Anda di halaman 1dari 102

Antilin: Cara Praktis Deteksi Formalin

Terkendala mahalnya alat uji serupa dari luar negeri, maka dibuatlah alat uji
formalin yang lebih praktis dan ekonomis
Formalin, kendati penggunaan dalam makanan sebenarnya telah
dilarang oleh pemerintah, tetapi masih saja ada produsen nakal
yang menggunakannya sebagai pengawet makanan termasuk
produk perikanan. Kasus ini pun belakangan mencuat kembali
terkait dengan laporan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) tentang keberadaan formalin dalam beberapa produk
makanan dan kosmetik asal China.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melaporkan, tingkat
penggunaannya pada produk perikanan masih tinggi (lihat grafik).
Penggunaan formalin ini bahkan telah mengalami pergeseran.
Yaitu dari produk segar ke produk olahan, terutama bagi produk yang mempunyai
nilai jual tinggi seperti jambal, ikan asin berdaging tebal dan produk cumi asin.
Penggunaan formalin dalam produk olahan ini dimaksudkan agar produk dapat dijual
dalam keadaan setengah kering tanpa ada pembusukan. Dengan cara ini, pengolah
akan tetap untung dan terhindar dari risiko berkurangnya susut bobot karena
pengeringan.
Tak Terdeteksi
Dari kondisi terakhir, maka DKP cq. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan telah membuat inovasi berupa alat uji (test kit)
residu formalin secara kualitatif yang dikenal sebagai antilin. Adalah Endang.
Endang Sri Heruwati, motor utama dalam riset test kit tersebut mengungkapkan,
ikan atau makanan lain yang mengandung formalin tak dapat dideteksi secara fisik. ?
Formalin pada ikan atau makanan tak bisa dideteksi,? ujar Endang saat ditemui di
kantornya. Formalin, imbuhnya, tidak menyebabkan perubahan rupa, bau, warna
ataupun rasa. Karena itu dibutuhkan alat penguji.
Pengujian formalin bisa secara kuantitatif maupun kualitatif. Untuk uji kuantitatif
hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan peralatan khusus. Sementara uji
kualitatif bisa dilakukan di lapangan dengan metode sederhana. Uji secara kualitatif
inilah yang kini tengah diusahakan Endang dan kawan-kawan.
Meski demikian, Endang mengaku pihaknya bukan yang pertama menemukan alat uji
formalin. Test kit tersebut sebenarnya telah ada di pasaran, tetapi karena produk
impor harganya mahal. Berkisar Rp 1,2 juta sampai Rp 1,3 juta untuk 100 sampel.
Endang menyebutkan, mahalnya produk tersebut karena tujuannya untuk riset,

bukan untuk aplikasi di lapangan. Nilai lebih test kit ini, antaralain tingkat
kepekaannya tinggi, yaitu mencapai 0,1 ppm. Selain itu karena berupa serbuk maka
daya simpannya bisa bertahun-tahun.
Cara penggunaannya, sampel yang akan diuji dihancurkan, kemudian ditambah dengan
air hangat dan diaduk sampai rata (homogen). Kemudian ditambahkan dua macam
serbuk dari test kit ini dan dikocok. Keberadaan formalin bisa dilihat dari
perubahan warna yang muncul. ?Produk dari luar negeri itu sebenarnya bagus, cuma
kita tidak mampu kalau harus membeli semahal itu, apalagi nelayan,? kata Endang.
Antilin Buatan dalam Negeri
Berangkat dari realitas tersebut, Endang dan kawan-kawan membuat produk sejenis
dengan harga lebih terjangkau. Test kit ini terdiri atas larutan asam mineral dan
larutan campuran pewarna antara pewarna parosanilin dengan sulfit yang dilengkapi
dengan dua tabung reaksi dan satu spuit untuk mengambil larutan sampel.
Cara pemakaiannya hampir sama, sampel dihancurkan, ditambah air hangat dan
diaduk sampai homogen. Larutan sampel kemudian dimasukkan dalam dua tabung
reaksi. Ke dalam satu tabung ditambahkan asam mineral, kemudian ditambah lagi
campuran pewarna dengan sulfit. Sedangkan satu tabung sampel lain tidak ditambah
apapun, sebagai kontrol.
Antilin buatan dalam negeri ini harganya Rp 180 ribu untuk 50 sampel.
Spesifikasinya berupa larutan dengan tingkat kepekaan lebih rendah, yaitu 2 ppm,
serta daya tahannya mencapai 3 bulan pada suhu 0 sampai 50C (di dalam kulkas).

Metode Pengujian Formalin


Posted on 27 Agustus 2010 by S. Hamdani

Identifikasi Fomalin (Menurut Farmakope Edisi III)


Encerkan 1 ml dengan air secukupnya hingga 1000,0 ml.Pada 10 ml tambahkan 2 ml larutan
segar fennilhidrazina hidroklorida P 1 % b/v, 1 ml larutan kalium heksasianoferat (III) P dan 5ml
asam klorida P,Terjadi warna merah terang .Kemudian Uapkan diatas penanggas air ;tertinggal
sisa amorf putih.
Metode untuk praktikum :
Pada praktik dilakukan dua kali proses pembuatan larutan, yaitu proses pembuatan larutan
standar dan larutan uji. Sebelum memulai, terlebih dahuli dibuat larutan standar sebagai standar
atau acuan perhitungan formalin pada sampel. Pertama-tama formalin atau formaldehida 37 %
diambil sebanyak 0,0270 ml, kemudian ditambahkan dengan aquades sebanyak 500 ml atau 20
ppm, untuk selanjutnya dibuat delapan konsentrasi yaitu (0;0,05;0;0,1;0,5;0,75;1;1,5;2) ppm.
Kemudian ditambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsenrasi di dalam tabung
reaksi. Setelah itu dipanaskan selama 30 menit, dan setelah itu terbentuklah larutan standar.
Proses pembuatan larutan uji dimulai dengan sampel sebanyak 20 gram dihomogenkan dengan
aquades, kemudian dipanaskan dan setelah mendidih disaring dengan kertas saring, diambil
filtrat sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan juga asam
kromatofat sebanyak 5 ml setelah itu dipanaskan selama 20 menit dan diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer.
Nilai absorbansi yang telah diperoleh nantinya akan dihubungkan dengan metode regresi linear,
terhadap nilai pada larutan standar pada tiap kosentrasi untuk mendapatkan nilai konsentrasi
(ppm) pada sampel. Untuk lebih jelasnya mengenai metode kerja pembuatan larutan standar dan
larutan uji dapat dilihat pada diagram alir berikut.
Formaldehida dengan HPLC

EPA telah menerbitkan metode menggunakan dinitrofenilhidrazin (DNPH) derivatization diikuti


dengan kromatografi cair (LC). Baik metode GC dan LC dapat diterapkan ke aldehida lain,
sedangkan metode-LC DNPH juga berlaku untuk keton juga. Metode EPA telah diterbitkan
untuk air dan limbah ( Formaldehida, EPA 8315A ) dan udara (EPA KE-5 dan TO-11). California
Air Resources Board 430 Metode dan EPA-5 menggunakan impingers ATAS untuk sampling
udara, sedangkan KE-11 menggunakan gel silika dilapisi tube dengan DNPH.
Disusun :
Muntahal Helmi ; Melki Susanto ; Syafrison ; Ade Akbar Kurniawan ; Moh. Rizki Adriansyah ;
Galih Purwa Saputra
Farmasi UNISBA

Arsip Tag: ciri makanan berformalin


Metode Pengujian Formalin
Posted on 27 Agustus 2010 by S. Hamdani

Identifikasi Fomalin (Menurut Farmakope Edisi III)


Encerkan 1 ml dengan air secukupnya hingga 1000,0 ml.Pada 10 ml tambahkan 2 ml larutan
segar fennilhidrazina hidroklorida P 1 % b/v, 1 ml larutan kalium heksasianoferat (III) P dan 5ml
asam klorida P,Terjadi warna merah terang .Kemudian Uapkan diatas penanggas air ;tertinggal
sisa amorf putih.
Metode untuk praktikum :
Pada praktik dilakukan dua kali proses pembuatan larutan, yaitu proses pembuatan larutan
standar dan larutan uji. Sebelum memulai, terlebih dahuli dibuat larutan standar sebagai standar
atau acuan perhitungan formalin pada sampel. Pertama-tama formalin atau formaldehida 37 %
diambil sebanyak 0,0270 ml, kemudian ditambahkan dengan aquades sebanyak 500 ml atau 20
ppm, untuk selanjutnya dibuat delapan konsentrasi yaitu (0;0,05;0;0,1;0,5;0,75;1;1,5;2) ppm.
Kemudian ditambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsenrasi di dalam tabung
reaksi. Setelah itu dipanaskan selama 30 menit, dan setelah itu terbentuklah larutan standar.
Proses pembuatan larutan uji dimulai dengan sampel sebanyak 20 gram dihomogenkan dengan
aquades, kemudian dipanaskan dan setelah mendidih disaring dengan kertas saring, diambil
filtrat sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan juga asam
kromatofat sebanyak 5 ml setelah itu dipanaskan selama 20 menit dan diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer.
Nilai absorbansi yang telah diperoleh nantinya akan dihubungkan dengan metode regresi linear,
terhadap nilai pada larutan standar pada tiap kosentrasi untuk mendapatkan nilai konsentrasi
(ppm) pada sampel. Untuk lebih jelasnya mengenai metode kerja pembuatan larutan standar dan
larutan uji dapat dilihat pada diagram alir berikut.

