DindaSayudhaTaraShintia
JustanotherBlogUniversitasJembersite
SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN BERBASIS EROPA
SENTRISME
PEMBANGUNAN BERBASIS EROPASENTRISME
Tugas
Sosiologi Pembangunan
oleh:
Dinda Sayuda Tara Shintia 130910302008
Satya Marendra A. 130910302015
Fathan Fadillah 130910302024
SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
DESEMBER
2015
Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Makalah ini membahas tentang pembangunan berbasis
eropasentrisme, yaitu sebuah paradigma historis tentang pembangunan global
dengan mengacu pada perkembangan ekonomi dan perkembangan pembangunan
di eropa serta Negara adidaya lainnya. Di dalam makalah ini kemudian di jelaskan
mengenai tahapan historis tentang perkembangan pembangunan di Eropa,
tanggapan para ahli serta kaum strukturalis tentang tahapan pembangunan
berbasis Eropasentrisme, dan dampak modernisasi bagi Negara dunia ketiga
menurut kaum strukturalis
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 1/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
Daftar Isi
Kata Pengantar.. 2
Daftar Isi.. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan 4
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan.. 7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tahapan Historis Pembangunan Di Eropa. 8
2.1.1 Era Merkantilisme. 8
2.1.2 Mazhab Fisiokratis 9
2.1.3 Revolusi Agraria.. 11
2.1.4 Revolusi Industri. 13
2.1.5 Depresi ekonomi Global 1930. 15
2.1.6 Ekonomi setelah Perang Dunia II 17
2.2 W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan 20
2.3 Bert F. Hoselitz : Faktor-Faktor Non Ekonomi
Dalam Pembangunan.. 21
2.4 Pandangan Kaum Strukturalis Tentang Eropasentrisme
Pembangunan Pada Negara-negara Dunia ke-3 23
Daftar Pustaka 29
BAB I
PENDAHULUAN
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 2/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
kemudian menjadi cikal bakal paradigma pembangunan yang lebih luas secara
nasional maupun global. Pembangunan ekonomi mendorong terciptanya suatu
tindakan dalam usaha untuk mencapainya baik dari segi politik dalam negeri
maupun politik luar negeri serta penciptaan iklim dan sistem ekonomi serta industri
yang mendukung pertumbuhan dan percepatan pembangunan. Negara-negara di
benua barat dalam hal ini eropa yang terlebih dahulu memulai serta menciptakan
cikal bakal paradigma pembangunan yang berpengaruh luas secara global dan telah
dimulai sejak abad ke 17 hingga abad ke 18 melalui gerakan merkantilisme dan
kolonialisme yang di pelopori oleh Inggris, Belanda, Jerman, dan Perancis. Berbagai
fenomena politik yang terjadi dalam sistem pembangunan dunia barat yang kian
berkembang dan maju kemudian menjadi tolak ukur yang kuat bagi pandangan
tentang bagaimana pembangunan suatu Negara harus dilakukan, pembangunan
eropa kemudian menjadi role model secara global sehingga menciptakan istilah
westernisasi yang dalam hal ini erat kaitannya dengan modernisasi dalam
paradigma pembangunan sebagai acuan kemajuan ekonomi dan transformasi
menuju Negara modern baru.
Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang
modern. Modernisasi bukan lagi merupakan suatu istilah asing bagi masyarakat.
Hampir disetiap Negara dalam pergantian abad dan masa ke masa telah mengalami
era modernisasi sebagai respon untuk mengikuti kemajuan pembangunan Eropa.
Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di
mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-
ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat suatu Negara yang modern. Tidak
heran hal tersebut kemudian memunculkan analogi bahwa modernisasi adalah
westernisasi. Paham Westernisasi telah menjadi konstreuksi sosio cultural tentang
paradigma kemajuan suatu bangsa berdasarkan tahap historis pembangunan di
eropa seperti zaman merkantilis, fisiokratis, revolusi agraria, dan revolusi industri
di Inggris, pasca perang dunia II, dan zaman liberal kapitalis.
