Terkendala mahalnya alat uji serupa dari luar negeri, maka dibuatlah alat uji
formalin yang lebih praktis dan ekonomis
Formalin, kendati penggunaan dalam makanan sebenarnya telah
dilarang oleh pemerintah, tetapi masih saja ada produsen nakal
yang menggunakannya sebagai pengawet makanan termasuk
produk perikanan. Kasus ini pun belakangan mencuat kembali
terkait dengan laporan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) tentang keberadaan formalin dalam beberapa produk
makanan dan kosmetik asal China.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melaporkan, tingkat
penggunaannya pada produk perikanan masih tinggi (lihat grafik).
Penggunaan formalin ini bahkan telah mengalami pergeseran.
Yaitu dari produk segar ke produk olahan, terutama bagi produk yang mempunyai
nilai jual tinggi seperti jambal, ikan asin berdaging tebal dan produk cumi asin.
Penggunaan formalin dalam produk olahan ini dimaksudkan agar produk dapat dijual
dalam keadaan setengah kering tanpa ada pembusukan. Dengan cara ini, pengolah
akan tetap untung dan terhindar dari risiko berkurangnya susut bobot karena
pengeringan.
Tak Terdeteksi
Dari kondisi terakhir, maka DKP cq. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan telah membuat inovasi berupa alat uji (test kit)
residu formalin secara kualitatif yang dikenal sebagai antilin. Adalah Endang.
Endang Sri Heruwati, motor utama dalam riset test kit tersebut mengungkapkan,
ikan atau makanan lain yang mengandung formalin tak dapat dideteksi secara fisik. ?
Formalin pada ikan atau makanan tak bisa dideteksi,? ujar Endang saat ditemui di
kantornya. Formalin, imbuhnya, tidak menyebabkan perubahan rupa, bau, warna
ataupun rasa. Karena itu dibutuhkan alat penguji.
Pengujian formalin bisa secara kuantitatif maupun kualitatif. Untuk uji kuantitatif
hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan peralatan khusus. Sementara uji
kualitatif bisa dilakukan di lapangan dengan metode sederhana. Uji secara kualitatif
inilah yang kini tengah diusahakan Endang dan kawan-kawan.
Meski demikian, Endang mengaku pihaknya bukan yang pertama menemukan alat uji
formalin. Test kit tersebut sebenarnya telah ada di pasaran, tetapi karena produk
impor harganya mahal. Berkisar Rp 1,2 juta sampai Rp 1,3 juta untuk 100 sampel.
Endang menyebutkan, mahalnya produk tersebut karena tujuannya untuk riset,
bukan untuk aplikasi di lapangan. Nilai lebih test kit ini, antaralain tingkat
kepekaannya tinggi, yaitu mencapai 0,1 ppm. Selain itu karena berupa serbuk maka
daya simpannya bisa bertahun-tahun.
Cara penggunaannya, sampel yang akan diuji dihancurkan, kemudian ditambah dengan
air hangat dan diaduk sampai rata (homogen). Kemudian ditambahkan dua macam
serbuk dari test kit ini dan dikocok. Keberadaan formalin bisa dilihat dari
perubahan warna yang muncul. ?Produk dari luar negeri itu sebenarnya bagus, cuma
kita tidak mampu kalau harus membeli semahal itu, apalagi nelayan,? kata Endang.
Antilin Buatan dalam Negeri
Berangkat dari realitas tersebut, Endang dan kawan-kawan membuat produk sejenis
dengan harga lebih terjangkau. Test kit ini terdiri atas larutan asam mineral dan
larutan campuran pewarna antara pewarna parosanilin dengan sulfit yang dilengkapi
dengan dua tabung reaksi dan satu spuit untuk mengambil larutan sampel.
Cara pemakaiannya hampir sama, sampel dihancurkan, ditambah air hangat dan
diaduk sampai homogen. Larutan sampel kemudian dimasukkan dalam dua tabung
reaksi. Ke dalam satu tabung ditambahkan asam mineral, kemudian ditambah lagi
campuran pewarna dengan sulfit. Sedangkan satu tabung sampel lain tidak ditambah
apapun, sebagai kontrol.
Antilin buatan dalam negeri ini harganya Rp 180 ribu untuk 50 sampel.
Spesifikasinya berupa larutan dengan tingkat kepekaan lebih rendah, yaitu 2 ppm,
serta daya tahannya mencapai 3 bulan pada suhu 0 sampai 50C (di dalam kulkas).
P
E
T
E
P
E
B
E
L
T
E
T
L
T
E
E
T
T
Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visibel
II.
DASAR
TE
R
I
S
pektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yangmemakai sumber
radiaslektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Radiasi UV jauh (100-190nm) tidak dipakai, sebab pada daerah
radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara.Adakalanya spektrofotometer UV-Vis yang beredar
memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm. Hal ini perlu diperhatikan
sebab di atas panjanggelombang 780 nm merupakan daerah radiasi infra merah. Karenanya,
pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus menggunakan detektor dengan kualitas
sensitif terhadap radiasi inframerah (Mulja dan
S
uharman, 1995).
S
pektrofotometri UV-VI
S
termasuk salah satu metode analisis instrumental yangfrekuensi penggunaannya paling banyak
dalam laboratorium analisis.
