Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

No. Kontrak : 150/UN.16/PL/DM/2014

PENELITIAN DOSEN MUDA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN


MINUM OBAT PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ. PROF. DR. HB. SAANIN
PADANG

Oleh :

Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp.Kep.J (0026018105)


Ns. Dewi Eka Putri, M. Kep, Sp. Kep.J
Ns. Bunga Permata Wenny

UNIVERSITAS ANDALAS

November, 2014

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum


Obat Pasien Skizofrenia Di RSJ. Prof. DR.HB. Saanin Padang
Peneliti / Pelaksana
Nama Lengkap : Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. Kep.J
NIDN : 0026018105
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Nomor HP : 085257149065
Alamat surel (e-mail) : iraerwina@gmail.com
Anggota (1)
Nama Lengkap : Ns. Dewi Eka Putri, M. Kep, Sp. Kep.J
NIDN :
Perguruan Tinggi : Universitas Andalas
Anggota (2)
Nama Lengkap : Ns. Bunga Permata Wenny, S. Kep
NIDN :-
Perguruan Tinggi : Universitas Andalas
Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Biaya Keseluruhan : Rp 10.000.000,-

Padang, 15 November 2014


Mengetahui,
Pembimbing Ketua,

( Prof. Dr. Dachriyanus, Apt ) (Ns.Ira Erwina, M. Kep, Sp. Kep.J)


NIP. 19690121199403 1001 NIP. 19810126200812 2001

Mengetahui,
Ketua LPPM

(Prof. DR. Herwandi, M. Hum)


NIP. 196209131989011001
RINGKASAN

Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa dengan jumlah yang terbanyak jika

dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Permasalahan yang dihadapi saat ini

adalah tingginya angka kekambuhan pada pasien skizofrenia. Beberapa faktor

yang mempengaruhi kepatuhan berobat adalah efek obat yang diminum, dosis

obat, lama pengobatan dan biaya pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat. Penelitian

dilakukan di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang, dengan jumlah responden

sebanyak 75 orang, desain cross sectional, data diambil menggunakan kuisioner.

Hasil didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara efek

samping obat dan dosis obat dengan kepatuhan berobat pasien, dan tidak ada

hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara lama pengobatan dan biaya

pengobatan dengan kepatuhan berobat pasien. Faktor yang paling berpengaruh

adalah dosis obat. Disarankan untuk perawat agar selalu memonitor pasien dalam

minum obat dan bagi pasien agar selalu mengkomunikasi efek yang dirasakan

selama mengkonsumsi obat.


DAFTAR ISI

Cover i

Halaman Pengesahan ii

Ringkasan iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel v

Daftar Lampiran vi

BAB I Pendahuluan 1

BAB II Tinjauan Pustaka 5

BAB III Metodologi Penelitian 16

BAB IV Hasil Penelitian 21

BAB V Pembahasan 27

BAB VI Kesimpulan dan Saran 39

Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Rerata Umur Responden di RSJ. Prof. DR. 21


HB. Saanin Padang

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis 21


Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan di
RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Efek 22
Samping di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dosis 22
Obat di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama 23
Pengobatan di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Biaya 23
Pengobatan di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan 23
Kepatuhan Berobat di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin
Padang
Tabel 5.8 Analisis korelasi efek samping dengan kepatuhan 24
responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.9 Analisis korelasi dosis obat dengan kepatuhan 24
responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.10 Analisis korelasi lama pengobatan dengan kepatuhan 25
responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.11 Analisis korelasi biaya pengobatan dengan kepatuhan 25
responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Tabel 5.12 Analisis regresi logistik faktor yang paling berpengaruh 26
terhadap kepatuhan responden di RSJ. Prof. DR. HB.
Saanin Padang
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuisioner Penelitian

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Biodata Peneliti


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu sehat adalah individu yang dapat hidup dengan produktif didalam
kehidupannya. Menurut Undang-Undang kesehatan nomor 36 tahun 2009
pasal 1 ayat 1 menjelaskan definisi kesehatan adalah keadaan sehat baik
fisik, mental (jiwa), spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian orang
yang sehat akan memiliki kesehatan fisik dan kesehatan jiwa yang seimbang
dalam menjalani kehidupannya secara produktif.

Laporan WHO (2001) menjelaskan status kesehatan jiwa secara global


menunjukkan 25% penduduk pernah mengalami gangguan mental dan
perilaku, namun hanya 40% yang terdiagnosis. Di Indonesia, jumlah
penderita masalah kesehatan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Menurut WHO (2006) 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala paling
ringan (Maramis, 2006). Berdasarkan data status kesehatan jiwa di Indonesia,
hasil riset kesehatan dasar (Ris.Kes.Das, 2007) menunjukkan prevalensi
gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 4.6 permil, berarti dari 1000
penduduk Indonesia 4 sampai 5 diantaranya menderita gangguan jiwa berat.

Skizoprenia merupakan diagnosa medis dari gangguan jiwa yang paling


banyak ditemukan dan merupakan gangguan jiwa berat. Skizoprenia adalah
sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk fungsi berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan
berperilaku yang dapat diterima secara rasional (Stuart & Laraia, 2005).
Menurut data statistik direktorat kesehatan jiwa, pasien gangguan jiwa
terbesar adalah skizofrenia yaitu 70% (Dep.Kes, 2003). Kelompok
Skizofrenia juga menempati 90% pasien di rumah sakit jiwa seluruh
Indonesia (Jalil, 2006).
Salah satu masalah dalam penanganan skizofrenia adalah kekambuhan.
Kekambuhan pada satu tahun setelah terdiagnosa skizofrenia dialami oleh:
60 -70% pasien yang tidak mendapatkan terapi medikasi (Wardhani, 2009).
Frekuensi kekambuhan dan proporsi kambuh dalam satu tahun menambah
masalah dalam penanganan skizofrenia. Jalil (2006) mengungkapkan, hasil
penelitian di RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2003, memperkirakan angka
kekambuhan penderita gangguan jiwa adalah 25% pada tahun pertama, 70%
pada tahun kedua bahkan 100% pada tahun ketiga.

Angka rawat ulang atau re-hospitalisasi dapat digunakan untuk melihat


angka kekambuhan pada pasien skizofrenia. Re-hospitalisasi pasien gangguan
jiwa sangat berhubungan dengan dua faktor utama yaitu ketidakpatuhan
pengobatan dan ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan program perawatan di
rumah yang telah dirancang oleh perawat, keluarga dan pasien sebelum
pulang ke rumah (Bostelman, 1994 dalam Wardhani, 2009).

Fenomena kekambuhan lebih banyak diakibatkan oleh putus obat. Salah satu
survey yang membuktikan bahwa kekambuhan diakibatkan oleh
ketidakpatuhan akan obat adalah survey World Federation of Mental Health
tahun 2006, survey ini dilakukan terhadap 982 keluarga yang mempunyai
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, hasilnya menunjukkan 51%
pasien gangguan jiwa kambuh akibat berhenti minum obat, 49% kambuh
akibat merubah dosis obat sendiri.

Kepatuhan adalah sebuah istilah yang menggambarkan bagaimana pasien


mengikuti petunjuk dan rekomendasi terapi dari perawat atau dokter (Gajski
& Karlovic, 2008). Ketidakpatuhan pasien gangguan jiwa terhadap regimen
terapeutik: pengobatan menjadi masalah global di seluruh dunia. Menurut
Sacket dan Snow (1979, dalam Evangeliste, 1999) hanya 25% sampai 50%
pasien gangguan jiwa yang patuh terhadap pengobatan.
Supaya masalah ketidakpatuhan ini dapat diatasi maka perawat harus
memahami faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan. Adapun
penyebab ketidakpatuhan pasien terhadap terapi obat adalah sifat penyakit
yang kronis sehingga pasien merasa bosan minum obat, berkurangnya gejala,
tidak pasti tentang tujuan terapi, harga obat yang mahal, tidak mengerti
tentang instruksi penggunaan obat, dosis yang tidak akurat dalam
mengkonsumsi obat, dan efek samping yang tidak menyenangkan (Husar,
1995 dalam Wardhani 2009).

Kajian pendahuluan di rawat inap di RSJ Prof. HB Saanin Padang pada bulan
September 2014, diketahui bahwa jumlah pasien skizoprenia adalah 295
orang. Hasil wawancara dengan konsultan keperawatan disampaikan bahwa
lebih dari 50% pasien dirawat karena kekambuhan akibat ketidakpatuhan
minum obat dan kurangnya dukungan keluarga dalam merawatan di rumah.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan banyaknya faktor yang menyebabkan
terjadinya ketidakpatuhan pasien terhadap obat maka penulis tertarik
melakukan penelitian tentang Analisis faktor kepatuhan obat pasien
Skizoprenia di RS. HB. Saanin Padang.

B. Rumusan Masalah
Tingginya tingkat kekambuhan yang ditemukan pada pasien skizoprenia
menyebabkan proses pengobatan menjadi semakin memanjang dan dampak
yang semakin parah untuk paien dan keluarga. Agar masalah ketidakpatuhan
ini dapat diatasi maka perawat harus memahami faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakpatuhan. Berdasarkan hal tersebut di atas dan
banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan pasien
terhadap obat maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-
faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien Skizoprenia di RS.
HB. Saanin Padang.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Diidentifikasikannya faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat pasien skizoprenia di RSJ. HB. Saanin Padang.