Formaldehida dengan HPLC


EPA telah menerbitkan metode menggunakan dinitrofenilhidrazin (DNPH) derivatization diikuti
dengan kromatografi cair (LC). Baik metode GC dan LC dapat diterapkan ke aldehida lain,
sedangkan metode-LC DNPH juga berlaku untuk keton juga. Metode EPA telah diterbitkan
untuk air dan limbah ( Formaldehida, EPA 8315A ) dan udara (EPA KE-5 dan TO-11). California
Air Resources Board 430 Metode dan EPA-5 menggunakan impingers ATAS untuk sampling
udara, sedangkan KE-11 menggunakan gel silika dilap

JURNAL PRAKTIKUM KIMIAANALISISPENENTUAN KADAR FORMALIN DENGAN


METODESPEKTROFOTOMETRI VISIBLEOleh :Kelompok 1, Golongan INi Made Ary Sukmawati
(0908505002)A.A.Ayu Putri Kusuma Dewi (0908505003)Ida Ayu Gede Astiti (0908505004)Nyoman Darpita
Wijaya (0908505005)JURUSAN FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS UDAYANA2011

P
E
T
E
P
E
B

E
L
T

E
T
L

T
E

E
T

T
Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visibel
II.
DASAR
TE
R
I
S
pektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yangmemakai sumber
radiaslektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Radiasi UV jauh (100-190nm) tidak dipakai, sebab pada daerah
radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara.Adakalanya spektrofotometer UV-Vis yang beredar
memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm. Hal ini perlu diperhatikan
sebab di atas panjanggelombang 780 nm merupakan daerah radiasi infra merah. Karenanya,
pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus menggunakan detektor dengan kualitas
sensitif terhadap radiasi inframerah (Mulja dan
S
uharman, 1995).
S
pektrofotometri UV-VI

S
termasuk salah satu metode analisis instrumental yangfrekuensi penggunaannya paling banyak
dalam laboratorium analisis.
S
pektrofotometriUV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis,sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibandingkan kualitatif ( Widjaja dkk, 2008).Radiasi ultraviolet dan sinar tampak
diabsorbsi oleh molekul organik aromatik,molekul yang mengandung elektron (phi) terkonyugasi dan
atau atom yangmengandung elekron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkatenergi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi tinggi, Besarnya serapan radiasitersebut
sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehinggadapat digunakan untuk
analisis kuantitatif (
S
atiadarma, 2004)Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari HukumLambertBeer, yaitu:
A=l
T
=l
It
/
Io
=

.
b
.
C
Dimana :A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur T = TransmitansiI0 = Intensitas sinar masuk

It = Intensitas sinar yang diteruskan = Koefisien ekstingsi b = Tebal kuvet yang digunakanC =
Konsentrasi dari sampel (Gandjar dan Rohman, 2010).
S
pektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV danVisible.
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dansumber cahaya visible.
Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakanhanya satu sumber sinar sebagai
sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapidengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersediadan paling populer digunakan. Kemudahan
metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tak berwarna
(Riyadi, 2009).Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometriUV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan
dianalisisdengan spektrofotometri visible karena senyawa tersebut harus diubah terlebih

dahulumenjadi senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2010). Beberapa tahapan
yangharus diperhatikan meliputi:1.
Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-VisHal ini diperlukan bila senyawa yang dianalisis
tidak menyerap pada daerahtersebut.
S
enyawa harus diubah atau direaksikan dengan pereaksi tertentu dengansyarat reaksinya selektif
dan sensitive, reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel,serta hasil reaksi stabil dalam jangka
waktu yang lama. Keselektifan dapat dinaikkandengan mengatur pH, pemakaian
masking agent
, atau penggunaan teknik ekstraksi(Gandjar dan Rohman, 2010).2.
Waktu operasionalCara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukanwarna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil
(Gandjar dan Rohman, 2010).3.
Pemilihan panjang gelombangPanjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjanggelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Alasan digunakannya
panjanggelombang maksimal adalah pada panjang gelombang ini kepekaannya maksimal, bentuk
kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akanterpenuhi, serta juka
dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan

Ciri-ciri makanan yang mengandung formalin


Posted: 21 Mar 2012 09:22 PM PDT

Ciri-ciri makanan yang mengandung formalin


Berikut ini terdapat beberapa ciri penggunaan formalin, walaupun tidak terlampau khas untuk
mengenali pangan berformalin, namun dapat membantu membedakannya dari pangan tanpa
formalin.
Ciri-ciri

mi

basah

yang

mengandung

formalin:

* Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15
hari

pada

suhu

Bau

lemari

es

agak

(10

menyengat,

derajat
bau

Celsius)
formalin

* Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal


Ciri-ciri

tahu

yang

mengandung

formalin:

* dak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15
hari

pada

suhu

Tahu

lemari

terlampau

es

(10

keras,

derajat

namun

tidak

Celsius)
padat

* Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin 0.5-1ppm)


Ciri-ciri
*

Tidak

baso
rusak

sampai

yang
lima

hari

mengandung
pada

suhu

kamar

(25

formalin:
derajat

Celsius)

* Teksturnya sangat kenyal


Ciri-ciri
*

Tidak

ikan
rusak

sampai

segar
tiga

yang
hari

pada

mengandung
suhu

kamar

(25

formalin:
derajat

Celsius)

* Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna daging ikan
putih

bersih

* Bau menyengat, bau formalin


Ciri-ciri

ikan

asin

yang

mengandung

formalin:

* Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25 derajat Celsius)
*
* Tidak berbau khas ikan asin

Bersih

cerah

Menurut Syamsiah (2003 : 45) bagian rimpang lengkuas mengandung atsiri 1%, kamfer, sineol
minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen kaemferida, galangan, galangol, kristal kuning
dan asam metil sinamat. Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin,
alpinen, kamfer, dan methyl-cinnamate. Zat-Zat kimia seperti fenol dalam minyak atsiri dalam
rimpang lengkuas (Lenguas galanga l.) efektif digunakan sebagai pengganti formalin. Selain itu,
tanaman tersebut mudah dibudidayakan dan untuk mendapatkannya tidak dibutuhkan biaya
yang mahal. Maka dari itu, penulis merancang penelitian yang berjudul "Pemanfaatan Lengkuas
(Lenguas galanga l.) sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin"

Ciri-ciri makanan yang mengandung formalin

Pengaruh formalin terhadap tubuh


Posted: 21 Mar 2012 03:19 PM PDT

Pengaruh formalin terhadap tubuh


Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet,
dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan,
formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila
kadar di udara lebih dari 0.1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan iritasi
kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluar air mata, pusing, teggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan.
Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan
kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan
keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematiannya.
Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA protein, sehingga
mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap formaldehida
terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga dengan yang
dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan

apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan,
tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut.
Pertolongan

pertama

bila

terjadi

keracunan

akut

Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban. Sebelum ke
rumah sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan rangsangan agar
korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada saluran cerna atas. Di
rumah sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas lambung (gastric lavage), memberikan
arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan mengganggu penglihatan pada saat
endoskopi). Endoskopi adalah tindakan untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan
saluran cerna. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan
hemodyalisis (cuci darah). Tindakan ini diperlukan bila korban menunjukkan tanda-tanda
asidosis metabolik berat.

Pengaruh formalin terhadap tubuh

Banyak sekali bahan-bahan pengawet yang beredar di pasaran. Bahan pengawet


tersebut ada dua macam, yaitu bahan pengawet alami dan bahan pengawet sintetis
(buatan). Bahan pengawet alami adalah yang paling aman untuk digunakan sebagai
pengawet makanan. Bahan yang digunakan biasanya gula atau garam.
Adapun bahan pengawet sintetis, banyak sekali macamnya seperti natrium benzoat
maupun asam sorbat. Pengawet yang terbuat dari bahan-bahan kimia ini boleh
dipergunakan dalam makanan dengan kadar tertentu, sesuai yang diijinkan oleh
Kementerian Kesehatan atau BPOM. Di samping itu ada pula pengawet sintetis yang
dilarang digunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya formalin.
Akhir-akhir ini formalin sering digunakan untuk mengawetkan makanan, seperti
tahu, mi basah, ikan dan daging ayam. Formalin sebenarnya bahan kimia yang
hanya boleh digunakan untuk keperluan di luar tubuh, artinya formalin tidak boleh
masuk ke dalam tubuh manusia karena akan sangat merusak organ-organ yang
ada.
Formalin biasa digunakan untuk mengawetkan mayat dan organ-organ makhluk
hidup, sebagai pembasmi hama, disinfektan dalam industri plastik dan busa serta
untuk sterilisasi ruangan. Para pedagang nakal sengaja memilih formalin karena
harganya yang lebih murah jika dibanding pengawet makanan yang diperbolehkan,
seperti asam sorban atau natrium benzoat. Selain murah, formalin juga lebih irit,
mudah digunakan karena berbentuk larutan serta mudah didapatkan di toko-toko
kimia.
Namun dibalik kemudahan dan harga yang murah itu formalin menyimpan
segudang bahaya bagi tubuh manusia. Formalin memiliki efek toksik yang sangat
tinggi dan bersifat karsinogenik yang akan menyuburkan pertumbuhan sel-sel
kanker. Di dalam formalin terkandung 37% formaldehid dalam air, dan bila
digunakan untuk mengawetkan, ditambahkan metanol hingga 15%. Bila bahanbahan ini masuk ke dalam tubuh manusia, maka akan berakibat fatal. Berbagai
penyakit akut maupun kronis akan menyerang tubuh.
Ciri Makanan Berformalin
Bagi kita orang awam, mungkin agak kesulitan untuk mengetahui seberapa kadar
formalin yang ada dalam suatu jenis makanan. Namun karena besarnya bahaya
yang ditimbulkan oleh formalin, perlu kiranya kita mengetahui ciri-ciri makanan
yang mengandung formalin.
Untuk menguji ada atau tidaknya kandungan formalin pada makanan, kita bisa
gunakan kertas indikator pada air rendaman makanan tersebut. Kertas indikator ini
dapat kita peroleh di apotek atau toko obat. Bila kertas indikator itu kemudian
berubah warna setelah dicelupkan ke dalam rendaman, maka bisa dipastikan

makanan tersebut menggunakan formalin. Lalu bagaimana jika kita tidak sempat
menguji? Sementara di depan kita ada makanan yang meragukan? Berikut
beberapa ciri makanan yang memiliki kandungan formalin.
Ikan
* Berwarna putih bersih dan dagingnya kenyal
* Insang tidak berwarna merah segar melainkan merah tua
* Pada suhu 25 bisa tahan hingga beberapa hari. Sebagai uji sederhana, coba
suguhkan ikan yang baru saja Anda beli pada kucing. Bila kucing tidak mau
memakan bahkan pergi, itu pertanda ikan yang Anda beli mengandung formalin
atau bahan-bahan kimia lainnya
* Tidak ada bau amis khas ikan, melainkan bau menyengat khas formalin
Ayam potong
* Berwarna putih bersih
* Pada suhu kamar bisa awet hingga beberapa hari
Tahu
* Memiliki bentuk yang sangat bagus dan kenyal
* Tekstur sangat halus, tak mudah hancur
* Pada suhu 25 bisa tahan sampai 3 hari, di dalam pendingin tahan hingga 2
minggu.
* Bau cukup menyengat serta aroma khas kedelai sudah tidak begitu terasa lagi
Mie basah
* Baunya sedikit menyengat
* Pada suhu 25 (suhu kamar) bisa tahan hingga 2 hari, sedangkan bila
disimpan di dalam pendingan (suhu 10) bisa awet hingga lebih dari 15 hari
* Mie nampak mengkilap seperti dilumuri minyak, tidak lengket dan sangat
kenyal (tak mudah putus)
Sebenarnya ada beberapa jenis makanan lagi yang biasa ditambah formalin. Namun
ciri-ciri di atas insya Allah cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam menguji
apakah makanan itu mengandung formalin atau tidak.
Sumber: lamalifherbal.com