Dalam perkembangan pembangunan modern sejak era merkantilis, teori
Modernisasi sendiri baru muncul dan dipahami secara luas sekitar tahun 1950-an di
Amerika Serikat sebagai wujud respon kaum intelektual atas Perang Dunia II yang
telah menyebabkan munculnya negara-negara Dunia Ketiga. Kelompok negara
miskin yang ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas jajahan perang
yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah
mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia
Ketiga berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah
mereka yaitu kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah,
rusaknya lingkungan, kebodohan, dan beberapa problem lain. Beberapa teori sosial
yang muncul waktu itu secara eksplisit berhubungan dengan pembangunan.
Pembangunan diteorikan sebagai proses di mana masyarakat terbelakang Dunia
Ketiga akan mencapai kemajuan sebagaimana di Barat melalui proses modernisasi.
Sehingga, modernisasi dan pembangunan dua hal yang berkaitan erat.
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 3/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan apa yang
disebut tradisional. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran yang
rasional, dan cara kerja yang efisien. Masyarakat modern dianggap sebagai ciri dari
masyarakat di negara-negara industri maju. Sebaliknya yang tradisional merupakan
masyarakat yang belum maju, ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara
kerja yang tidak efisien. Ini merupakan ciri masyarakat pedesaan yang didasarkan
pada usaha pertanian di negara-negara miskin.
Oleh karena adanya kepentingan tersebut, maka negara adidaya, khususnya
Amerika Serikat mendorong kepada ilmuwan sosial untuk mempelajari
permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara dunia ke tiga tersebut. Maka
muncullah beberapa teori-teori pembangunan dengan berbagai istilahnya dan
berbagai alirannya dalam perspektif beberapa ahli yang mengemukakannnya.
Permasalahan di dunia ketiga tersebut salah satunya di kaji melalui Teori
Modernisasi. Teori modernisasi di bahas oleh beberapa sosiolog dengan perspektif
yang berbeda-berbeda.
Pembangunan berlandaskan westernisasi atau eropasentrisme kemudian secara
makro meniscayakan transformasi struktural dalam segala aspek kehidupan, baik
perubahan kultural, politik, sosial, ekonomi, maupun yang lainnya. Teori-teori yang
dibangun terkait dengan pembangunan sangat terkait erat dengan strategi
pembangunan. Teori pembangunan memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang
berusaha menangani masalah keterbelakangan dan mengalami perubahan besar
dalam proses tersebut. Konsep modernisasi dan pembangunan menjadi penuh
kontroversial dalam teori-teori sosial dan poskolonial kontemporer. Masalah yang
muncul adalah pada bayangan kaum strukturalis tentang negara berkembang
tentang masa depan mereka yang mengacu pada modernisasi Barat/Eropa. Mereka
berpandangan mengenai proses modernisasi sebagai penyebab kegagalan dalam
pembangunan di Dunia Ketiga yang merupakan dampak dari tindakan negara-
negara maju. Teori sistem dunia dan negara terbelakang juga memiliki persoalan, di
mana asal-usul pembagian antara pusat dan pinggiran tidak dijelaskan dengan baik.
Sebaliknya, ketika teori-teori tersebut membicarakan persoalan pusat dan
pinggiran, pembahasan selalu mengarah pada persoalan ekonomi-politik dan
eksploitasi terhadap negara berkembang serta pemusatan konsentrasi perdagangan
dan investasi di negara maju yang berdampak pada marginalisasi negara-negara
pinggiran. Mereka pesimis bahwa modernisasi dan pembangunan memperlihatkan
kemajuan. Beberapa ahli melihat bahwa modernisasi memunculkan
Eropasentrisme dalam pembangunan dan ilmu pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penulisan makalah ini
adalah.
1. Mengapa Westernisasi atau Eropasentrisme disebut sebagai modernisasi?
2. Apa sajakah dan bagaimana tahapan historis tentang perkembangan
pembangunan di Eropa?
3. Bagaimanakah tanggapan para ahli serta kaum strukturalis tentang tahapan
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 4/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tahapan Historis Pembangunan Di Eropa
2.1.1 Era Merkantilisme
Merkantilisme berasal dari kata merchant yang berarti pedagang. Aliran merkantilis
adalah suatu aliran yang mempunyai keyakinan bahwa suatu negara akan maju,
jika melakukan perdagangan dengan negara lain. Melalui perdagangan luar negeri
tersebut, negara akan memperoleh surplus perdagangan luar negeri yang berarti
dana akan masuk ke dalam negeri, baik dalam bentuk emas atau perak. Munculnya
paham merkantilisme oleh para kaum aliran merkantilis pada dasarnya
menitikberatkan kepada bidang ekonomi seperti masalah-masalah keduniawian.
Oleh karena pemahaman merkantilisme yang terbatas pada masalah keduniawian,
sehingga banyak bermunculan pendapat-pendapat yang muncul hanya saja
memikirkan aspek ekonomis, bukan pada etika dan moral semata. Dengan kata lain
merkantilis merupakan perintis kearah pemikiran ekonomi yang hanya
memandang berdasarkan masalah-masalah ekonomi yang bersifat keduniawian.
Berbagai konsep yang dikemukakan oleh kaum merkantilis hanya diperoleh dari
semua Negara barat yang perekonomian pada saat itu sedang berkembang (Teguh
Sihono, 2008). Negara-negara tersebut adalah inggris dan perancis. Sehingga konsep-
konsep ekonomi dalam Negara tersebut mampu memberikan warna terhadap
ajaran kaum merkantilisme, sehingga kebijaksanaan pada waktu itu adalah
merangsang ekspor dan membatasi aktifitas impor. Negara-negara yang menganut
paham merkantilisme pada waktu itu antara lain, Portugis, Spanyol, Inggris,
Perancis, dan Belanda.
Paham merkantilisme yang dianut oleh beberapa Negara tersebut pada abad ke XVI
pada dasarnya terjadi berdasarkan perdagangan antara Negara-negara eropa
hingga akhirnya sampailah ke perdagangan jalur Hindia-Belanda (Indonesia pada
waktu itu). Pada jaman merkantilisme, bukan hanya bidang perekonomian dan
perdagangan saja yang mengalami kemajuan yang sangat pesat, akan tetapi
kemajuan literature juga sangat pesat. Kemajuan dalm tulisan-tulisan ekonomi maju
baik dari segi kuantitas dan kualitas. Pada jaman tersebut masing-masing orang
menjadi penulis bagi dirinya sendiri. Sehingga banyak sekali bermunculan
pendapat-pendapat yang didasarkan dari diri si penulis. Karena banyaknya tulisan-
tulisan tersebut, sulit sekali untuk di generalisasikan menjadi pengertian yang
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 5/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
bersifat pokok dan umum. Penyebabnya adalah banyak diantara penulis tersebut
yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan di universitas yang berdasarkan
oleh penelitian ilmiah, akan tetapi tulisan tersebut berdasarkan persoalan-
persoalan ekonomi yang riil terjadi hubungannya dengan bisnis mereka. Tulisan
mereka masih berserakan , untuk itulah Adam Smith menggunakan tulisan tersebut
sebagai sumber penulisan bukunya yang berjudul The Wealth of Nations.
Namun Adam Smith (1723-1790) menolak pandangan paham merkantilisme. Dalam
bukunya Wealth of Nations Smith merevisi secara radikal peran Negara secara
langsung dalam ekonomi. Bagi Smith, pemerintah tidak perlu memonopoli,
mengontrol, atau melakukan diskriminasi terhadsap industry tertentu. Harusnya
Negara membiarkan kekuasaan membuat keputusan berada di tangtan agen-agen
ekonomi itu sendiri. Negara tidak mengatur tetapi memberi kuasa pada
pewrusahaan dan agen komersial untuk mengatur diri mereka sendiri, dan
keseimbangan perekonomian diatur otomatis oleh invisible hand (tangan tidak
terlihat).
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 6/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
menjadikan alam dalam hal ini tanah sebagai satu-satunya sumber kemakmuran
rakyat. Termasuk pula didalamnya kegiatan pertanian, peternakan, dan
pertambangan. Kelas tuan tanah dianggap sebagai pengisap belaka sebab
memperoleh hasil tidak melalui kerja. Kegiatan industri dan perdagangan dinilai
tidak produktif karena kegiatan industri hanya mengubah bentuk atau sifat barang.
Kegiatan perdagangan pun dianggap tidak produktif. Hal ini ia melihat para
pedagang hanya memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Karena
kaum petani yang paling produktif diantara keempat golongan tersebut, Quesnay
menganjurkan agar kebijksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah
harus ditujukan untuk meningkatan taraf hidup petani. Bukan sebaliknya, memberi
hak-hak khusus kepada pemilik tanah dan para saudagar seperti yang selama ini
dinikmati dibawah pemeritahan yang mengagungkan markantilisme.
Dengan dasar pandangan diatas, kaum markantilisme yang menganggap bahwa
sumber utama kemakmuran negara adalah dari surplus yang diperoleh dari
perdagangan luar negeri dianggap sebagai suatu pandangan keliru oleh kaum
fisiokrat. Kaum fisiokrat juga mengkritik kaum markantilis yang menciptakan
berbagi rergulasi perdagangan ketika seharusnya dibebaskan dari control. Kaum
markantilis dituduh telah membuat barang-barang menjadi lebih mahal dengan
menetapkan pajak yang tinggi.
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 7/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
alasan terjadinya revolusi agraria karena kerusakan lahan pertanian akibat perang
dunia. Alasan lainnya adalah untuk meningkatkan produksi pangan di Inggris.
Karena lahan pertanian terbatas akibat kerusakan lahan pertanian, sedangkan laju
pertumbuhan penduduk tinggi, membawa perubahan mendasar sistem kehidupan
masyarakat pada saat itu yang mendorong terjadinya revolusi agraria dimana
terjadi peningkatan permintaan wol di pasar eropa, wol merupakan komoditas yang
cukup berharga dan mempunyai prospek industri yang tinggi pada masa itu.
Sebagai respon atas tren komoditas wol yang laris di pasar eropa, golongan
bangsawan pemilik tanah kemudian mengemukakan ide dengan cara mengubah
lahan pertanian dan perkebunan gandum menjadi peternakan domba untuk di
ambil wolnya. Akibatnya terjadi perubahan sistem undang-undang tanah. Dengan
kebijakan tentang tanah yang baru tersebut, membawa dampak yang meluas dalam
tatanan masyarakat Inggris. Pada saat itu, permintaan bahan baku untuk kain wol
dan laken sangat meningkat, baik dari Itali maupun dari dalam negeri sendiri.
Revolusi agraria ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh david Ricardo
mengenai hukum keunggulan komparatif dalam bukunya Principles of Political
Economy and Taxation (1817). Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun
sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua
jenis komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut lebih kecil (yang merupakan komoditi yang memiliki
keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
cukup besar (komoditi yang memiliki kerugian komparatif). Dalam hal ini
Komoditas wol merupakan komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan
kerugian absolut lebih kecil karena permintan pasar eropa untuk wol sangat besar
pada masa itu. Inggris melalui Revolusi Agraria ingin memanfaatkan keunggulan
komparatif tersebut dengan memulai melakukan spesialisasi di bidang industry wol.
Namun Tentu saja revolusi agraria memiliki akibat yang dapat mengubah atau
bahkan merusak tatanan masyarakat. Salah satu akibat dari revolusi agraria adalah
para petani yang kehilangan pekerjaan melakukan urbanisasi ke kota dan bekerja
menjadi buruh industri. Pada saat itu, lahan pertanian sudah beralih fungsi menjadi
peternakan yang mengakibatkan para petani menjadi pengangguran. Maka dari itu
petani memutar otak agar dapat bertahan hidup, salah satunya dengan urbanisasi
ke kota. Ketika petani melakukan urbanisasi ke kota dan bekerja sebagai buruh
industri, hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk di kota.
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 8/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
penemuan lain, kesulitan para petani dan pabrik industri wol pada masa Revolusi
Agraria bisa diatasi. Mesin uap menciptakan banyak inovasi pada mesin bagi
industri dan langsung diaplikasikan secara masif pada industri wol. Sedangkan
pada sector pertanianemakaian mesin traktor sebagai pengganti tenaga ternak
terbukti efektif, karena pekerjaan bisa selesai lebih cepat walaupun lahan yang
harus dibajak sangat luas. Selain itu, dengan ditemukannya sinar-X, para ahli mulai
mengembangkan bibit baru yang unggul dengan cara mutasi. Begitu pula dengan
pemakaian pupuk kimia yang mulai dikembangkan oleh pabrik-pabrik serta obat
hama penyakit, semakin meningkatkan produktivitas pangan. Pada perkembangan
selanjutnya, mekanisasi di bidang pertanian, industri wol, serta industri lainnya
yang sukses, mendorong pabrik-pabrik mulai mengganti tenaga manusia dengan
mesin. Hal inilah yang mendorong terjadinya Revolusi Industri di Inggris. Revolusi
industri adalah perubahan ekonomi masyarakat agraris menuju ke masyarakat
industri. Terjadinya revolusi industri merupakan cikal bakal terciptanya
modernisasi awal. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor pendorong yaitu
kapitalisme, perdagangan internasional, markantilisme, kolonialsime, etika kerja
protestan dan lain-lain. Revolusi industri tentu memiliki dampak negatif maupun
dampak positif. Terutama dampak pada ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Sebelum ke pembahasan lebih lanjut, revolusi industri terjadi pertama kali di
Inggris. Revolusi industi ini terjadi pada tahun 1750-1780. Revolusi industri bermula
di Inggris dan kemudian menyebar ke Belanda dan Eropa. Menjelang tahun 1800-an
revolusi industri telah menyebar kepenjuru dunia.
Saat terjadi Revolusi industri, tenaga buruh dapat dikurangi dan percepatan
produksi meningkat. Terjadi pembagian spesialisasi tenaga kerja yang digagas oleh
Adam Smith (Division Of Labor) untuk meningkatkan percepatan produksi. Menurut
Smith, bukan perbedaan kodrati dalam hal bakat dan ketidakmampuan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yang menjadi cikal bakal dari pembagian
kerja. Justru pembagian kerja adalah konsekuensi dari kecenderungan tertentu
dalam hakikat manusia yaitu kecenderungan untuk berdagang dan
mempertukarkan satu barang dengan barang lainnya. Dalam pembagian kerja tentu
ada hal-hal yang berbeda yang dikerjakan. Dari sanalah akan tercipta bakat dan
keterampilan atau spesialisasi. Jadi bukan dari bakat alamiah, akan tetapi hal itu
terjadi akibat dari pembagian kerja. Spesialisasi tersebut membawa paradigma baru
dalam dunia industri sehingga menjadikan industri dapat memaksimalkan
percepatan produksi dan memperbesar kapasitas pasar sejalan dengan percepatan
produksi yang sangat tinggi. Akibatnya keuntungan dan pendapatan industri secara
khusus dan Negara secara umum juga meningkat pesat. Industri yang berkembang
pesat membuat Inggris menjadi Negara kaya raya. Model ini di tiru oleh Negara
Eropa lain dan Amerika, menjadikan meraka negara industri dunia yang kaya dan
cepat pembangunannya.
Revolusi industri menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam bidang
produksi beragam jenis barang karena adanya ilmu pengetahuan yang baru, yang
dapat menciptakan berbagai teknologi berupa mesin. Dengan adanya mesin-mesin
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 9/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 10/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
mulai angkat suara, memberikan solusi cerdas bagi krisis fatal sistem kapitalis ini.
Keynes berpendapat bahwa dalam keadaan krisis, pemerintah perlu meningkatkan
pengeluarannya sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah
dan demand masyarakat terhadap barang produksi akan bertambah pula.
Pengeluaran ini harus dilakukan dalam kerangka investasi, bukannya konsumsi,
dan di sektor yang tidak berada dalam krisis, tidak di sektor yang menghasilkan
dalam jangka panjang, jadi alternatif menarik jika pemerintah menginvestasikan
dana di bidang padat karya. Keynes melihat solusi mencetak uang merupakan
langkah yang salah karena hanya akan menimbulkan devaluasi. Memberi dana bail-
out dan menalangi hutang-hutang negara dan perusahaan juga salah karena hanya
aka semakin memperburuk kegagalan ekonomi. Solusi yang dikemukakan Kenyes
adalah pemerintah mesti menjalankan kebijakan defisit anggaran dan melakukan
pengeluaran untuk kerja publik yang akan menaikkan permintaan dan memulihkan
kepercayaan. Artinya, Keynes menolak doktrin Laissez-faire yaitu doktrin yang tidak
menginginkan intervensi pemerintah dalam perekonomian atau yang lebih dikenal
dengan pasar bebas.
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 11/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 12/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 13/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
berlangsung jika dipenuhi beberapa kondisi, antara lain: pemerintahan yang stabil;
adanya perbaikan dalam tingkat pendidikan; adanya sekelompok innovator dan
wiraswastawan yang mampu memanfaatkan tabungan masyarakat dan
mengembangkan perdagangan. Selain itu, secara implicit rostow menyebutkan
bahwa untuk dapat maju, diperlukan reformasi sosial. Untuk itu, Negara-negara
berkembang dapat mencontoh langkah-langkah yang dilakukan oleh Negara maju
seperti Eropa dan Amerika.
2.3 Bert F. Hoselitz : Faktor-Faktor Non Ekonomi Dalam Pembangunan
Hoselitz mengkaji faktor-faktor non-ekonomi seperti lembaga-lembaga sosial politik
yang tidak di temukan oleh rostow. Hoselitz menambahkan bahwa kegagalan utama
dalam pembangunan bukan hanya dari segi modal, melainkan dari keterampilan
kerja atau keterampilan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah satu factor yang penting
dalam pertumbuhan ekonomi, diperlukan sebuah penyediaan tenaga terampil yang
memadai, karena jika hanya didukung oleh Hoselitz memberi ide supaya tercipta
keterampilan kerja, Negara harus melakukan pembangunan kelembagaan. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, menambah pemasokan modal
dan menjadikannya produktif. Pembangunan kelembagaan ini seperti lembaga
pendidikan yang bersifat formal maupun non formal.
Selanjutnya hoselitz menekankan bahwa seringkali masalah utama pembangunan
adalah kekurangan modal, akan tetapi masalah lain yang juga amat penting yakni
adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh.
Karena itu di butuhkan perubahan kelembagaan pada masa sebelum lepas landas,
yang akan memepengaruhi pemasokan modal, supaya modal ini bisa menjadi
produktif. Perubahan kelembagaan ini akan menghasilkan tenaga wiraswasta dan
administrasi, serta keterampilan teknis dan keilmuan yang dibutuhkan. Oleh karena
itu, bagi Hoselitz pembanguann membutuhkan pemasokan dari beberapa unsur
yaitu pemasokan modal besar dan perbankan, dan pemasokan tenaga ahli terampil.
Pemasokan modal dalam jumlah yang besar seperti yang di uraikan oleh rostow,
membutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakkan tabungan masyarakat
dan menyalurkan kegiatan-kegiatan yang produktif. Hoselitz menyebutkan lembaga
perbankan yang efektif dan pengalaman dari Negara-negara eropa ketika
menjalankan proses lepas landas menunjukkan pentingnya lembaga perbankan.
Tanpa lemabag-lembaga seperti ini, modal besar yang ada sulit di kumpulkan
sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak menghasilkan pembangunan. Hoselitz
meunjuk pengalaman di Cina pada abad ke-19. Sebagai akibat dari korupsi pejabat
Megara, surplus ekonomi menajdi sia-sia, karena di tanamkan kepembelian tanah,
atau di pakai untuk mengkonsumsi barang-barang mewah.
Dari segi pemasokan tenaga kerja terampil, tenaga yang di maksud adalah tenaga
kewiraswastaan, administrator professional, insinyur, ahli ilmu pengetahuan dan
tenaga manajerial yang tangguh. Di samping itu, di sebutkan juga perkembangan
teknologi dan sains harus melembaga sebelum masyarakat tersebut melakukan
lepas landas. Tanpa ada tenaga ahli yang berkompeten menjalankan roda usaha,
maka usaha tersebut tidak akan mencapai laba maksimal, atau bahkan akan
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 14/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 15/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
lainnya. Pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang jalannya akan
berbeda dengan pendekatan Eurosentris. Tidak akan mungkin jalan yang
ditempuh bisa sama apabila lingkungan global saja sudah berbeda. Intinya, ada
pengakuan akan pentingnya konteks historis dalam pembangunan.
Kaum strukturalis mempertanyakan apakah mekanisme pasar bebas (laiszess faire)
akan menghasilkan pembangunan ekonomi di negara Dunia Ketiga. Strukturalis
meragukan berlakunya Teori Keunggulan Komperatif dalam proses perdagangan
internasional. Bila perekonomian dibiarkan bekerja menurut mekanisme pasar
akan muncul pola pasar yang terpolarisasi. Untuk itu perlu campur tangan
pemerintah dalam pengontrol aliran modal karena gerakan modal yang tidak
terantisipasi dapat menimbulkan ketidakstabilan perekomian. Prebisch mengatakan
bahwa dalam relasi ekonomi antara negara-negara maju sebagai negara industri
dan negara-negara berkembang sebagai eksportir bahan-bahan mentah, maka pihak
negara-negara berkembang sebagai negara pinggiran selalu menjadi pecundang.
Seperti halnya yang berlangsung dalam praktek imperialisme, pada kenyataannya
hukum keunggulan komparatif ketika diterapkan dalam konteks relasi ekonomi
antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang telah memperkuat
ketergantungan negara-negara berkembang sebagai wilayah pinggiran (phery-
phery) terhadap negara-negara maju sebagai pusat.
Dalam kondisi demikian keuntungan ekonomi selalu diperoleh oleh negara-negara
industri yang menyerap bahan-bahan mentah dan mengolahnya serta
menempatkan negara-negara berkembang sebagai pasar dari produksi yang
dihasilkan oleh negara-negara maju. Oleh karena itu negara-negara di dunia dibagi
menjadi dua kelompok. Negara-negara pusat yang menghasilkan barang-barang
industri dan negara-negara pinggiran yang memproduksi barang-barang pertanian
Pandangan dari kaum strukturalis dalam menanggapi fenomena pembangunan
berbasis Eropasentrisme dan ketergantungan di era menuju modernisasi ini bahwa,
liberal kapitalis cenderung akan meningkatkan ketimpangan antara ekonomi
negara maju dan negara kurang berkembang. Kondisi tersebut dapat disebabkan
oleh kombinasi kelebihan penduduk, ketergantungan yang berlebih pada komoditas
ekspor dan adanya dominasi politik. Kombinasi tersebut akan menjadikan struktur
negara-negara dunia ketiga akan selalu terjebak dalam kondisi ketergantungan yang
berlebih pada negara-negara maju. Dan hal tersebut menurut kaum strukturalis
dapat diatasi dengan melakukan pengembangan industrialisasi di negara-negara
kurang berkembang agar dapat dihasilkan produksi barang-barang tanpa harus
ketergantungan dengan negara maju (Gilpin, 1987: 274-276). Setelah mengetahui
mengenai teori strukturalis, Gilpin dalam tulisannya juga menjelaskan mengenai
teori dependensi yang melihat bahwa fenomena globalisasi menjadikan negara-
negara kurang berkembang tidak dapat terpisahkan antar negara-negara maju yang
kemudian menghasilkan hubungan bahwa kekayaan ekonomi yang didapat oleh
sedikit negara maju akan berdampak pada kemiskinan di negara lain yang kurang
berkembang. Hubungan tersebut dihasilkan oleh dunia kapitalis yang dimulai
ketika kolonialisme muncul, ditandai dengan hilangnya kontrol ekonomi domestik
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 16/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 17/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
menjadi role model secara global sehingga menciptakan istilah westernisasi yang
dalam hal ini erat kaitannya dengan modernisasi dalam paradigma pembangunan
sebagai acuan kemajuan ekonomi dan transformasi menuju Negara modern baru.