S
pektrofotometriUV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis,sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibandingkan kualitatif ( Widjaja dkk, 2008).Radiasi ultraviolet dan sinar tampak
diabsorbsi oleh molekul organik aromatik,molekul yang mengandung elektron (phi) terkonyugasi dan
atau atom yangmengandung elekron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkatenergi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi tinggi, Besarnya serapan radiasitersebut
sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehinggadapat digunakan untuk
analisis kuantitatif (
S
atiadarma, 2004)Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari HukumLambertBeer, yaitu:
A=l
T
=l
It
/
Io
=
.
b
.
C
Dimana :A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur T = TransmitansiI0 = Intensitas sinar masuk
It = Intensitas sinar yang diteruskan = Koefisien ekstingsi b = Tebal kuvet yang digunakanC =
Konsentrasi dari sampel (Gandjar dan Rohman, 2010).
S
pektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV danVisible.
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dansumber cahaya visible.
Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakanhanya satu sumber sinar sebagai
sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapidengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersediadan paling populer digunakan. Kemudahan
metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tak berwarna
(Riyadi, 2009).Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometriUV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan
dianalisisdengan spektrofotometri visible karena senyawa tersebut harus diubah terlebih
dahulumenjadi senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2010). Beberapa tahapan
yangharus diperhatikan meliputi:1.
Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-VisHal ini diperlukan bila senyawa yang dianalisis
tidak menyerap pada daerahtersebut.
S
enyawa harus diubah atau direaksikan dengan pereaksi tertentu dengansyarat reaksinya selektif
dan sensitive, reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel,serta hasil reaksi stabil dalam jangka
waktu yang lama. Keselektifan dapat dinaikkandengan mengatur pH, pemakaian
masking agent
, atau penggunaan teknik ekstraksi(Gandjar dan Rohman, 2010).2.
Waktu operasionalCara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukanwarna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil
(Gandjar dan Rohman, 2010).3.
Pemilihan panjang gelombangPanjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjanggelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Alasan digunakannya
panjanggelombang maksimal adalah pada panjang gelombang ini kepekaannya maksimal, bentuk
kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akanterpenuhi, serta juka
dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan
mi
basah
yang
mengandung
formalin:
* Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15
hari
pada
suhu
Bau
lemari
es
agak
(10
menyengat,
derajat
bau
Celsius)
formalin
tahu
yang
mengandung
formalin:
* dak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15
hari
pada
suhu
Tahu
lemari
terlampau
es
(10
keras,
derajat
namun
tidak
Celsius)
padat
Tidak
baso
rusak
sampai
yang
lima
hari
mengandung
pada
suhu
kamar
(25
formalin:
derajat
Celsius)
Tidak
ikan
rusak
sampai
segar
tiga
yang
hari
pada
mengandung
suhu
kamar
(25
formalin:
derajat
Celsius)
* Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna daging ikan
putih
bersih
ikan
asin
yang
mengandung
formalin:
* Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25 derajat Celsius)
*
* Tidak berbau khas ikan asin
Bersih
cerah
Menurut Syamsiah (2003 : 45) bagian rimpang lengkuas mengandung atsiri 1%, kamfer, sineol
minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen kaemferida, galangan, galangol, kristal kuning
dan asam metil sinamat. Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin,
alpinen, kamfer, dan methyl-cinnamate. Zat-Zat kimia seperti fenol dalam minyak atsiri dalam
rimpang lengkuas (Lenguas galanga l.) efektif digunakan sebagai pengganti formalin. Selain itu,
tanaman tersebut mudah dibudidayakan dan untuk mendapatkannya tidak dibutuhkan biaya
yang mahal. Maka dari itu, penulis merancang penelitian yang berjudul "Pemanfaatan Lengkuas
(Lenguas galanga l.) sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin"
apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan,
tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut.
Pertolongan
pertama
bila
terjadi
keracunan
akut
Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban. Sebelum ke
rumah sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan rangsangan agar
korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada saluran cerna atas. Di
rumah sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas lambung (gastric lavage), memberikan
arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan mengganggu penglihatan pada saat
endoskopi). Endoskopi adalah tindakan untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan
saluran cerna. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan
hemodyalisis (cuci darah). Tindakan ini diperlukan bila korban menunjukkan tanda-tanda
asidosis metabolik berat.
makanan tersebut menggunakan formalin. Lalu bagaimana jika kita tidak sempat
menguji? Sementara di depan kita ada makanan yang meragukan? Berikut
beberapa ciri makanan yang memiliki kandungan formalin.
Ikan
* Berwarna putih bersih dan dagingnya kenyal
* Insang tidak berwarna merah segar melainkan merah tua
* Pada suhu 25 bisa tahan hingga beberapa hari. Sebagai uji sederhana, coba
suguhkan ikan yang baru saja Anda beli pada kucing. Bila kucing tidak mau
memakan bahkan pergi, itu pertanda ikan yang Anda beli mengandung formalin
atau bahan-bahan kimia lainnya
* Tidak ada bau amis khas ikan, melainkan bau menyengat khas formalin
Ayam potong
* Berwarna putih bersih
* Pada suhu kamar bisa awet hingga beberapa hari
Tahu
* Memiliki bentuk yang sangat bagus dan kenyal
* Tekstur sangat halus, tak mudah hancur
* Pada suhu 25 bisa tahan sampai 3 hari, di dalam pendingin tahan hingga 2
minggu.