Identifikasi Formalin Pada Produk Perikanan


Judul : Identifikasi Formalin Pada Produk Perikanan
Nama : Wahyu Ramadhan
NRP : C34060472
Asisten : Dede Saputra
Eka Ayuningrat
Ika Pranata Wahyu Daluningrum
Istifa Riani
Liana Tjahyadi
Kelomp
ok : 3 (Tiga)
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk pangan dewasa ini semakin baragam bentuknya, baik itu dari segi jenisnya
maupun dari segi rasa dan cara pengolahannya. Namun seiring dengan semakin pesatnya
teknik pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk
dihindari. akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan
yang akan dikonsumssi
Keamanan pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari, karena manusia
semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada di dalam
makanannya. aban manusia dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena danya kemajuan ilmu
pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengawasi
keamanan pangan. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga
daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan
untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di
masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan penggunaan bahan

pengawet untuh bahan-bahan pangan dan yang non pangan. Formalin merupakan salah
satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan
makanan.
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin
yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun
walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia,

beberapa

undang-undang

yang

melarang

penggunaan

formalin

sebagai

pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri


Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999
tentang

Perlindungan

Konsumen.

Hal

ini

disebabkan

oleh

bahaya

residu

yang

ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia.


Mengingat pentingnya masalah keamanan pangan, maka perlu dilakukan suatu uji
terhadap kandungan racun ataupun zat-zat berbahaya yang terkandung dalam suatu produk
makanan. Pada praktikum ini dilakukan uji terhadap kandungan formalin pada produk
perikanan, sehingga dapat diketahui apakah produk tersebut layak dikonsumsi atau tidak.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan formalin
pada produk yang diuji dan juga mengetahu konsentrasi dan absorbansinya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Formalin
Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan
aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh
kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.
Formaldehida

bisa

dihasilkan

dari

pembakaran

bahan

yang

mengandung

karbon.

Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam
atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap
metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin'

atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol
untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan
kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida
merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa
aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis
basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan
metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier
polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat
gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi
oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup
serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang
paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta
vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi
metanol dan oksigen terjadi pada 250 C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan
persamaan kimia
2 CH3OH + O2 2 H2CO + 2 H2O.
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih tinggi,
kira-kira 650 C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan
formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi
CH3OH H2CO + H2.
Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering
ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang lebih kecil, formalin
bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial tidak menguntungkan.
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih;
lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam
vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit,
misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem
untuk mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.

Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan ruparupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida
menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya
yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai
insulasi.

Lebih

dari

50%

produksi

formaldehida

dihabiskan

untuk

produksi

resin

formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol
polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak.
Turunan formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting
dalam cat dan busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin
fenol-formaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan
senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida serta bahan baku pabrik-pabrik resin
plastik dan bahan peledak (Reuss 2005).
2.2.1 Nilai Ambang Batas Penggunaan Formalin.
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang
beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.
Formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan ikan misalnya, formalin
dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan
(dehydrating) isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih
kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena
sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.
Sebenarnya batas toleransi Formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat
diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air

minum, menurut

International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu
hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke
tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.
Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh
melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis,
dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended
Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat
badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa
mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus.
Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/USEPA untuk batas
toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan
produk shampo menurut peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic

Directive)

dan

ASEAN

(ASEAN

Cosmetic

Directive)

memperbolehkan

penggunaan

formaldehida di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun
masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang
diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan
paraformaldehid) (Fahruddin 2007)
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia,

beberapa

undang-undang

yang

melarang

penggunaan

formalin

sebagai

pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri


Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen (Paisal 2007).
2.3 K10H8O8S2 (Asam kromatofat)
Asam kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan.
Formalin juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang
berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam
fosfat dan dan hydrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin
ditetesi dengan campuran antara asam kromatopik, asam fosfat, dan hydrogen peroksida.
Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut
mengandung formalin (Widyaningsih 2004).
2.4 H2SO4 (Asam Sulfat)
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik)
yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai
banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk
pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.
Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang
kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah
asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan
isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung
di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium:
H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-.
Disebabkan asam sulfat bersifat mengeringkan, asam sulfat merupakan agen
pengering yang baik, dan digunakan dalam pengolahan kebanyakan buah-buahan kering.

Apabila gas SO3 pekat ditambah kepada asam sulfat, ia membentuk H2S2O7. Ini dikenali
sebagai asam sulfat fuming atau oleum atau, jarang-jarang sekali, asam Nordhausen. Di
atmosfer, zat ini termasuk salah satu bahan kimia yang menyebabkan hujan asam. Asam
sulfat dipercayai pertama kali ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9 (Wells 1984).
2.5.1 Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan,
dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus.
Berbeda dengan sosis, bakso dibuat tanpa mengalami proses kuring, pembungkusan
maupun pengasapan (Ristek 2007).
Bakso adalah makanan berupa bola daging. Dibeberapa tempat seperti di Jakarta,
bakso kerap ditulis baso. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi dan tepung,
tetapi ada juga baso yang terbuat dari daging ayam atau ikan. Dalam penyajiannya bakso
biasa dicampur dengan kuah bening dan mi. Dalam proses pembuatanya biasa dicampurkan
boraks atau bleng untuk membuat tepung menjadi lebih kenyal mirip daging, hal ini
membuat bakso pernah dianggap makanan yang kurang aman oleh BPOM. Bakso sangat
populer di Indonesia, tempat yang terkenal menjadi sentra Bakso adalah Solo dan Malang
yang disebut Bakso Kota Malang malahan di kota Malang terdapat kuliner Bakso Bakar.
Dipercaya bakso awalnya berasal dari Republik Rakyat Cina. Syarat mutu bakso ikan
menurut SNI 01 -3819-1995 dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Syarat mutu bakso ikan
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
Air
Abu
Protein
Lemak
Bahan

Satuan

%
%
%
%
tambahan -

b/b
b/b
b/b
b /b

Persyaratan

Normal, khas ikan


Gurih
Normal
kenyal
Maks 80
Maks 3,0
Min 9.0
Min 1,0
Sesuai dengan SNI 01-022-1995

makanan
Campuran logam
Timbal
Tembaga

mg/ kg
mg kg

Maks 2,0
Maks 2,0

Seng
Timah
Raksa
Cemaran arsen
Cemaran mikroba

mg/
mg/
mg/
mg/

kg
kg
kg
kg

Angka lempeng toatal

Koloni/ g

Bakteri berbentuk koli

APH / g

Salmonella

Staphylococcus aureus

Koloni/ g

Vibrio cholerae

Maks
Maks
Maks
Maks

100
40
0,5
1,0

negatif

sumber : SNI 01-3819-1995


2.6 Cumi-cumi
Cumi-cumi adalah grup cephalopoda besar. Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi
dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki
diameter 1 mm. Tubuh cephalopoda memanjang menurut sumbu dorsoventral, berbeda
dengan tubuh moluska lainnya pada umumnya yang memanjang menurut sumbu anteroposterior.. Cumi-cumi banyak dikonsumsi. Berikut bentuk morfologi cumi-cumi :

Gambar 1. Cumi-cumi
sumber : (Wood 1995)
Klasifikasi
Kingdom : Aniamalia

Filum : Mollusca
Kelas : Cephalopoda
Upkelas : Coleoida
Superordo : Decapodiformes
Ordo : Teuthida
Subordo : Plesioteuthididae
Myopsina
Oegopsina (Wood 1995)
Cephalopoda tidak mempunyai kaki yang lebar dan datar seperti halnya moluska lainnya.
Pada Loligo sekat-sekatnya lenyap dan cangkangnya teridir atas sisa pro ostracum yang
ringan dan transparan terdiri dari zat tanduk yang diseut pen (Suwignyo et al. 2005)
2.7 Kerang darah (Anadara granosa)
Kerang darah (Anadara granosa Linne 1758) hidup di laut. Warnanya putih dengan
garis-garis (rusuk) kasar radial yang bergerigi di bagian puncaknya. Daging di bagian dalam
mempunyai warna merah sehingga dikatakan kerang darah. Adapun klasifikasi kerang darah
adalah sebagai berikut :
Kingdom
Phylum
Class

:Animalia
:Mollusca
:Bivalvia

Subclass

:Pteriomorpha

Order

:Arcoida

Family

:Arcidae

Genus :Anadara
Spesies :Anadara granosa (Gray 1847 dalam ITIS 2003)
Anadara granosa adalah spesies dari tiram perahu yang dikenal dengan kerang
darah. Kerang ini pertama kali ditemukan disepanjang daerah Indo-Pasifik, Afrika timur,
Australia, Austria dan Jepang. Kerang ini tinggal di daerah yang sebagian besar intertidal