2. Tujuan khusus:
a. Teridentifikasinya gambaran karakteristik pasien yang menjadi
responden penelitian.
b. Teridentifikasinya gambaran efek samping, dosis obat, lama
pengobatan, biaya pengobatan dan kepatuhan responden di RSJ.
Prof, DR. HB. Saanin Padang.
c. Mengetahui hubungan efek samping obat, dosis pengobatan,
lama pengobatan dan biaya pengobatan dengan kepatuhan
berobat responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
d. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan
minum obat pasien skizoprenia di RSJ. DR. HB. Saanin Padang.

D. Manfaat

1. Bagi pelayanan keperawatan


Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak rumah sakit
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan khususnya
dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa
sehingga dapat mengurangi tingkat kekambuhan.

2. Bagi pendidikan keperawatan


Keperawatan sebagai profesi, yang didukung oleh pengetahuan
yang kokoh, perlu terus melakukan berbagai penelitian terkait
praktek keperawatan yang akan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan keperawatan. Hasil penelitian diharapkan
memperkaya literatur keperawatan, khususnya perawatan pada
pasien gangguan jiwa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan
menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.

10
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai landasan dan rujukan dalam penelitian, akan dikemukakan beberapa


konsep dan teori serta hasil penelitian yang terkait dengan bidang penelitian ini.
Adapun konsep dan teori ini meliputi : konsep skizoprenia,dan konsep kepatuhan
obat.

A. Skizoprenia
Skizoprenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang biasanya diderita pada
usia remaja akhir atau dewasa awal, dikarakteristikkan dengan terjadinya
distorsi persepsi, pikiran, dan emosi yang tidak sesuai (WHO, 2001).
Skizoprenia adalah kombinasi dari gangguan pikir, gangguan persepsi,
perilaku abnormal, gangguan afektif dan ketidakmampuan dalam
bersosialisasi (Fontaine, 2003). Ini berarti bahwa induvidu mengalami
kesulitan dalam berpikir jernih, mengenali realita, menentukan perasaan,
mengambil keputusan dan berhubungan dengan orang lain.

Menurut Videbeck (2008) skizofrenia adalah suatu penyakit yang


mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi,
gerakan, dan perilaku yang aneh. Skizofrenia juga merupakan suatu gangguan
psikotik yang kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi
klinis yang amat luas variasinya (Kaplan, 2000). Dengan demikian skizoprenia
adalah suatu gangguan jiwa berat yang bervariasi penyebabnya, terutama
disebabkan oleh adanya gangguan pada otak yang berpengaruh terhadap
pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku sehingga menimbulkan
manifestasi klinis berupa ketidakmampuan dalam menentukan perasaan,
mengambil keputusan dan bersosialisasi dengan orang lain.

1. Penyebab Skizoprenia
Skizoprenia bukanlah gangguan yang tunggal namun merupakan suatu
sindrom dengan banyak variasi dan banyak penyebab. Menurut Stuart
dan Laraia (2005) penyebab Skizoprenia terdiri atas biologis,
psikologis, sosial dan lingkungan.
a. Biologis
Bila dilihat penyebab skizoprenia dari segi biologis maka faktor-
faktor yang termasuk didalamnya adalah genetik, neurotransmiter,
neurobiologi, perkembangan saraf otak dan teori-teori virus.

Pengaruh faktor genetik terhadap skizoprenia belum teridentifikasi


secara spesifik namun pengaruh lokasi kromosom 6 pada gen
berkontribusi dan berhubungan dg kromosom 4, 8, 15, dan 22
untuk terjadinya skizoprenia (Buchanan & Carpenter, 2000 dalam
Stuart & Laraia, 2005). Anak dengan orang tua yang salah satunya
mengalami skizoprenia mempunyai resiko 15% dan bila kedua
orang tua mengalami skizoprenia maka anak akan beresiko 35%
mengalami skizoprenia juga (Stuart & Laraia, 2005).

Pada individu dengan skizoprenia ditemukan bahwa korteks


prefrontal dan korteks limbik otak tidak berkembang dengan
sempurna. Biasanya ditemukan peningkatan volum otak, fungsi
yang abnormal dan neuro kimia yang menunjukkan perubahan pada
system neurotransmitter. Fokus pada korteks frontal
mengimplikasikan gejala negatif pada skizoprenia dan system
limbik (dalam lobus temporal) mengimplikasikan gejala positif
pada skizoprenia serta system neurotransmitter menghubungkan
kedua daerah tersebut terutama dopamine, serotonin dan glutamate
(Stuart & Laraia, 2005).

Berdasarkan teori virus yang disampaikan bahwa pada masa


kehamilan khususnya pada trimester kedua bila terpapar virus
influenza beresiko untuk terjadinya skizoprenia pada anak (Stuart
& Laraia, 2005).
b. Psikologis
Skizoprenia disebabkan karena keluarga dan perilaku individu itu
sendiri. Bila dilihat dari keluarga, ibu yang sering cemas, perhatian
yang berlebihan atau tidak ada perhatian, ayah yang jauh atau yang
memberikan perhatian berlebihan, konflik pernikahan, dan anak
yang didalam keluarga selalu dipersalahkan ( Stuart & Laraia,
2005), ini semua merupakan teori yang menggambarkan
komunikasi dalan bentuk pesan ganda sehingga individu yang
menerimanya beresiko untuk mengalami skizoprenia.

Menurut Boyd dan Nihart (1998) terjadinya perilaku agresif atau


perilaku kekerasan secara psikologis adalah dorongan naluri,
adanya gangguan atau hambatan dalam mencapai tujuan, stimulus
internal dan eksternal yang dirasa sebagai suatu yang berbahaya,
emosi yang negatif membawa pada perilaku yang irrasional dan
gaya interaksi yang memaksa.

c. Sosial dan lingkungan


Menurut Townsend (2005), banyak hal yang telah dicoba untuk
dikaitkan dengan masalah gangguan jiwa seperti skizoprenia dan
salah satu faktornya adalah masalah status sosial. Status
sosioekonomi mengacu pada pendapatan, pendidikan dan pekerjaan
individu (Lipson et al, 1996 dalam Videbeck, 2008). Status
sosioekonomi yang rendah lebih banyak menimbulkan risiko
mengalami skizofrenia dibanding pada tingkat sosioekonomi tinggi
(mila, 2009). Disamping sosial, budaya juga merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku agresif atau kekerasan. Kemiskinan,
sosial dan budaya yang tidak harmonis dapat menyebabkan
skizoprenia. Stressor sosiokultural, stress yang menumpuk dapat
mendorong terjadinya awitan skizoprenia dan gangguan psikotik
lainnya (Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut teori keluarga, bagian fungsi keluarga yang berkaitan
dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia adalah
keluarga yang sangat mengekspresikan emosi (High expressed
emotion) (Isaacs, 2005 dalam Wardhani, 2009). Keluarga dengan
ciri ini dianggap terlalu ikut campur secara emosional, kasar dan
penuh kritikan. Faktor lingkungan meliputi status ekonomi yang
rendah dan lingkungan yang penuh kekerasan (Wardhani, 2009).

2. Gejala Skizoprenia
Banyak gejala yang terlihat pada klien dengan skizoprenia namun tidak
semua orang yang mengalami menunjukkan gejala yang sama. Tanda
dan gejala dari skizoprenia dibagi dalam empat dimensi utama yaitu
gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif dan gejala depresi dan
perubahan mood lainnya. Dimensi-dimensi dari skizoprenia ini
memiliki mekanisme dasar yang berbeda dan menunjukan pola respon
yang berbeda untuk tindakan yang sesuai (Eli Lilly dalam Stuart &
Laraia, 2005; Tandon et. al, 2003 dalam Varcarolis, 2006).
a. Gejala Positif terdiri atas halusinasi, delusi, bicara yang tidak
terorganisasi dan perilaku yang aneh.
b. Gejala Negatif terdiri atas afek tumpul, ketidakmampuan dalam
berpikir, kehilangan motivasi, ketidakmampuan dalam mengalami
perasaan senang dan kegembiraan
c. Gejala Kognitif terdiri atas kurang perhatian, mudah terdistraksi,
gangguan memori, ketidakmampuan dalam memecahkan masalah,
ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, dan tidak logis.
d. Gejala Depresi dan Perubahan Mood terdiri atas dysphoria,
keinginan bunuh diri dan ketidakberdayaan.
Dari semua dimensi yang dijelaskan diatas menyebabkan individu
mengalami perubahan dalam kemampuan kerja, berhubungan dengan
orang lain, merawat diri, fungsi sosial dan pada akhirnya terlihat pada
kualitas hidup (Quality of Life) yang menurun.
3. Terapi Psikofarmaka
Perawat penting memahami gejala skizofrenia karena tidak semua
pasien mempunyai gejala yang sama. Perbedaan gejala yang dialami
pasien menjadi dasar penetapan diagnosa keperawatan. Skizofrenia
dapat diawali dengan atau tanpa fase prodormal (early psikosis). Gejala
yang tampak pada fase ini adalah gangguan pola tidur, gangguan napsu
makan, perubahan perilaku, afek datar, pembicaraan yang sulit
dimengerti, berfikir tidak realistik, dan perubahan dalam penampilan.
Jika gejala ini muncul dan langsung mendapatkan terapi maka
skizofrenia dapat dihindari. Namun pada beberapa pasien, mereka tidak
menyadari atau tidak mengalami fase ini sehingga tidak mendapatkan
penangganan awal dan berakhir pada skizofrenia. Pengobatan
skizofrenia lebih efektif bila dimulai sedini mungkin saat gejala mulai
muncul (World Federation for Mental Health, 2008).Tatalaksana
pengobatan Skizoprenia mengacu pada penatalaksanaan Skizoprenia
secara umum

a. Anti Psikotik
Obat-obat antipsikotik efektif mencegah menyebaran keadaan akut
dan mencegah relaps. Terdapat dua macam obat antipsikotik yaitu
antipsikotik tradisional (tipikal) dan antipsikotik atipikal. Jenis
antipsikotik atipikal merupakan generasi baru antipsikotik. Atipikal
antipsikosis tidak hanya mengatasi gejala skizoprenia tapi juga
meningkatkan kualitas hidup. Obat ini merupakan pilihan pertama
karena memiliki karakteristik : efek ekstrapiramidal minimal,
mengatasi gejala positif sebaik mengatasi gejala negatif dan
meningkatkan neurokognitif (Varcarolis, et. al. , 2006)
Obat yang termasuk atipikal antipsikosis yaitu clozapine,
risperidone, olanzapine dan quetiapine. Target kerja kelompok
atipikal mengatasi baik gejala positif maupun negatif. Golongan
atipikal mempunyai efek samping lebih ringan dari golongan
tipikal dan walaupun muncul gejala efek samping, biasanya pasien
masih bisa mentoleransinya. Selain itu kelompok atipikal juga bisa
mengatasi gejala cemas dan depresi, menurunkan kecenderungan
perilaku bunuh diri dan memperbaiki fungsi neurokognitif
(Varcarolis 2006 dalam Wardhani, 2009). Sedangkan yang
termasuk jenis antipsikotik tipikal yaitu : antara lain haloperidol,
tiflourorazine, chlorpromazine (CPZ) dan loxapine(Varcarolis, et.
al, 2006). Target kerja kelompok tipikal adalah mengatasi gejala
positif,. Golongan tipikal mempunyai efek samping lebih dari
golongan atipikal (Kuo, 2004 dalam Varcarolis 2006).

Efek samping obat antipsikotik dikelompokkan menjadi dua yaitu


efek samping neurologis dan non neurologis. Efek samping
neurologis meliputi gejala ekstrapiramidal (reaksi distonia akut,

akatisia, dan Parkinson), kejang dan sindrom maligna neuroleptik.


Efek samping non neorologis mencakup sedasi, fotosensitivitas,
dan gejala antikolinergik (mulut kering, pandangan kabur,
kontsipasi, retensi urin, dan hipotensi ortostatik) (Videbeck,2008
dalam Wardhani, 2009).

b. Anti Manik
Skizoprenia disertai dengan gejala akut perilaku kekerasan diatasi
dengan pemberian antimanik seperti lithium (Varcarolis, Carson &
Shoemaker, 2006). Lithium membantu menekan episode kekerasan
pada skizoprenia.

c. Obat pencegahan efek ekstrapiramidal


Pemberian antipsikotik mempunyai efek sindrom ekstrapiramidal
yaitu mulut kering, parkison, reaksi distonik. Jenis obat pencegahan
sindrom ekstrapiramidal yaitu trihexyphenidil (THP), biperidin dan
diphenhidramine hydrochloride (Varcarolis, Carson & Shoemaker,
2006). Trihexyphenidil (Artane) dosis yang digunakan : 1 15
mg/hari dan difehidamin dosis yang diberikan 10 400 mg/hari
untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat (Kaplan & Sadock, 1998).

B. Konsep Kepatuhan
Kepatuhan merupakan derajat dimana seseorang memilih perilaku yang
sesuai dengan persepsi klinisnya, penatalaksanaannya merupakan
kesepakatan antara pasien dan tenaga kesehatan. Haynes (1978) mengatakan
bahwa kepatuhan adalah sesuatu yang berkaitan dengan perilaku seseorang
(minum obat, mengikuti diet yang dianjurkan, atau perubahan gaya hidup)
terkait dengan pengobatan atau saran kesehatan (Haynes, 1978 dalam
Kyngas, dkk, 2000).
Konsep-konsep yang digunakan para ahli dalam merumuskan pengertian
kepatuhan sangat banyak. Adapun masalah yang ditemukan para ahli terkait
kepatuhan adalah tidak adanya definisi yang disepakati dan bagaimana
tingkat kepatuhan pasien diukur (Kyngas, dkk, 2000). Namun hampir semua
definisi membahas tentang tanggung jawab perawatan diri pasien, peran
pasien dalam proses terapi, dan kerjasama antara pasien dan tenaga kesehatan
(Cameron, 1996 dalam Kingas, dkk, 2000).

Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan bagaimana pasien mengikuti


petunjuk dan rekomendasi terapi dari perawat atau dokter (Gajski & Karlovic,
2008). Kepatuhan merupakan keputusan yang diambil oleh klien setelah
membandingkan risiko yang dirasakan jika tidak patuh dan keuntungan dari
pengobatan (Perkin, 2002). Dari dua pengertian diatas tergambar, bahwa
kepatuhan merupakan kewenangan pasien, namun pada pasien skizofrenia
terkadang kepatuhan merupakan hasil dari paksaan keluarga atau tenaga
kesehatan (Wardhani, 2009).

1. Kepatuhan pasien skizofrenia


Kepatuhan pasien skizofrenia terdiri dari kepatuhan terhadap terapi
setelah pengobatan (kontrol), penggunaan obat secara tepat, mengikuti
anjuran perubahan perilaku atau diet. Kompleksitas penggunaan obat
(jumlah maupun dosis) dan tuntutan perilaku yang besar merupakan faktor
risiko ketidakpatuhan (Kaplan & Sadok, 2007).
Fleischhacker, dkk, (2003) mengklasifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia menjadi 4 faktor. Faktor
tersebut meliputi faktor individu, faktor lingkungan, faktor yang
berhubungan dengan tenaga kesehatan, dan faktor yang berhubungan
dengan pengobatan.
a. Faktor Individu
Faktor individu meliputi usia, jenis kelamin, gangguan kognitif, dan
psikopatologi. Secara umum dikatakan tingkat kepatuhan wanita lebih
tinggi dari pria, dan wanita muda lebih patuh dari pada wanita tua. Usia
dewasa awal khususnya pria mempunyai kecenderungan tidak patuh
akibat banyaknya aktivitas yang harus dilakukan pada usia
produktifnya. Golongan lanjut usia (lansia) juga menunjukkan
kepatuhan yang rendah akibat penurunan kapasitas memori dan
penyakit fisik lain yang umum dialami lansia selain skizofrenia yang
dialaminya.

Pasien dengan gejala positif (terutama pada waham dan maniak) lebih
sulit untuk patuh terhadap pengobatan karena merasa dipaksa dan takut
diracuni (Fleischhacker, dkk, 2003). Pasien jiwa dengan gejala negatif
memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi ataupun rendah. Hal ini bisa
dijelaskan karena pada pasien golongan ini mengalami kurang motivasi
yang mengakibatkan dampak negatif untuk mengikuti program
pengobatan, namun disisi lain mereka juga tidak mempunyai energi
sehingga hanya mengikuti anjuran dokter dan mengikuti apa yang
disarankan.

Pola hidup pasien jiwa yang sebagian besar mengkonsumsi nikotin


(rokok) dan kafein dapat menghambat efektifitas kerja obat
antipsikotik. Keberhasilan terapi medik tidak mungkin dicapai apabila
pasien mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat-obat lain
(Stuart & Laraia, 2010). Akibat tidak dirasakannya efek terapeutik dari
obat karena pasien mengkonsumsi nikotin dan kopi menyebabkan
pasien tidak patuh terhadap pengobatan.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah keyakinan individu akan


kesehatan yang direfleksikan dengan pandangan individu baik
mengenai penyebab maupun tingkat keparahan penyakitnya. Kunci
keberhasilan manajemen kekambuhan adalah ketika pasien mengetahui
tanda-tanda awal kekambuhan. Sekitar 70% pasien dan 90% keluarga
pasien mampu untuk mengidentifikasi gejala awal kekambuhan
penyakit, dan hampir seluruh pasien mengetahui ketika gejala penyakit
sudah semakin parah (Stuart & Laraia, 2010).

Pandangan masyarakat mengenai penyakit yang dialaminya merupakan


hal penting yang akan mendukung kepatuhan pasien. Sebagai seorang
individu, pasien jiwa mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial seperti
kebutuhan untuk dihargai, diperhatikan, dicintai dan kebutuhan
memberikan kontribusi di lingkungan sekitar. Kebutuhan-kebutuhan ini
akan terpenuhi jika ada interaksi antara pasien dengan masyarakat.
Stigma negatif masyarakat, pandangan masyarakat bahwa orang yang
minum obat adalah orang yang sakit akan memberi dampak
ketidakpatuhan pada pasien skizofrenia (Wardhani, 2009).

b. Faktor Lingkungan
Fleischhacker, dkk (2003) mengatakan bahwa faktor lingkungan yang
mempengaruhi kepatuhan meliputi: dukungan keluarga dan finansial,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, sikap terhadap pengobatan,
adanya pengawasan terhadap pengobatan, pandangan masyarakat
terhadap skizofrenia. Pasien yang tinggal sendirian biasanya memiliki
tingkat kepatuhan yang rendah dibandingkan dengan pasien yang
tinggal di lingkungan yang memberikan dukungan sosial bagi pasien.
Namun lingkungan yang terlalu menekan pasien untuk patuh justru
dapat menyebabkan efek yang sebaliknya.

c. Faktor Pengobatan
Faktor yang berhubungan dengan pengobatan meliputi efek samping,
dosis yang diberikan, cara penggunaan, lama pengobatan, biaya
pengobatan, jumlah obat yang harus diminum. Tidak minum obat sesuai
program merupakan salah satu alasan yang sering dikemukakan untuk
timbulnya kekambuhan gejala psikotik dan memerlukan perawatan
kembali di rumah sakit (Marder, 2000 dalam Videbeck, 2008).

