dan yang tertinggal melekat pada permukaan sel adalah inaktif C3b
(iC3b), yang tidak dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b
dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi C3d.

F. Penyakit Dalam Sistem Komplemen

Penyakit pada manusia yang berkaitan dengan sistem komplemen


dapat terjadi oleh karena dua keadaan. Pertama adalah adanya defisiensi dari
salah satu protein komplemen atau protein regulator. Kedua, suatu sistem
komplemen yang normal diaktifkan oleh stimulus yang tidak normal seperti
mikroorganisme yang persisten atau suatu reaksi autoimun.

1. Defisiensi protein regulator


Pada beberapa keadaan dapat terjadi defisiensi protein regulator, baik yang
larut maupun yang berikatan pada membran sel. Edema angioneurotik
herediter (HANE) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi C
l INH. Manifestasi klinis kelainan ini adalah edema pada muka,
ekstremitas, mukosa laring, dan saluran cerna yang akan menghilang
setelah 24 sampai 72 jam. Pada serangan berat disamping gangguan
saluran cerna juga dapat terjadi obstruksi saluran nafas. Mediator yang
berperan dalam kelainan ini adalah C3a, C4a, dan C5a yang bersifat
sebagai anafiltoksin. Di samping itu oleh karena fungsi C l INH juga
merupakan regulator kalikrein dan faktor XII, maka kemungkinan aktivasi
faktor ini juga memegang peran. Defisiensi regulator jalur alternatif yang
larut (faktor H dan I) sangat jarang terjadi. Akibat defisiensi ini C3 akan
diaktifkan terus menerus. Pasien dengan antibodi ini sering menderita
glomerulonefritis yang mungkin disebabkan oleh kurang adekwatnya
pembersihan kompleks imun dari sirkulasi dan mengendap pada membran
glomerulus ginjal.

2. Defisiensi genetik
Defisiensi genetik fragmen jalur klasik dan alternatif meliputi C1q, C1r,
C1s, C4, C2, C3, properdin, dan faktor D. Defisiensi fragmen awal dari
jalur klasik biasanya berhubungan dengan penyakit autoimun seperti
glomerulonefritis dan lupus eritematosus sistemik (LES). Yang terbanyak
dijumpai pada manusia adalah defisiensi C2. Lebih dari seperdua dari
pasien dengan defisiensi C2 dan C4 menderita LES. Pasien dengan
defisiensi C2 dan C4 tidak menunjukkan kenaikan frekuensi terkena
infeksi. Defisiensi C3 biasanya berhubungan dengan sering terjadinya
infeksi bakteri piogen yang fatal. Hal ini mungkin menunjukkan
pentingnya peran C3 pada opsonisasi, peningkatan fagositosis, dan
penghancuran mikroorganisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
kemungkinan fungsi utama dari jalur klasik adalah untuk eliminasi
kompleks imun dan jalur altematif untuk eliminasi bakteri.
3. Defisiensi komplemen
Defisiensi dalam sistem komplemen dapat terjadi pada jalur klasik,
altematif, kompleks serangan membran, atau pada protein regulator.
Defisiensi ini dapat terjadi sejak lahir, atau didapat setelah lahir oleh
karena terdapatnya mutasi gen.
4. Defisiensi fragmen kompleks serangan membran
Defisiensi fragmen kompleks serangan membran yang mencakup C5, C6,
C7, C8 dan C9 menyebabkan tidak terdapatnya kemampuan untuk melisis
organisme asing. Tetapi kenyataan yang menarik pada pasien dengan
defisiensi kompleks serangan membran, hanya mendapat infeksi sistemik
yang berat dengan bakteri neiseria intraselular termasuk N. meningitidis
dali N. gonorrhoeae. Tetapi oleh karena jumlah sampel pasiennya hanya
sedikit, belum dapat disimpulkan bahwa kompleks serangan membran
terutarna penting untuk pertahanan terhadap organisme tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat
kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda.Unsur pokok
sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein yang
terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein
fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai jalur, dan protein
pengatur yang menunjukkan fungsi pengendalian.

DAFTAR PUSTAKA

Frank MM. Complement and kinin. In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical
immunology; 7th edition . NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.

Brown EJ, Joiner KA, Frank MM. Complement. In fundamental


immunology. 3rd edition. New York: Raven Press, l985; 645-68.

Anda mungkin juga menyukai