(sekitas dua meter kedalaman air), biasnya menengelamkan dirinya di pasir atau lumpur.
Ukuran dewasa kira-kira 5-6 cm dan lebar 4 5 cm. Kerang darah ini mempunya nilai
ekonomis yang tinggi sebagai makanan, dan selama ini terus dibudidayakan. Kerang ini
paling baik jika dihidangkan dalam keadaan direbus atau dipanggang. Kerang ini
bercangkang ganda banyak ditemukan di wilayah dasar perairan. Pigmen merah di Anadara
adalah berasal dari hemoglobin, biasanya dihubungkan dengan penyakit hepatitis, kolera,
dan dysenteri. Dimana kerang-kerangan meracuni setelah dikonsumsi, karena sifatnya yang
filder, sehingga mampu menyerap segala kotoran dan zat-zat berbaya yang tertinggal di
dasar perairan.. kerang darah selain memakan hewan-hewan kecil juga sering ditemukan
daging kepiting-kepiting kecil didalam cangkangnya (Pathansali 1966). Bentuk morfologi
kerang darah dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

sumber : (ITIS 2003)


Informasi nutrisi atau komposisi kimia yang ada pada kerang darah adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Komposisi kimia kerang darah
Kandungan
Jumlah (100 g)
Kalori
74 g
Total Lemak

0.96 g

Total Protein

12.7 g

Omega-3

0.14 g

Kolesterol

34 mg

Sodium

56 mg

sumber : USDA dalam Osher 2008

2.8 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitans atau absorbans
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelomnang. Spektrofotometer dikelompokkan secara
manual yang terdiri dari berkas tunggal dan berkas rangkap. Berkas tunggal biasanya
dijalankan secara manual, dan berkas rangkap umumnya menciirikan perekaman automatik
terhadap spektra absorpsi. Pengelompokan spektrofotometr juga didsarkan pada daerah
spektral yang terdiri dari spektrofotometer inframerah, ultraviolet dan sebagainya (Day
2002). Berikut gambaran umum kinerja spektrofotometer dengan bantuan analisis
komputer, dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Sistem kerja spektrofotometer dengan bantuan analisis komputer
Sumber : Instrumet, University of Oslo (2000)
Komponen penting dari suatu spektrofotometer antara lain adalah sumber, monokromator,
sampel, detektor, penguat dan pembaca. Sumber enegi radiasi yang sering dipakai untuk
daerah tampak maupun daerah ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebauah
lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram. Monokromator adalah piranti opis
untuk mengisolasi suatu berkas radiasi dari sumber berkesinambungan. Kebanyakan
spektrofotometer menggunakan sel sebagai wadah untuk menaruh cairan ke dalam berkas
cahaya spektrofotometer. Untuk detektor diharuskan mempunyai kepekaan yang tinggi
dalam daerah spektral yang diminati, respon linear terhadap daya radiasi, waktu respon
yang cepat, dapat digandakan dan kestabilannya tinggi (Day 2002).

3. METODE
3.1 Waku dan tempat

Praktikum Identifikasi Formalin Pada Produk Perikanan ini dilaksanakan pada hari Jumat
pukul 13.00-16.00 WIB, di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah formaldehida 37%, Aquades,
Asam kromatofat (K10H8O8S2), kerang darah (Anadara granosa), Cumi-cumi (Loligo sp.), dan
bakso ikan. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain kertas saring, tabung reaksi,
erlenmeyer, penangas, alumunium foil, dan spektrofotometer.
3.3 Metode kerja
Pada praktikum kali ini dilakukan dua kali proses pembuatan larutan, yaitu proses
pembuatan larutan standar dan larutan uji. Sebelum memulai, terlebih dahuli dibuat larutan
standar sebagai standar atau acuan perhitungan formalin pada sampel. Pertama-tama
formalin atau formaldehida 37 % diambil sebanyak 0,0270 ml, kemudian ditambahkan
dengan aquades sebanyak 500 ml atau 20 ppm, untuk selanjutnya dibuat delapan
konsentrasi

yaitu

(0;0,05;0;0,1;0,5;0,75;1;1,5;2)

ppm.

Kemudian

ditambahkan

asam

kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsenrasi di dalam tabung reaksi. Setelah itu
dipanaskan selama 30 menit, dan setelah itu terbentuklah larutan standar.
Proses

pembuatan

larutan

uji

dimulai

dengan

sampel

sebanyak

20

gram

dihomogenkan dengan aquades, kemudian dipanaskan dan setelah mendidih disaring


dengan kertas saring, diambil filtrat sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan juga asam kromatofat sebanyak 5 ml setelah itu dipanaskan selama 20 menit
dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer.
Nilai absorbansi yang telah diperoleh nantinya akan dihubungkan dengan metode
regresi linear, terhadap nilai pada larutan standar pada tiap kosentrasi untuk mendapatkan
nilai konsentrasi (ppm) pada sampel. Untuk lebih jelasnya mengenai metode kerja
pembuatan larutan standar dan larutan uji dapat dilihat pada diagram alir berikut.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil

Pada praktikum pengujian atau identifikasi formalin pada produk perikanan ini dibagi
menjadi dua shift waktu yang berbeda. Berikut hasil data konsentrasi dan absorbansi dari
tiap larutan standar dan sampel.
Shift 1
Tabel 1. Data hasil nilai absorbansi kelompok larutan standar
Konsentrasi
(ppm)
0

Absorbansi
0

0.05

0.01

0.1

0.02

0.3

0.03

0.5

0.21

0.75

0.27

0.45

1.5

0.6

Tabel 2. Data hasil Absorbansi dan Konsentrasi Sampel


Jenis Sampel
Keran 1

Nilai absorbansi Konsentrasi (ppm)


1.1
2.6408

Kerang 2

1.2

2.8756

Cumi 1

0.38

0.9507

Cumi 2

0.33

0.8333

Bakso 1

0.68

1.6459

Bakso 2

0.75

1.8192

Shift 2
Tabel 3 Hasil Pengukuran pengukuran absorbsi standar
Konsenrasi
0.5

Absorbsi
0.0950

1.0

0.2800

1.5

0.4800

1.75

0.5200

Tabel 4. Hasil pengamatan absorbsi sampel dan nilai konsentrasi formalin


Konsentrasi
sampel
Cumi 1
Cumi 2

absorbansi Konsentrasi (ppm)


0.2800

1.0065

0.2400

0.8929

Kerang 1

0.4800

1.5744

Kerang 2

0.4600

1.5176

Bakso 1

0.6600

2.0855

Bakso 2

0.5400

1.7447

Dari semua sampel yang diujikan semua rata-rata mengandung formalin, terlihat
jelas pada hasil penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah ungu yang
menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum telah diperoleh hasil pada shift pertama dimana nilai absorbansi
meningkat seiring dengan peningkatan nilai konsentrasi (ppm), dapat dilihat dimana pada
konsentrasi 0,05 ppm diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,01 dan pada konsentrasi 1,5 ppm
diperoleh absorbansi 0,6. Sedangkan pada pengujian absorbansi konsentrasi sampel, nilai
absorbansi pun berbanding lurus dengan nilai konsentrasi formalin pada sampel. Terlihat
dari ketiga jenis sampel yang diujikan yaitu kerang, cumi-cumi dan bakso, sampel kerang
mengandung konsentrasi formalin tertinggi yaitu sebesar 2,8756 ppm dan 2,6408 ppm. Hal
ini dapat disebabkan fisiologi dari kerang darah itu sendiri, sebagaimana diketahui sebagian
besar kerang hidup sebagai feeder, sehingga dimungkinkan ketika diberikan perlakuan
penambahan formalin maka konsentrasi dan kuantitas formalin yang terserap ke dalam
kerang cukup banyak. Berbeda halnya dengan bakso yang telah melalui berbagai proses
pengolahan sehingga nilai konsentrasi formalinnya paling sedikit yaitu 0,9507 ppm dan
0,833 pmm. Adapun cumi-cumi memiliki konsentrasi formalin sebesar 1,6549 ppm dan
1,8192 ppm, cumi-cumi juga tidak begitu banyak mengandung formalin, hal ini dapat
disebabkan oleh bentuk morfologi cumi-cumi yang berlapiskan mantel tebal. Mantel ini
terdiri dari dua macam serabut otot, radial dan melingkar (Suwignyo et al 2005).
Hasil konsentrasi yang diperoleh pada shift kedua menunjukkan hal yang sama
dimana nilai konsentrasi (ppm) larutan standar berbanding lurus dengan nilai absrobansi
yang diperoleh. Pada ketiga sampel yang diujikan terlihat nilai konsentrasi cumi-cumi
kembali memperlihatkan konsenrasi yang terendah, hal ini disebabkan morfologi tubuhnya

sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adapun kerang darah memiliki konsentrasi sebesar


1,5176 ppm dan 2,0856 ppm.
Formalin dalam penggunaanya dalam bahan pangan memang telah dilarang oleh
pemerintah sebagai mana undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai
pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang
diperbolehkan. American Conference of Governmental and Industrial Hygienists (ACGIH)
menetapkan ambang batas untuk formalin adalah 0,4 ppm. Sementara National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan paparan limit untuk para
pekerja adalah 0,016 ppm selama periode delapan jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm.
Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa batas toleransi
formalin yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau
dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan
formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1
mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada
pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk
formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50
kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10
miligram formalin secara terus-menerus (Fahrudin 2007)
Terlihat bahwa konsentrai yang terkandung dalam sampel cumi-cumi, kerang darah,
dan bakso masih berada dibawah standar minimum konsumsi formalin, namun itu tidak
berarti penggunaan formalin dalam makanan diperbolehkan, walaupun bahan makanan
tersebut nantinya akan diolah lebih lanjut dan pastinya akan mengalami pemanasan dan
kemungkinan besar formalin itu akan ikut teroksidasi namun residu yang ditimbulkan dan
dampak dalam jangka lama, dapat berbahaya. Selaian bersifat karsinogenik formalin juga
sangat toksik dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu, penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan
karena akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan
terkumulasi dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa

terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya
terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi
menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek
dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh,
formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu
ekspresi genetik yang normal.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Formalin merupakan salah satu bahan pengawet yang berbahay jika digunakan untuk bahan
pangan. Setelah melakukan praktikum identifikasi formalin pada produk perikanan praktikan
telah dapat mengetahui kandungan nilai absorbansi dan konsentrasi (ppm) yang terkandung
dalam bahan pangan tersebut serta adpat mengetahui cara pengujiannya. Nilai absroban
selalu berbansing lurus dengan nilai konsentrasi, sedangkan pada hasil yang diperoleh
konsentrasi formalin terbesar ditemukan pada kerang darah dan konsentrasi terndah
ditemukan pada cumi-cumi.
5.2 Saran
Pada proses penentuan awal dan pemilihan bahan yang akan diujikan sebaiknya diberitakan
informasinya secara jelas, sehingga asal bahan dan kemungkinan informasi yang berguna
bagi pembaca, dan tidak menimbulkan salah persepsi mengenai jenis sampel yang diujikan,
tidak semua sampel sejenis mengandung formalin. Selain itu perlu dilakukan juga
pemberian

formalin

oleh

praktikan

sendiri,

sebelum

kita

mengamati

residu

yang

ditinggalkan sehingga kita dapat mengetahui bahan pangan mana yang banyak atau tidak
menyerap formalin secara menyeluruh.
Daftar Pustaka
Day R.A and A.L. Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Instrument.

