Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA SENSORI
THRESHOLD TEST

KELAS A
KELOMPOK 8

LARASATI 135100100111012
NABILA TARI PUANDA 135100100111036
MUHAMMAD FARIZ RAMZY 135100100111042
ANANTA PRASETIO SITORUS 135100100111056
KRISTIANTO PRADIPTA 135100101111056

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
I. LATAR BELAKANG

I.1 Pengertian Threshold


Threshold atau ambang rangsangan adalah konsentrasi terkecil dari suatu
rangsangan yang mulai dapat menimbulkan kesan. Ambang rangsangan terdiri dari ambang
mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (recognition threshold), ambang perbedaan
(difference threshold) dan ambang batas (terminal threshold) (Ratnaningsih, 2010).
Ambang mutlak (absolute threshold) adalah konsentrasi rangsangan terkecil yang
mulai dapat menimbulkan kesan. Sebagai contoh konsentrasi terkecil dari larutan garam
yang mulai menimbulkan kesan asin dapat dibedakan dari pelarutnya/air murni. Ambang
mutlak ditentukan berdasarkan 50 % dari jumlah penguji sudah dapat merasakan adanya
kesan. Ambang mutlak setiap jenis rangsangan dipengaruhi oleh jenis rangsangan dan
reseptor penerima rangsangan (Ratnaningsih, 2010).
Ambang pengenalan (recognition threshold) adalah konsentrasi rangsangan yang
sudah dapat menimbulkan identifikasi jenis kesan. Ambang pengenalan umumnya lebih
tinggi dibandingkan ambang mutlak. Ambang perbedaan (difference threshold) adalah
perubahan konsentrasi terkecil suatu rangsangan yang sudah dapat dideteksi
perubahannya. Ambang perbedaan ini menyangkut 2 tingkat kesan yang ditimbulkan oleh 2
rangsangan yang berbeda konsentrasinya. Nilai ambang perbedaan ditentukan oleh 75 %
dari jumlah penguji sudah dapat membedakan 2 tingkatan kesan (Ratnaningsih, 2010).
Rangsangan yang terus ditingkatkan konsentrasinya pada suatu saat tidak akan
menghasilkan peningkatan intensitas kesan. Ambang batas (terminal threshold) adalah
konsentrasi rangsangan terbesar yang masih meningkatkan intensitas kesan atau
konsentrasi rangsangan terkecil di mana peningkatan konsentrasi rangsangan sudah tidak
lagi mempengaruhi tingkat intensitas kesan. Ambang batas ini ditetapkan berdasarkan batas
atas, bukan batas terendah (Ratnaningsih, 2010).

I.2 Prinsip Uji Threshold


Metode pengujian threshold merupakan salah satu metode untuk pengujian panelis
dalam penentuan sensitivitas. Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi
terendah suatu substansi yang dapat dideteksi (absolute threshold) atau perubahan
konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi perubahannya (difference
threshold). Biasanya substansi yang mau dikaji dilarutkan dalam air murni, dan panelis
diminta untuk menilai sample mana yang berbeda dengan air, dalam hal ini air murni juga
disajikan sebagai pembanding (Kartika et al., 1988).
Prinsip pengujian uji threshold adalah menguji ada atau tidak ada sifat indrawi
tertentu yang diujikan dan dinyatakan ada atau tidak ada respon dari masing-masing sampel
(Rahman dan Juliesti, 2011).
I.3 Aplikasi Uji Threshold di Industri Pangan
Aplikasi uji treshold dalam industri pangan adalah untuk menseleksi panelis atau
karyawan yang akan ditempatkan di bagian quality control ataupun research and
development. Aplikasi lainnya adalah apabila kita akan mebuat formulasi baru untuk suatu
produk dengan tingkatan konsentrasi yang berbeda maka dapat dilakukan uji threshold untuk
dapat mengetahui sejauh mana konsumen mengetahui perubahan pengenalan rangsangan
yang berasal dari produk baru yang akan kita buat (Soekarto, 1985).