Modernisasi bukan lagi merupakan suatu istilah asing bagi masyarakat. Hampir
disetiap Negara dalam pergantian abad dan masa ke masa telah mengalami era
modernisasi sebagai respon untuk mengikuti kemajuan pembangunan Eropa.
Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di
mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-
ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat suatu Negara yang modern. Hal
tersebut kemudian memunculkan analogi bahwa modernisasi adalah westernisasi.
Paham Westernisasi telah menjadi konstreuksi sosio cultural tentang paradigma
kemajuan suatu bangsa berdasarkan tahap historis pembangunan di eropa seperti
zaman merkantilis, fisiokratis, revolusi agrarian, dan revolusi industri di Inggris,
pasca perang dunia II, dan zaman liberal kapitalis.
Pembangunan berlandaskan westernisasi atau eropasentrisme kemudian secara
makro meniscayakan transformasi struktural dalam segala aspek kehidupan, baik
perubahan kultural, politik, sosial, ekonomi, maupun yang lainnya. Proses
modernisasi di Negara berkembang yang mencontoh pembangunan Eropa dianggap
sebagai penyebab kegagalan dalam pembangunan di Dunia Ketiga yang merupakan
dampak dari tindakan negara-negara maju. Teori sistem dunia dan negara
terbelakang juga memiliki persoalan, di mana asal-usul pembagian antara pusat dan
pinggiran tidak dijelaskan dengan baik. Sebaliknya, ketika teori-teori tersebut
membicarakan persoalan pusat dan pinggiran, pembahasan selalu mengarah pada
persoalan ekonomi-politik dan eksploitasi terhadap negara berkembang serta
pemusatan konsentrasi perdagangan dan investasi di negara maju yang berdampak
pada marginalisasi negara-negara pinggiran.
Daftar Pustaka
Gilpin, Robert. 1987. The Issue of Dependency and Economic Development dalam
The Political Economy of International Relations. Priceton: Priceton University Press,
pp. 263-305. Diunduh pada 3 Desember 2015 dari:
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi3it6IxM
HJAhXEA44KHcbvAyYQFggqMAE&url=https%3A%2F%2Fwww.uni-
erfurt.de%2Ffileadmin%2Fpublic-
docs%2FInternationale_Beziehungen%2FGILPIN_1987___The_Political_Economy_of_
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 18/19
2/7/2017 SOSIOLOGIPEMBANGUNANPEMBANGUNANBERBASISEROPASENTRISMEDindaSayudhaTaraShintia
International_Relations___Einl.__1__2.pdf&usg=AFQjCNEiyHr5xt8liLcS2NwBFyf3etPE
ng&bvm=bv.108538919,d.c2E
Krugman, Paul. 1999. The Economic Crises Hitting the World Demand New and Old
Solutions. Diakses dari http://www.pkarchive.org/crises/depression.html (3
Desember 2015)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/V.%20Indah%20Sri%20Pinasti,Dra.
%20M.Si./Modul%20Sosiologi%20Pembangunan.pdf (4 Desember 2015)
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf
(4 Desember 2015)
http://www.philosophyresearcher.com/2013/12/pengantar-menuju-pemikiran-john-
maynard.html (4 Desember 2015)
http://jaringnews.com/ekonomi/umum/6984/begini-cerita-depresi-global-tahunan
(4 Desember 2015)
http://www.artikelsains.com/2014/11/perubahan-di-bidang-ekonomi-dunia.html
(4 Desember 2015)
December14,2015 DindaSayudaTaraShintia
http://dindatara.web.unej.ac.id/2015/12/14/sosiologipembangunanpembangunanberbasiseropasentrisme/ 19/19