2000.

University

of

Oslo.

http://

www.kjemi

.uio.no

Polymerkjemi/

Instruments.htm. [29 Oktober 2008]


[ITIS]. 2003. Andara. http:// www.itis.gov/ servlet/ SingleRpt/ SingleRpt? search_topic
=TSN&search_value=79337. [29 Oktober 2008].

Fahrudin.

2007.

Formalin

dan

Bahayanya

bagi

Kesehatan.

http://www.tribun-

timur.com/view.php?id=47300&jenis=Opini. [27 Oktober 2008].


Osher M. 2008. Blood Cockle. http://www.edf.org/page.cfm?tagID=16316. [29 Oktober 2008]
Paisal. 2007. Formalin Bukan untuk Makanan. http: //www .wartamedika.com /2007/
10/formalin-bukan-untuk-makanan.html. [28 oktober].
Pathansali D. 1966. Notes on the biology of the cockle, Anadara granosa L. Proc. Indo-Pacific
Fish. Counc. http://en.wikipedia.org/wiki/Blood_cockle. [29 Oktober 2008]
Ristek. 2007. Bakso daging, minuman sari lidah buaya, Roti Manis, menu sehat bagi manula,
sari

buah.

Jurusan

Teknologi

Pangan

dan

Gizi,

Institut

Pertanian

Bogor.

http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Bakso%20daging.pdf.
[29 Oktober 2008].
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmanns Encyclopedia of
Industrial

Chemistry

Wiley-VCH.

http://en.wikipedia.org/wiki/Formaldehyde.

[29

Oktober 2008].
SNI 1 -3819-1995. Ikan dan produk ikan . Badan Standarisasi Nasional.

http: /

/www.bsn.or.id/sni/sni_detail.php ?sni_id=1404. [29 Oktober2008].


Suwignyo S, Bambang w, Yusli W, dan Majariana K. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Wells

A.

F.

1984.

Structural

Inorganic

Chemistry,

5th

ed.

Sulfate

acid.

http://en.wikipedia.org/wiki/sulfate.com [30 Oktober 2008]


Wood J. 1995. Introduction to Cephalopods.
Oktober].

Diposkan oleh Wahyu Ramadhan


Reaks
i:

http://www.thecephalopodpage.org/. [29

4 komentar:
Anonymous said...

wahhh,,,yu,,thx berat bro,,


hahahaa,,,akhirnya dapet juga tinpus eke,,hahahaa,, smangat,,!!
ibnuaffiano@yahoo.com
Saukya Singgih on 6 November 2008 13:37 said...

kalo laporan di upload gini apa g takut ada penjiplakan?


NB: salam buat ika pranata ya....:-)
Anonymous said...

thx banget...sangat membantu...tapi koq ga' ada gambarnya???


nory said...

Tulisan ini baik dan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengujian formalin.
Ada satu pertanyaan saya adalah:
Berapa konsentrasi larutan asam kromatofat yang digunakan? Apakah digunakan asam
kromatofat p.a atau bila ada tahapan membuat larutan uji ini boleh saya tahu caranya?
Ralat: 1000 ppm = 1000 mg/kg, bila bobot jenis sampel = 1 kg/liter, maka 1000 ppm =
1000 mg/l, bukan 1 mg/l.
Terima kasih

Fungsi Penggunaan Formalin


Posted: 21 Mar 2012 08:05 AM PDT

Fungsi Penggunaan Formalin


Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih;
lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam
vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit,
misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk
mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-rupa
bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida menghasilkan
resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya yang dipakai untuk
kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50%
produksi formaldehida dihabiskan untuk produksi resin formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol
polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan
formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan
busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida
untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering
digunakan sebagai insektisida serta bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak
(Reuss 2005).
Nilai Ambang Batas Penggunaan Formalin.
formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang
beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% 40%.
Formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan ikan misalnya, formalin
dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan
(dehydrating) isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku.
Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya
yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.

Sebenarnya batas toleransi Formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat
diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum, menurut International
Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan
yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk
makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa,
kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara
1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada
pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk
formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50
kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10
miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State Environmental
Protection Agency/USEPA untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm.
Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negaranegara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive)
memperbolehkan penggunaan formaldehida di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk
produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia
(Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III
"Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan" no 38 :
Formaldehid dan paraformaldehid) (Fahruddin 2007)
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di
Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet
makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Paisal 2007).
Kegunaan lain :
Pengawet mayat
Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
Pencegah korosi untuk sumur minyak
Dalam konsentrat yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet

untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet.

BAHAN KULIAH LON


Kamis, 16 Juni 2011
PERBANDINGAN METODE DETEKSI FORMALIN SECARA
KUALITATIF MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DAN KIT
TEST
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan
mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama

protein ikan

dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam aminonya


dan kemudahan untuk dicerna. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam
lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi
untuk potensi kecerdasannya (Astawan disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Pengolahan bahan makanan yang mengandung protein haruslah hati-hati,
karena sifat protein yang mudah terdenaturasi. Salah satu penyebab denaturasi
protein ini adalah dengan penambahan bahan kimia seperti halnya garam.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan protein dari sifat aslinya, yang
dapat menyebabkan perubahan sifat biologik maupun kelarutannya. Protein ada
yang larut dalam air, dan ada yang larut dalam lemak (Sofro disitasi oleh
Puspitasari, 2009).

Bahan kimia tambahan sampai saat ini masih banyak digunakan untuk
mengawetkan produk pangan meskipun beberapa diantaranya sudah dilarang.
Salah satunya adalah formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu, bakso,
mie basah, dan juga pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar
ikan tersebut tidak cepat busuk.

International Programme on Chemical Safety

( IPCS ) mengatakan batas aman formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.
Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.

Akibat yang

ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang,
bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000). Pemakaian
formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58
sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari
Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan
pengawet (Raihan, 2006).
Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan
pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara
kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan
dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor
dari Lembaga Penelitian Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji
organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada
makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,

maka jika makanan

mengandung formalin, akan menpengaruhi tingkat kekenyalan. Tanda laian adalah


jika

makanan

mengandung

formalin

tidak

dikerubuti

merupakan bahan insektisida (Anonimus, 2006a).

lalat

karena

formalin

Metode lain yang sering digunakan untuk deteksi formalin di laboratorium


salah satunya adalah deteksi formalin menggunakan asam kromatofat yang
dilakukan dengan metode destilasi seperti yang sering dilakukan oleh pihak BBPOM
untuk mendeteksi formalin dalam bahan pangan dan makanan (BBPOM, 2008)
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan
makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang
digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri
Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 68/Menkes/PER/X/1999,
UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik
bagi tubuh manusia (Anonimus, 2006b).
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, formalin termasuk dalam kategori
bahan berbahaya yang penggunaannya harus diawasi secara ketat.

Tata niaga

bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali
supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus
menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan,
misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko
dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa
formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan
yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya
lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga
secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).

Alasan pentingnya membandingkan hasil kerja metode pengujian secara


kualitatif ini adalah agar memperoleh metode yang lebih sederhana, cepat, akurat
dan ekonomis dalam melakukan uji formalin dari kedua metode tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah membandingkan metode hasil uji penelitian antara metode kit
test dan uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat, sehingga
diperoleh hasil metode mana yang lebih ekonomis dan hasil yang baik. Manfaat dari
penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat untuk
memanfaatkan salah satu metode uji yang lebih ekonomis dan memberikan hasil
yang lebih nyata. Sedangkan hipotesis dari penelitian ini adalah, deteksi formalin
menggunakan kit test lebih mudah dilakukan serta memperoleh hasil yang cepat
dan baik.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk
mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam
kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan.
Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen
peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan
campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan
warna

merah

keunguan

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

bahan

tersebut

mengandung formalin (Widyaningsih yang disitasi Ramadhan, 2008).


Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
(anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam
sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia.
Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air
limbah. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm
yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan.
Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah
ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam
sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion

hidronium: H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-. Asam sulfat dipercayai pertama kali
ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9

(Wells, 1984).

Kit Test
Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/
pendeteksian

awal,

dengan

pembacaan

secara

visual,

yaitu

dengan

membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan
pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil
yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya
dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya
dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan metode persiapan sampel
(sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini
berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran
pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama
sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya
formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi
minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada
larutan penguji (Anonimus, 2009).

Gambar 1. Formaldehid Kit Test

Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan
pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu

diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat
mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena
beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang
sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Adapun kondisi lingkungan
tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana
prasarana (Pandit et al, 2006).
Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu
kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi
dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini
disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella,
Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang
sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish
poisoning)

karena

ikan

jenis

ini

mengandung

asam

amino

histidin

yang

dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase


sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh
manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak
bersih (Pandit et al, 2006).

Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis tharzard)

Sumber Formalin
Formaldehid

(CH2O)

bisa

dihasilkan

dari

pembakaran

bahan

yang

mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya
kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan. Konsentrasi formalin di
daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya
lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan
tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam

ruangan. Meningkatnya aliran udara dari luar menyebabkan menurunnya tingkat


konsentrasi formalin di dalam ruangan.

Bila suhu dan kelembaban tinggi, maka

tingkat konsentrasi formalin meningkat. Sumber formalin di lingkungan yaitu

di

dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk
memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga
seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat
formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi,
tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan
perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan
sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali
ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai
hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat yang tidak
berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya
dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari
formaldehid. Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan
reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya
secara kimia. Pada tahun 1886, Loews mengembangkan metode praktis katalisasi
tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888
dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut
dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala
terbatas sebelum berkembang resin phenolic.

Pada saat ini, meningkatnya

kuantitas formaldehid di pabrik-pabrik melalui oksidasi gas dan hidrokarbon alifatik


yang rendah. Pada tahun 1925, proses petrokimia ini didasarkan pada rintisan kerja
John. C . Beker (Kirk-Othmer, 1966).

Sebenarnya batas toleransi Formaldehid (formalin adalah nama dagang zat


ini) yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air
minum, menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg
per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara
formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa
adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan
formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara
1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh
manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily
Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan.
Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih
bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terusmenerus. Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/ USEPA
untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan
untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negaranegara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive)
memperbolehkan penggunaan formaldehid di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan
untuk produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini
sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan
makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan
RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan
dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan paraformaldehid)
(Fahruddin, 2007).

Kegunaan Formalin

Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak
mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.
Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan kerugian.

Kegunaan formalin sangat banyak antara lain ;

formalin dapat digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dapat dimanfaatkan


untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat, berbagai
serangga lain, bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan
peledak. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin
dan kertas, bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan
pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur
minyak, dan bahan perekat untuk produk kayu lapis.

Dalam konsentrasi yang

sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai
jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan
tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan
biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).

Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak,
misalnya

terminum,

bisa

menyebabkan

kematian.

Dalam

tubuh

manusia,

formaldehid dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,


tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehid bisa menimbulkan terikatnya
DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin,
2007).
Dampak buruk bagi kesehatan pada seseorang yang terpapar dengan
formalin dapat terjadi akibat paparan akut atau paparan yang berlangsung kronik.
Pada masyarakat kita yang mengonsumsi makanan yang mengandung formalin,
tentunya paparan ini berlangsung kronik. Dan itu bisa berdampak buruk bagi
kesehatan, seperti sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan
pernapasan baik batuk kronis atau sesak nafas kronis. Gangguan pada persarafan
berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada perempuan
akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin
jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Penelitian pada
Hewan menyebabkan kanker kulit dan kanker paru. Formalin juga dapat diserap
oleh kulit dan dapat juga terhirup oleh pernapasan. Oleh karena itu, kontak
langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga dapat berdampak buruk bagi
kesehatan. Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal
sebagai zat yang bersifat racun untuk persarafan tubuh (neurotoksik). Sampai
sejauh ini informasi-informasi yang ada menyebutkan tidak ada level aman bagi
formalin ini jika tertelan oleh manusia (Anonimus, 2006c).

Karakteristik Formalin

Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat
iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk
kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri
pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi
dan preparat patologi. Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat
tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil,
selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara
seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu
selaput dalam dinding sel.

Karena sifat formalin sangat mudah larut dalam air,

maka jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging
ikan.

Selanjutnya,

formalin

akan

mengeluarkan

isi

sel

daging

ikan,

dan

menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan


mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu
membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.

Formalin

memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku92, titik didih : 2140F (1100C),

pH : 2.8-4, gravitasi : 1,08, persentase dijual di

pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan
adalah alkohol dan aseton

(Linton et al, 1987).

Dampak Formalin Bagi Kesehatan


Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang
batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi

ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu
jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung
atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan
dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga
formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.

Imunitas tubuh sangat

berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh
rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus,
2008b).

Apabila formalin mengenai kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit


menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar. Apabila terkena mata
dapat menimbulkan iritasi mata yang menyebabkan mata memerah, terasa sakit,
gata-gatal,

penglihatan

kabur

dan

mengeluarkan

air

mata.

Bahkan

dalam

konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

Apabila formalin tertelan maka mulut,

tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare,
yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang
disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan
flu (CPSC, 1997).

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan
Berbahaya

Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh

Provinsi Aceh, Pada Bulan Januari sampai Februari 2010.

Alat dan Bahan Penelitian


Labu Kjeldahl, gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, kompor, panci, tabung
reaksi dan rak tabung, beker glass, batang pengaduk, blender, kertas saring, gelas
ukur, pipet steril,timbangan analitik. Sedangkan bahan tambahan yang diperlukan
yaitu asam kromatofat, asam sulfat, asam fosfat, akuades, formalin, dan reagen Fo1.

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang
diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.

Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat
pekat ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk
steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah
semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam
kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).

Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test


Deteksi formalin menggunakan asam kromatofat. Sejumlah 20 gr contoh
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 800 ml yang telah berisi 200 ml air dan
diasamkan dengan 5 ml asam fosfat 10 %. Kemudian didestilasi perlahan-lahan
hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi
10 ml air (ujung pendinginnya harus tercelup). Selanjutnya 2 ml destilat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan

5 ml larutan asam

kromatofat 0,5 % dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam
tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika
mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).

Deteksi formalin menggunakan kit test sebanyak

20 gr sampel dan

ditambahkan air sebanyak 100 ml kemudian dihaluskan selanjutnya disaring


menggunakan kertas saring, 5 ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi
yang berbeda kemudian tambahkan 1 ml baku formalin dengan kosentrasi masingmasing tabung 10 dan 5 ppm, selanjutnya tambahkan 10 tetes reagen Fo-1 ke
dalam tiap-tiap tabung tesebut

yang telah diberi label berdasarkan konsentrasi

formalin masing-masing tabung dan di homogenkan, selanjutnya masukkan strip kit


test ke dalam tiap-tiap tabung selama 1 detik angkat dan tentukan perubahan
warna sesuai dengan indikator warna (Ungu) (BBPOM, 2008).

Analisis Data
Akuades10 ml
Data
yang
diperoleh
dianalisis secara
deskriptif.
+25 ml H2SO4 Pekat 60%

+Asam Kromatofat 0,175 gr

Homogenkandengan Batang Pengaduk

35 ml Asam Kromatofat 0,5% dalam


Asam Sulfat 60%

Gambar 3. Bagan Penanganan Bahan Pelarut.

Gambar 4. Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan


Asam Kromatofat

Gambar 5. Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan Kit Test

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit
test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda
Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam

mendeteksi keberadaan formalin

dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi
formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh

Hasil Pengujian
Asam

Jumlah
No

Tabung

Kit Test

Kromatofat
Ppm

Negat
if

Blanko (air)

Sampel

Positif
-

Negati
f
-

Positif
-

Sampel +
Formalin

10

Sampel +
Formalin

Dalam hal keamanan pangan, selama proses produksi, penanganan dan


pengolahan produk perikanan ternyata masih ditemukan hal-hal yang tidak
diharapkan, terutama berkenaan dengan ditemukannya pemakaian bahan-bahan
yang tidak selayaknya digunakan sebagai pengawet misalnya formalin, borak,
rhodamin B dan lain sebagainya. Menurut (Irianto dan Murdinah, 2006) pernah di
temukan penggunaan formalin untuk penanganan ikan di atas kapal.
Pada Tabel 1 baris ke 2 (dua), terlihat sampel positif berformalin meski pada
sampel tersebut tidak ada perlakuan penambahan formalin. Maka hasil tersebut
dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Anisrullah

et al,

(2009) yang mendapatkan dari 77 sampel ikan 58 sampel berformalin.


Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat dilarang karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama akan terakumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, tenggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak,
misalnya

terminum,

bisa

menyebabkan

kematian.

Dalam

tubuh

manusia,

formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,


tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematian. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA
oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin,
2007).

Tabel 2. Perbandingan Metode Uji Formalin Secara Kualitatif Menggunakan


Asam Kromatofat, Kit Test dan Fenilhidrazin pada 5 dan 10 ppm

No

Metode Deteksi

Indikator yang di
ukur

Asam kromatofat

1 Lama waktu/ waktu 30 menit


yang di perlukan

Biaya yang di
butuhkan

Kepraktisan
3

Perubahan warna
4

Sensitivitas
5

10 menit

Praktis

Sangat Praktis

Praktis

Merah keunguan

Sesuai indikator
warna (Ungu)

Hijau emerald
Biru

5 ppm

0,03 ppm

Mudah

Mudah

Tidak

Ya

Tidak

Ya

5 ppm

Mudah

Butuh lab/ tempat/


7 peralatan Khusus

Ya

10 menit

Fenilhidrazine*)

Rp. 1.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 1.300.000,untuk 1.000 sampel untuk 100 sampel untuk 100 sampel

Mudah/ sukar
6 mendapatkan
reagen

Memerlukana SDM
sebagai penguji

Kit test

Ya

*)opung et al , 2009

Menurut BBPOM (2008), hasil deteksi formalin menggunkan asam kromatofat


jelas terlihat pada penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah
ungu yang menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin sedangkan
pada metode deteksi formalin menggunkan kit test terlihat jelas jika bahan pangan
dan makanan mengandung formalin setelah di celupkan strip kit tes yang berubah
warna sesuai indikator warna yang telah ditentukan yakni berwarna ungu.
Asam kromatofat dapat memberi warna merah keunguan karena asam
kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin
juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang
berwarna

merah

keunguan.

Reaksinya

dapat

dipercepat

dengan

cara

menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis.
Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu
bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat
karsinogen atau dapat menyebabkan kanker

pada hewan percobaan, yang

menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia
terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut
formalin pada hewan percobaan menyebabkan perlemakan hati dan degenerasi
sel, meningkatnya kekentalan darah, dan meningkatnya jumlah sel darah merah
immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen
(Fatimah, 2006).

belum sempurna

Solusi

penyalahgunaan

formalin

harus

dilakukan

secara

komprehensif,

berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan demand side, dengan


melakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha dan masyarakat
secara edukasi, informasi dan komusikasi efektif (Raihan, 2006).