I.4 Tujuan
Tujuan dari praktikum uji threshold ini adalah untuk mengetahui cara penentuan
ambang stimulus rasa manis dan rasa asin.
II. METODE
II.1
III. PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Rasa


Rasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tanggapan indera
terhadap rangsangan syaraf, seperti manis, pahit, masam terhadap indera pengecap, atau
panas, dingin, nyeri terhadap indera perasa. Indera pengecapan dapat dibagi menjadi 4
(empat) cecapan utama yaitu manis, pahit, asam dan asin. Ada tambahan respon yang
terjadi bila dilakukan modifikasi antara lain seperti rasa kecut, pedas, panas, dingin dan
sebagainya. Rasa manis disebabkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus
hidroksi (OH), beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Contoh senyawa yang
memberikan rasa manis yaitu gula atau sukrosa. Sedangkan rasa asin dihasilkan oleh
garam-garam anorganik, yang umum NaCl. Kecuali garam Iodida dan bromida memberikan
rasa pahit sedangkan garam Pb dan Be memberikan rasa manis (Zuhra, 2006).

3.2 Mekanisme Manusia Mengecap Rasa


Ujung saraf pengecap beradadi taste buds pada seluruh permukaan lidah. Dengan
demikian zat-zat kimia yang terlarut dalam saliva akan mengadakan kontak dan merangsang
ujung-ujung serabut saraf pengecap kemudian timbul impuls yang akan menjalar ke nervus
facial (VII) dan nervus glossopharyngeal (IX). Impuls dari daerah lain selain lidah berjalan
melalui nervus vagus (X). Impuls di ketiga saraf tersebut menyatu di medula oblongata untuk
masuk ke nukleus traktus solitarius. Dari sana, axon berjalan membawa sinyal dan bertemu
dengan leminiskus medialis kemudian akan disalurkan ke daerah insula. Impuls
diproyeksikan ke daerah cortex serebrum di postcentral gyrus kemudian dihantar ke
thalamus dan sebagai hasilnya kita dapat mengecap makanan yang masuk ke dalam mulut
kita (Khurana, 2007).
Tiap rasa utama tersebut tidak mutlak sebagai proses spesifik, artinya rasa oleh
masing-masing ion atau molekul zat tersebut dapat bereaksi pada saat yang berlainan
dengan setiap epitel neuron ujung serabut syaraf pengecapan. Jadi setiap taste buds dapat
bereaksi untuk semua rasa walau dengan intensitas berbeda (Guyton dan Hall, 2009).
Gambar 3.1 Proses Rangsang Pengecap dari Taste Buds

Sampai Dipersepsikan ke Thalamus (Khurana, 2007)

3.3 Uji Threshold Rasa Manis dari Larutan Gula


3.3.1 Data Hasil Praktikum
Tabel 3.1 Tabel Binomial Rasa Manis dari Larutan Gula

Konsentrasi
Panelis
0,00% 0,10% 0,50% 1,00% 1,50% 2,00%
1 0 0 0 1 1 1
2 0 0 1 1 1 1
3 0 0 0 1 1 1
4 1 0 1 1 1 1
5 0 0 0 1 1 1
6 0 0 0 1 1 1
7 0 0 0 1 1 1
8 0 1 1 1 1 1
9 0 0 0 1 1 1
10 0 0 1 1 1 1
11 0 0 0 0 1 1
12 0 0 1 1 1 1
13 0 0 1 1 1 1
14 0 0 0 1 1 1
15 0 0 0 1 1 1
16 0 0 1 1 1 1
17 0 1 0 1 1 1
18 0 0 1 1 1 1
19 1 0 0 0 1 1
20 0 1 1 1 1 1
21 0 1 0 1 1 1
22 1 0 1 1 1 1
23 1 0 1 1 1 1
24 0 0 1 1 1 1
25 0 0 0 1 1 1
26 0 0 1 1 1 1
27 0 0 0 1 1 1
28 0 0 0 1 1 0
29 0 0 0 1 1 1
Total 4 4 13 27 29 28
Frekuens 44,83
13,79% 13,79% 93,10% 100,00% 96,55%
i %

