Anda di halaman 1dari 11

8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog

Saifullah's Blog (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/)

Home (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/)

Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup di Indonesia


Posted on November 20, 2013 (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/paradigma-pembangunan-lingkungan-hidup-di-indonesia/) by saifullah
(http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/author/saifullah/)

Sejak tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius, tidak saja dari kalangan ilmuwan, tetapi juga politisi maupun masyarakat umum. Perhatian
tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap lingkungan hidup tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia.

Beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan
penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari oleh Kadmium
(Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng (Zn). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari
sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar Teluk Minamata, Jepang mendapat
wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh air raksa (Hg) yang terdapat di
dalam limbah sebuah pabrik kimia. Air yang dikonsumsi tersebut pada tubuh manusia mengalami kenaikan kadar ambang batas keracunan dan mengakibatkan korban
jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata.

Pada tahun 1962 dipublikasikan karya Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring (Musim Bunga yang Bisu) yang menguraikan tentang adanya penyakit baru yang
mengerikan dan kematian hewan yang disebabkan oleh pencemaran dari penggunaan pestisida. Organisme hama dan vektor menjadi resisten terhadap pestisida yang
dipakai, sehigga di banyak tempat pestisida tidak ampuh lagi memberantas penyakit malaria. Beberapa kasus lingkungan hidup yang terjadi dan merenggut banyak
korban jiwa serta dipublikasikannya buku tersebut, menimbulkan keprihatinan masyarakat dan ditindak lanjuti dengan konferensi lingkungan hidup di Amerika Serikat
pada tahun 1968 dengan judul Teknologi yang Tidak Peduli (The Careless Technology) yang mengemukakan tentang kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan
oleh bantuan luar negeri negara maju kepada negara berkembang yang menghasilkan bencana lingkungan. Pada tahun 1972 dipublikasikan karya dari The Club of
Rome yang berjudul Batas-batas Pertumbuhan (The Limits to Growth) yang meramalkan bahwa jika kecenderungan pertumbuhan penduduk dunia, industrialisasi,
pencemaran, produksi makanan dan menipisnya sumber daya alam terus berlaku tanpa perubahan, maka batas-batas pertumbuhan di planet kita ini akan tercapai
dalam waktu 100 tahun mendatang.1 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn1)

Kesadaran umat manusia akan masalah lingkungan hidup semakin meluas yaitu dengan diadakannya Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm,
Swedia tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi ini merupakan perwujudan kepedulian bangsa-bangsa di dunia akan masalah lingkungan hidup dan merupakan komitmen
prima bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk memformulasikannya dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil dari konferensi ini adalah :
(1) Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas mukadimah (Preamble) dan 26 prinsip dalam Stockholm Declaration ; (2) Rencana Aksi Lingkungan Hidup
Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi. Deklarasi dan rekomendasi dari konferensi ini dapat dikelompokkan menjadi lima bidang utama yaitu
pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikaan dan pembangunan. Deklarasi Stockholm juga menyerukan agar bangsa-bangsa di dunia
mempunyai kesepakatan untuk melindungi kelestarian dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan manusia.

Setelah dikeluarkannya deklarasi tersebut, sejarah juga mencatat akan banyaknya peristiwa lingkungan hidup seperti: pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan
global, pelubangan lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan energi, baik itu renewable resources, non renewable resources, maupun common
property resources. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan sumber daya alam
dan energi menjadi modal utama berlangsungnya proses pembangunan ekonomi. Keberpihakan akan kemajuan ekonomi inilah yang mengakibatkan sumber daya alam
dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan.

Menyadari akan hal tersebut maka aspek kelestarian lingkungan hidup untuk kesinambungan kehidupan antar generasi menjadi komitmen mutlak yang mendasari
setiap kebijakan pengelolaan lingkungan hidup setiap negara di masa kini maupun masa mendatang. Dengan prinsip dasar seperti ini diharapkan setiap negara mampu
untuk mengaktualisasikan komitmen ini agar dapat mengantisipasi sejauh mungkin segala akibat yang akan terjadi sehingga dapat memperkecil malapetaka lingkungan
bagi umat manusia. Hal ini disebabkan masalah lingkungan hidup yang terjadi di suatu negara dapat memberikan dampak buruk bagi negara lain, dalam arti masalah
lingkungan sudah tidak mengenal lagi akan batas-batas negara atau lintas negara dan bersifat global. Contoh dari hal ini seperti masalah kebakaran hutan, pembuangan
limbah B3 (bahan beracun berbahaya), pencemaran air laut dan sebagainya.

Konferensi yang mencetuskan Deklarasi Stockholm tersebut melahirkan konsep ecodevelopment. Pencetus konsep ini adalah Maurice Strong yang kemudian
dipopulerkan oleh Ignacy Sachs yang memberikan de nisi sebagai berikut:

ecodevelopment is style of development that, in each ecoregion, calls for speci c solutions to the particular problems of the region in the light of cultural as well as
ecological data and long term as well as immediate needs. Accordingly, it operates with criteria of progress that are related to each particular case, and adaption to the
environment plays and important role. 2 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn2)

Sejalan dengan gagasan ecodevelopment tersebut maka pembentukan WCED (World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983
mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap
lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta
kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland (Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu Hari Depan Kita Bersama (Our Common
Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development (pembangunan berkelanjutan). 3 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn3)

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 1/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mende nisikan hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan
dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri
(development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya terkandung dua
gagasan penting:

1. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama.

2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari
depan. 4 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn4)

Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang
terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu: menjaga, memelihara, memanfaatkan serta
melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan sumber daya
alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak tersisa lagi
atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya menghancurkan generasi umat manusia.

Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pende nisiannya didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang
akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari hal
ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak, mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang dilakukan
serta banyak belajar dari setiap kesalahan.