Gambar 6.
Hasil positif
dengan jumlah
ppm yang
berbeda pada
deteksi
formalin
menggunakan
asam
kromatofat

Gambar 7. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
formalin menggunakan kit test.
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin
menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi
keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi
hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.

SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin
secara kuantitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran
yang lebih rendah.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan
mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama

protein ikan

dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam aminonya


dan kemudahan untuk dicerna. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam
lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi
untuk potensi kecerdasannya (Astawan disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Pengolahan bahan makanan yang mengandung protein haruslah hati-hati,
karena sifat protein yang mudah terdenaturasi. Salah satu penyebab denaturasi
protein ini adalah dengan penambahan bahan kimia seperti halnya garam.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan protein dari sifat aslinya, yang
dapat menyebabkan perubahan sifat biologik maupun kelarutannya. Protein ada
yang larut dalam air, dan ada yang larut dalam lemak (Sofro disitasi oleh
Puspitasari, 2009).
Bahan kimia tambahan sampai saat ini masih banyak digunakan untuk
mengawetkan produk pangan meskipun beberapa diantaranya sudah dilarang.
Salah satunya adalah formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu, bakso,

mie basah, dan juga pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar
ikan tersebut tidak cepat busuk.

International Programme on Chemical Safety

( IPCS ) mengatakan batas aman formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.
Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.

Akibat yang

ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang,
bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000). Pemakaian
formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58
sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari
Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan
pengawet (Raihan, 2006).
Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan
pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara
kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan
dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor
dari Lembaga Penelitian Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji
organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada
makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,

maka jika makanan

mengandung formalin, akan menpengaruhi tingkat kekenyalan. Tanda laian adalah


jika

makanan

mengandung

formalin

tidak

dikerubuti

lalat

karena

formalin

merupakan bahan insektisida (Anonimus, 2006a).


Metode lain yang sering digunakan untuk deteksi formalin di laboratorium
salah satunya adalah deteksi formalin menggunakan asam kromatofat yang

dilakukan dengan metode destilasi seperti yang sering dilakukan oleh pihak BBPOM
untuk mendeteksi formalin dalam bahan pangan dan makanan (BBPOM, 2008)
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan
makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang
digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri
Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 68/Menkes/PER/X/1999,
UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik
bagi tubuh manusia (Anonimus, 2006b).
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, formalin termasuk dalam kategori
bahan berbahaya yang penggunaannya harus diawasi secara ketat.

Tata niaga

bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali
supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus
menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan,
misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko
dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa
formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan
yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya
lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga
secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).
Alasan pentingnya membandingkan hasil kerja metode pengujian secara
kualitatif ini adalah agar memperoleh metode yang lebih sederhana, cepat, akurat
dan ekonomis dalam melakukan uji formalin dari kedua metode tersebut. Tujuan

penelitian ini adalah membandingkan metode hasil uji penelitian antara metode kit
test dan uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat, sehingga
diperoleh hasil metode mana yang lebih ekonomis dan hasil yang baik. Manfaat dari
penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat untuk
memanfaatkan salah satu metode uji yang lebih ekonomis dan memberikan hasil
yang lebih nyata. Sedangkan hipotesis dari penelitian ini adalah, deteksi formalin
menggunakan kit test lebih mudah dilakukan serta memperoleh hasil yang cepat
dan baik.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk
mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam
kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan.
Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen
peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan
campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan
warna

merah

keunguan

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

bahan

tersebut

mengandung formalin (Widyaningsih yang disitasi Ramadhan, 2008).


Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
(anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam
sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia.
Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air
limbah. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm
yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan.
Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah
ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam
sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion
hidronium: H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-. Asam sulfat dipercayai pertama kali
ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9
Kit Test

(Wells, 1984).

Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/
pendeteksian

awal,

dengan

pembacaan

secara

visual,

yaitu

dengan

membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan
pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil
yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya
dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya
dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan metode persiapan sampel
(sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini
berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran
pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama
sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya
formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi
minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada
larutan penguji (Anonimus, 2009).

Gambar 1. Formaldehid Kit Test

Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan
pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu
diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat
mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena
beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang

sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Adapun kondisi lingkungan


tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana
prasarana (Pandit et al, 2006).
Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu
kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi
dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini
disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella,
Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang
sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish
poisoning)

karena

ikan

jenis

ini

mengandung

asam

amino

histidin

yang

dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase


sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh
manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak
bersih (Pandit et al, 2006).

Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis tharzard)

Sumber Formalin
Formaldehid

(CH2O)

bisa

dihasilkan

dari

pembakaran

bahan

yang

mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya
kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan. Konsentrasi formalin di
daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya
lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan
tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam
ruangan. Meningkatnya aliran udara dari luar menyebabkan menurunnya tingkat
konsentrasi formalin di dalam ruangan.

Bila suhu dan kelembaban tinggi, maka

tingkat konsentrasi formalin meningkat. Sumber formalin di lingkungan yaitu

di

dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk
memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga
seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat
formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi,
tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan
perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan
sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali
ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai
hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat yang tidak
berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya
dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari
formaldehid. Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan
reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya
secara kimia. Pada tahun 1886, Loews mengembangkan metode praktis katalisasi
tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888
dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut
dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala
terbatas sebelum berkembang resin phenolic.

Pada saat ini, meningkatnya

kuantitas formaldehid di pabrik-pabrik melalui oksidasi gas dan hidrokarbon alifatik


yang rendah. Pada tahun 1925, proses petrokimia ini didasarkan pada rintisan kerja
John. C . Beker (Kirk-Othmer, 1966).
Sebenarnya batas toleransi Formaldehid (formalin adalah nama dagang zat
ini) yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air

minum, menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg


per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara
formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa
adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan
formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara
1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh
manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily
Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan.
Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih
bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terusmenerus. Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/ USEPA
untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan
untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negaranegara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive)
memperbolehkan penggunaan formaldehid di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan
untuk produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini
sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan
makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan
RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan
dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan paraformaldehid)
(Fahruddin, 2007).

Kegunaan Formalin

Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak
mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.
Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan kerugian.

Kegunaan formalin sangat banyak antara lain ;

formalin dapat digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dapat dimanfaatkan


untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat, berbagai
serangga lain, bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan
peledak. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin
dan kertas, bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan
pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur
minyak, dan bahan perekat untuk produk kayu lapis.

Dalam konsentrasi yang

sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai
jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan
tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan
biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).

Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak,
misalnya

terminum,

bisa

menyebabkan

kematian.

Dalam

tubuh

manusia,

formaldehid dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,


tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehid bisa menimbulkan terikatnya
DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin,
2007).
Dampak buruk bagi kesehatan pada seseorang yang terpapar dengan
formalin dapat terjadi akibat paparan akut atau paparan yang berlangsung kronik.
Pada masyarakat kita yang mengonsumsi makanan yang mengandung formalin,
tentunya paparan ini berlangsung kronik. Dan itu bisa berdampak buruk bagi
kesehatan, seperti sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan
pernapasan baik batuk kronis atau sesak nafas kronis. Gangguan pada persarafan
berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada perempuan
akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin
jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Penelitian pada
Hewan menyebabkan kanker kulit dan kanker paru. Formalin juga dapat diserap
oleh kulit dan dapat juga terhirup oleh pernapasan. Oleh karena itu, kontak
langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga dapat berdampak buruk bagi
kesehatan. Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal
sebagai zat yang bersifat racun untuk persarafan tubuh (neurotoksik). Sampai
sejauh ini informasi-informasi yang ada menyebutkan tidak ada level aman bagi
formalin ini jika tertelan oleh manusia (Anonimus, 2006c).

Karakteristik Formalin

Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat
iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk
kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri
pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi
dan preparat patologi. Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat
tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil,
selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara
seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu
selaput dalam dinding sel.

Karena sifat formalin sangat mudah larut dalam air,

maka jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging
ikan.

Selanjutnya,

formalin

akan

mengeluarkan

isi

sel

daging

ikan,

dan

menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan


mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu
membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.

Formalin

memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku92, titik didih : 2140F (1100C),

pH : 2.8-4, gravitasi : 1,08, persentase dijual di

pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan
adalah alkohol dan aseton

(Linton et al, 1987).

Dampak Formalin Bagi Kesehatan


Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang
batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi

ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu
jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung
atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan
dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga
formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.

Imunitas tubuh sangat

berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh
rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus,
2008b).

Apabila formalin mengenai kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit


menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar. Apabila terkena mata
dapat menimbulkan iritasi mata yang menyebabkan mata memerah, terasa sakit,
gata-gatal,

penglihatan

kabur

dan

mengeluarkan

air

mata.

Bahkan

dalam

konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

Apabila formalin tertelan maka mulut,

tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare,
yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang
disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan
flu (CPSC, 1997).

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan
Berbahaya

Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh

Provinsi Aceh, Pada Bulan Januari sampai Februari 2010.

Alat dan Bahan Penelitian


Labu Kjeldahl, gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, kompor, panci, tabung
reaksi dan rak tabung, beker glass, batang pengaduk, blender, kertas saring, gelas
ukur, pipet steril,timbangan analitik. Sedangkan bahan tambahan yang diperlukan
yaitu asam kromatofat, asam sulfat, asam fosfat, akuades, formalin, dan reagen Fo1.

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang
diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.

Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat
pekat ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk
steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah
semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam
kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).

Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test


Deteksi formalin menggunakan asam kromatofat. Sejumlah 20 gr contoh
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 800 ml yang telah berisi 200 ml air dan
diasamkan dengan 5 ml asam fosfat 10 %. Kemudian didestilasi perlahan-lahan
hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi
10 ml air (ujung pendinginnya harus tercelup). Selanjutnya 2 ml destilat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan

5 ml larutan asam

kromatofat 0,5 % dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam
tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika
mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).