* Bau cukup menyengat serta aroma khas kedelai sudah tidak begitu terasa lagi
Mie basah
* Baunya sedikit menyengat
* Pada suhu 25 (suhu kamar) bisa tahan hingga 2 hari, sedangkan bila
disimpan di dalam pendingan (suhu 10) bisa awet hingga lebih dari 15 hari
* Mie nampak mengkilap seperti dilumuri minyak, tidak lengket dan sangat
kenyal (tak mudah putus)
Sebenarnya ada beberapa jenis makanan lagi yang biasa ditambah formalin. Namun
ciri-ciri di atas insya Allah cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam menguji
apakah makanan itu mengandung formalin atau tidak.
Sumber: lamalifherbal.com
pengawet untuh bahan-bahan pangan dan yang non pangan. Formalin merupakan salah
satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan
makanan.
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin
yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun
walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia,
beberapa
undang-undang
yang
melarang
penggunaan
formalin
sebagai
Perlindungan
Konsumen.
Hal
ini
disebabkan
oleh
bahaya
residu
yang
bisa
dihasilkan
dari
pembakaran
bahan
yang
mengandung
karbon.
Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam
atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap
metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin'
atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol
untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan
kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida
merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa
aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis
basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan
metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier
polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat
gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi
oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup
serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang
paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta
vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi
metanol dan oksigen terjadi pada 250 C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan
persamaan kimia
2 CH3OH + O2 2 H2CO + 2 H2O.
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih tinggi,
kira-kira 650 C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan
formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi
CH3OH H2CO + H2.
Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering
ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang lebih kecil, formalin
bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial tidak menguntungkan.
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih;
lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam
vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit,
misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem
untuk mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan ruparupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida
menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya
yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai
insulasi.
Lebih
dari
50%
produksi
formaldehida
dihabiskan
untuk
produksi
resin
formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol
polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak.
Turunan formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting
dalam cat dan busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin
fenol-formaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan
senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida serta bahan baku pabrik-pabrik resin
plastik dan bahan peledak (Reuss 2005).
2.2.1 Nilai Ambang Batas Penggunaan Formalin.
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang
beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.
Formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan ikan misalnya, formalin
dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan
(dehydrating) isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih
kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena
sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.
Sebenarnya batas toleransi Formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat
diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air
minum, menurut
International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu
hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke
tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.
Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh
melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis,
dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended
Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat
badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa
mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus.
Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/USEPA untuk batas
toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan
produk shampo menurut peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic
Directive)
dan
ASEAN
(ASEAN
Cosmetic
Directive)
memperbolehkan
penggunaan
formaldehida di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun
masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang
diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan
paraformaldehid) (Fahruddin 2007)
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia,
beberapa
undang-undang
yang
melarang
penggunaan
formalin
sebagai
Apabila gas SO3 pekat ditambah kepada asam sulfat, ia membentuk H2S2O7. Ini dikenali
sebagai asam sulfat fuming atau oleum atau, jarang-jarang sekali, asam Nordhausen. Di
atmosfer, zat ini termasuk salah satu bahan kimia yang menyebabkan hujan asam. Asam
sulfat dipercayai pertama kali ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9 (Wells 1984).
2.5.1 Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan,
dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus.
Berbeda dengan sosis, bakso dibuat tanpa mengalami proses kuring, pembungkusan
maupun pengasapan (Ristek 2007).
Bakso adalah makanan berupa bola daging. Dibeberapa tempat seperti di Jakarta,
bakso kerap ditulis baso. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi dan tepung,
tetapi ada juga baso yang terbuat dari daging ayam atau ikan. Dalam penyajiannya bakso
biasa dicampur dengan kuah bening dan mi. Dalam proses pembuatanya biasa dicampurkan
boraks atau bleng untuk membuat tepung menjadi lebih kenyal mirip daging, hal ini
membuat bakso pernah dianggap makanan yang kurang aman oleh BPOM. Bakso sangat
populer di Indonesia, tempat yang terkenal menjadi sentra Bakso adalah Solo dan Malang
yang disebut Bakso Kota Malang malahan di kota Malang terdapat kuliner Bakso Bakar.
Dipercaya bakso awalnya berasal dari Republik Rakyat Cina. Syarat mutu bakso ikan
menurut SNI 01 -3819-1995 dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Syarat mutu bakso ikan
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
Air
Abu
Protein
Lemak
Bahan
Satuan
%
%
%
%
tambahan -
b/b
b/b
b/b
b /b
Persyaratan
makanan
Campuran logam
Timbal
Tembaga
mg/ kg
mg kg
Maks 2,0
Maks 2,0
Seng
Timah
Raksa
Cemaran arsen
Cemaran mikroba
mg/
mg/
mg/
mg/
kg
kg
kg
kg
Koloni/ g
APH / g
Salmonella
Staphylococcus aureus
Koloni/ g
Vibrio cholerae
Maks
Maks
Maks
Maks
100
40
0,5
1,0
negatif
Gambar 1. Cumi-cumi
sumber : (Wood 1995)
Klasifikasi
Kingdom : Aniamalia
Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Upkelas : Coleoida
Superordo : Decapodiformes
Ordo : Teuthida
Subordo : Plesioteuthididae
Myopsina
Oegopsina (Wood 1995)
Cephalopoda tidak mempunyai kaki yang lebar dan datar seperti halnya moluska lainnya.
