Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Zat Warna
Zat pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang
memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya
memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan
mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang
gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya
tidak dapat larut, dan tidak memilikiafinitas terhadap substrat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan
tambahan makanan, bahan pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Atau dengan kata lain, Secara teknis, bahan pewarna adalah zat pewarna, pigmen atau
senyawa yang dapat menampilkan warna tertentu jika ditambahkan atau digunakan dalam
makanan, obat, kosmetik atau tubuh manusia
Umumnya makanan atau minuman dapat memiliki warna karena lima hal, yaitu:
a

Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, sebagai contoh klorofil
yang memberi warna hijau, karoten yang memberi warna jingga sampai merah, dan

mioglobin yang memberi warna merah pada daging.


Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan
warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada roti
bakar.

Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula
pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang

disimpan lama.
Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam,
misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong
dan dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya

kontak dengan oksigen.


Penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Zat warna sintetik termasuk ke
dalam zat adiktif atau bahan tambahan makanan (BTM) yang penggunaannya tidak bisa
sembarangan.

2.2. Klasifikasi Bahan Pewarna

Zat warna atau pewarna makanan secara umum dapat dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu: zat warna alami, zat warna yang identik dengan zat warna alami, dan zat warna sintetis.
a

Bahan pewarna alami


Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau

dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna
makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat
warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat
warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya,

untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-beda dipengaruhi faktor
jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya.
Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buahbuahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat
pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut,
dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna
alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila
dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan
sesering zat pewarna sintetis.
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis, penggunaan pewarna alami
mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain:
1) Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan
2) Konsentrasi pigmen rendah
3) Stabilitas pigmen rendah
4) Keseragaman warna kurang baik
5) Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis
Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan antara lain
Karotenoid, Antosianin Kurkum, Biksin, Karamel, Titanium oksida, Cochineal, karmin dan
asam karminat.
Kelebihan zat warna alami :
1. Aman karena diambil dari alam langsung
2. Merupakan bahan organik
Kekurangan zat warna alami :
1. Terkesan memberikan rasa khas yang tidak diinginkan. Contoh :
kunyit.
2. Konsentrasi pigmen kecil, sehingga memerlukan bahan baku yang
banyak.
3. Stabilitas pigmen rendah.
4. Keseragaman warna kurang baik.
5. Spektrum warna tidak luas.
6. Pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada
saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan
pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika
mengalami proses penggorengan.
b Zat warna yang identik dengan zat warna alami

Zat warna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat warna
ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi. Jadi
pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur
kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami.
Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain xanthaxanthine
(merah), bahan pewarna yang memberikan warna merah ini diekstrak dari sejenis tanaman.
Untuk membuat pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis
(coating) melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri
daging dan ikan kaleng (ikan sardin). , apo-karoten (merah-oranye), beta-karoten (oranyekuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum
penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas.

Bahan pewarna sintetis

Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin
untuk warna kuning, allura red untuk warna merah dsb. Kadang-kadang pengusaha yang

nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan
warna pada makanan.
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis
seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya.
Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan
memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan
harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang
komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.
Misalnya saja penggunaan rhodamin B yang sering digunakan untuk mewarnai terasi,
kerupuk dan minuman sirup. Penggunaan pewarna jenis ini tentu saja dilarang keras, karena
bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya.
Mengapa pewarna sintetis masih sangat diminati. Pertama, adalah masalah harga.
Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan
pewarna alami. Masalah ini tentu saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya
beli masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah. Faktor kedua, adalah stabilitas pewarna
sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun
sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah
mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang
menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar manakala mengalami
proses penggorengan.
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut Joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam

beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid. Kelas azo merupakan
zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, oranye, merah,
ungu, dan coklat, setelah itu kelas triaril metana yang mencakup warna biru dan hijau.
Seperti halnya bahan pewarna makanan, zat pewarna tekstil (pencelup) dapat
digolongkan ke dalam beberapa golongan, diantaranya:
a Menurut cara diperolehnya, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik.
b Berdasarkan sifat pencelupannya, zat warna dapat digolongkan sebagai zat warna
substantif, yaitu zat warna yang langsung dapat mewarnai serat dan zat warna ajektif,
c

yaitu zat warna yang memerlukan zat pembantu pokok untuk dapat mewarnai serat.
Berdasarkan warna yang ditimbulkan zat warna digongkan menjadi zat warna
monogenetik yaitu zat warna yang hanya memberikan arah satu warna dan zat warna

poligenetik yaitu zat warna yang memberikan beberapa arah warna.