Konsep pembangunan berkelanjutan ini selanjutnya oleh IUCN (International Union for The Conservation of Nature), UNEP (United Nations Environmental
Programme) dan WWF (World Wide Fund For Nature) dikaji secara mendalam dalam Caring For The Earth tahun 1991 sebagai berikut:

Terminologi tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang ambisius dan menimbulkan interpretasi yang sangat luas, di mana banyak di antaranya saling bertentangan
(kontradiktif). Kerancuan itu disebabkan karena istilah pembangunan yang berkesi-nambungan, pertumbuhan yang berkesinambungan, dan pemakaian yang
berkesinambungan telah dipakai saling tukar seolah artinya sama. Padahal tidak demikian. pertumbuhan yang berkesinambungan merupakan suatu terminologi yang
kontradiktif, tidak ada sesuatu yang bisa berkembang dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Penggunaan / pemakaian yang berkesinambungan hanya bisa
diterapkan pada sumber daya yang dapat diperbaharui ; artinya mempergunakan sumber daya tersebut pada tingkat yang bisa diperbaharui kembali. Ungkapan
pembangunan yang berkesinambungan yang digunakan dalam dokumen ini dalam arti meningkatkan kualitas kehidupan manusia sementara mereka hidup dalam
kapasitas daya dukung ekosistem pendukung. 5 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn5)

Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut sebagai sebuah de nisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi
sekarang untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Karena generasi sekarang tidak mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi
mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada empat puluh
de nisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang akurat. 6
(http://uin-malang.ac.id/#_ftn6)

Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka panjang. Hal
ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup. memperkecil perbedaan tingkat pendapatan,
menghilangkan penderitaan sik yang disebabkan oleh kemiskinan, mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan keamanan, dan
memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan berkelanjutan ialah
pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable
resources). Pencemaran lingkungan dapat mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan. Akan sangat besar jumlah biaya yang
dibutuhkan untuk membersihkannya, mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada untuk mengontrol supaya lingkungan tidak
tercemar. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur pencemaran lingkungan, bukan saja
terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya untuk jangka panjang. 7 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn7)

Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut selanjutnya dikemukakan lebih terperinci dalam dokumen maupun deklarasi pada KTT Bumi atau Konferensi PBB
tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992. Konferensi ini menghasilkan lima dokumen yaitu:

1. Deklarasi Rio tentang Pembangunan dan Lingkungan dengan 27 asas yang menetapkan hak dan tanggung jawab bangsa-bangsa dalam memperjuangkan
perkembangan dan kesejahteraan manusia.

2. Agenda 21 : Program Kerja Aksi PBB dari Rio, sebuah rancangan tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup.

3. Konvensi tentang Perubahan Iklim. Tujuan kerangka Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim ialah menstabilkan gas-gas rumah kaca dalam atmosfer pada tingkatan
yang tidak akan mengacaukan iklim global. Ini mensyaratkan pengurangan emisi gas-gas seperti karbondioksida, yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar
untuk mendapatkan energi.

4. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, menghendaki agar negara-negara mengerahkan segala daya dan dana untuk melestarikan keragaman spesies-spesies
hidup, dan mengupayakan agar manfaat penggunaan keragaman hayati itu dirasakan secara merata.

5. Pernyataan tentang Prinsip Kehutanan. Pernyataan tentang prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian dan pembangunan semua jenis
hutan secara berkelanjutan, yang merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan pelestarian segala bentuk kehidupan. 8 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn8)

Dari berbagai dokumen maupun deklarasi yang dihasilkan dalam KTT tersebut terdapat 5 (lima) prinsip utama yang terkandung dalam pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) yaitu :

1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity)

Edith Brown Weiss 9 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn9) menyebutkan bahwa makna yang terkandung dalam prinsip ini adalah setiap generasi umat manusia di dunia
mempunyai hak untuk menerima dan menempati bumi bukan dalam kondisi yang buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya, menurutnya ada tiga tindakan generasi
sekarang yang sangat merugikan generasi mendatang :

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 2/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
(1) Konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya berkualitas membuat generasi mendatang harus membayar lebih mahal untuk dapat mengkonsumsi sumber daya
yang sama;

(2) Pemakaian sumber daya saat ini belum diketahui manfaat terbaiknya sangat merugikan generasi mendatang, karena mereka harus membayar mahal untuk in-
e siensi dalam penggunaan sumber daya alam yang dilakukan generasi sekarang;

(3) Pemakaian sumber daya alam secara habis-habisan generasi sekarang membuat generasi mendatang tidak memiliki keragaman sumber daya yang besar.

Ada tiga dasar yang terkandung dalam prinsip keadilan antar generasi yaitu :

(1) Setiap generasi harus melakukan konservai keragaman sumber daya lingkungan, agar generasi mendatang memiliki pilihan yang sama banyaknya dengan generasi
sekarang dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan ;

(2) Setiap generasi harus menjaga atau memelihara kualitas lingkungan agar generasi mendatang dapat menikmati lingkungan dengan kualitas yang sama, sebagaimana
yang dinikmati generasi sebelumnya.

(3) Setiap generasi yang menjamin hak akses yang sama terhadap segala warisan kekayaan alam dari generasi sebelumnya dan harus melindungi akses ini untuk generasi
mendatang. 10 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn10)

2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity)

Prinsip ini menekankan pada keadilan dalam sebuah generasi umat manusia, termasuk di dalamnya ketidakberhasilan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
lingkungan dan sosial, atau tepatnya kesenjangan antara individu dengan kelompok-kelompok dalam masyarakat tentang pemenuhan kualitas hidup. Menurut Mas
Achmad Santosa 11 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn11), prinsip ini sangat berkaitan erat dengan isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan karena :

(1) Beban dan permasalahan lingkungan dipikul oleh masyarakat yang lemah secara sosial dan ekonomi ;

(2) Kemiskinan menimbulkan akibat degradasi lingkungan, karena masyarakat yang masih dalam taraf pemenuhan basic need pada umumnya tidak memiliki kepedulian
lingkugan ;

(3) Upaya-upaya perlindungan dapat berakibat pada sektor-sektor tertentu yang lain ;

(4) Tidak seluruh anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan pengetahuan, ketrampilan,
keberdayaan serta struktur pengambilan keputusan dapat menguntungkan anggota masyarakat tertentu dan merugikan kelompok lain.

3. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle)

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa apabila terdapat ancaman berarti atau adanya acaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan
alasan untuk pembuktian ilmiah yang konkluksif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan tersebut.
Menurut Mas Achmad Santosa, dalam menerapkan prinsip ini, pengambilan keputusan harus dilandasi oleh : (1) evaluasi yang sungguh-sungguh untuk mencegah
seoptimal mungkin kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan (2) penilaian dengan melakukan analisis risiko dengan menggunakan berbagai opsi (pilihan).12
(http://uin-malang.ac.id/#_ftn12)

4. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of biological diversity) ;

Potensi keragaman hayati memberikan arti penting bagi kesinambungan kehidupan umat manusia. Apalagi laju kerusakan dan kepunahan keragaman hayati semakin
besar maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Prinsip perlindungan keragamanan hayati merupakan prasyarat bagi berhasilnya
pelaksanaan prinsip keadilan antar generasi. Sebagai contoh dalam keadaan masyarakat lokal (indigienus people) mengalami kehilangan atau keterputusan dari
ekosistemnya akibat kepunahan keragaman hayati, maka tertutup akses terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang layak. 13 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn13)
Perlindungan keragaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan, sebab mencegah kepunahan species dari keragaman hayati diperlukan demi pencegahan dini.

5. Internalisasi biaya lingkungan. (Internalisation of environmental cost and incentive mechanism).

Rasio pentingnya diberlakukan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan di mana penggunaan sumber daya alam kini merupakan kencenderungan atau reaksi dari
dorongan pasar. Sebagai akibatnya kepentingan yang selama itu tidak terwakili dalam komponen pengambilan keputusan untuk penentuan harga pasar tersebut
menjadi terabaikan dan menimbulkan kerugian bagi mereka.14 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn14)

Kelima prinsip tersebut kemudian dikenal sebagai prinsip pokok atau utama dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Walaupun demikian,
konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan ini telah jelas memberikan petunjuk, akan tetapi tidaklah mudah untuk melaksanakannya. Otto
Soemarwoto menyebutkan agar pembangunan dapat terlanjutkan, tiga syarat harus dipenuhi, yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi. 15 (http://uin-
malang.ac.id/#_ftn15) Konsep yang diajukan oleh Otto Soemarwoto ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diajukan oleh Stockholm Environment Institute (1996)
yang mengembangkan suatu sistem yaitu Sistem Sosio Ekologi yang terdiri dari atas 3 sub-sistem,yang masing-masing berkenaan dengan masyarakat manusia,
lingkungan hidup dan ekonomi. Dalam kajian lain disebutkan ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan.

Pertama, menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara ekologis, benar.

Kedua, pemanfaatan sumber daya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumber daya tak
terbarukan (non-renewable resources).

Ketiga, pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran.

Keempat, perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity). 16 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn16)

Disadari sepenuhnya bahwa konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan akan dapat berjalan dengan baik yaitu dengan diwujudkannya
partisipasi, transparansi, koreksi yang dilakukan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk itu haruslah diterapkan pendekatan baru yang
mampu memenuhi dua kebutuhan fundamental.

Yang pertama adalah kebutuhan untuk menjamin penyebarluasan etika mengenai kehidupan yang berkesinambungan serta terciptanya komitmen masyarakat secara
mendalam terhadap etika baru tersebut.

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 3/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
Yang kedua adalah upaya untuk mengejawantahkan prinsip-prinsip dalam etika tersebut ke dalam tindakan nyata. Selain itu yang sangat diperlukan adalah memadukan
konservasi dan pembangunan ; konservasi untuk menjaga agar aktivitas kehidupan kita tetap berada di dalam kapasitas daya dukung bumi, dan pembangunan yang
memungkinkan semua orang di manapun juga dapat menikmati hidup yang panjang, sehat sejahtera dan bermakna. 17 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn17)

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di atas dapat dijadikan parameter untuk menilai sejauhmana kebijakan pembangunan
lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut maka dapat dianalisis kebijakan kriminal di bidang konservasi keanekaragaman
hayati yang berorientasi pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai berikut:

Dalam Kongres PBB ke-9 tahun 1995 tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders, terdapat resolusi tentang Criminal justice management in
the context of accuntability of public administration and sustainable development. Resolusi itu antara lain menghimbau negara anggota, organisasi antar pemerintah,
dan organisasi profesional nonpemerintah ; agar dalam program-program pengembangan yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana, mempertimbangkan
masalah accountability and sustainability. Resolusi itu antara lain didasarkan pada pemikiran / pertimbangan, bahwa:

penyelenggara/administrator peradilan (pidana) bertanggungjawab bagi terselenggaranya peradilan (pidana) yang e sien dan manusiawi ;

manajemen peradilan (pidana) merupakan bagian dari adminsitrasi publik yang bertanggungjawab pada masyarakat luas;

penyelenggaraan peradilan (pidana) harus merupakan bagian dari kebijakan pembangunan sumber daya yang berkelanjutan (a policy of sustainable development of
resources), termasuk ensuring justice dan the savety of citizens.