Pada Loligo sekat-sekatnya lenyap dan cangkangnya teridir atas sisa pro ostracum yang
ringan dan transparan terdiri dari zat tanduk yang diseut pen (Suwignyo et al. 2005)
2.7 Kerang darah (Anadara granosa)
Kerang darah (Anadara granosa Linne 1758) hidup di laut. Warnanya putih dengan
garis-garis (rusuk) kasar radial yang bergerigi di bagian puncaknya. Daging di bagian dalam
mempunyai warna merah sehingga dikatakan kerang darah. Adapun klasifikasi kerang darah
adalah sebagai berikut :
Kingdom
Phylum
Class
:Animalia
:Mollusca
:Bivalvia
Subclass
:Pteriomorpha
Order
:Arcoida
Family
:Arcidae
Genus :Anadara
Spesies :Anadara granosa (Gray 1847 dalam ITIS 2003)
Anadara granosa adalah spesies dari tiram perahu yang dikenal dengan kerang
darah. Kerang ini pertama kali ditemukan disepanjang daerah Indo-Pasifik, Afrika timur,
Australia, Austria dan Jepang. Kerang ini tinggal di daerah yang sebagian besar intertidal
(sekitas dua meter kedalaman air), biasnya menengelamkan dirinya di pasir atau lumpur.
Ukuran dewasa kira-kira 5-6 cm dan lebar 4 5 cm. Kerang darah ini mempunya nilai
ekonomis yang tinggi sebagai makanan, dan selama ini terus dibudidayakan. Kerang ini
paling baik jika dihidangkan dalam keadaan direbus atau dipanggang. Kerang ini
bercangkang ganda banyak ditemukan di wilayah dasar perairan. Pigmen merah di Anadara
adalah berasal dari hemoglobin, biasanya dihubungkan dengan penyakit hepatitis, kolera,
dan dysenteri. Dimana kerang-kerangan meracuni setelah dikonsumsi, karena sifatnya yang
filder, sehingga mampu menyerap segala kotoran dan zat-zat berbaya yang tertinggal di
dasar perairan.. kerang darah selain memakan hewan-hewan kecil juga sering ditemukan
daging kepiting-kepiting kecil didalam cangkangnya (Pathansali 1966). Bentuk morfologi
kerang darah dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
0.96 g
Total Protein
12.7 g
Omega-3
0.14 g
Kolesterol
34 mg
Sodium
56 mg
2.8 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitans atau absorbans
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelomnang. Spektrofotometer dikelompokkan secara
manual yang terdiri dari berkas tunggal dan berkas rangkap. Berkas tunggal biasanya
dijalankan secara manual, dan berkas rangkap umumnya menciirikan perekaman automatik
terhadap spektra absorpsi. Pengelompokan spektrofotometr juga didsarkan pada daerah
spektral yang terdiri dari spektrofotometer inframerah, ultraviolet dan sebagainya (Day
2002). Berikut gambaran umum kinerja spektrofotometer dengan bantuan analisis
komputer, dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Sistem kerja spektrofotometer dengan bantuan analisis komputer
Sumber : Instrumet, University of Oslo (2000)
Komponen penting dari suatu spektrofotometer antara lain adalah sumber, monokromator,
sampel, detektor, penguat dan pembaca. Sumber enegi radiasi yang sering dipakai untuk
daerah tampak maupun daerah ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebauah
lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram. Monokromator adalah piranti opis
untuk mengisolasi suatu berkas radiasi dari sumber berkesinambungan. Kebanyakan
spektrofotometer menggunakan sel sebagai wadah untuk menaruh cairan ke dalam berkas
cahaya spektrofotometer. Untuk detektor diharuskan mempunyai kepekaan yang tinggi
dalam daerah spektral yang diminati, respon linear terhadap daya radiasi, waktu respon
yang cepat, dapat digandakan dan kestabilannya tinggi (Day 2002).
3. METODE
3.1 Waku dan tempat
Praktikum Identifikasi Formalin Pada Produk Perikanan ini dilaksanakan pada hari Jumat
pukul 13.00-16.00 WIB, di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah formaldehida 37%, Aquades,
Asam kromatofat (K10H8O8S2), kerang darah (Anadara granosa), Cumi-cumi (Loligo sp.), dan
bakso ikan. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain kertas saring, tabung reaksi,
erlenmeyer, penangas, alumunium foil, dan spektrofotometer.
3.3 Metode kerja
Pada praktikum kali ini dilakukan dua kali proses pembuatan larutan, yaitu proses
pembuatan larutan standar dan larutan uji. Sebelum memulai, terlebih dahuli dibuat larutan
standar sebagai standar atau acuan perhitungan formalin pada sampel. Pertama-tama
formalin atau formaldehida 37 % diambil sebanyak 0,0270 ml, kemudian ditambahkan
dengan aquades sebanyak 500 ml atau 20 ppm, untuk selanjutnya dibuat delapan
konsentrasi
yaitu
(0;0,05;0;0,1;0,5;0,75;1;1,5;2)
ppm.