Di dalam praktik zat warna tekstil tidak digolongkan berdasarkan struktur kimianya,
melainkan berdasarkan sifat-sifat pencelupan maupun cara penggunaannya. Zat-zat
warna tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1). Zat warna asam
Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik misalnya asam

sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna ini dipergunakan dalam suasana asam dan memiliki
daya tembus langsung terhadap serat-serat protein atau poliamida.
2). Zat warna basa
Zat warna ini umumnya merupakan garam-garam khlorida atau oksalat dari basa-basa
organik, misalnya basa amonium, oksonium dan sering pula merupakan garam rangkap
dengan seng khlorida. Oleh karena khromofor dari zat warna ini terdapat pada kationnya
maka zat warna ini kadang-kadang juga disebut zat warna kation. Warna-warnanya cerah
tetapi tahan luntur warnanya kurang baik. Zat warna ini mempunyai daya tembus langsung
terhadap serat-serat protein. Beberapa zat warna basa yang telah dikembangkan dapat juga

dipergunakan untuk mewarnai serat poliakrilat. Pada serat tersebut zat warna basa memiliki
tahan luntur dan tahan sinar yang lebih baik.
3). Zat warna direk
Zat warna ini menyerupai zat warna asam, yakni merupakan garam natrium dari asam
sulfonat dan hampir seluruhnya merupakan senyawa-senyawa azo. Zat warna ini mempunyai
daya tembus langsung terhadap serat-serat selulosa, maka kadang-kadang juga disebut zat
warna substanstif. Meskipun zat warna ini dapat dipergunakan untuk mewarnai serat-serat
protein tetapi jarang dipergunakan untuk maksud tersebut. Golongan zat warna ini memiliki
macam warna yang cukup banyak, tetapi tahan luntur warnanya kurang baik.
4). Zat warna mordan dan kompleks logam
Zat warna ini tidak mempunyai daya tembus terhadap serat-serat tekstil, tetapi dapat
bersenyawa dengan oksida-oksida logam yang dipergunakan sebagai mordan, membentuk
senyawa yang tidak larut dalam air. Zat warna mordan asam dipergunakan untuk mewarnai
serat-serat wol atau poliamida seperti halnya zat warna asam tetapi memiliki tahan luntur
yang baik. Zat warna kompleks logam merupakan perkembangan terakhir dari zat warna
mordan. Dalam pencelupan dengan zat warna mordan timbul kesukaran karena terjadinya
perubahan warna yang diakibatkan oleh senyawa-senyawa logam. Untuk mengatasi kesulitan
tersebut zat warna kompleks logam dibuat dengan mereaksikan krom dengan molekulmolekul zat warna.
5). Zat warna belerang
Zat warna ini merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung belerang pada
sistim khromofornya dan gugusan sampingnya yang berguna dalam pencelupan. Zat warna
ini terutama digunakan untuk serat-serat selulosa untuk mendapatkan tahan luntur warna

terhadap pencucian dengan nilai yang baik tetapi dengan biaya yang rendah. Warna-warna
yang dihasilkan oleh zat warna ini biasanya suram.
6). Zat warna bejana
Zat warna ini tidak larut dalam air tetapi dapat dirubah menjadi senyawa leuco yang
larut dengan penambahan senyawa reduktor natrium hidrosulfit dan natrium hiroksida. Seratserat selulosa mempunyai daya serap terhadap senyawa leuko tersebut, yang setelah diserap
oleh serat dapat dirubah menjadi bentuk pigmen yang tidak larut lagi dalam air dengan
menggunakan senyawa oksidator. Untuk mempermudah cara pemakaiannya zat warna ini
telah dikembangkan menjadi zat warna bejana yang larut dengan cara mengubah strukturnya
menjadi garam natrium dari ester asam sulfat. Zat warna yang larut ini dapat dikembalikan ke
dalam struktur aslinya di dalam serat dengan cara oksidasi dalam suasana asam.
7). Zat warna dispersi
Zat warna ini tidak larut dalam air tetapi mudah didispersikan atau disuspensikan dalam
air. Dalam perdagangan dijual sebagai bubuk. Zat warna ini digunakan untuk mewarnai seratsrat yang bersifat hidrofob.
8). Zat warna reaktif
Zat warna ini dapat bereaksi dengan selulosa atau protein sehingga memberikan tahan
luntur warna yang baik. Reaktifitas zat warna ini bermacam-macam, sehingga sebagian dapat
digunakan pada suhu rendah sedangkan yang lain harus digunakan pada suhu tinggi.
9). Zat warna naftol
Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dan terbentuk di dalam serat dari
dua komponen pembentuknya. Golongan zat warna ini terutama untuk mewarnai serat
selulosa dengan warna-warna cerah terutama warna merah. Ketahanannya baik kecuali tahan
gosoknya.