Kurva Threshold Rasa Manis


120.00%
f(x) = 47.95x + 0.2
100.00%
R = 0.86
80.00%
60.00%
Frekuensi
Linear ()
40.00%
20.00%
0.00%
0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00% 2.50%
Konsentrasi

Perhitungan:
y = 47,95x + 0,195

Ambang Batas Mutlak (50%)


50% = 47,95x + 0,195
0,5 = 47,95x + 0,195
0,5 - 0,195 = 47,95x
0,305 = 47,95x
x = 0,006361

Ambang Batas Pengenalan (75%)


75% = 47,95x + 0,195
0,75 = 47,95x + 0,195
0,75 - 0,195 = 47,95x
0,555 = 47,95x
x = 0,011575

Tabel 3.2 Tabel Ambang Mutlak dan Ambang Pengenalan Rasa Manis dari Larutan Gula

Keterangan Konsentras Persen Ambang


i
Ambang Mutlak 0,636% 50,000%
Ambang Pengenalan 1,157% 75,000%

Grafik Penentuan dalam


Ambang Mutlak dan Ambang Pengenalan
Sampel Gula (Rasa Manis)
80.000%
75.000%
70.000%
60.000%
50.000% 50.000% Ambang Mutlak
40.000% Ambang Pengenalan
Persen Ambang
30.000%
20.000%
10.000%
0.000%
0.600% 0.800% 1.000% 1.200%
Konsentrasi