Kemudian
ditambahkan
asam
kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsenrasi di dalam tabung reaksi. Setelah itu
dipanaskan selama 30 menit, dan setelah itu terbentuklah larutan standar.
Proses
pembuatan
larutan
uji
dimulai
dengan
sampel
sebanyak
20
gram
Pada praktikum pengujian atau identifikasi formalin pada produk perikanan ini dibagi
menjadi dua shift waktu yang berbeda. Berikut hasil data konsentrasi dan absorbansi dari
tiap larutan standar dan sampel.
Shift 1
Tabel 1. Data hasil nilai absorbansi kelompok larutan standar
Konsentrasi
(ppm)
0
Absorbansi
0
0.05
0.01
0.1
0.02
0.3
0.03
0.5
0.21
0.75
0.27
0.45
1.5
0.6
Kerang 2
1.2
2.8756
Cumi 1
0.38
0.9507
Cumi 2
0.33
0.8333
Bakso 1
0.68
1.6459
Bakso 2
0.75
1.8192
Shift 2
Tabel 3 Hasil Pengukuran pengukuran absorbsi standar
Konsenrasi
0.5
Absorbsi
0.0950
1.0
0.2800
1.5
0.4800
1.75
0.5200
1.0065
0.2400
0.8929
Kerang 1
0.4800
1.5744
Kerang 2
0.4600
1.5176
Bakso 1
0.6600
2.0855
Bakso 2
0.5400
1.7447
Dari semua sampel yang diujikan semua rata-rata mengandung formalin, terlihat
jelas pada hasil penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah ungu yang
menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum telah diperoleh hasil pada shift pertama dimana nilai absorbansi
meningkat seiring dengan peningkatan nilai konsentrasi (ppm), dapat dilihat dimana pada
konsentrasi 0,05 ppm diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,01 dan pada konsentrasi 1,5 ppm
diperoleh absorbansi 0,6. Sedangkan pada pengujian absorbansi konsentrasi sampel, nilai
absorbansi pun berbanding lurus dengan nilai konsentrasi formalin pada sampel. Terlihat
dari ketiga jenis sampel yang diujikan yaitu kerang, cumi-cumi dan bakso, sampel kerang
mengandung konsentrasi formalin tertinggi yaitu sebesar 2,8756 ppm dan 2,6408 ppm. Hal
ini dapat disebabkan fisiologi dari kerang darah itu sendiri, sebagaimana diketahui sebagian
besar kerang hidup sebagai feeder, sehingga dimungkinkan ketika diberikan perlakuan
penambahan formalin maka konsentrasi dan kuantitas formalin yang terserap ke dalam
kerang cukup banyak. Berbeda halnya dengan bakso yang telah melalui berbagai proses
pengolahan sehingga nilai konsentrasi formalinnya paling sedikit yaitu 0,9507 ppm dan
0,833 pmm. Adapun cumi-cumi memiliki konsentrasi formalin sebesar 1,6549 ppm dan
1,8192 ppm, cumi-cumi juga tidak begitu banyak mengandung formalin, hal ini dapat
disebabkan oleh bentuk morfologi cumi-cumi yang berlapiskan mantel tebal. Mantel ini
terdiri dari dua macam serabut otot, radial dan melingkar (Suwignyo et al 2005).
Hasil konsentrasi yang diperoleh pada shift kedua menunjukkan hal yang sama
dimana nilai konsentrasi (ppm) larutan standar berbanding lurus dengan nilai absrobansi
yang diperoleh. Pada ketiga sampel yang diujikan terlihat nilai konsentrasi cumi-cumi
kembali memperlihatkan konsenrasi yang terendah, hal ini disebabkan morfologi tubuhnya
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya
terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi
menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek
dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh,
formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu
ekspresi genetik yang normal.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Formalin merupakan salah satu bahan pengawet yang berbahay jika digunakan untuk bahan
pangan. Setelah melakukan praktikum identifikasi formalin pada produk perikanan praktikan
telah dapat mengetahui kandungan nilai absorbansi dan konsentrasi (ppm) yang terkandung
dalam bahan pangan tersebut serta adpat mengetahui cara pengujiannya. Nilai absroban
selalu berbansing lurus dengan nilai konsentrasi, sedangkan pada hasil yang diperoleh
konsentrasi formalin terbesar ditemukan pada kerang darah dan konsentrasi terndah
ditemukan pada cumi-cumi.
5.2 Saran
Pada proses penentuan awal dan pemilihan bahan yang akan diujikan sebaiknya diberitakan
informasinya secara jelas, sehingga asal bahan dan kemungkinan informasi yang berguna
bagi pembaca, dan tidak menimbulkan salah persepsi mengenai jenis sampel yang diujikan,
tidak semua sampel sejenis mengandung formalin. Selain itu perlu dilakukan juga
pemberian
formalin
oleh
praktikan
sendiri,
sebelum
kita
mengamati
residu
yang
ditinggalkan sehingga kita dapat mengetahui bahan pangan mana yang banyak atau tidak
menyerap formalin secara menyeluruh.