10). Zat warna pigmen


Zat warna ini tidak larut dalam air dan tidak mempunyai daya tembus terhadap serat
tekstil. Dalam pemakaiannya zat warna ini dicampur dengan resin sebagai pengikat. Oleh
karena zat warna tersebut menempel pada serat dengan adanya resin sebagai pengikat, hal ini
mengakibatkan pegangan kainnya menjadi kaku dan tahan gosoknya kurang baik.
11). Zat warna oksidasi
Pada prinsipnya zat warna ini merupakan suatu senyawa antara dengan berat
molekul rendah, yang dicelupkan dan kemudian dioksidasikan dalam serat dalam suasana
asam untuk membentuk molekul berwarna yang lebih besar dan tidak larut.
2.3. Bahan Baku Dari Bahan Pewarna
Bahan baku untuk pewarna alami yang banyak digunakan antara lain:
1. Daun suji dan daun pandan mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau

menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang. Daun suji lebih sering
dipakai sebagai pewarna pada kue jajan pasar dan minuman.Daun pandan juga bisa
memberikan warna pada masakan dengan cara menumbuk dan memeras airnya, namun
efek warnanya tidak sekuat daun suji.

2. Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat pada makanan,

misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.

3. Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk memberi warna

kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi kuning. Selain itu, kunyit
dapat mengawetkan makanan.
4. Buah Bit (pemberi warna pink atau merahkeunguan) Buah berwarna merah tua ini
mengandung vitamin A (karotenoid), vitamin B1, B2, vitamin C dan asam folat.
Manfaatnya antara lain membantu mengobati penyakit hati dan empedu, penghamcur sel
kanker dan tumor, mencegah anemia, menurunkan kolesterol dan membantu produksi sel
darah merah.

5. Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna kapxantin yang

menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang daging atau sambal goreng.
6. Wortel, beta-karoten (provitamin-A) pada wortel menghasilkan warna kuning. Wortel

bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah, serta membantu pertahanan
tubuh dari resiko kanker, terutama kanker paruparu,

kanker larynk (tenggorokan),

esophagus (kerongkongan), prostat, kandung kemih, dan leher rahim.


7. Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses karamelisasi, yaitu

pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170C.


8. Daun Selada (pemberi warna hijau) Daun selada air juga bermanfaat bagi kesehatan.
Selain kaya serat, sayuran berwarna hijau muda ini juga mengurangi resiko terjadinya
kanker, katarak, menurunkan resiko gangguan jantung dan terjadinya stroke, mengurangi
ganguan anemia, meringankan insomnia(sulit tidur), serta membantu kerja pencernaan
dan kesehatan organ hati.

9. Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada makanan,

misalnya pada bubur dan dodol.


Selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi bahan pewarna alami,
misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi warna merah, dan tomat warna oranye.
Pada pewarna buatan, Jenis pertama adalah pewarna buatan yang disintesa dengan
struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya beta-karoten (warna oranye sampai
kuning), santoxantin (warna merah), dan apokaroten (warna oranye). Jenis kedua adalah
bahan pewarna yang disintesa khusus untuk menggantikan pewarna alami. Tabel berikut
menunjukkan contoh bahan pewarna buatan pada makanan.
2.4. Pembuatan Bahan Pewarna Alami dan Buatan
Pembuatan bahan warna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan-bahan yang dapat
digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau
penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan saring dengan alat penyaring.
Agar warnanya cerah dapat ditambahkan sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah
diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika
menginginkan disimpan lebih lama.
Jika pewarna yang digunakan berasal dari gula kelapa yang digunakan pula sebagai
pewarna pemanis, maka pilih gula kelapa yang kualitasnya bagus sehingga tidak perlu