Fleischhacker, dkk (2003) mengungkapkan hubungan antara efek


samping obat dengan kepatuhan minum obat. Beberapa pasien yang
mengalami efek samping pengobatan terbukti memiliki kepatuhan yang
tinggi, sementara beberapa pasien yang tidak mengalami efek samping
pengobatan justru memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Hal penting
yang harus dipahami adalah efek samping pengobatan hanya
merupakan salah satu faktor dalam kompleksitas tingkat kepatuhan
pasien.

Masalah lain dalam pengobatan skizofrenia adalah masa pencapaian efek


terapi dan jumlah obat yang dikonsumsi (Fleisshacker, dkk, 2003).
Sebagian besar obat yang digunakan memiliki masa pencapaian efek terapi
yang lebih lama, sehingga pasien tidak segera merasakan efek positif dari
obat. Sebaliknya, pasien terkadang justru merasakan efek samping terlebih
dahulu dibandingkan efek terapi.

Pasien skizofrenia tidak akan segera merasakan kekambuhan setelah putus


obat cukup lama. Kekambuhan dapat terjadi berminggu-minggu, bahkan
sampai berbulan-bulan sejak pasien putus obat, sehingga pasien biasanya
tidak menghubungkan kekambuhan dengan putus obat. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hubungan antara kekambuhan dan putus obat harus

20
20
ditekankan pada pasien secara terus menerus. Jumlah jenis obat yang harus
dikonsumsi juga memiliki pengaruh dalam kepatuhan pasien. Pasien yang
mendapatkan regimen terapi yang kompleks yang harus mengkonsumi
dua atau lebih jenis obat beberapa kali sehari memiliki tingkat kepatuhan
yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang hanya mengkonsumsi
satu jenis obat sekali sehari.

d. Faktor yang berhubungan dengan tenaga kesehatan


Faktor ini meliputi adanya pemberian panduan perawatan di rumah setelah
pasien dirawat, keyakinan tenaga kesehatan akan keberhasilan pengobatan,
hubungan yang yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan, dan
efektifitas rawat jalan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional study.

B. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang di rawat di RSJ. HB.
Saanin Padang. Sampel dalam penelitian adalah pasien yang berada di
ruang rawat inap di RSJ. HB. Saanin Padang yang sesuai dengan criteria
yaitu mengalami diagnosa medis Skizofrenia dan bisa berkomunikasi
dengan baik. Tehnik pengambilan sampel dengan Purposive Sampling.
Untuk jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak :

N
n =
1 +) (

n= 295

1 + 295 (0,1)2

n = 74,7 dibulatkan menjadi 75 orang

berdasarkan perhitungan sampel didapatkan jumlah yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 75 responden yang akan diambil di 4 ruang rawat

inap di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di ruangan rawat di RSJ. HB. Saanin Padang. Waktu
penelitian direncanakan mulai dari bulan Februari- November 2014.
D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis penelitian, yaitu variabel dependen
dan variabel independen. Variabel independen yaitu efek samping obat,
dosis obat, lama pengobatan, biaya pengobatan. Adapun variabel dependen
adalah kepatuhan minum obat.

Variabel Definisi Cara ukur Alat Skala Hasil ukur


operasional Ukur ukur
Faktor Wawancara Kuesioner Ordinal Mengganggu
independen terpimpin Tidak
menggganggu
Efek samping Semua gejala yang
timbul akibat
penggunaan obat
yang diminum
Dosis Jumlah / Takaran Lembaran Kuesioner Ordinal Sesuai
obat yang observasi Tidak sesuai
dikonsumsi sesuai
anjuran dokter
Lama Jangka waktu Wawancara Kuesioner Ordinal Lama jika lebih 1
Pengobatan penggunaan obat Terpimpin tahun
yang dianjurkan Tidak Lama jika
oleh dokter kurang dari 1 tahun

Biaya Jenis pembiayaan Wawancara Kuesio Ordinal Asuransi


pengobatan yang digunakan Terpimpin ner Pribadi
selama pengobatan
Variabel Angket yang Kuesio- ordinal Patuh jika nilai
Dependen diisi oleh Ner mean.
Perilaku yang responden Tidak patuh jika
Kepatuhan mengikuti aturan nilai < mean
minum obat sesuai dengan
anjuran dokter

E. Etika Penelitian
Perkembangan penelitian yang melibatkan manusia, membawa kepada
masalah etik dan perdebatan terkait perlindungan hak individu yang
berpartisipasi dalam riset keperawatan. Ketika manusia digunakan sebagai
partisipan dalam investigasi penelitian (dalam riset keperawatan), asuhan
keperawatan harus menjamin bahwa hak-hak individu tersebut terlindungi
(Polit & Hungler, 1999).

Etika penelitian dibutuhkan untuk melindungi hak asasi dari responden.


Hak-hak yang dilindungi dalam proses penelitian menurut American
Nurses Association, 2001, American Psychological Association, 1982, dan
Silva, 1995 dalam Burns dan Grove, 2003, meliputi sebagai berikut :
1. Self determination
Responden berhak untuk tidak melanjutkan atau keluar dari
penelitian yang dilakukan, tanpa memberikan dampak atau sanksi
terhadap dirinya.
2. Privacy
Peneliti menghargai hak privasi responden selama penelitian.
3. Anonymity and Confidentiality
Hak untuk tidak disebutkan nama atau identitas diri dan
dirahasiakan. Data yang diperoleh dari responden, hanya
diketahui oleh peneliti dan responden yang bersangkutan. Selama
pengolahan data, analisis dan publikasi dari hasil penelitian,
peneliti tidak mencantumkan identitas atau nama responden dan
tidak mencatat alamat rumah responden.
4. Fair Treatment.
Hak ini berdasarkan prinsip etika yaitu prinsip keadilan. Setiap
responden mendapatkan perlakuan yang sama.
5. Protection from Discomfort and Harm.
Peneliti mencegah adanya perasaan tidak nyaman dan terluka.

F. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Kuesioner, digunakan untuk mengumpulkan data terkait
karakteristik responden,efek samping obat, dosis obat, lama pengobatan,
biaya dan kepatuhan. Terdiri dari 2 kuisioner, kuisioner A berisikan
tentang karakteristik responden, efek samping, lama pengobatan, dosis
obat yang digunakan serta biaya pengobatan. Instrumen ini disusun sendiri
oleh peneliti. Sedangkan kuisioner B tentang kepatuhan pasien minum
obat diambil dari hasil penelitian lain tentang kepatuhan di RSJ Semarang
(Iswanti, 2012)
G. Prosedur Pengumpulan Data
Persiapan pengumpulan data diawali dengan peneliti akan mengurus surat
ijin penelitian ke RSJ. Prof. HB. Saanin Padang. Ketua peneliti dan
anggota akan menyamakan persepsi sebelum pengumpulan data.
Selanjutnya tim peneliti akan memberi informasi tentang penelitian dan
meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian, dengan
meminta agar menandatangani lembar persetujuan. Pelaksanaan
pengumpulan data dilakukan bersama anggota penelitian dan melibatkan
kepala ruangan dalam penyebaran kuesioner.

H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Validitas dan reliabilitas instrumen mempengaruhi kepercayaan dari hasil
penelitian yang didapatkan. Valid berarti instrumen yang digunakan dapat
mengukur apa saja yang seharusnya diukur atau ketepatan suatu alat ukur
dalam mengukur data, sedangkan reliabel adalah instrumen yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2009).

I. Analisis Data
Setelah selesai proses pengumpulan data, selanjutnya yaitu pengolahan
data. Menurut Hastono (2007), minimal ada 4 tahap dalam pengolahan
data, yaitu:
1. Editing
Kuesioner yang berasal dari responden akan dicek kelengkapan,
kejelasan, relevansi dan konsistensi kuesioner atau instrumen.
2. Coding
Koding dilakukan pada identitas responden.
3. Processing
Peneliti memasukkan data pada komputer secara berurutan, mulai dari
responden pertama, kedua dan seterusnya dengan memperhatikan
variabel data.
4. Cleaning
Semua data dimasukkan ke dalam komputer, setelah itu dilakukan
pengecekan data yang sudah dimasukkan untuk memeriksa ada atau
tidaknya kesalahan. Kesalahan sangat mungkin terjadi saat
memasukkan data. Cara untuk membersihkan data adalah dengan
mengetahui data yang hilang (missing data), mengetahui variasi dan
konsistensi data.

Setelah proses pengolahan data (editing-cleaning), langkah selanjutnya


adalah analisis data. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden, efek samping obat, dosis obat, lama pengobatan, biaya
pengobatan serta kepatuhan minum obat. Data hasil analisis
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik serta narasi. Untuk
kepatuhan dikategorikan menjadi patuh dan tidak berdasarkan dari
nilai mean yang didapatkan, yaitu 8,57. Sehingga jika besar nilai dari
mean akan dianggap patuh dan jika kecil dari nilai mean akan
dikategorikan tidak patuh.
2. Analisis Bivariat
Data diolah dengan program komputer, yaitu program SPSS. Hal ini
bertujuan untuk menguji hipotesa dalam melihat hubungan antar
variabel dengan menggunakan uji korelasi spearman.
3. Analisis Multivariat
Data diolah dengan program komputer, yaitu program SPSS. Hal ini
bertujuan untuk menguji hipotesa dalam melihat faktor manakah yang
paling berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien
skizoprenia dengan menggunaan Uji Regresi Logistik.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian


Pengumpulan data sudah dilakukan dimulai dari bulan September sampai
dengan Oktober tahun 2014 dengan teknik purposive sampling sesuai dengan
kriteria inklusi yang sudah ditetapkan. Responden yang digunakan berjumlah 75
orang yang berasal dari beberapa ruang rawat inap di RSJ. Dr. HB. Saanin
Padang.

B. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Rerata Umur Responden di RSJ. Prof. DR. HB.
Saanin Padang

Mean Std. Deviasi Minimum Maksimum


Umur
34.17 10,537 13 60

Berdasarkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa umur terendah


responden adalah 13 tahun dan umur tertinggi 60 tahun dengan mean 34,17 tahun
dan standar deviasi 10,537.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Status Pernikahan di RSJ. Prof.
DR. HB. Saanin Padang

Variabel Frekuensi Persentase


Jenis Kelamin
Laki-laki 44 58,7
Perempuan 31 41,3
Total 100 100
Pendidikan
Rendah 51 68
Tinggi 24 32
Total 100 100
Status Pernikahan
Menikah 30 40
Tidak 45 60
Total 100 100
Berdasarkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin

terbanyak adalah laki-laki sebanyak 44 orang (58,7%), tingkat pendidikan

terbanyak adalah rendah (SD dan SMP) sebanyak 51 orang (68%), dan status

pernikahan yang terbanyak adalah tidak menikah/cerai sebanyak 45 orang

(60%).

C. Analisis Univariat

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Efek Samping


di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Efek Samping Frekuensi Persentase


Mengganggu 34 45,3
Tidak Mengganggu 41 54,7
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa efek samping dari

pengobatan yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah tidak

mengganggu sebanyak 41 orang (54,7%).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dosis Obat di


RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Dosis Obat Frekuensi Persentase


Tepat 62 82,7
Tidak Tepat 13 17,3
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dosis obat yang di

konsumsi responden selama di rawat si RSJ terbanyak adalah tepat sebanyak 62

orang (82,7%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama
Pengobatan di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Lama Pengobatan Frekuensi Persentase


< 1 tahun 21 28
Lebih 1 tahun 54 72
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa lama pengobatan yang

sudah dilalui oleh responden lebih dari 1 tahun sebanyak 54 orang (72%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Biaya


Pengobatan di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Biaya Pengobatan Frekuensi Persentase


Asuransi 72 96
Pribadi 3 4
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa biaya pengobatan yang

paling banyak digunakan oleh responden adalah asuransi kesehatan, yaitu

sebanyak sebanyak 72 orang (96%).

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan


Berobat di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Kepatuhan Frekuensi Persentase


Tidak Patuh 43 57,3
Patuh 32 42,7
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan minum obat

responden yang paling banyak adalah tidak patuh, yaitu sebanyak 43 orang

(57,3%).

29
29
D. Analisis Bivariat

1. Hubungan Efek samping dengan kepatuhan minum obat

Tabel 5.8 Analisis korelasi efek samping dengan kepatuhan responden


di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Variabel N r p-value
Efek samping 75 0,224 0,035

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efek samping

pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,035 dan r =

0,224 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah positif, yang berarti makin

mengganggu efek samping yang dialami, maka makin tidak patuh pasien dalam

berobat.

2. Hubungan dosis obat dengan kepatuhan responden

Tabel 5.9 Analisis korelasi dosis obat dengan kepatuhan responden di


RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Variabel N r p-value
Dosis Obat 75 -0,324 0,005

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis obat yang

dikonsumsi dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,005 dan r = -

0,324 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah negatif, yang berarti makin

tepat dosis yang dikonsumsi, maka makin rendah ketidakpatuhan pasien dalam

berobat.

30
30
3. Hubungan lama pengobatan dengan kepatuhan responden

Tabel 5.10 Analisis korelasi lama pengobatan dengan kepatuhan


responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Variabel N r p-value
Lama Pengobatan 75 -0,058 0,623

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama

pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,623 dan r = -

0,058 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif.

4. Hubungan biaya pengobatan dengan kepatuhan responden

Tabel 5.11 Analisis korelasi biaya pengobatan dengan kepatuhan


responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

Variabel N r p-value
Biaya Pengobatan 75 -0,039 0,743

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara biaya

pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,743 dan r = -

0,039 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif.

E. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk melihat faktor apa yang paling

berpengaruh terhadap variable kepatuhan berobat responden. Untuk analisis

multivariat digunakan analisis regresi logistik karena variabel yang digunakan


bersifat dikotomi. Berdasarkan pemodelan dari analsis bivariat dan multivariat,

dari empat variabel independent hanya ada dua yang bisa dilanjutkan untuk

pemodelan multivariat yaitu efek samping pengobatan dan dosis obat yang di

konsumsi responden. Berikut hasil analisis multivariat dengan regresi logistik

dengan metode enter :

Tabel 5.12 Analisis regresi logistik faktor yang paling berpengaruh


terhadap kepatuhan responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang

95,0% C.I.for EXP( B)


Variabel
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Efek .920 .514 3.205 1 .073 2.509 .917 6.868
Dosis -2.389 1.081 4.887 1 .027 .092 .011 .763
Constant .933 1.432 .424 1 .515 2.541

Dari hasil analisis di atas, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan

berobat responden adalah dosis pengobatan yang dikonsumsi oleh responden,

dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan

odds ratio sebesar 0.092.


BAB V
PEMBAHASAN

A. Efek samping obat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin

Padang

Berdasarkan hasil analisis ditemukan sebanyak lebih dari separuh responden

menyatakan mengalami efek samping yang tidak mengganggu sebanyak 41 orang

(54,7%). Hal ini menunjukkan bahwa efek samping yang dialami oleh pasien

masih berada dalam batas toleransi pasien.

Efek samping obat antipsikotik yang dialami oleh pasien meliputi mulut

kering, penglihatan tidak jelas/kabur, konstipasi, mual, hipotensi ortostatik, dan

photosensitif (Townsend, 2010). Efek samping obat masih bisa ditanggulangi jika

saat penjelasan tentang obat pasien diberitahu bagaimana efek samping yang

timbul jika mengkonsumsi obat anti psikotik. Sesuai dengan SOP untuk intervensi

keperawatan di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin Padang, dimana saat penjelasan tentang

obat perawat harus menjelaskan tentang efek samping dan bagaimana cara

mengatasinya.

Pada penelitian ini, yang menjadi responden adalah pasien yang sedang

dirawat di RSJ. Oleh karena itu, pasien pasti sudah mendapatkan penjelasan

tentang efek samping dan cara mengatasi efek samping tersebut. Selain itu, saat di

rawat di RSJ, jika pasien mengalami efek samping yang membahayakan bagi

pasien tersebut, maka akan langsung diberikan tindakan untuk mengatasi gejala

yang muncul.

Pada penelitian ini juga ditemukan pasien yang mengalami efek samping

yang mengganggu. Hal ini bisa saja disebabkan karena respon tubuh seseorang
terhadap obat tidaklah sama. Bisa saja antara dua pasien dengan masalah yang

sama dan diberikan obat yang sama akan menghasilkan respon yang berbeda. Hal

ini terlihat bahwa ditemukan sebanyak 44,1% pasien yang mengalami efek yang

mengganggu, memiliki lama rawat kurang dari 1 tahun. Hal ini berarti bahwa

pasien masih menyesuaikan diri dengan pengaruh obat yang ada di dalam

tubuhnya.

B. Dosis obat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin Padang

Hasil analisis penelitian menemukan bahwa sebagian besar, yaitu 62 orang

(82,7%) mendapatkan dosis obat yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa obat

yang dikonsumsi pasien sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya untuk mengatasi

masalah perilaku yang dialaminya.

Samalin (2010) menyatakan bahwa ada hubungan obat yang dikonsumsi

dengan kepatuhan minum obat terkait kemanjuran dan tolerabilitas antipsikotik.

Menurut Fleischhacker (2003) bahwa klien yang mengalami efek terapeutik

pengobatan menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi, sementara klien yang tidak

merasakan efek terapeutik dari pengobatan memiliki tingkat kepatuhan yang

rendah.

Selain itu, dengan kondisi sedang berada di RSJ untuk mendapatkan

bantuan dalam mengalami masalahnya, dosis yang diberikan pada pasien yang

dirawat haruslah tepat. Karena setiap waktu dokter akan memantau perkembangan

pasien tersebut. Kemungkinan pemberian dosis yang tidak tepat selama di rawat

kecil sekali.
Dosis yang tidak tepat ditemukan sebanyak 13 orang (17,3%) ditemukan

sebanyak 76,9% pada pasien dengan lama rawat lebih dari 1 tahun. Hal ini bisa

disebabkan karena pasien sudah dalam kondisi stabil, sehingga pemeriksaan untuk

dosis obat yang diminum jarang dilakukan karena tanda dan gejala negative tidak

ditemukan lagi pada pasien. Tenaga kesehatan sudah beranggapan dosis yang

diberikan sudah tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Townsend (2010), bahwa

criteria dari keberhasilan pengobatan jika pasien tidak lagi menunjukkan gejala

yang berbahaya.

C. Lama pengobatan pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin

Padang

Hasil analisis data ditemukan leih dari sebagian responden sebanyak 54

orang (72%) sudah menjalani pengobatan lebih dari 1 tahun. Ini berarti bahwa

pasien yang terlibat dalam penelitian ini lebih banyak pasien lama, karena lama

pengobatannya lebih dari 1 tahun.

Hal ini didukung oleh konsep Brunner & Suddart (2002) bahwa lama sakit

berkaitan dengan lamanya klien merasakan efek samping obat yang tidak

menyenangkan. Konsep lain juga menyatakan bahwa obat psikofarmaka diberikan

untuk pasien dengan masalah gangguan mental dengan tujuan bukan untuk

menyembuhkan gangguan jiwa, tapi sebagai kombinasi terapi dengan psikoterapi

yang diberikan (Townsend, 2010). Berapa pun lamanya pasien tersebut

mengalami gangguan jiwa, dia akan selalu mengkonsumsi obat, dimulai dari saat

terdiagnosis sampai seumur hidupnya.


Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk masalah pasien dengan penyakit

kejiwaan, tidak ada waktu yang jelas berapa lama pasien mengkonsumsi obat,

karena obat tidak menyembuhkan hanya mengurangi gejala negative pada fisik

dan perilaku, tapi bukan pada masalah emosional. Oleh karena ini, jumlah pasien

dengan skizofrenia ini yang paling banyak adalah dengan masa rawatan yang

lama.

D. Biaya pengobatan pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin

Padang

Hasil analisis data menunjukkan bahwa sebahagian besar pasien

menggunakan asuransi kesehatan untuk biaya pengobatannya, yaitu sebanyak 72

orang (96%). Hal ini menunjukkan bahwa sudah tingginya kesadaran masyarakat

untuk memanfaatkan layanan yang ada dalam menunjang pengobatan yang

mereka butuhkan.

Hal ini bertentangan dengan konsep yang dikemukakan oleh Townsend

(2010), bahwa individu yang mengalami gangguan jiwa biasanya memiliki

masalah ekonomi. Sehingga secara tidak langsung tidak memiliki jaminan

kesehatan untuk dirinya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan banyaknya pasien

dengan menggunakan asuransi karena saat ini sedang digalakkan program BPJS,

untuk seluruh lapisan masyarakat. BPJS ini akan membantu masyarakat yang

memiliki anggota keluarga dengan masalah gangguan jiwa, dengan cara

membayar iuran bulanan dengan harga yang relative murah. Hal ini menunjukkan

bahwa kesadaran masyarakat sudah mulai baik untuk pelayanan kesehatan.


E. Ketidakpatuhan berobat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB.

Saanin Padang

Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa dari 75 orang responden,

ditemukan sebanyak yaitu sebanyak 43 orang (57,3%) yang tidak patuh terkait

minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden tidak

patuh terkait pengobatannya.

Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang

mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis

(Australian College Of Pharmacy Practice, 2001). Pendapat lain mengenai

kepatuhan adalah kerelaan seseorang untuk melakukan suatu permintaan yang

sebenarnya tidak ingin dilakukan. Kepatuhan ini muncul karena adanya tekanan

sosial dan perundingan, hal ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima

oleh seseorang tentang perilaku yang diharapkan dan diminta (Sears, 1994).

Menurut pendapat Milgram (1987 dalam Sears, 1994) mengungkapkan kepatuhan

adalah sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang untuk memenuhi

permintaan orang lain. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa lebih dari

responden menunjukkan perilaku yang tidak mentaati atau tidak mengikuti anjuran

yang sudah diberikan oleh tenaga kesehatan, atau melanggar aturan yang sudah

ditetapkan.

Ketidakpatuhan yang ditemukan pada penelitian, bisa disebabkan oleh

berbagai hal. Seperti yang dikemukakan oleh Wardhani (2009), dimana ada

beberapa variable yang mempengaruhi kepatuhan, yaitu kerjasama keluarga dan

klien dalam pemberian obat, kesadaran diri terhadap kebutuhan obat, kemandirian

minum obat, dan kedisiplinan minum obat. Selain itu perilaku patuh minum obat
diikuti dengan kontrol rutin setelah dirawat dirumah sakit. Ketidakpatuhan akan

timbul jika, salah satu atau beberapa dari variable tersebut tidak dimiliki oleh

responden. Akibatnya, timbul perilaku ketidakpatuhan.

Ketidakpatuhan yang timbul pada responden, disebabkan oleh kurangnya

kedisiplinan dalam minum obat. Hal ini dapat terlihat dari kuisioner, ditemukan

sebanyak 51,2 % responden yang tidak patuh lupa akan jadwal minum obatnya.

Selain itu juga ditemukan bahwa 69,8% responden memiliki lama pengobatan

yang lebih dari satu tahun. Lama pengobatan bisa membuat pasien menjadi jenuh,

dan merasa sudah tidak membutuhkan pengobatan lagi. Hal ini sering kali terjadi

pada penderita gangguan jiwa, karena obat untuk pasien dengan gangguan jiwa

harus dikonsumsi sesuai dengan aturan dan tidak boleh dihentikan tanpa ada

instruksi dari tenaga kesehatan, yaitu dokter.

Ketidakpatuhan juga bisa disebabkan karena tidak adanya dukungan sosial.

Berdasarkan pada hasil penelitian ditemukan sebanyak 55,8% pasien yang tidak

patuh, tidak memiliki pasangan. Senada dengan konsep yang dikemukakan oleh

Samalin (2010) bahwa tingkat dukungan sosial yang tersedia merupakan prediktor

yang akurat dari kepatuhan. Niven (2002) menjelaskan bahwa keluarga berperan

dalam pengambilan keputusan perawatan dari anggota keluarga yang sakit dan

menentukan keputusan untuk mencari serta mematuhi anjuran pengobatan. Tidak

memiliki pasangan (belum menikah) atau bercerai bisa menjadi salah satu

penyebab munculnya perilaku ketidakpatuhan. Karena sesuai dengan penelitian

Riyandi (2014), bahwa pasien dengan dukungan sosial yang tinggi akan

menunjukkan perilaku kepatuhan terhadap pengobatan yang dijalani. Hal ini bisa

ditarik kesimpulan bahwa dengan tidak adanya dukungan dari pasangan, akan
membuat dukungan sosial bagi pasien menjadi lebih rendah, sehingga tidak adanya

motivasi untuk menjalankan pengobatan sesuai aturan .

Ketidakpatuhan yang ditemukan pada penelitian ini, disebabkan oleh

berbagai faktor. Faktor yang paling utama adalah kondisi pasien yang sedang

dirawat di RSJ menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak patuh terhadap

pengobatan yang sudah ditetapkan, karena jika pasien patuh terhadap

pengobatannya, maka pasien tersebut tidak akan dirawat di RSJ. Rawat inap adalah

tndakan untuk mengontrol perilaku pasien yang timbul karena ketidakpatuhan.

F. Hubungan efek samping dengan kepatuhan pasien skizofrenia di RSJ.

Prof. Dr. Hb. Saanin Padang

Analisis data menggunakan uji korelasi spearman didapatkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara efek samping pengobatan dengan

kepatuhan responden dimana p value < 0,05, dengan nilai p-value 0,035 dan r =

0,224 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah positif, yang berarti makin

mengganggu efek samping yang dialami, maka makin tidak patuh pasien dalam

berobat.

Samalin (2010) bahwa ada hubungan obat yang dikonsumsi dengan

kepatuhan minum obat terkait kemanjuran dan tolerabilitas antipsikotik. Menurut

Fleischhacker (2003) bahwa klien yang mengalami efek terapeutik pengobatan

menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi, sementara klien yang tidak merasakan

efek terapeutik dari pengobatan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Efek

samping yang merugikan atau membuat pasien merasa tidak nyaman akan

berpengaruh pada perilaku ketidakpatuhan. Hal ini senada dengan konsep yang
dikemukakan Maslim (2001) menguraikan jenis obat tipikal dan atipikal memiliki

efek samping extrapiramidal. Brunner & Suddart (2002) juga menguraikan bahwa

efek samping yang tidak menyenangkan dari obat dapat mempengaruhi

kepatuhan.

Pasien yang mengkonsumsi obat dengan efek yang mengganggu akan

memutuskan untuk mengurangi bahkan menghentikan minum obat, karena dengan

menghentikan minum obat maka akan mengurangi bahkan menghilangkan efek

yang dirasakan merugikan. Maka dapat disimpulkan bahwa efek samping obat

merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien

skizofrenia.

G. Hubungan dosis obat dengan kepatuhan pasien skizofrenia di RSJ. Prof.

Dr. Hb. Saanin Padang

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi

spearman didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis obat

yang dikonsumsi dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,005 dan r =

-0,324 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah negatif, yang berarti

makin tepat dosis yang dikonsumsi, maka makin rendah ketidakpatuhan pasien

dalam berobat.

Dosis obat sangat erat kaitannya dengan masalah yang dialami oleh pasien.

Semakin banyak perilaku negative yang ditampilkan, biasanya akan semakin

besar dosis yang diberikan pada pasien tersebut. Sesuai dengan teori bahwa

pemberian dosis saat pertama kali pemberian akan diberikan dosis yang paling

tinggi, dan kemudian seiring dengan turunnya gejala, maka dosis akan diturunkan

40
40
(tapering off) (Stuart, 2009). Dosis yang diterima pasien akan disesuaikan dengan

hasil pengkajian yang ditemukan.