Daftar Pustaka
Day R.A and A.L. Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Instrument.
2000.
University
of
Oslo.
http://
www.kjemi
.uio.no
Polymerkjemi/
Fahrudin.
2007.
Formalin
dan
Bahayanya
bagi
Kesehatan.
http://www.tribun-
buah.
Jurusan
Teknologi
Pangan
dan
Gizi,
Institut
Pertanian
Bogor.
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Bakso%20daging.pdf.
[29 Oktober 2008].
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmanns Encyclopedia of
Industrial
Chemistry
Wiley-VCH.
http://en.wikipedia.org/wiki/Formaldehyde.
[29
Oktober 2008].
SNI 1 -3819-1995. Ikan dan produk ikan . Badan Standarisasi Nasional.
http: /
A.
F.
1984.
Structural
Inorganic
Chemistry,
5th
ed.
Sulfate
acid.
http://www.thecephalopodpage.org/. [29
4 komentar:
Anonymous said...
Tulisan ini baik dan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengujian formalin.
Ada satu pertanyaan saya adalah:
Berapa konsentrasi larutan asam kromatofat yang digunakan? Apakah digunakan asam
kromatofat p.a atau bila ada tahapan membuat larutan uji ini boleh saya tahu caranya?
Ralat: 1000 ppm = 1000 mg/kg, bila bobot jenis sampel = 1 kg/liter, maka 1000 ppm =
1000 mg/l, bukan 1 mg/l.
Terima kasih
Sebenarnya batas toleransi Formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat
diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum, menurut International
Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan
yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk
makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa,
kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara
1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada
pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk
formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50
kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10
miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State Environmental
Protection Agency/USEPA untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm.
Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negaranegara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive)
memperbolehkan penggunaan formaldehida di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk
produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia
(Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III
"Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan" no 38 :
Formaldehid dan paraformaldehid) (Fahruddin 2007)
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet
makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Paisal 2007).
Kegunaan lain :
Pengawet mayat
Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
Pencegah korosi untuk sumur minyak
Dalam konsentrat yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet.
Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan
mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama
protein ikan
Bahan kimia tambahan sampai saat ini masih banyak digunakan untuk
mengawetkan produk pangan meskipun beberapa diantaranya sudah dilarang.
Salah satunya adalah formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu, bakso,
mie basah, dan juga pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar
ikan tersebut tidak cepat busuk.
( IPCS ) mengatakan batas aman formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.
Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.
Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang,
bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000). Pemakaian
formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58
sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari
Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan
pengawet (Raihan, 2006).
Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan
pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara
kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan
dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor
dari Lembaga Penelitian Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji
organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada
makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,
makanan
mengandung
formalin
tidak
dikerubuti
lalat
karena
formalin
Tata niaga
bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali
supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus
menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan,
misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko
dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa
formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan
yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya
lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga
secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk
mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam
kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan.
Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen
peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan
campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan
warna
merah
keunguan
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
bahan
tersebut
hidronium: H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-. Asam sulfat dipercayai pertama kali
ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9
(Wells, 1984).
Kit Test
Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/
pendeteksian
awal,
dengan
pembacaan
secara
visual,
yaitu
dengan
membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan
pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil
yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya
dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya
dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan metode persiapan sampel
(sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini
berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran
pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama
sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya
formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi
minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada
larutan penguji (Anonimus, 2009).
Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan
pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu
diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat
mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena
beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang
sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Adapun kondisi lingkungan
tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana
prasarana (Pandit et al, 2006).
Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu
kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi
dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini
disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella,
Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang
sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish
poisoning)
karena
ikan
jenis
ini
mengandung
asam
amino
histidin
yang
Sumber Formalin
Formaldehid
(CH2O)
bisa
dihasilkan
dari
pembakaran
bahan
yang
mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya
kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan. Konsentrasi formalin di
daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya
lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan
tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam
di
dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk
memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga
seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat
formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi,
tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan
perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan
sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali
ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai
hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat yang tidak
berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya
dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari
formaldehid. Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan
reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya
secara kimia. Pada tahun 1886, Loews mengembangkan metode praktis katalisasi
tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888
dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut
dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala
terbatas sebelum berkembang resin phenolic.
Kegunaan Formalin
Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak
mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.
Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan kerugian.
sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai
jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan
tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan
biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).
Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak,
misalnya
terminum,
bisa
menyebabkan
kematian.
Dalam
tubuh
manusia,
Karakteristik Formalin
Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat
iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk
kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri
pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi
dan preparat patologi. Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat
tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil,
selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara
seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu
selaput dalam dinding sel.
maka jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging
ikan.
Selanjutnya,
formalin
akan
mengeluarkan
isi
sel
daging
ikan,
dan
Formalin
memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku92, titik didih : 2140F (1100C),
pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan
adalah alkohol dan aseton
ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu
jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung
atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan
dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga
formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.
berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh
rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus,
2008b).
penglihatan
kabur
dan
mengeluarkan
air
mata.
Bahkan
dalam
konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare,
yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang
disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan
flu (CPSC, 1997).