Dalam working paper yang merupakan dokumen penunjang kongres (dokumen A/CONF.169/6) dijelaskan, bahwa adalah penting bagi semua aspek dari
penyelenggaraan sistem peradilan (pidana) untuk sejuh mungkin bertanggungjawab agar sistem peradilan pidana mendapat kepercayaan dan respek dari masyarakat
(to gain public trust and respect). Agar mendapat kepercayaan dan respek masyarakat maka sistem peradilan harus terbuka dan transparan (must be open and
transparent). Ditegaskan pula, bahwa akuntabilitas sistem peradilan pidana merupakan bagian dari konsep pemerintahan yang baik (accountability of the criminal
justice system is part of concept of good governance) yang pada gilirannya akan menjamin keberhasilan masyarakat yang berkelanjutan (sustainable development).18
(http://uin-malang.ac.id/#_ftn18)

Barda Nawawi Arief mengutarakan bahwa : dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) atau masyarakat berkelanjutan (sustainable
society), resources tidak hanya diartikan sebagai sumber daya alam / sik, tetapi juga sumber daya alam non sik. Sistem peradilan yang baik /sehat , yang dapat
menjamin keadilan (ensuring justice), keamanan warga masyarakat (the savety of citizens), dan dapat menumbuhkan kepercayaan dan respek masyarakat (public
trust and respect), pada dasarnya merupakan sumber daya non sik yang perlu dipelihara kelangsungannya bagi generasi berikut. 19 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn19)

Dalam perjalanan sejarah lingkungan hidup secara global, aspek kelestarian lingkungan hidup juga tidak dapat dilepaskan peranan LSM Internsional diantaranya
European Communites (EC), OECD, IUCN, atau Association of Southeast Asian Nations. Beberapa LSM Internasional yang terlibat aktif dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah seperti WWF, TNC Indonesia Program, WEC, OISCA, AWB, CUSO, FWZS, ICBP, Sticthing FACE, Conservation International maupun Care
International Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi
secara aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Gerakan lingkungan atau mereka yang bekerja untuk peduli terhadap masalah lingkungan sangat beragam. Ton Dietz menelaah gerakan lingkungan ini secara
sederhana dan penulis mengkategorikannnya ke dalam beberapa aliran yaitu:

1. Aliran Fasis Lingkungan (Eco-Fascism)

Kaum fasis lingkungan ini adalah mereka yang memperjuangkan masalah lingkungan demi lingkungan itu sendiri. Dengan resiko apapun, lingkungan perlu dilindungi.
Landasan lingkungan seperti ini disebut oleh Ton Dietz sebagai pendekatan lingkungan hidup yang bersifat otoriter atau ekototaliter adalah konsep bahwa skala dan
mendesaknya masalah lingkungan saat ini sudah sedemikian kuatnya sehingga kepemimpinan yang otoriter dan teknoratis dibutuhkan. Kaum ekofasis menganggap
konservasi lingkungan sebagai jauh lebih penting dari pada kehidupan rakyat, khususnya kehidupan rakyat miskin.

2. Aliran Pembangunan Lingkungan (Eco-Developmentalism atau Environmentalism)

Mereka yang tergolong pada kaum ini adalah yang memperjuangkan kelestarian lingkungan bukan demi lingkungan itu sendiri, tetapi terutama demi keberlangsungan
pertumbuhan ekonomi dan pemupukan modal (kapitalisme). Semboyannya yang terkenal adalah sustainable development. Lingkungan perlu dilestarikan karena
hanya melalui pelestarian tersebut terjamin pula keajegan pasokan bahan baku industri sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung.

3. Aliran Ekologi Kerakyatan atau Lingkungan-Kerakyatan (Eco-Populism)

Kaum yang tergolong pada kelompok ini merupakan aktivis gerakan lingkungan yang sangat memihak kepada kepentingan rakyat banyak, lingkungan untuk
mensejahterakan masyarakat. Semboyannya adalah hutan untuk rakyat (Forest for People). Ekopopulisme ini dapat dibagi lagi ke dalam dua golongan yaitu : (1)
Ekopopulisme Kuat (Strong Ecopopulism) (2) Ekopopulisme Lemah (Weak Ecopopulism). Kedua golongan ini telah menemukan kembali nilai berharga dari pertanian
(agro-foresty) dan bentuk-bentuk gembala ternak (sylo-pastoral). Kedua kaum ini cenderung berpendapat bahwa partisipasi dari semua warga masyarakat adalah
mungkin dan merupakan kunci untuk menemukan pemecahan masalah. 20 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn20)

Aliran-aliran yang dikemukakan oleh Ton Dietz tersebut merupakan pengelompokan yang didasarkan atas keterkaitan antara misi yang diperjuangkan oleh gerakan
lingkungan dengan implementasi misi tersebut di masyarakat. Menelaah keterkaitan aliran-aliran ini dengan konteks ke-Indonesia-an tentunya beragaman analisis yang
dapat ditelaah. Gerakan lingkungan yang selama ini diperjuangkan oleh Ornop / LSM di satu sisi, giat memantau, mengkiritik dan mengevaluasi kinerja aparat
pemerintah di sisi lain pemerintah mempunyai agenda dan skala prioritas dalam program pembangunan lingkungan hidup.

Menelaah gerakan lingkungan atau aliran yang dianut di Indonesia tentunya tidak bisa dilepaskan dari komponen pendukung sekaligus penunjang dari program
pembangunan lingkungan hidup yaitu pemerintah, ornop/LSM, pihak yang terkait terhadap suatu program tertentu dan masyarakat. Mengkaji perkembangan gerakan
lingkungan hidup dengan menelusuri aliran mana yang dianut tentunya banyak faktor yang dapat ditelusuri di antaranya :

a. Komitmen politik pemerintah terhadap pembangunan lingkungan hidup. Setiap rezim pemerintah yang berkuasa mempunyai paradigma tersendiri dalam melihat
program pembangunan lingkungan hidup sehingga dapat ditelusuri terjadinya perbedaan kebijakan dalam penanganan masalah lingkungan hidup. Hal ini telah
dinyatakan oleh Sudarto P.Hadi yaitu : Kendatipun komitmen politik pemerintah cukup awal dibandingkan dengan sesama negara berkembang tetapi implementasi
konsep pembangunan berkelanjutan seperti jalan di tempat. Di masa Orde Baru pencemaran dan kerusakan lingkungan meningkat baik dalam arti intensitas maupun
keragamannya. 21 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn21)

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 4/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
b. Konsep dan aplikasi program pembangunan lingkungan hidup. Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai program pemerintah bersama, LSM atau masyarakat mengadakan
program yang berdampak pada aspek kesejahteraan, aspek ekologis maupun kesadaran konservasi. Beberapa program yang dapat penulis ungkapkan di sini antara lain:

1. Program Seed for People : Hutanku Masa Depanku. Suatu program dengan upaya membangun sentra-sentra produksi kayu jati rakyat berbasis benih unggul
dengan pola sharing. Model pembangunan hutan kayu rakyat di masa depan yang mampu menjawab tantangan dalam menanggulangi kebutuhan industri kayu
dan lahan kritis. Program ini merupakan pola kerjasama yang sinergis antara : Dep.Kehutanan, Pemkab, PT Perhutani dan masyarakat.
2. Pengelolaan produksi bersama (Joint Forest Resources Management) antara Perhutani dan masyarakat dan selanjutnya nanti diadakan Production Sharing
Management (Manajemen Bagi Hasil) melalui studi PRA yaitu masyarakat diikutsertakan pada pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan dan
memberi peranan yang lebih besar dan prioritas kepada masyarakat dalam kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat.
3. Community Based Forest Management. Peran pemerintah daerah sebagai fasilitator dalam mekanisme tata kelola sumber daya hutan di masing-masing wilayah
hutan dan desa. Dampak positif pada terjaganya kualitas hutan, menekan jumlah perambah, dan peningkatan pendapatan masyarakat.
4. PT Perhutani dalam pengelolaan sumber daya hutan telah memberikan kesempatan kerja dan berusaha pada masyarakat hutan (masyarakat desa hutan) seperti
reboisasi, pemeliharaan hutan, pemungutan hasil hutan.
5. Adanya bentuk-bentuk kegiatan seperti : Program Pendekatan Kesejahteraan Masyarakat (Prosperity Approach) seperti Insus dan Inmas Tumpangsari,
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan, Pengelolaaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Tanaman Obat-obatan dan lain-lain.
6. Perhutanan Sosial (Social Forestry). Aktivitas masyarakat desa, baik perorangan maupun kelompok dalam penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan hutan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program social forestry tersebut sudah termasuk di dalamnya agroforestry, prosperity approach, forestry forest
for local community development.
7. Sejak tahun 1973, PT Perhutani mengikutsertakan masyarakat dengan prosperity approach yang disempurnakan dengan gerakan MALU : Mantri-Lurah
8. Agroforestry Insus Tumpangsari. Konsep tumpangsari hutan adalah menanam tanaman selingan di antara tanaman pokok dalam lajur tersendiri, sebelum atau
sesudah penanaman tanaman pokok selama pertumbuhannya tidak mempengaruhi atau dipengaruhi tanaman pokok.

c. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah. Contoh yang dapat dikaji dari hal ini adalah kebijakan yang
dikeluarkan aparat daerah dalam menyikapi kon ik perhutanan, baik itu dengan masyarakat adat maupun ornop/LSM.

d. Penyelesaian kasus-kasus perhutanan di Indonesia yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dapat dilihat sebagai fokus penilaian tingkat kepedulian aparat
penegak hukum maupun masyarakat dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran lingkungan hidup.

Beberapa alasan di atas dapat ditelaah bahwa gerakan atau aliran lingkungan hidup yang dianut oleh Indonesia tidak dapat dikatakan menganut satu aliran. Banyak data
empiris yang membuktikan pola-pola aliran tersebut berkembang secara natural dan sangat tergantung pada sudut pandang pihak tertentu dalam menyelesaikan
kon ik lingkungan hidup yang dihadapi. Dengan tidak dianutnya satu pola aliran maka dapat dikatakan pola aliran gerakan lingkungan hidup di Indonesia masih
terproses dalam mencari bentuk atau dapat dikatakan menganut aliran kombinasi atau gabungan. Aliran kombinasi ini sesungguhnya merupakan hasil data empiris yang
diterapkan di mana setiap kasus lingkungan hidup yang ditangani dapat dipecahkan dengan menganut ketiga aliran tersebut.

Mengkaji permasalahan lingkungan hidup sepanjang sejarah hidup manusia, maka dapatlah ditarik benang merah yang saling terkait antara satu masalah dengan
masalah yang lain. Para ahli lingkungan hidup Indonesia mengidenti kasikan beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan lingkungan seperti
terurai dalam Tabel berikut ini:

Permasalahan Lingkungan Hidup Menurut Pakar Lingkungan Hidup Indonesia. 22 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn22)

No Nama Pakar Tahun Publikasi Permasalahan Lingkungan Hidup

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 5/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
1. M.T.Zen 1979 (1) Manusia Indonesia

2. St. Munajat Danusaputra 1980 (2) Sumber daya alam

3. Koesnadi Hardjasoemantri 1983 (3) Dinamika sosial yang bergejolak

4. Emil Salim 1988 (4) Teknologi

5. Otto Soemarwoto 1992 (1) Kemiskinan

6. M. Soerjani 1997 (2) Kependudukan

(3) Kekotoran

(4) Kebijaksanaan

(1) Perkembangan penduduk dan masyarakat

(2) Perkembangan sumber alam dan lingkungan

(3) Perkembangan teknologi dan kebudayaan.

(4) Perkembangan ruang lingkup internasional

(1) Kependudukan & SDM

(2) Jaminan pangan

(3) Spesies & Ekosisitem sebagai

sumber daya bagi pembangunan

(4) Peranan Energi

(5) Industri

(6) Perkembangan kota

(1) Kepunahan jenis/

keanekaragaman hayati

(2) Pemanasan global/perubahan

iklim

(3) Pelubangan lapisan ozon

(4) Hujan asam

(1) Mutasi gen terselubung

(2) Dampak kamar kaca

(3) Hujan asam

(4) Lubang lapisan ozon

(5) Pencemaran oleh limbah & bahan berbahaya

(6) Kemerosotan kualitas & kuantitas sumber daya dan

(7) Kesenjangan sosial

Dari tabel di atas dapat dikaji bahwa pemecahan satu faktor yang mengakibatkan masalah bagi lingkungan hidup tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan
pemecahan masalah lingkungan hidup lainnya. Hal ini menandakan pencegahan maupun penanggulangan kerusakan atau pencemaran lingkungan sangat memerlukan
pendekatan berbagai disiplin ilmu. Kerjasama ini pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip dasar kesinambungan kehidupan makhluk hidup.

Jika ditelusuri sejarah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang diatur dalam kaidah yuridis normatif mulai zaman Hindia Belanda, zaman Jepang dan zaman
Kemerdekaan mempunyai ciri-ciri yang masing-masing berbeda sesuai sudut pandangnya dan tergantung pada kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang
dicanangkan. Sejarah pengaturan lingkungan hidup telah banyak ditulis dalam berbagai literatur.23 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn23) Namun demikian, terdapat
kesimpulan umum yang dapat penulis kemukakan yaitu : tingkat kepedulian pengelolaan lingkungan hidup dalam peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti : situasi politik, sosial budaya dan ekonomi, kualitas sumber daya manusia sampai globalisasi.

Dalam pandangan yang demikian, maka komitmen bersama yang dituangkan dalam yuridis formal selayaknya teraplikasikan dalam mensikapi berbagai masalah
lingkungan hidup yang terjadi dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, menomorsatukan keadilan dan kepastian hukum serta mengindahkan prinsip-dasar ekologis.
Dengan demikian konsep dasar pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yang semula diistilahkan dengan pembangunan berwawasan lingkungan dan
tertuang sejak GBHN tahun 1973 (dijabarkan dalam Repelita II) menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang akan berlaku. Dengan demikian
proses penegakan hukum lingkungan memalui instrumen kebijakan kriminal secara tidak langsung menjadi prinsip perjuangan para aparat penegak hukum untuk
menomorsatukan kepentingan konsep dasar pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tersebut. Mark Sagoff mengajukan 3 (tiga) pertimbangan
yang dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dijalankan sesuai standar yaitu:

First, environmental laws could insists on ample margins of safety for the whole population even if strict adherence to such laws would impose ruinous costs on the
economy. Second, consistent with the economic perspective, environmental laws could price the bene ts of environmental quality and balance them against the
resulting costs. Sagoff rejects both these polar solutions. He advocates a third, middle course, under which the costs of compliance with environment standards can be
taken into account so that standards are reasonable in light of effort needed to achieve them. 24 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn24)

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 6/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
Berkenaan dengan hal tersebut maka, hasil dari KTT Bumi di Rio mempunyai ikatan tertentu pada peserta KTT. Deklarasi Rio, Prinsip tentang Hutan dan Agenda 21
mempunyai kekuatan moril, sedangkan kedua konvensi yang lainnya mempunyai kekuatan hukum. Karena itu kewajiban yang terikat pada kedua konvensi lebih kuat
daripada yang terikat pada hasil KTT yang lain. 25 (http://uin-malang.ac.id/#_ftn25) Lima tahun setelah Konferensi Rio telah disusun berupa Agenda 21 Indonesia :
Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan yang berisi visi dan rangkaian strategi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dokumen yang
komprehensif ini memberikan petunjuk bagi keterkaitan pembangunan ekonomi dan sosial, perlindungan terhadap lingkungan dan sumber daya alam, serta paradigma
baru dalam memandang aplikasi konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan bagi Indonesia di masa depan. Dokumen ini mencakup aspek
pelayanan masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah dan pengelolaan sumber daya alam.

Kondisi keterpurukan ekonomi seperti saat ini memberikan dampak negatif yang sangat besar terhadap aspek kelestarian lingkungan hidup. Masyarakat pun
melakukan tindakan-tindakan yang dianggap di luar batas kewajaran sehingga aparat kewalahan mengatasinya. Melihat situasi seperti ini selayaknya para pihak yang
terlibat dalam lingkungan hidup seperti : pemerintah / aparat birokrasi, aparat penegak hukum, LSM, kaum akademisi maupun masyarakat mulai mengadakan
reorientasi ulang perihal paradigma yang selama ini mereka anut terhadap lingkungan hidup dan pembangunan. Reorientasi itu dapat dimulai dari mencari hakekat akar
permasalahan yang menyebabkan masalah lingkungan itu terjadi, menelusuri kebijakan lingkungan yang selama ini dirumuskan, mengadakan kajian tentang perlunya
pengubahan paradigma pola pikir terhadap lingkungan hidup. Beberapa hal ini, nantinya akan sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan lingkungan hidup yang
akan datang.

Saifullah,

* Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Staff Pengajar di Fakultas Syariah dan Program Pascasarjana UIN Maliki Malang.

1 Kata The Silent Spring diterjemahkan dalam berbagai arti. Dalam literatur hukum lingkungan di Indonesia di antaranya : musim bunga yang sepi, musim semi yang bisu
atau musim bunga yang bisu : penulis menggunakan istilah musim bunga yang bisu. Perjalanan sejarah kasus-kasus lingkungan hidup dan buku-buku yang menjadi
sorotan tersebut telah banyak dikupas dalam buku-buku lingkungan hidup Indonesia di antaranya : J. A. Katili, Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983 : hlm. 22 ; Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional
Indonesia, (Disertasi, UNAIR, Surabaya, 1986), hlm. 29-30 ; Daud Silalahi, Hukum Lingkungan. Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni,
Bandung : hlm. 5 ; Otto Soemarwoto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992 : hlm. 2-5 atau Otto Soemarwoto,
Dari Stockholm ke Rio : Implikasinya bagi Pembangunan Nasional, dalam Analisis CSIS, Tahun XXI, No. 6, November-Desember 1992, hlm. 498-513 ; Mohamad
Soerjani, Pembangunan dan Lingkungan. Meniti Gagasan dan Pelaksanaan Sustainable Development, IPPL, Jakarta, 1997 : hlm. 51-56.