3.3.2 Pembahasan
Intensitas atau rangsangan terkecil yang mulai dapat menghasilkan respon disebut
ambang rangsangan atau stimulus threshold. Rangsangan yang terlalu kecil tidak akan
menghasilkan respon atau kesan. Prinsip pengujian uji threshold adalah menguji ada atau
tidak ada sifat indrawi tertentu yang diujikan dan dinyatakan ada atau tidak ada respon dari
masing-masing sampel (Rahman dan Juliesti, 2011).
Dalam analisis ambang batas atau threshold dikenal dua macam ambang
rangsangan yaitu ambang mutlak (absolute threshold) dan ambang pengenalan (recognition
threshold). Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang dapat
menghasilkan respon atau kesan yang ditunjukkan pada saat frekuensi 50%. Sedangkan
ambang pengenalan yaitu meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan (konsentrasi atau
jumlah perbandingan terendah yang dapat dikenal dengan betul) yang ditunjukkan pada saat
frekuensi 75% (Rahman dan Juliesti, 2011).
Pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa dari 29 panelis, pada konsentrasi larutan gula
0,0% terdapat 4 panelis yang dapat mendeteksi rasa manis. Kesalahan ini diakibatkan
karena panelis tidak benar-benar menetralkan indera pengecapnya dan
mengisitirahatkannya selama kurang lebih 30 detik sehingga rasa manis yang tersisa dari
pencicipan larutan gula sebelumnya yang konsentrasinya lebih tinggi masih terdeteksi oleh
panelis dan dianggap sebagai rasa manis dari larutan gula konsentrasi 0,0%. Pada
konsentrasi larutan gula 0,1% terdapat 4 panelis yang dapat mendeteksi rasa manis.
Perbedaan sensitivitas masing-masing panelis berbeda karena dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Pada konsentrasi larutan
gula 0,5% terdapat 13 panelis yang dapat mendeteksi rasa manis. Perbedaan sensitivitas
masing-masing panelis berbeda karena dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan
dijelaskan pada bagian selanjutnya. Pada konsentrasi larutan gula 1,0% terdapat 27 panelis
yang dapat mendeteksi rasa manis. Terdapat 2 panelis yang memberikan respon salah atau
tidak mampu mendeteksi rasa manis pada konsentrasi larutan gula 1,0%. Kesalahan ini
diakibatkan panelis merasa bahwa sampel yang diberikan memiliki rasa yang sama dengan
bahan pencuci rongga mulut atau penetral berupa air mineral. Keadaan ini menujukkan
bahwa faktor psikologis mempengaruhi respon yang diberikan. Pada konsentrasi larutan
gula 1,5% semua panelis mampu mendeteksi rasa manis. Pada konsentrasi larutan gula
2,0% semua panelis mampu mendeteksi rasa manis. Tetapi, terdapat 1 panelis yang
memberikan respon salah atau tidak mampu mendeteksi rasa manis pada konsentrasi
larutan gula 1,0%. Kesalahan ini diakibatkan panelis merasa bahwa sampel yang diberikan
memiliki rasa yang sama dengan bahan pencuci rongga mulut atau penetral berupa air
mineral. Keadaan ini menujukkan bahwa faktor psikologis mempengaruhi respon yang
diberikan.
Hasil uji threshold rasa manis dari larutan gula dengan konsentrasi 0,0%, 0,1% 0,5%,
1,0%, 1,5%, dan 2,0% terhadap 29 panelis yaitu diketahui bahwa ambang mutlak adalah
pada nilai konsentrasi 0,636%. Menurut Pennington dan Baker (1990) ambang mutlak rasa
manis dari larutan gula adalah 0,14%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi
terendah yaitu 0,14% panelis mampu mendeteksi rasa manis pada suatu sampel dengan
frekuensi 50%. Sedangkan hasil uji threshold yang dilakukan saat praktikum menunjukkan
bahwa baru pada konsentrasi larutan gula 0,636% panelis mampu mendeteksi rasa manis
pada suatu sampel dengan frekuensi 50%. Perbedaan yang signifikan antara literatur
dengan hasil praktikum dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor seperti usia, penyakit,
suhu, kondisi psikologis panelis serta panelis yang digunakan merupakan panelis tidak
terlatih yang indera pengecapnya belum terlatih sehingga sensitivitasnya masih rendah
untuk mampu mendeteksi rasa manis pada suatu sampel. Hasil uji threshold rasa manis dari
larutan gula dengan konsentrasi 0,0%, 0,1% 0,5%, 1,0%, 1,5%, dan 2,0% terhadap 29
panelis yaitu diketahui bahwa ambang pengenalan adalah pada nilai konsentrasi 1,157%.
Menurut Pennington dan Baker (1990) ambang pengenalan rasa manis dari larutan gula
adalah 0,20%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi terendah yaitu 0,20% panelis
mampu mendeteksi betul rasa manis pada suatu sampel dengan frekuensi 75%. Sedangkan
hasil uji threshold yang dilakukan saat praktikum menunjukkan bahwa baru pada konsentrasi
larutan gula 1,157% panelis mampu mendeteksi betul rasa manis pada suatu sampel
dengan frekuensi 75%. Perbedaan yang signifikan antara literatur dengan hasil praktikum
dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor seperti usia, penyakit, suhu, kondisi
psikologis panelis serta panelis yang digunakan merupakan panelis tidak terlatih yang indera
pengecapnya belum terlatih sehingga sensitivitasnya masih rendah untuk mampu
mendeteksi rasa manis pada suatu sampel.