Selain hal tersebut, kondisi berada di RSJ juga membuat perhatian tenaga

kesehatan terkait dosis untuk pasien juga menjadi acuan, dimana dalam satu

minggu pasien bertemu dengan dokter untuk mengetahui perkembangan pasien

dan hal tersebut juga termasuk meninjau apakah dosis yang diberikan sudah

sesuai atau belum. Oleh karena itu, dari analisis terlihat hubungan yang negative

antara dosis obat yang tepat dengan ketidakpatuhan, yang mana artinya makin

tepat dosis makin rendah ketidakpatuhan pasien, walaupun kekuatan

hubungannya lemah.

H. Hubungan lama pengobatan dengan kepatuhan pasien skizofrenia di

RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi

spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama

pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,623 dan r = -

0,058 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa lama atau barunya masa pengobatan pasien tidak akan

berpengaruh pada kepatuhan pasien berobat.

Temuan yang didapatkan peneliti pada pasien yang mengalami sakit dalam

rentang yang pendek maupun yang lama sama-sama menunjukkan perilaku

ketidakpatuhan minum obat, hal ini terjadi karena pasien menunjukkan gejala

psikotik yaitu daya tilik negatif (mengingkari penyakitnya), sehingga

mempengaruhi keputusan klien untuk mematuhi program pengobatan. Hal ini


bertolak belakang dengan konsep Videbeck (2008) bahwa lama sakit berpengaruh

terhadap kepatuhan terkait lama dan biaya dari pengobatan. Ashwin (2007 dalam

Bustilo, 2008) menguraikan bahwa kejenuhan pasien skizofrenia minum obat

setiap hari, menyebabkan tingkat kepatuhan klien untuk meminum obat menjadi

menurun. Perbedaan hasil penelitian dengan konsep yang ada dimungkinkan,

karena peneliti saat menganalisis data menghubungkan lama sakit terhadap

kepatuhan minum obat selama di rawat di RSJ bukan tidak mengukur keadaan

pasien saat berada dirumah.

Hasil analisis statistik menunjukkan ada pola hubungan negatif antara lama

sakit dengan kepatuhan minum obat, maka membuktikan bahwa semakin lamanya

responden mengalami sakit maka kepatuhan minum obat semakin menurun.

Menurut peneliti hal ini memungkinkan, karena seseorang yang mengalami sakit

dalam kurun waktu yang lama akan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan

dalam menjalankan program terapi. Faktor kebosanan, putus asa terhadap manfaat

terapi dan biaya yang harus dikeluarkan secara terus menerus untuk mendapatkan

obat menurunkan motivasi untuk patuh terhadap program terapi.

I. Hubungan biaya pengobatan dengan kepatuhan pasien skizofrenia di

RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang

Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi

spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara biaya

pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,743 dan r = -

0,039 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif. Bisa ditarik
kesimpulan bahwa biaya pengobatan bukan merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi kepatuhan berobat pasien skizofrenia.

Townsend (2010) menyatakan bahwa individu yang mengalami gangguan

jiwa biasanya memiliki masalah ekonomi, dan penghasilan merupakan salah satu

factor yang mempengaruhi kepatuhan berobat. Sehingga secara tidak langsung

tidak memiliki jaminan kesehatan untuk dirinya, karena individu dengan

perekonomian yang rendah akan berpikir ulang untuk menyisakan uang untuk

asuransi kesehatan. Perbedaan pendapat ini bisa saja timbul karena pergeseran

kondisi yang terjadi di Indonesia. Sebelum digalakkannya BPJS atau asuransi

kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, pasien gangguan jiwa sebagian besar

tidak memiliki asuransi kesehatan. Tapi sejak dijalankannya program asuransi

kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, maka semua orang termasuk pasien

skizofrenia juga ikut mendaftar menjadi peserta asuransi kesehatan untuk

mendukung kontinuitas pengobatan mereka.

Dapat disimpulkan bahwa, walaupun ada asuransi atau tidak memiliki

asuransi, hal tersebut tidak menunjukkan perbahan pada perilaku kepatuhan

pasien skizofrenia. Karena hal yang mempengaruhi kepatuhan bukan berdasarkan

adanya biaya tapi pengalaman yang dirasakan saat mengkonsumsi obat. Hal ini

diperkuat oleh pendapat Wardhani (2009), yang menyatakan bahwa pengalaman

pasien skizofrenia dalam minum obat akan berpengaruh pada perilaku terhadap

kepatuhan berobat.
J. Factor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien skizofrenia

di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang

Dari hasil analisis data, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan

berobat responden adalah dosis pengobatan yang dikonsumsi oleh responden,

dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan

odds ratio sebesar 0.092. Hal ini berarti bahwa dosis obat yang dikonsumsi

merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien skizofrenia

berobat.

Pemberian dosis yang tepat akan mengakibatkan efek yang timbul juga

lebih minimal. Dosis yang tepat akan membuat pasien menjadi lebih produktif dan

mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan mandiri (Stuart, 2009). Jika

pemberian dosis tepat untuk mengatasi masalah pasien, maka masalah fisik dan

perilaku yang dimiliki pasien akan berkurang secara significant. Tinggal

memperbaiki masalah emosional pasien dengan pendekatan psikoterapi. Karena

tidak ada obat yang mampu mengatasi masalah emosional pasien.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa dari faktor obat (dosis, efek, lama

pengobatan dan biaya) terkait dengan kepatuhan pasien skizofrenia hanya satu

faktor saja yang mempengaruhinya, yaitu dosis. Maka jika ingin membuat tingkat

kepatuhan pasien menjadi baik, hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah

ketepatan dosis yang diberikan oleh tenaga kesehatan.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah usia rata-rata 34,17
tahun, lebih dari separuh (58,7%) dengan jenis kelamin laki-laki, lebih dari
separuh (68%) tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP) dan lebih dari
separuh (60%) tidak menikah atau cerai.
2. Lebih dari separuh (54,7%) responden dengan efek obat yang tidak
mengganggu, sebahagian besar (82,7%) dosis obat yang diterima responden
tepat, lebih dari separuh (72%) responden dengan lama pengobatan lebih
dari 1 tahun, sebagian besar responden (96%) menggunakan biaya
pengobatan asuransi kesehatan dan lebih dari separuh (57,3%) responden
tidak patuh pada pengobatan.
3. Terdapat hubungan yang bermakna dengan arah yang negatif antara efek
obat dengan kepatuhan, terdapat hubungan yang bermakna dengan arah
positif antara dosis obat dengan kepatuhan, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara lama pengobatan dengan kepatuhan, dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara biaya pengobatan dengan kepatuhan pada
pasien skizofrenia.
4. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat pada pasien
skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang adalah dosis obat yang
dikonsumsi pasien.

B. Saran
1. Bagi Pelayanan keperawatan jiwa

Bagi pasien, agar aktif berkomunikasi dengan perawat tentang efek terapi

dan efek samping yang dirasakan sehingga perilaku kepatuhan minum obat

dapat dipertahankan baik selama di Rumah Sakit maupun ketika sudah


kembali kerumah. Bagi perawat, supaya memfasilitasi kegiatan monitoring

kepatuhan minum obat. Bagi Rumah Sakit, agar membentuk perkumpulan

sehat jiwa guna memfasilitasi pasien dan keluarga yang memerlukan

informasi tentang gangguan jiwa.

2. Keilmuan dan pendidikan keperawatan jiwa

Melakukan sosialisasi dan publikasi ke dalam jurnal keperawatan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien

skizofrenia sehingga dapat dijadikan pedoman bagi pengembangan ilmu

keperawatan jiwa

3. Peneliti lain

Agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor lain

yang berkaitan dengan kepatuhan pasien skizofrenia, seperti faktor internal

pasien dan faktor eksternal seperti dukungan, lingkungan dan ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Australian college of pharmacy practice,(2001). Compliance and concordance. 02


Desember 2011. http://www.kepatuhan minum obat.com.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal -Bedah. Edisi 8 Volume 1.
Jakarta: EGC.
Bustilo, J.R. (2008). Schizophrenia. Dikases dari http://www.schizophrenia.com
pada tanggal 25 Maret 2014.
Farmer, K.C. (1999). Contemporary Issues: Methods for Measuring and
Monitoring Medication Regimen Adherence in Clinical Trials and Clinical
Practice.Clinical Therapeutics, vol.21, No.6.
Fleischhacker,W., Oehl,M.A.& Hummer,M.(2003). Factors Influencing
Compliance in Schizophrenia Patients.Journal Clin Psychiatry;64 (suppl
16); 10-13.
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. FKM UI. Depok: Tidak
dipublikasikan.
Hawari, D. (2001). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa: SKIZOFRENIA,
Jakarta: FKUI.
Hughes, I., Hill, B., & Budd, R. (1997). Compliance with antipsychotic
medication: From theory to practice. Journal of Mental Health, 6(5), 473-
489.
Maslim, R. (2001). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication).Edisi ketiga. Jakarta.
Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan. Jakarta: EGC.

Polit, H. (2004). Nursing research: principles and methods. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins.
Saenz, D., & Marinelli, R.P. (1998). A retrospective study of the correlation
between diagnosis of schizophrenia or bipolar disorder and medication
noncompliance. West Virginia University
Samalin, L., Blanc, O., & Llorca, P. M. (2010). Optimizing treatment of
schizophrenia to minimize relapse.Expert Review of Neurotherapeutics
10(2). 47-50.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Edisi 4. Jakarta : Sagung Seto.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2009). Principles and practice of psychiatric
nursing. (8th edition). St.Louis: Mosby.
Thompson, K.J. Kulkarni, A.A. Sergejew. (1999). Reliability and validity of a
new Medication Adherence Rating Scale (MARS) for the psychoses.
Schizophrenia Research 42 (2000) 241247.