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang
diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.
Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat
pekat ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk
steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah
semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam
kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).
5 ml larutan asam
kromatofat 0,5 % dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam
tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika
mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).
20 gr sampel dan
Analisis Data
Akuades10 ml
Data
yang
diperoleh
dianalisis secara
deskriptif.
+25 ml H2SO4 Pekat 60%
Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit
test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda
Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam
dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi
formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh
Hasil Pengujian
Asam
Jumlah
No
Tabung
Kit Test
Kromatofat
Ppm
Negat
if
Blanko (air)
Sampel
Positif
-
Negati
f
-
Positif
-
Sampel +
Formalin
10
Sampel +
Formalin
et al,
terminum,
bisa
menyebabkan
kematian.
Dalam
tubuh
manusia,
No
Metode Deteksi
Indikator yang di
ukur
Asam kromatofat
Biaya yang di
butuhkan
Kepraktisan
3
Perubahan warna
4
Sensitivitas
5
10 menit
Praktis
Sangat Praktis
Praktis
Merah keunguan
Sesuai indikator
warna (Ungu)
Hijau emerald
Biru
5 ppm
0,03 ppm
Mudah
Mudah
Tidak
Ya
Tidak
Ya
5 ppm
Mudah
Ya
10 menit
Fenilhidrazine*)
Rp. 1.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 1.300.000,untuk 1.000 sampel untuk 100 sampel untuk 100 sampel
Mudah/ sukar
6 mendapatkan
reagen
Memerlukana SDM
sebagai penguji
Kit test
Ya
*)opung et al , 2009
merah
keunguan.
Reaksinya
dapat
dipercepat
dengan
cara
menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis.
Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu
bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat
karsinogen atau dapat menyebabkan kanker
menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia
terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut
formalin pada hewan percobaan menyebabkan perlemakan hati dan degenerasi
sel, meningkatnya kekentalan darah, dan meningkatnya jumlah sel darah merah
immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen
(Fatimah, 2006).
belum sempurna
Solusi
penyalahgunaan
formalin
harus
dilakukan
secara
komprehensif,
Gambar 6.
Hasil positif
dengan jumlah
ppm yang
berbeda pada
deteksi
formalin
menggunakan
asam
kromatofat
Gambar 7. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
formalin menggunakan kit test.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin
menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi
keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi
hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.
SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin
secara kuantitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran
yang lebih rendah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan
mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama
protein ikan
mie basah, dan juga pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar
ikan tersebut tidak cepat busuk.
( IPCS ) mengatakan batas aman formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.
Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.
Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang,
bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000). Pemakaian
formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58
sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari
Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan
pengawet (Raihan, 2006).
Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan
pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara
kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan
dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor
dari Lembaga Penelitian Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji
organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada
makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,
makanan
mengandung
formalin
tidak
dikerubuti
lalat
karena
formalin
dilakukan dengan metode destilasi seperti yang sering dilakukan oleh pihak BBPOM
untuk mendeteksi formalin dalam bahan pangan dan makanan (BBPOM, 2008)
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan
makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang
digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri
Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 68/Menkes/PER/X/1999,
UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik
bagi tubuh manusia (Anonimus, 2006b).
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, formalin termasuk dalam kategori
bahan berbahaya yang penggunaannya harus diawasi secara ketat.
Tata niaga
bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali
supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus
menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan,
misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko
dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa
formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan
yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya
lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga
secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).
Alasan pentingnya membandingkan hasil kerja metode pengujian secara
kualitatif ini adalah agar memperoleh metode yang lebih sederhana, cepat, akurat
dan ekonomis dalam melakukan uji formalin dari kedua metode tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah membandingkan metode hasil uji penelitian antara metode kit
test dan uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat, sehingga
diperoleh hasil metode mana yang lebih ekonomis dan hasil yang baik. Manfaat dari
penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat untuk
memanfaatkan salah satu metode uji yang lebih ekonomis dan memberikan hasil
yang lebih nyata. Sedangkan hipotesis dari penelitian ini adalah, deteksi formalin
menggunakan kit test lebih mudah dilakukan serta memperoleh hasil yang cepat
dan baik.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk
mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam
kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan.
Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen
peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan
campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan
warna
merah
keunguan
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
bahan
tersebut
(Wells, 1984).
Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/
pendeteksian
awal,
dengan
pembacaan
secara
visual,
yaitu
dengan
membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan
pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil
yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya
dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya
dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan metode persiapan sampel
(sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini
berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran
pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama
sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya
formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi
minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada
larutan penguji (Anonimus, 2009).
Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan
pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu
diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat
mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena
beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang
karena
ikan
jenis
ini
mengandung
asam
amino
histidin
yang
Sumber Formalin
Formaldehid
(CH2O)
bisa
dihasilkan
dari
pembakaran
bahan
yang
mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya
kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan. Konsentrasi formalin di
daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya
lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan
tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam
ruangan. Meningkatnya aliran udara dari luar menyebabkan menurunnya tingkat
konsentrasi formalin di dalam ruangan.
di
dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk
memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga
seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat
formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi,
tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan
perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan
sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali
ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai
hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat yang tidak
berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya
dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari
formaldehid. Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan
reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya
secara kimia. Pada tahun 1886, Loews mengembangkan metode praktis katalisasi
tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888
dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut
dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala
terbatas sebelum berkembang resin phenolic.
Kegunaan Formalin
Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak
mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.
Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan kerugian.
sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai
jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan
tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan
biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).
Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak,
misalnya
terminum,
bisa
menyebabkan
kematian.
Dalam
tubuh
manusia,
Karakteristik Formalin
Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat
iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk
kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri
pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi
dan preparat patologi. Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat
tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil,
selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara
seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu
selaput dalam dinding sel.
maka jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging
ikan.
Selanjutnya,
formalin
akan
mengeluarkan
isi
sel
daging
ikan,
dan
Formalin
memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku92, titik didih : 2140F (1100C),
pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan
adalah alkohol dan aseton
ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu
jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung
atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan
dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga
formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.
berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh
rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus,
2008b).
penglihatan
kabur
dan
mengeluarkan
air
mata.
Bahkan
dalam
konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare,
yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang
disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan
flu (CPSC, 1997).
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang
diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.
Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat
pekat ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk
steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah
semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam
kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).
5 ml larutan asam
kromatofat 0,5 % dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam
tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika
mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).
20 gr sampel dan
Analisis Data
Akuades10 ml
Data
yang
diperoleh
dianalisis secara
deskriptif.
+25 ml H2SO4 Pekat 60%
Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit
test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda
Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam
dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi
formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh
Hasil Pengujian
Asam
Jumlah
No
Tabung
Kit Test
Kromatofat
Ppm
Negat
if
Blanko (air)
Sampel
Positif
-
Negati
f
-
Positif
-
Sampel +
Formalin
10
Sampel +
Formalin
et al,
terminum,
bisa
menyebabkan
kematian.
Dalam
tubuh
manusia,
No
Indikator yang di
ukur
Asam kromatofat
Metode Deteksi
Kit test
Fenilhidrazine*)
10 menit
10 menit
2 Biaya yang di
butuhkan
Rp. 1.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 1.300.000,untuk 1.000 sampel untuk 100 sampel untuk 100 sampel
3 Kepraktisan
Praktis
Sangat Praktis
Praktis
4 Perubahan warna
Merah keunguan
Sesuai indikator
warna (Ungu)
Hijau emerald
Biru
5 Sensitivitas
5 ppm
5 ppm
0,03 ppm
6 Mudah/ sukar
Mudah
mendapatkan
reagen
7
Ya
Butuh lab/ tempat/
peralatan Khusus
8
Ya
Memerlukana SDM
sebagai penguji
*) Anisrullah et al , 2009
Mudah
Mudah
Tidak
Ya
Tidak
Ya
merah
keunguan.
Reaksinya
dapat
dipercepat
dengan
cara
menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis.
Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu
bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat
karsinogen atau dapat menyebabkan kanker
menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia
terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut
formalin pada hewan percobaan menyebabkan perlemakan hati dan degenerasi
sel, meningkatnya kekentalan darah, dan meningkatnya jumlah sel darah merah
immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen
belum sempurna
(Fatimah, 2006).
Solusi
penyalahgunaan
formalin
harus
dilakukan
secara
komprehensif,
Gambar 6. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
formalin menggunakan asam kromatofat
Gambar 7.
Hasil positif
dengan jumlah
ppm yang
berbeda pada
deteksi
formalin
menggunakan
kit test.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin
menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi
keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi
hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.
SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin
secara kuantitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran
yang lebih rendah.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas
Bahaya formalin pada kesehatan dalam jangka pendek atau akut apabila terhirup dapat
menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, susah bernafas, rasa terbakar pada hidung
dan tenggorokan, pneumonitis. Apabila terpapar formalin pada kulit akan menyebabkan rasa
sakit, perubaha warna menjadi putih ( eit bukan berarti bisa jadi skin whitening lohh ;p ) dan
dapat pula menyebabkan luka bakar tingkat 1. sedangkan jika formalin itu tertelan dapat
menyebabkan mulut, kerongkongan dan perut terasa terbakar, sakit saat menelan mual muntah,
diare, perdarahan, sakit kepala, hipotensi, kejang tidak sadar hingga koma, gangguan ginjal
dengan albuminaria, hematuria, anuria, asidosis.
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin secara sengaja atau tidak sengaja
efek sampingnya akan tampak pada jangka panjang karena terjadinya akumulasi formalin dalam
tubuh, akibat dari akumulasi tersebut diantaranya timbul iritasi saluran pernafasan, muntah, sakit
kepala, rasa terbakar pada tenggorokan, rasa gatal di dada, dan dalam penelitian pada hewan
formalin dapat menyebabkan kanker sehingga diduga formalin juga dapat menjadi pemicu
kanker pada manusia.
Sekarang ini banyak para pedagang tidak bertanggung jawab menggunakan formalin sebagai
pengawet banyak diantaranya yaitu ikan asin, tahu, bakso , ikan basah,, padahal sangat
berbahaya efek penggunaan formalin tersebut.
formalin itu di dapat dari senyawa aldehin dan formalin berbahaya bagi
tubuh manusia