2 Lihat dalam N. Teguh Budi Harjanto, Memajukan Demokrasi Mencegah Disintegrasi. Sebuah Wacana Pembangunan Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1998, hlm.
85. Ibid, Otto Soemarwoto, 1992, hlm. 500, menyebutkan bahwa : Walaupun pembangunan diperlukan, pembangunan itu haruslah memenuhi persyaratan tidak
merusak lingkungan. Maka berkembang konsep ecodevelopment. Menurut konsep ini antara pembangunan dan lingkungan tidak ada pertentangan. Di negara
berkembang tanpa adanya pembangunan, lingkungan tidak akan berkembang, bahkan akan mengalami kemerosotan. Tanpa adanya pembangunan, laju penggurunan
makin meningkat. Jelaslah masalah ini hanya dapat diatasi dengan pembangunan, antara lain pengembangan sistem pertanian dan peternakan yang memperhatikan
baik aspek sosial ekonomi penduduk maupun pencagaran dan vegetasi.

3 Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pertama kali diperkenalkan oleh WCED (World Commission on Environment and Development) suatu
komisi dunia yang dibentuk oleh PBB dan membuat Laporan tentang Our Common Future tahun 1987 sebagai berikut : Developing that meets the needs of the
present without compromising the ability of the future generation to meet their own needs. (terjemahan har ahnya : pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri). Istilah ini mengundang berbagai penafsiran yang berbeda-beda,
karena terminologi pembangunan berkelanjutan sangat terbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian. Seringkali juga dipadankan serta ditafsirkan sebagai
sustainable economic development tanpa mensyaratkan atau memberi fokus kepada berkelanjutan atau pelestarian daya dukung ekosistem. Caring For The Earth
sebagai dokumen pengganti dari The World Conservation Strategy yang dirumuskan oleh The World Conservation Union (IUCN) pada tahun 1991 juga
menggarisbawahi tentang berbagai penafsiran yang muncul dari penggunaan istilah sustainable development. Berbagai istilah digunakan seperti sustainable
development, sustainable growth, dan sustainable use secara bergantian, yang seringkali pengertian yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. (Carry for the
Earth : A Strategy for Sustainable Living), Published in Partnership by IUCN-The World Conservation Union-UNEP_WWF; Gland Switzerland, October 1991 ) Prof.Ben
Broer (Guru Besar Hukum Lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Sydney, Australia) memberikan kritik terhadap de nsi yang ditawarkan terlampau berorientasi
kepada antroposentrisme dan utilitarianisme. Orientasi ini dapat dilihat dari penekanan lingkungan hidup sebagai peran pendukung (supporting role) dan hanya
dilihat sebagai instrumen atau sumber daya untuk didayagunakan kebutuhan lingkungan alam (natural environment). Oleh sebab itu, Broer (1995) berpendapat lebih
tepat digunakan istilah Ecologically Sustainable Development (ESD). (Lihat dalam Ben Broer, Institutionalising Ecologically Sustainable Development : The Roles of
National State, and Local Government in Translating Grand strategy into Action. Willamette Law Review, Vol.31., Number 31 Spring 1995). Dari berbagai dokumen
yang dihasilkan KTT Bumi, terdapat 5 (lima) prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) yaitu :
keadilan antar generasi, keadilan dalam suatu generasi, prinsip pencegahan dini, perlindungan keragaman hayati dan internalisasi beaya lingkungan. UU No.23 tahun
1997 dalam bagian pertimbangan huruf d menggunakan istilah : pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable
development), sedangkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 3 dijelaskan pengertian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

4 Laporan ini diterjemahkan dengan Hari Depan Kita Bersama, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hlm. 59. Periksa pula dalam Our Common Future, WCED, Oxford
University Press, 1987, p. 9. menyebutkan : sustainable development is a process of change in which the exploitation of resources, the direction of investment, the
orientation of technological development, and institusional change are made consistent with future as well as prsent a need. Selanjutnya muncul batasan tentang
pembangunan yang terdukung dari Bank Dunia, WCS, IUCN, UNEP dan WWF yang antara lain menekankan pada perbaikan sosial ekonomi, pelestarian sumber daya
alam dan perhatian pada daya dukung sumber daya alam dan keanekargamannya dalam jangka panjang. Konsep sustainable development, diistilahkan atau
diterjemahkan sebagai pembangunan yang terdukung ; pembangunan berkelanjutan ; pembangunan terlanjutkan ; pembangunan berkesinambungan atau
pembangunan berwawasan lingkungan (development with environment outlook) (WCED, 1987). Konsep pembangunan berkelanjutan ini oleh beberapa pakar
lingkungan masih kabur. Berbagai kalangan memberikan de nisi yang berbeda sesuai sudut pandangnya seperti M. Prakosa, yang menyebutkan bahwa pengertian
sustainable development dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda : Pertama, memandang dari sudut pertumbuhan ekonomi keseluruhan (the overall
growth of the economy). Dalam pandangan ini sustainable development diartikan sebagai sustainable macro-economic growth. Kedua, melihat dari sudut pandang
sektor, karena likuidasi suatu sektor, seperti hutan, tidak dapat diterima sebagai suatu kebijakan dalam pembangunan. Lihat dalam Rencana Kebijakan Kehutanan,

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 7/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog
Aditya Media, Yogyakarta, 1996 ; hlm. 93-93. Sedangkan ciri-ciri pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dalam Keppres RI No. 13 tahun 1989 tentang REPELITA V
1980/1990-1993/1994, Bab VIII. Sedangkan Koesnadi Hardjosoemantri menyebutkan beberapa ciri-ciri dari pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat dalam
Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm.50.