Townsend, M. C. (2010). Psychiatric Mental Health Nursing. 6th Ed. USA : F. A.


Davis Company.
Videbeck , S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ward, S., Duehn, W., (1999). Participant modeling in a sexual abuse prevention
program.The University of Texas at Arlington.

Wardani, I.Y., (2009). Pengalaman keluarga menghadapi ketidakpatuhan anggota


keluarga dengan skizofrenia dalam mengikuti regimen terapeutik:
pengobatan.Tesis FIK UI. Depok: Tidak dipublikasikan.
WHO (2012). Health topic: Mental disorders. Diakses dari www.who.int pada
tanggal 04 Juni 2014.
LAMPIRAN

49
----.----- ------- J-' .-------.---.------.--. -------.-

BIDANG DIKLAT DAN


LITBANG
JI. Kesehatan Utama Perum Depkes Padang Phone:
(0751) .

Nomor : 070j281jDL-Xj2014 Padang, 21


Lampir Oktober 2014
an
Perihal : 1zin Pengambilan Data Awal dan Penelitian
ilK" K ~ !
<~~vA Ct~
!

yth. Wadir Pelayanan Medis


RS Jiwa
Prof.Hb.Saanin
Padang di- "
PADANG

Dengan hormat,
"Menindak lanjuti disposisi Direktur RS Jiwa Prof.HB.5aanin
Padang Nemer
070j1356-DLjX-2014 tanggal 19 September 2014 sesuai pokok
surat di atas, maka kepada peneliti :

Nama 1. Ns. Ira Erwina; M.Kep SpKepJ


2. Ns. Dewi Eka Putri, M.Kep SpKepJ
3. Ns. Bunga Permata Wenny
Jabatan Dosen
Instansi Fakultas Keperawatan UNAND Padang

Mohon diizinkan dan dibantu melakukan pengambilan


data awal dan penelitian di RS Jiwa Prof. HB. Saanin
Padang dalam rangka penyusunan proposal penelitian dengan
judul :

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum


Obat Pasien
Skizofrenia di RS] Prof. HB. Saanin Padang

Pengambilan Data Awal dan Penelitian : 21 Okt sjd 29 Nov


2014

Setelah yang bersangkutan selesai penelitian diharapkan untuk


melapor ke
Bidang Diklat & Litbang.

Dernikianlah, atas perhatian dan bantuannya diucapkan terima


kasih.

Ns. TITI PURWANI,


S.Kep
Tembusan : NIP.
1. 197511112000032002
Pertingg
al

uali Man
ement S stem
BIDANG PERAWATAN
RUMAH SAKIT JIW A 'PROF. HB. SAANIN PADANG

: 1st Padang, 8 i\}0P 201y


NomOI : 1 (satu) berkas
Lampiran : Izin Pengambilan Data dan Penelitian
Perihal

Kepada yth,
Kepala Ruangan ..
di .. '
Padang """

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan adanya disposisi surat dari Wadir Pelayanan RSJ Prof.
HB. Saanin Padang tanggal 8 Nop 2014 tentang Izin Pengambilan Data dan
Penelitian atas nama Ns. Ira Erwina, M.Kep.,Sp.Kep.Jiwa, dkk,
dan Fakultas Keperawatan Unand Padang, maka dengan itu kami beritahukan
kepada saudara agar dapat menfasilitasinya. (Surat Izin Pengambilan Data dan
Penelitian terlampir)
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

aln Kepala Bidang perawatan


RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang

Ns. YULINOFIARNI;S.Kep
NIP. 19700524 199503 2003
Kuesioner A

KARAKTERISTIK RESPONDEN
Kode Responden :

Petunjuk Pengisian:

a. Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada pilihan
jawaban yang sesuai dengan yang saudara alami
b. Setiap pertanyaan berisi satu jawaban
c. Tidak ada jawaban benar atau salah sehingga saudara bebas memilih

Pertanyaan :
1. Berapa Usia saudara? : Tahun .. Bulan

2. Jenis Kelamin Saudara? : ( 1 ) Laki-laki


: ( 2 ) Perempuan

3. Apakah pendidikan saudara? : ( 1 ) SD


( 2 ) SMP
( 3 ) SMA
( 4 ) D3/S1

4. Apakah status perkawinan saudara? : ( 1 ) Menikah


( 2 ) Tidak Menikah

5. Lama Pengobatan sampai saat ini : ( 1 ) 1 tahun atau lebih


( 2 ) kurang 1 tahun

6. Efek samping obat yang dirasakan : ( 1 ) Mengganggu


( 2 ) Tidak Mengganggu

7. Dosis Obat yang diminum : ( 1 ) Tepat


( 2 ) Tidak Tepat

8. Biaya Pengobatan : ( 1 ) Asuransi Kesehatan


( 2 ) Pribadi

50
50
Kuesioner B

KEPATUHAN MINUM OBAT

Kode Responden :

Petunjuk Pengisian:

a. Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada pilihan
jawaban yang sesuai dengan apa yang dilakukan pasien selama ini dalam
manajemen obat di ruangan. Tidak : tidak pernah melakukan. Ya : pernah dalam
2 hari melakukan minimal 1 laki atau lebih
b. Amati kondisi responden dengan teliti dan seksama, terutama pasien kelolaan
saudara

No Pernyataan Ya (0) Tidak (1)


1 Apakah Pasien lupa meminum obatnya?
2 Apakah Pasien punya jadual waktunya minum obat?
3 Apakah Pasien harus selalu diingatkan jadual waktunya minum obat?
4 Apakah pasien tidak mandiri meminta obat kepada perawat?
5 Apakah Pasien harus dipanggil terlebih dahulu saat waktunya minum obat?
6 Apakah Pasien masih harus di paksa dan diawasi ketika minum obat?
7 Apakah Pasien tidak mengetahui nama obat yang biasa dia minum?
8 Apakah Pasien tidak meminum obatnya dengan benar?
9 Apakah Pasien tidak mengetahui maanfaat obat yang ia minum selama ini?
10 Apakah Pasien tidak mengetahui efek samping obat yang ia minum?
11 Apakah Pasien mengeluh setelah ia minum obat menjadi lamban, lelah dan seperti
robot?
12 Jika Pasien merasa tidak enak setelah minum obat, apakah dia berhenti minum obat
tanpa sepengetahuan perawat?
13 Sebaliknya ketika pasien merasa sudah sembuh, apakah dia berhenti minum obatnya?
14 Apakah pasien tidak mengetahui efek samping obat?
15 Apakah Pasien beranggapan bahwa minum obat hanya ketika sakit saja?
16 Apakah Pasien menolak dengan mengutarakan bahwa meminum obat dapat mengontrol
pikiran, emosi dan perilakunya?
17 Apakah Pasien tidak mampu mengontrol pikiran, emosi dan perilakunya?
18 Apakah Pasien tidak menolak mengutarakan dengan minum obat dapat mencegah
kambuh/sakit kembali.
19 Tanyakan pada Pasien ketika obat akan habis, apakah dia tidak perlu datang lagi ke
rumah sakit untuk control?
20 Tanyakan pada Pasien apakah control rutin tidak ada hubungannya dengan
kekambuhan mereka?
Format Biodata
Format Biodata Ketua

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. Kep.J
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Asisten ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 198101262008122001
5 NIDN 0026018105
6 Tempat, Tanggal Lahir Bukittinggi, 26 Januari 1981
7 E-mail iraerwina@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 085257149065
9 Alamat Kantor Kampus Unand Limau Manih
10 Nomor Telepon/Faks 0751 779233
11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 21 orang;
12 Nomor Telepon/Faks -
1 Keperawatan Jiwa
2 Neuro behavior 2
13 Mata Kuliah yang Diampu
3 Keperawatan Dasar 2
4 HIV AIDS dan Napza

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2
Nama Perguruan Tinggi Unand UI
Bidang Ilmu Ilmu Keperawatan Kep. Jiwa
Tahun Masuk-Lulus 2000-2005 2008-2011
Hubungan pengetahuan dan Pengaruh CBT thd
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
sikap terhadap frekuensi ANC PTSD pada korban gempa
Nama Pembimbing/Promotor Nelwati, SKp DR. Budi Anna Keliat

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir


(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Pengaruh TKT thd konsep diri remaja DIPA PSIK 12, 3
2 2012 Pengaruh PMR terhadap pasien RPK di RSJ DIPA PSIK 12,3

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

Pendanaan
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Stimulasi Toddler DIPA PSIK 5
2 2013 Stimulasi Ibu Hamil DIPA PSIK 5

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat


DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun


Aplikasi model adaptasi Roy pada AT pada
1 Jurnal Ners 2012
klien RPK
Hubungan konsep diri dengan interaksi sosial
2 Jurnal Ners 2014
ODHA

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

Nama Pertemuan
No. Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
Ilmiah / Seminar
November 2012, di
1 Konas Jiwa IX Pengaruh TKT thd Konsep diri remaja
Lombok NTB
Seminar Pengaruh askep halusinasi thd kemampuan Agustus 2014, di
2
International mengontrol halusinasi Padang Sumbar
Hubungan peer support thd stress pada mhs Oktober 2014, di
3 Konas Jiwa XI
skripsi Pekanbaru Riau
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian

Padang, 15 November 2014


Pengusul,

( Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. Kep.J )

Anda mungkin juga menyukai