Deteksi formalin menggunakan kit test sebanyak

20 gr sampel dan

ditambahkan air sebanyak 100 ml kemudian dihaluskan selanjutnya disaring


menggunakan kertas saring, 5 ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi
yang berbeda kemudian tambahkan 1 ml baku formalin dengan kosentrasi masingmasing tabung 10 dan 5 ppm, selanjutnya tambahkan 10 tetes reagen Fo-1 ke
dalam tiap-tiap tabung tesebut

yang telah diberi label berdasarkan konsentrasi

formalin masing-masing tabung dan di homogenkan, selanjutnya masukkan strip kit


test ke dalam tiap-tiap tabung selama 1 detik angkat dan tentukan perubahan
warna sesuai dengan indikator warna (Ungu) (BBPOM, 2008).

Analisis Data
Akuades10 ml
Data
yang
diperoleh
dianalisis secara
deskriptif.
+25 ml H2SO4 Pekat 60%

+Asam Kromatofat 0,175 gr

Homogenkandengan Batang Pengaduk

35 ml Asam Kromatofat 0,5% dalam


Asam Sulfat 60%

Gambar 3. Bagan Penanganan Bahan Pelarut.

Gambar 4. Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan


Asam Kromatofat

Gambar 5. Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan Kit Test

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit
test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda
Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam

mendeteksi keberadaan formalin

dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi
formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh

Hasil Pengujian
Asam

Jumlah
No

Tabung

Kit Test

Kromatofat
Ppm

Negat
if

Blanko (air)

Sampel

Positif
-

Negati
f
-

Positif
-

Sampel +
Formalin

10

Sampel +
Formalin

Dalam hal keamanan pangan, selama proses produksi, penanganan dan


pengolahan produk perikanan ternyata masih ditemukan hal-hal yang tidak
diharapkan, terutama berkenaan dengan ditemukannya pemakaian bahan-bahan
yang tidak selayaknya digunakan sebagai pengawet misalnya formalin, borak,
rhodamin B dan lain sebagainya. Menurut (Irianto dan Murdinah, 2006) pernah di
temukan penggunaan formalin untuk penanganan ikan di atas kapal.
Pada Tabel 1 baris ke 2 (dua), terlihat sampel positif berformalin meski pada
sampel tersebut tidak ada perlakuan penambahan formalin. Maka hasil tersebut
dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Anisrullah

et al,

(2009) yang mendapatkan dari 77 sampel ikan 58 sampel berformalin.


Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat dilarang karena akan
berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama akan terakumulasi
dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, tenggorokan serasa
terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak,
misalnya

terminum,

bisa

menyebabkan

kematian.

Dalam

tubuh

manusia,

formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,


tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai
kepada kematian. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA
oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin,
2007).

Tabel 2. Perbandingan Metode Uji Formalin Secara Kualitatif Menggunakan


Asam Kromatofat, Kit Test dan Fenilhidrazin pada 5 dan 10 ppm

No

Indikator yang di
ukur

Asam kromatofat

1 Lama waktu/ waktu 30 menit


yang di perlukan

Metode Deteksi
Kit test

Fenilhidrazine*)

10 menit

10 menit

2 Biaya yang di
butuhkan

Rp. 1.500.000,Rp. 1.000.000,Rp. 1.300.000,untuk 1.000 sampel untuk 100 sampel untuk 100 sampel

3 Kepraktisan

Praktis

Sangat Praktis

Praktis

4 Perubahan warna

Merah keunguan

Sesuai indikator
warna (Ungu)

Hijau emerald
Biru

5 Sensitivitas

5 ppm

5 ppm

0,03 ppm

6 Mudah/ sukar
Mudah
mendapatkan
reagen
7
Ya
Butuh lab/ tempat/
peralatan Khusus
8
Ya
Memerlukana SDM
sebagai penguji
*) Anisrullah et al , 2009

Mudah

Mudah

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Menurut BBPOM (2008), hasil deteksi formalin menggunkan asam kromatofat


jelas terlihat pada penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah
ungu yang menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin sedangkan
pada metode deteksi formalin menggunkan kit test terlihat jelas jika bahan pangan
dan makanan mengandung formalin setelah di celupkan strip kit tes yang berubah
warna sesuai indikator warna yang telah ditentukan yakni berwarna ungu.
Asam kromatofat dapat memberi warna merah keunguan karena asam
kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin

juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang


berwarna

merah

keunguan.

Reaksinya

dapat

dipercepat

dengan

cara

menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis.
Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu
bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat
karsinogen atau dapat menyebabkan kanker

pada hewan percobaan, yang

menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia
terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut
formalin pada hewan percobaan menyebabkan perlemakan hati dan degenerasi
sel, meningkatnya kekentalan darah, dan meningkatnya jumlah sel darah merah
immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen

belum sempurna

(Fatimah, 2006).
Solusi

penyalahgunaan

formalin

harus

dilakukan

secara

komprehensif,

berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan demand side, dengan


melakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha dan masyarakat
secara edukasi, informasi dan komusikasi efektif (Raihan, 2006).

Gambar 6. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
formalin menggunakan asam kromatofat

Gambar 7.
Hasil positif
dengan jumlah
ppm yang
berbeda pada
deteksi
formalin
menggunakan
kit test.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin
menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi
keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi
hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.

SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin
secara kuantitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran
yang lebih rendah.

Apa sih formalin itu????


Formalin adalah suatu larutan tidak berwarna, berbau tajam, mengandung lebih kurang 37%
formaldehyde dalam air, biasa ditambahkan metanol 10 - 15 % sebagai pengawet

Nama lain formalin


1. Formol
2. Morbicid
3. Formic aldehyde
4. Methylene oxide
5. Oxymethilen
6. Formoform
7. Oxomathane
8. Formalith
9. Korsanpat
10. Paraform
Penggunaan Formaline buat apa sih???
Formalin bersifat bakterisid atau membunuh kuman sehingga dapat di manfaatkan
sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dll
Pembasmi lalat dan berbagai serangga

Bahan pada pembuatan sutra

Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

Bahan pengawet produk kosmetika

bahan pencegah korosi untuk sumur minyak

Bahaya formalin pada kesehatan dalam jangka pendek atau akut apabila terhirup dapat
menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, susah bernafas, rasa terbakar pada hidung
dan tenggorokan, pneumonitis. Apabila terpapar formalin pada kulit akan menyebabkan rasa
sakit, perubaha warna menjadi putih ( eit bukan berarti bisa jadi skin whitening lohh ;p ) dan
dapat pula menyebabkan luka bakar tingkat 1. sedangkan jika formalin itu tertelan dapat
menyebabkan mulut, kerongkongan dan perut terasa terbakar, sakit saat menelan mual muntah,
diare, perdarahan, sakit kepala, hipotensi, kejang tidak sadar hingga koma, gangguan ginjal
dengan albuminaria, hematuria, anuria, asidosis.
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin secara sengaja atau tidak sengaja
efek sampingnya akan tampak pada jangka panjang karena terjadinya akumulasi formalin dalam
tubuh, akibat dari akumulasi tersebut diantaranya timbul iritasi saluran pernafasan, muntah, sakit
kepala, rasa terbakar pada tenggorokan, rasa gatal di dada, dan dalam penelitian pada hewan
formalin dapat menyebabkan kanker sehingga diduga formalin juga dapat menjadi pemicu
kanker pada manusia.
Sekarang ini banyak para pedagang tidak bertanggung jawab menggunakan formalin sebagai
pengawet banyak diantaranya yaitu ikan asin, tahu, bakso , ikan basah,, padahal sangat
berbahaya efek penggunaan formalin tersebut.

Formalin Pada Makanan


Berikut ini terdapat beberapa ciri penggunaan formalin, walaupun tidak terlampau
khas untuk mengenali pangan berformalin, namun dapat membantu
membedakannya dari pangan tanpa formalin.
Ciri-ciri mi basah yang mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan
lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Bau agak menyengat, bau formalin
* Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal
Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin:
* dak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan
lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)
* Tahu terlampau keras, namun tidak padat
* Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin 0.5-1ppm)
Ciri-ciri baso yang mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
* Teksturnya sangat kenyal
Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
* Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna
daging ikan putih bersih
* Bau menyengat, bau formalin
Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin:
* Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
* Bersih cerah
* Tidak berbau khas ikan asin
Menurut Syamsiah (2003 : 45) bagian rimpang lengkuas mengandung atsiri 1%,
kamfer, sineol minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen kaemferida, galangan,
galangol, kristal kuning dan asam metil sinamat. Minyak atsiri yang dikandungnya
antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer, dan methyl-cinnamate. Zat-Zat
kimia seperti fenol dalam minyak atsiri dalam rimpang lengkuas (Lenguas galanga
l.) efektif digunakan sebagai pengganti formalin. Selain itu, tanaman tersebut
mudah dibudidayakan dan untuk mendapatkannya tidak dibutuhkan biaya yang
mahal. Maka dari itu, penulis merancang penelitian yang berjudul Pemanfaatan
Lengkuas (Lenguas galanga l.) sebagai Bahan Pengawet Pengganti
Formalin

formalin itu di dapat dari senyawa aldehin dan formalin berbahaya bagi
tubuh manusia

Efek Formalin Pada Manusia


Formaldehida merupakan senyawa yang terdapat pada formalin. Karena resin
formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan
busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelanpelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering
ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0.1 mg/kg, formaldehida yang terhisap
bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluar
air
mata,
pusing,
teggorokan
serasa
terbakar,
serta
kegerahan.
Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa
menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam
format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan
sering,
hipotermia,
juga
koma,
atau
sampai
kepada
kematiannya.
Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA protein, sehingga
mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap
formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya,
sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi,
ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit,
seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh
karsinogenik
terhadap
makhluk
hidup
yang
terpapar
zat
tersebut.
Pertolongan
pertama
bila
terjadi
keracunan
akut
Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban.
Sebelum ke rumah sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan
rangsangan agar korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif
pada saluran cerna atas. Di rumah sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas
lambung (gastric lavage), memberikan arang aktif (walaupun pemberian arang aktif
akan mengganggu penglihatan pada saat endoskopi). Endoskopi adalah tindakan
untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan saluran cerna. Untuk
meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan hemodyalisis (cuci
darah). Tindakan ini diperlukan bila korban menunjukkan tanda-tanda asidosis
metabolik berat.

Anda mungkin juga menyukai