5 Lihat dalam Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkesinambungan, Alih bahasa Katarina Panji, Disponsori oleh IUCN, UNEP dan WWF, Jakarta, 1992 ;
hlm. 4.

6 Anthony Giddens, Jalan Ketiga. Pembaruan Demokrasi Sosial, Penerjemah Ketut Arya Mahardika, Gramedia, Jakarta, 1999, hlm. 64.

7 Lihat dalam Donald N. Dewees, Report of The Environmental Sector Review (Phase II), Volume II, Persuit os Sustainable Development, (Paper), Jakarta, 1987, p.1.

8 Lihat dalam Michael Keating, Bumi Lestari. Menuju Abad 21, Konphalindo, 1994, hlm. XV. Conf. Ibid, Mohammad Soerjani, 1997, hlm. 55-56.

9 Edith Brown Weiss, Our Rights and Obligations to Future Generations for the Environment dalam American Journal of International Law, Vol. 84, 1991, p.201-
2002.

10 Edith Brwon Weiss, Intergenerational Equity : A Legal Framework for Global Environmental Change, dalam Richard L.Revesz, Foundations of Environmental Law
and Policy, Oxford University Press, Oxford, 1997, p.309-312 disebutkan Three principles from the basis of intergenerational equity. First : each generation should be
required to conserve the diversity of the natural and cultural resource base, so that it does not unduly restrict the options available to future generations in solving their
problems and satisfying their own values, and should also be antitled to diversity comparable to that enjoyed by previous generations. This principle is called
conservation of options. Second, each generations should be required to maintain the quality of the planet so that it is passed on in worse condition than that in which
it was received, and should also be entitled to planetary quality comparable to that enjoyed by previous generations. This is the principle of conservation of quality
Third, each generation ahould provide its members with equitable rights of access to the legacy of past generations and should conserve this access for future
generations. This is the principle of conservation of access.

11 Mas Achmad Santoso Aktualisasi Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan dalam Sistem dan Praktek Hukum Nasional ,
dimuat dalam, Jurnal Hukum Lingkungan Tahun III, 1996, halaman 1-21

12 Mas Achmad Santosa, 1Ibid, hlm.1-21

13 Ibid, hlm.1-21

14 Ibid, hlm 1-21

15 Ketiga syarat yang diutarakan tersebut dapat dilihat dalam Otto Soemarwoto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, PT Gramedia, Jakarta, 1992 ; hlm.7-
8.

16 Lihat dalam Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996, Kantor Meneg Lingkungan Hidup, 1996, hlm. 228.

17 Dua pendekatan baru ini disarikan dari : Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkesinambungan, Op.Cit, hlm.1.

18 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Program Magister Ilmu Hukum, Nopember 2002, hlm. 57-58

19 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 36.

20 Disarikan dari pemikiran Ton Dietz dalam Entitlements to Natural Resources Countours of Political. Environmental Geography, International Books, Utrecht,
1996. Selanjutnya diterjemahkan Roem Topatimasang : Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam. Kontur Geogra Lingkungan Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1998.

21 Sudarto.P.Hadi, Manajemen Lingkungan Berbasis Kerakyatan dan Kemitraan, Pidato Pengukuhan Guru Besar UNDIP, Semarang 12 Oktober 1999, hlm.3

22 Pernyataan yang dibuat dalam Tabel ini didasarkan pada tahun pertama publikasi penulisan buku masing-masing pakar lingkungan hidup tersebut.

23 (http://uin-malang.ac.id/#_ftnref23) Sejarah pengaturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia telah banyak ditelaah di antaranya
: Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, 1992 ; Siti Sundari Rangkuti. Op.Cit ; Daud Silalahi, Hukum Lingkungan. Dalam
Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 1992. ; Harun M. Husein, Lingkungan Hidup. Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya,
Bumi Aksara, Jakarta, 1993 ; Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Raja Gra ndo Persada, Jakarta, 1995

24 (http://uin-malang.ac.id/#_ftnref24) Lihat dalam Richard. L. Revesz, Foundations Environmental Law and Policy, New York Oxford University Press, 1997 : p. 19.

25 (http://uin-malang.ac.id/#_ftnref25) Ibid, Otto Soemarwoto, 1992, hlm.507

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required elds are marked *

Comment

Name *

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 8/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog

Email *

Website

Post Comment

Search

RECENT POSTS

Reparadigma Metodologi (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/reparadigma-metodologi/)

Reorientasi Bekerjanya Hukum dalam Masyarakat (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/reorientasi-bekerjanya-hukum-


dalam-masyarakat/)

Re eksi Penelitian: Suatu Kontemplasi Atas Pekerjaan Penelitian (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/re eksi-penelitian-


suatu-kontemplasi-atas-pekerjaan-penelitian/)

Perjalanan Syariah Islam di Indonesia (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/perjalanan-syariah-islam-di-indonesia/)

Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup di Indonesia (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/paradigma-pembangunan-


lingkungan-hidup-di-indonesia/)

RECENT COMMENTS

ARCHIVES

November 2013 (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/)

CATEGORIES

Uncategorized (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/category/uncategorized/)

2017 Saifullah's Blog. All Rights Reserved. Home (http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/)


Coller Theme by Rohit (http://inkhive.com/).

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 9/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 10/11
8/30/2017 ParadigmaPembangunanLingkunganHidupdiIndonesiaSaifullah'sBlog

http://saifullah.lecturer.uinmalang.ac.id/2013/11/20/paradigmapembangunanlingkunganhidupdiindonesia/ 11/11

Anda mungkin juga menyukai