menyaring, lalu larutkan dengan air dingin atau air panas bila ingin cepat. Sedangkan untuk
membuat pewarna hijau sekaligus pengharum dapat digunakan kombinasi daun suji dan
pandan. Keduanya sekaligus ditumbuk bersama sedikit air, peras, lalu saring.
Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan
(Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya nur hidayat dan elfi anis saati terbitan
Trubus Agrisarana 2006. dapat diperoleh di toko-toko buku se Indonesia) adalah:
1. KAROTEN, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk
mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin.
Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya. Karotenoid merupakan
kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye yang terlarut dalam
lipida (minyak), berasal dari hewan maupun tanaman, misalnya fukoxanthin yang
terdapat didalam lumut, lutein, violaxanthin, dan neoxanthin terdapat pada dedaunan,
likopen pada tomat, kapsanthin pada cabe merah, biksin pada annatto, caroten pada
wortel, dan astazanthin pada lobster.
2. BIKSIN, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon
Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai
mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
3. KARAMEL, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu
karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair
untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai
pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun
es cendol
4. KLOROFIL, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan
untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan.
Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan

sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau
untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik,
juga memiliki harum yang khas.
5. ANTOSIANIN, penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada
bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga
tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel, chery, anggur, strawberi,
juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan
warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah.
Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada
beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu).
6. KURKUMIN, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi
warna kuning pada masakan yang kita buat.
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat
racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam
hal akhir atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
2.5. Dampak Penggunaan Bahan Pewarna Alami dan Buatan
Pembahasan ini, lebih terfokus pada bahan pewarna sintesis atau buatan untuk
makanan. Pemakaian zat pewarna, khususnya zat pewarna sintetis mempunyai dampak bagi
produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik,
meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan dasar yang telah hilang selama
pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan
memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan konsumen.

Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi penyalahgunaan


pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan
sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya
mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.
Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi penggunannya diantaranya adalah
amaran, allura merah, citrus merah, caramel, erithrosin, indigotine, karbon hitam dan
karkumin.
Amaran dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada
pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperarki pada anak-anak. Allura merah dapat memicu
kanker limpa, sedangkan caramel dapat menimbulkan efek pada system saraf dan dapat
menyebabkan gangguan kekebalan. Penggunaan tatrazine maupun sunset yellow yang
berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitive pada asam
asetilsiklik dan asam benzoate, selain dapat mengakibatkan asma dapat pula menyebabkan
hiperarki pada anak. Fast green FCF yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan
produksi tumor, sedangkan sunset yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
radang selaput lender pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan
pencernaan. Indigotine dalam dosis tertentu mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.
Pemakaian eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak
dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, sedangkan poncean SX dapat
mengakibatkan kerusakan system urin, kemudian dapat memicu timbulnya tumor.
Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti rhodamin B, pemakaian zat
warna ini tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Bahan ini
apabila dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati bahkan kanker hati.
2.6. Perbedaan antara Pewarna Alami dan Pewarna Buatan
Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna tersebut.

Pewarna alami

Pewarna buatan

Lebih aman dikonsumsi.

Kadang-kadang memiliki efek negatif


tertentu.

Warna yang dihasilkan kurang stabil,

Dapat

mengembalikan

warna

asli,

mudah berubah oleh pengaruh tingkat

kestabilan warna lebih tinggi, tahan

keasaman tertentu.

lama, dan dapat melindungi vitamin


atau zat-zat makanan lain yang peka

Untuk mendapatkan warna yang bagus


diperlukan

bahan

pewarna

terhadap cahaya selama penyimpanan.


Praktis dan ekonomis.

dalam

jumlah banyak.
Keanekaragaman warnanya terbatas.

Warna yang dihasilkan lebih beraneka

Tingkat keseragaman warna kurang

ragam.
Keseragaman warna lebih baik.

baik.
Kadang-kadang

Biasanya tidak menghasilkan rasa dan

memberi

rasa

aroma yang agak mengganggu.

dan

aroma yang mengganggu.

Anda mungkin juga menyukai