3.4 Uji Threshold Rasa Asin dari Larutan Garam


3.4.1 Data Hasil Praktikum
3.4.2 Pembahasan

3.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ambang Sensori Manusia


Faktor-faktor yang mempengaruhi ambang sensori indera pengecap manusia adalah
sebagai berikut ini.
3.5.1 Usia
Usia mempengaruhi sensitivitas reseptor perasa. Penurunan sensitivitas indera
pengecap merupakan masalah fisiologis yang terjadi pada manula. Hal ini disebabkan
karena terjadinya kemunduran dalam hal fisik maupun biologis dimana pada proses menua
terjadi penurunan jumlah papila sirkumvalata seiring bertambahnya usia dan penurunan
fungsi transmisi pada taste buds (Guyton dan Hall, 2009).
3.5.2 Suhu Makanan
Suhu makanan yang kurang dari 20 C maupun yang lebih dari 30 C dapat
mempengaruhi sensit ivitas taste buds pada indera pengecap. Suhu yang terlalu panas akan
merusak sel-sel pada taste buds, namun keadaan ini akan cenderung berlangsung cepat
karena sel yang rusak akan segera diperbaiki. Suhu yang terlalu dingin juga dapat membius
lidah sehingga sensitivitas lidah akan berkurang (Guyton dan Hall, 2009).
3.5.3 Penyakit
Berbagai jenis penyakit, terutama penyakit kronis memerlukan perawatan dan terapi
yang terkadang memakan waktu lama. Efek samping obat tersebut dapat mempengaruhi
penurunan sensitivitas indera pengecap, seperti amphetamin dapat menurunkan sensitivitas
terhadap rasa manis, anestesia seperti lidocaine dapat menyebabkan berkurangnya
sensitivitas rasa asin dan manis, begitu juga penggunaan insulin (untuk penderita diabetes)
yang berkepanjangan (Guyton dan Hall, 2009).
Xerostomia merupakan salah satu efek samping yang dapat terjadi oleh karena obat-
obatan tertentu, penyakit kencing manis, penyakit ginjal maupun pada pasien yang
menerima radiasi kepala dan leher. Xerostomia merupakan keadaan di mana mulut kering
akibat produksi kelenjar saliva yang berkurang yang dapat diakibatkan oleh
gangguan/penyakit pada pusat saliva atau pada syaraf pembawa rangsang saliva. Suatu zat
hanya dapat dinikmati rasanya jika larut dalam saliva. Dengan berkurangnya produksi saliva,
maka sel-sel pengecap akan mengalami kesulitan dalam menerima rangsang rasa (Pearce,
2008)
3.5.4 Hal-hal lain yang dapat menghalangi identifikasi rasa pada taste buds
Kebiasaan mengkonsumsi rokok dapat menurunkan sensitivitas indera pengecap.
Hal ini dapat dikarenakan saat rokok dihisap, nikotin yang terkondensasi masuk ke dalam
rongga mulut dan menutupi taste buds sehingga kemungkinan menghalangi interaksi zat-zat
makanan ke dalam reseptor pengecap (Dewi, 2005).
Kebiasaan menyirih merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
sensitivitas indera pengecap. Hal ini dikarekan partikel-partikel yang terkandung pada sirih
yang terdeposit pada waktu yang lama sehingga mengakibatkan pigmentasi dan
penumpukan partikel pada lidah yang dapat menghalangi interpretasi rasa (Louise, 2004).
Oral hygiene merupakan fakt or yang juga mempengaruhi sensitivitas indera
pengecap. Oral higiene yang buruk dapat mengakibatkan penumpukan plak sisa makanan
yang terdeposit pada lidah sehingga menghalangi interpretasi rasa. Di samping itu, oral
higiene yang buruk merupakan tempat berkembangnya bakteri dan flora yang merugikan di
rongga mulut (Dewi, 2005).
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, D. 2005. Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Mukosa Mulut. Dentika Dental
Journal 2005; 10(2): 132-5.

Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 2009. Text Book of Medical Physiology (Taste and Smell) 11th Ed.
Mississippi: Elsevier Book Aid International.

Kartika, B., H. Pudji, dan S. Wahyu. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Khurana, I. 2007. Textbook of Human Physiology for Dental Students (Sense of Taste). New
Delhi: Reed Elsevier India Pvt. Ltd.

Louise, S. 2004. Oral Mucosal Lessions Associated with Use of Quid. Journal de
lAssociation dentaire canadienne 2004; 70(4): 244-8.

Pearce, E. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis (Indera Pengecap dan Pencium).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pennington, N.L. dan C.W. Baker. 1990. Sugar: A Users Guide to Sucrose. New York: Van
Nostrand Reinhold.

Rahman, A. dan S. Juliesti. 2011. Analisis Organoleptik. Bogor: Kementerian Perindustrian


dan Pusdiklat Industri Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor.

Ratnaningsih, N. 2010. Lab Sheet Pengendalian Mutu Pangan. Yogyakarta: Universitas


Negeri Yogyakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Zuhra, C.F. 2006. Flavor (Citarasa). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai