Oleh :
UNIVERSITAS ANDALAS
November, 2014
1
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Ketua LPPM
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa dengan jumlah yang terbanyak jika
dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Permasalahan yang dihadapi saat ini
yang mempengaruhi kepatuhan berobat adalah efek obat yang diminum, dosis
obat, lama pengobatan dan biaya pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk
dilakukan di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang, dengan jumlah responden
Hasil didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara efek
samping obat dan dosis obat dengan kepatuhan berobat pasien, dan tidak ada
hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara lama pengobatan dan biaya
adalah dosis obat. Disarankan untuk perawat agar selalu memonitor pasien dalam
minum obat dan bagi pasien agar selalu mengkomunikasi efek yang dirasakan
Cover i
Halaman Pengesahan ii
Ringkasan iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Lampiran vi
BAB I Pendahuluan 1
BAB V Pembahasan 27
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Individu sehat adalah individu yang dapat hidup dengan produktif didalam
kehidupannya. Menurut Undang-Undang kesehatan nomor 36 tahun 2009
pasal 1 ayat 1 menjelaskan definisi kesehatan adalah keadaan sehat baik
fisik, mental (jiwa), spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian orang
yang sehat akan memiliki kesehatan fisik dan kesehatan jiwa yang seimbang
dalam menjalani kehidupannya secara produktif.
Fenomena kekambuhan lebih banyak diakibatkan oleh putus obat. Salah satu
survey yang membuktikan bahwa kekambuhan diakibatkan oleh
ketidakpatuhan akan obat adalah survey World Federation of Mental Health
tahun 2006, survey ini dilakukan terhadap 982 keluarga yang mempunyai
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, hasilnya menunjukkan 51%
pasien gangguan jiwa kambuh akibat berhenti minum obat, 49% kambuh
akibat merubah dosis obat sendiri.
Kajian pendahuluan di rawat inap di RSJ Prof. HB Saanin Padang pada bulan
September 2014, diketahui bahwa jumlah pasien skizoprenia adalah 295
orang. Hasil wawancara dengan konsultan keperawatan disampaikan bahwa
lebih dari 50% pasien dirawat karena kekambuhan akibat ketidakpatuhan
minum obat dan kurangnya dukungan keluarga dalam merawatan di rumah.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan banyaknya faktor yang menyebabkan
terjadinya ketidakpatuhan pasien terhadap obat maka penulis tertarik
melakukan penelitian tentang Analisis faktor kepatuhan obat pasien
Skizoprenia di RS. HB. Saanin Padang.
B. Rumusan Masalah
Tingginya tingkat kekambuhan yang ditemukan pada pasien skizoprenia
menyebabkan proses pengobatan menjadi semakin memanjang dan dampak
yang semakin parah untuk paien dan keluarga. Agar masalah ketidakpatuhan
ini dapat diatasi maka perawat harus memahami faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakpatuhan. Berdasarkan hal tersebut di atas dan
banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan pasien
terhadap obat maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-
faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien Skizoprenia di RS.
HB. Saanin Padang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Diidentifikasikannya faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat pasien skizoprenia di RSJ. HB. Saanin Padang.
2. Tujuan khusus:
a. Teridentifikasinya gambaran karakteristik pasien yang menjadi
responden penelitian.
b. Teridentifikasinya gambaran efek samping, dosis obat, lama
pengobatan, biaya pengobatan dan kepatuhan responden di RSJ.
Prof, DR. HB. Saanin Padang.
c. Mengetahui hubungan efek samping obat, dosis pengobatan,
lama pengobatan dan biaya pengobatan dengan kepatuhan
berobat responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
d. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan
minum obat pasien skizoprenia di RSJ. DR. HB. Saanin Padang.
D. Manfaat
10
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizoprenia
Skizoprenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang biasanya diderita pada
usia remaja akhir atau dewasa awal, dikarakteristikkan dengan terjadinya
distorsi persepsi, pikiran, dan emosi yang tidak sesuai (WHO, 2001).
Skizoprenia adalah kombinasi dari gangguan pikir, gangguan persepsi,
perilaku abnormal, gangguan afektif dan ketidakmampuan dalam
bersosialisasi (Fontaine, 2003). Ini berarti bahwa induvidu mengalami
kesulitan dalam berpikir jernih, mengenali realita, menentukan perasaan,
mengambil keputusan dan berhubungan dengan orang lain.
1. Penyebab Skizoprenia
Skizoprenia bukanlah gangguan yang tunggal namun merupakan suatu
sindrom dengan banyak variasi dan banyak penyebab. Menurut Stuart
dan Laraia (2005) penyebab Skizoprenia terdiri atas biologis,
psikologis, sosial dan lingkungan.
a. Biologis
Bila dilihat penyebab skizoprenia dari segi biologis maka faktor-
faktor yang termasuk didalamnya adalah genetik, neurotransmiter,
neurobiologi, perkembangan saraf otak dan teori-teori virus.
2. Gejala Skizoprenia
Banyak gejala yang terlihat pada klien dengan skizoprenia namun tidak
semua orang yang mengalami menunjukkan gejala yang sama. Tanda
dan gejala dari skizoprenia dibagi dalam empat dimensi utama yaitu
gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif dan gejala depresi dan
perubahan mood lainnya. Dimensi-dimensi dari skizoprenia ini
memiliki mekanisme dasar yang berbeda dan menunjukan pola respon
yang berbeda untuk tindakan yang sesuai (Eli Lilly dalam Stuart &
Laraia, 2005; Tandon et. al, 2003 dalam Varcarolis, 2006).
a. Gejala Positif terdiri atas halusinasi, delusi, bicara yang tidak
terorganisasi dan perilaku yang aneh.
b. Gejala Negatif terdiri atas afek tumpul, ketidakmampuan dalam
berpikir, kehilangan motivasi, ketidakmampuan dalam mengalami
perasaan senang dan kegembiraan
c. Gejala Kognitif terdiri atas kurang perhatian, mudah terdistraksi,
gangguan memori, ketidakmampuan dalam memecahkan masalah,
ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, dan tidak logis.
d. Gejala Depresi dan Perubahan Mood terdiri atas dysphoria,
keinginan bunuh diri dan ketidakberdayaan.
Dari semua dimensi yang dijelaskan diatas menyebabkan individu
mengalami perubahan dalam kemampuan kerja, berhubungan dengan
orang lain, merawat diri, fungsi sosial dan pada akhirnya terlihat pada
kualitas hidup (Quality of Life) yang menurun.
3. Terapi Psikofarmaka
Perawat penting memahami gejala skizofrenia karena tidak semua
pasien mempunyai gejala yang sama. Perbedaan gejala yang dialami
pasien menjadi dasar penetapan diagnosa keperawatan. Skizofrenia
dapat diawali dengan atau tanpa fase prodormal (early psikosis). Gejala
yang tampak pada fase ini adalah gangguan pola tidur, gangguan napsu
makan, perubahan perilaku, afek datar, pembicaraan yang sulit
dimengerti, berfikir tidak realistik, dan perubahan dalam penampilan.
Jika gejala ini muncul dan langsung mendapatkan terapi maka
skizofrenia dapat dihindari. Namun pada beberapa pasien, mereka tidak
menyadari atau tidak mengalami fase ini sehingga tidak mendapatkan
penangganan awal dan berakhir pada skizofrenia. Pengobatan
skizofrenia lebih efektif bila dimulai sedini mungkin saat gejala mulai
muncul (World Federation for Mental Health, 2008).Tatalaksana
pengobatan Skizoprenia mengacu pada penatalaksanaan Skizoprenia
secara umum
a. Anti Psikotik
Obat-obat antipsikotik efektif mencegah menyebaran keadaan akut
dan mencegah relaps. Terdapat dua macam obat antipsikotik yaitu
antipsikotik tradisional (tipikal) dan antipsikotik atipikal. Jenis
antipsikotik atipikal merupakan generasi baru antipsikotik. Atipikal
antipsikosis tidak hanya mengatasi gejala skizoprenia tapi juga
meningkatkan kualitas hidup. Obat ini merupakan pilihan pertama
karena memiliki karakteristik : efek ekstrapiramidal minimal,
mengatasi gejala positif sebaik mengatasi gejala negatif dan
meningkatkan neurokognitif (Varcarolis, et. al. , 2006)
Obat yang termasuk atipikal antipsikosis yaitu clozapine,
risperidone, olanzapine dan quetiapine. Target kerja kelompok
atipikal mengatasi baik gejala positif maupun negatif. Golongan
atipikal mempunyai efek samping lebih ringan dari golongan
tipikal dan walaupun muncul gejala efek samping, biasanya pasien
masih bisa mentoleransinya. Selain itu kelompok atipikal juga bisa
mengatasi gejala cemas dan depresi, menurunkan kecenderungan
perilaku bunuh diri dan memperbaiki fungsi neurokognitif
(Varcarolis 2006 dalam Wardhani, 2009). Sedangkan yang
termasuk jenis antipsikotik tipikal yaitu : antara lain haloperidol,
tiflourorazine, chlorpromazine (CPZ) dan loxapine(Varcarolis, et.
al, 2006). Target kerja kelompok tipikal adalah mengatasi gejala
positif,. Golongan tipikal mempunyai efek samping lebih dari
golongan atipikal (Kuo, 2004 dalam Varcarolis 2006).
b. Anti Manik
Skizoprenia disertai dengan gejala akut perilaku kekerasan diatasi
dengan pemberian antimanik seperti lithium (Varcarolis, Carson &
Shoemaker, 2006). Lithium membantu menekan episode kekerasan
pada skizoprenia.
B. Konsep Kepatuhan
Kepatuhan merupakan derajat dimana seseorang memilih perilaku yang
sesuai dengan persepsi klinisnya, penatalaksanaannya merupakan
kesepakatan antara pasien dan tenaga kesehatan. Haynes (1978) mengatakan
bahwa kepatuhan adalah sesuatu yang berkaitan dengan perilaku seseorang
(minum obat, mengikuti diet yang dianjurkan, atau perubahan gaya hidup)
terkait dengan pengobatan atau saran kesehatan (Haynes, 1978 dalam
Kyngas, dkk, 2000).
Konsep-konsep yang digunakan para ahli dalam merumuskan pengertian
kepatuhan sangat banyak. Adapun masalah yang ditemukan para ahli terkait
kepatuhan adalah tidak adanya definisi yang disepakati dan bagaimana
tingkat kepatuhan pasien diukur (Kyngas, dkk, 2000). Namun hampir semua
definisi membahas tentang tanggung jawab perawatan diri pasien, peran
pasien dalam proses terapi, dan kerjasama antara pasien dan tenaga kesehatan
(Cameron, 1996 dalam Kingas, dkk, 2000).
Pasien dengan gejala positif (terutama pada waham dan maniak) lebih
sulit untuk patuh terhadap pengobatan karena merasa dipaksa dan takut
diracuni (Fleischhacker, dkk, 2003). Pasien jiwa dengan gejala negatif
memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi ataupun rendah. Hal ini bisa
dijelaskan karena pada pasien golongan ini mengalami kurang motivasi
yang mengakibatkan dampak negatif untuk mengikuti program
pengobatan, namun disisi lain mereka juga tidak mempunyai energi
sehingga hanya mengikuti anjuran dokter dan mengikuti apa yang
disarankan.
b. Faktor Lingkungan
Fleischhacker, dkk (2003) mengatakan bahwa faktor lingkungan yang
mempengaruhi kepatuhan meliputi: dukungan keluarga dan finansial,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, sikap terhadap pengobatan,
adanya pengawasan terhadap pengobatan, pandangan masyarakat
terhadap skizofrenia. Pasien yang tinggal sendirian biasanya memiliki
tingkat kepatuhan yang rendah dibandingkan dengan pasien yang
tinggal di lingkungan yang memberikan dukungan sosial bagi pasien.
Namun lingkungan yang terlalu menekan pasien untuk patuh justru
dapat menyebabkan efek yang sebaliknya.
c. Faktor Pengobatan
Faktor yang berhubungan dengan pengobatan meliputi efek samping,
dosis yang diberikan, cara penggunaan, lama pengobatan, biaya
pengobatan, jumlah obat yang harus diminum. Tidak minum obat sesuai
program merupakan salah satu alasan yang sering dikemukakan untuk
timbulnya kekambuhan gejala psikotik dan memerlukan perawatan
kembali di rumah sakit (Marder, 2000 dalam Videbeck, 2008).
20
20
ditekankan pada pasien secara terus menerus. Jumlah jenis obat yang harus
dikonsumsi juga memiliki pengaruh dalam kepatuhan pasien. Pasien yang
mendapatkan regimen terapi yang kompleks yang harus mengkonsumi
dua atau lebih jenis obat beberapa kali sehari memiliki tingkat kepatuhan
yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang hanya mengkonsumsi
satu jenis obat sekali sehari.
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional study.
N
n =
1 +) (
n= 295
1 + 295 (0,1)2
E. Etika Penelitian
Perkembangan penelitian yang melibatkan manusia, membawa kepada
masalah etik dan perdebatan terkait perlindungan hak individu yang
berpartisipasi dalam riset keperawatan. Ketika manusia digunakan sebagai
partisipan dalam investigasi penelitian (dalam riset keperawatan), asuhan
keperawatan harus menjamin bahwa hak-hak individu tersebut terlindungi
(Polit & Hungler, 1999).
I. Analisis Data
Setelah selesai proses pengumpulan data, selanjutnya yaitu pengolahan
data. Menurut Hastono (2007), minimal ada 4 tahap dalam pengolahan
data, yaitu:
1. Editing
Kuesioner yang berasal dari responden akan dicek kelengkapan,
kejelasan, relevansi dan konsistensi kuesioner atau instrumen.
2. Coding
Koding dilakukan pada identitas responden.
3. Processing
Peneliti memasukkan data pada komputer secara berurutan, mulai dari
responden pertama, kedua dan seterusnya dengan memperhatikan
variabel data.
4. Cleaning
Semua data dimasukkan ke dalam komputer, setelah itu dilakukan
pengecekan data yang sudah dimasukkan untuk memeriksa ada atau
tidaknya kesalahan. Kesalahan sangat mungkin terjadi saat
memasukkan data. Cara untuk membersihkan data adalah dengan
mengetahui data yang hilang (missing data), mengetahui variasi dan
konsistensi data.
B. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Rerata Umur Responden di RSJ. Prof. DR. HB.
Saanin Padang
terbanyak adalah rendah (SD dan SMP) sebanyak 51 orang (68%), dan status
(60%).
C. Analisis Univariat
orang (82,7%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama
Pengobatan di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
sudah dilalui oleh responden lebih dari 1 tahun sebanyak 54 orang (72%).
responden yang paling banyak adalah tidak patuh, yaitu sebanyak 43 orang
(57,3%).
29
29
D. Analisis Bivariat
Variabel N r p-value
Efek samping 75 0,224 0,035
0,224 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah positif, yang berarti makin
mengganggu efek samping yang dialami, maka makin tidak patuh pasien dalam
berobat.
Variabel N r p-value
Dosis Obat 75 -0,324 0,005
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis obat yang
0,324 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah negatif, yang berarti makin
tepat dosis yang dikonsumsi, maka makin rendah ketidakpatuhan pasien dalam
berobat.
30
30
3. Hubungan lama pengobatan dengan kepatuhan responden
Variabel N r p-value
Lama Pengobatan 75 -0,058 0,623
0,058 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif.
Variabel N r p-value
Biaya Pengobatan 75 -0,039 0,743
0,039 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif.
E. Analisis Multivariat
dari empat variabel independent hanya ada dua yang bisa dilanjutkan untuk
pemodelan multivariat yaitu efek samping pengobatan dan dosis obat yang di
Dari hasil analisis di atas, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan
dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan
A. Efek samping obat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin
Padang
(54,7%). Hal ini menunjukkan bahwa efek samping yang dialami oleh pasien
Efek samping obat antipsikotik yang dialami oleh pasien meliputi mulut
photosensitif (Townsend, 2010). Efek samping obat masih bisa ditanggulangi jika
saat penjelasan tentang obat pasien diberitahu bagaimana efek samping yang
timbul jika mengkonsumsi obat anti psikotik. Sesuai dengan SOP untuk intervensi
keperawatan di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin Padang, dimana saat penjelasan tentang
obat perawat harus menjelaskan tentang efek samping dan bagaimana cara
mengatasinya.
Pada penelitian ini, yang menjadi responden adalah pasien yang sedang
dirawat di RSJ. Oleh karena itu, pasien pasti sudah mendapatkan penjelasan
tentang efek samping dan cara mengatasi efek samping tersebut. Selain itu, saat di
rawat di RSJ, jika pasien mengalami efek samping yang membahayakan bagi
pasien tersebut, maka akan langsung diberikan tindakan untuk mengatasi gejala
yang muncul.
Pada penelitian ini juga ditemukan pasien yang mengalami efek samping
yang mengganggu. Hal ini bisa saja disebabkan karena respon tubuh seseorang
terhadap obat tidaklah sama. Bisa saja antara dua pasien dengan masalah yang
sama dan diberikan obat yang sama akan menghasilkan respon yang berbeda. Hal
ini terlihat bahwa ditemukan sebanyak 44,1% pasien yang mengalami efek yang
mengganggu, memiliki lama rawat kurang dari 1 tahun. Hal ini berarti bahwa
pasien masih menyesuaikan diri dengan pengaruh obat yang ada di dalam
tubuhnya.
B. Dosis obat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin Padang
(82,7%) mendapatkan dosis obat yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa obat
yang dikonsumsi pasien sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya untuk mengatasi
pengobatan menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi, sementara klien yang tidak
rendah.
bantuan dalam mengalami masalahnya, dosis yang diberikan pada pasien yang
dirawat haruslah tepat. Karena setiap waktu dokter akan memantau perkembangan
pasien tersebut. Kemungkinan pemberian dosis yang tidak tepat selama di rawat
kecil sekali.
Dosis yang tidak tepat ditemukan sebanyak 13 orang (17,3%) ditemukan
sebanyak 76,9% pada pasien dengan lama rawat lebih dari 1 tahun. Hal ini bisa
disebabkan karena pasien sudah dalam kondisi stabil, sehingga pemeriksaan untuk
dosis obat yang diminum jarang dilakukan karena tanda dan gejala negative tidak
ditemukan lagi pada pasien. Tenaga kesehatan sudah beranggapan dosis yang
diberikan sudah tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Townsend (2010), bahwa
criteria dari keberhasilan pengobatan jika pasien tidak lagi menunjukkan gejala
yang berbahaya.
C. Lama pengobatan pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin
Padang
orang (72%) sudah menjalani pengobatan lebih dari 1 tahun. Ini berarti bahwa
pasien yang terlibat dalam penelitian ini lebih banyak pasien lama, karena lama
Hal ini didukung oleh konsep Brunner & Suddart (2002) bahwa lama sakit
berkaitan dengan lamanya klien merasakan efek samping obat yang tidak
untuk pasien dengan masalah gangguan mental dengan tujuan bukan untuk
mengalami gangguan jiwa, dia akan selalu mengkonsumsi obat, dimulai dari saat
kejiwaan, tidak ada waktu yang jelas berapa lama pasien mengkonsumsi obat,
karena obat tidak menyembuhkan hanya mengurangi gejala negative pada fisik
dan perilaku, tapi bukan pada masalah emosional. Oleh karena ini, jumlah pasien
dengan skizofrenia ini yang paling banyak adalah dengan masa rawatan yang
lama.
D. Biaya pengobatan pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. HB. Saanin
Padang
orang (96%). Hal ini menunjukkan bahwa sudah tingginya kesadaran masyarakat
mereka butuhkan.
dengan menggunakan asuransi karena saat ini sedang digalakkan program BPJS,
untuk seluruh lapisan masyarakat. BPJS ini akan membantu masyarakat yang
membayar iuran bulanan dengan harga yang relative murah. Hal ini menunjukkan
Saanin Padang
ditemukan sebanyak yaitu sebanyak 43 orang (57,3%) yang tidak patuh terkait
minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden tidak
mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis
sebenarnya tidak ingin dilakukan. Kepatuhan ini muncul karena adanya tekanan
sosial dan perundingan, hal ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima
oleh seseorang tentang perilaku yang diharapkan dan diminta (Sears, 1994).
permintaan orang lain. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa lebih dari
responden menunjukkan perilaku yang tidak mentaati atau tidak mengikuti anjuran
yang sudah diberikan oleh tenaga kesehatan, atau melanggar aturan yang sudah
ditetapkan.
berbagai hal. Seperti yang dikemukakan oleh Wardhani (2009), dimana ada
klien dalam pemberian obat, kesadaran diri terhadap kebutuhan obat, kemandirian
minum obat, dan kedisiplinan minum obat. Selain itu perilaku patuh minum obat
diikuti dengan kontrol rutin setelah dirawat dirumah sakit. Ketidakpatuhan akan
timbul jika, salah satu atau beberapa dari variable tersebut tidak dimiliki oleh
kedisiplinan dalam minum obat. Hal ini dapat terlihat dari kuisioner, ditemukan
sebanyak 51,2 % responden yang tidak patuh lupa akan jadwal minum obatnya.
Selain itu juga ditemukan bahwa 69,8% responden memiliki lama pengobatan
yang lebih dari satu tahun. Lama pengobatan bisa membuat pasien menjadi jenuh,
dan merasa sudah tidak membutuhkan pengobatan lagi. Hal ini sering kali terjadi
pada penderita gangguan jiwa, karena obat untuk pasien dengan gangguan jiwa
harus dikonsumsi sesuai dengan aturan dan tidak boleh dihentikan tanpa ada
Berdasarkan pada hasil penelitian ditemukan sebanyak 55,8% pasien yang tidak
patuh, tidak memiliki pasangan. Senada dengan konsep yang dikemukakan oleh
Samalin (2010) bahwa tingkat dukungan sosial yang tersedia merupakan prediktor
yang akurat dari kepatuhan. Niven (2002) menjelaskan bahwa keluarga berperan
dalam pengambilan keputusan perawatan dari anggota keluarga yang sakit dan
memiliki pasangan (belum menikah) atau bercerai bisa menjadi salah satu
Riyandi (2014), bahwa pasien dengan dukungan sosial yang tinggi akan
menunjukkan perilaku kepatuhan terhadap pengobatan yang dijalani. Hal ini bisa
ditarik kesimpulan bahwa dengan tidak adanya dukungan dari pasangan, akan
membuat dukungan sosial bagi pasien menjadi lebih rendah, sehingga tidak adanya
berbagai faktor. Faktor yang paling utama adalah kondisi pasien yang sedang
pengobatannya, maka pasien tersebut tidak akan dirawat di RSJ. Rawat inap adalah
kepatuhan responden dimana p value < 0,05, dengan nilai p-value 0,035 dan r =
0,224 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah positif, yang berarti makin
mengganggu efek samping yang dialami, maka makin tidak patuh pasien dalam
berobat.
menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi, sementara klien yang tidak merasakan
efek terapeutik dari pengobatan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Efek
samping yang merugikan atau membuat pasien merasa tidak nyaman akan
berpengaruh pada perilaku ketidakpatuhan. Hal ini senada dengan konsep yang
dikemukakan Maslim (2001) menguraikan jenis obat tipikal dan atipikal memiliki
efek samping extrapiramidal. Brunner & Suddart (2002) juga menguraikan bahwa
kepatuhan.
yang dirasakan merugikan. Maka dapat disimpulkan bahwa efek samping obat
skizofrenia.
spearman didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis obat
yang dikonsumsi dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,005 dan r =
-0,324 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah negatif, yang berarti
makin tepat dosis yang dikonsumsi, maka makin rendah ketidakpatuhan pasien
dalam berobat.
Dosis obat sangat erat kaitannya dengan masalah yang dialami oleh pasien.
besar dosis yang diberikan pada pasien tersebut. Sesuai dengan teori bahwa
pemberian dosis saat pertama kali pemberian akan diberikan dosis yang paling
tinggi, dan kemudian seiring dengan turunnya gejala, maka dosis akan diturunkan
40
40
(tapering off) (Stuart, 2009). Dosis yang diterima pasien akan disesuaikan dengan
Selain hal tersebut, kondisi berada di RSJ juga membuat perhatian tenaga
kesehatan terkait dosis untuk pasien juga menjadi acuan, dimana dalam satu
dan hal tersebut juga termasuk meninjau apakah dosis yang diberikan sudah
sesuai atau belum. Oleh karena itu, dari analisis terlihat hubungan yang negative
antara dosis obat yang tepat dengan ketidakpatuhan, yang mana artinya makin
hubungannya lemah.
spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama
0,058 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa lama atau barunya masa pengobatan pasien tidak akan
Temuan yang didapatkan peneliti pada pasien yang mengalami sakit dalam
ketidakpatuhan minum obat, hal ini terjadi karena pasien menunjukkan gejala
terhadap kepatuhan terkait lama dan biaya dari pengobatan. Ashwin (2007 dalam
setiap hari, menyebabkan tingkat kepatuhan klien untuk meminum obat menjadi
kepatuhan minum obat selama di rawat di RSJ bukan tidak mengukur keadaan
Hasil analisis statistik menunjukkan ada pola hubungan negatif antara lama
sakit dengan kepatuhan minum obat, maka membuktikan bahwa semakin lamanya
Menurut peneliti hal ini memungkinkan, karena seseorang yang mengalami sakit
dalam kurun waktu yang lama akan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan
dalam menjalankan program terapi. Faktor kebosanan, putus asa terhadap manfaat
terapi dan biaya yang harus dikeluarkan secara terus menerus untuk mendapatkan
spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara biaya
0,039 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif. Bisa ditarik
kesimpulan bahwa biaya pengobatan bukan merupakan salah satu factor yang
jiwa biasanya memiliki masalah ekonomi, dan penghasilan merupakan salah satu
perekonomian yang rendah akan berpikir ulang untuk menyisakan uang untuk
asuransi kesehatan. Perbedaan pendapat ini bisa saja timbul karena pergeseran
kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, pasien gangguan jiwa sebagian besar
kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, maka semua orang termasuk pasien
adanya biaya tapi pengalaman yang dirasakan saat mengkonsumsi obat. Hal ini
pasien skizofrenia dalam minum obat akan berpengaruh pada perilaku terhadap
kepatuhan berobat.
J. Factor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien skizofrenia
Dari hasil analisis data, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan
dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan
odds ratio sebesar 0.092. Hal ini berarti bahwa dosis obat yang dikonsumsi
berobat.
Pemberian dosis yang tepat akan mengakibatkan efek yang timbul juga
lebih minimal. Dosis yang tepat akan membuat pasien menjadi lebih produktif dan
pemberian dosis tepat untuk mengatasi masalah pasien, maka masalah fisik dan
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa dari faktor obat (dosis, efek, lama
pengobatan dan biaya) terkait dengan kepatuhan pasien skizofrenia hanya satu
faktor saja yang mempengaruhinya, yaitu dosis. Maka jika ingin membuat tingkat
kepatuhan pasien menjadi baik, hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah
A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah usia rata-rata 34,17
tahun, lebih dari separuh (58,7%) dengan jenis kelamin laki-laki, lebih dari
separuh (68%) tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP) dan lebih dari
separuh (60%) tidak menikah atau cerai.
2. Lebih dari separuh (54,7%) responden dengan efek obat yang tidak
mengganggu, sebahagian besar (82,7%) dosis obat yang diterima responden
tepat, lebih dari separuh (72%) responden dengan lama pengobatan lebih
dari 1 tahun, sebagian besar responden (96%) menggunakan biaya
pengobatan asuransi kesehatan dan lebih dari separuh (57,3%) responden
tidak patuh pada pengobatan.
3. Terdapat hubungan yang bermakna dengan arah yang negatif antara efek
obat dengan kepatuhan, terdapat hubungan yang bermakna dengan arah
positif antara dosis obat dengan kepatuhan, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara lama pengobatan dengan kepatuhan, dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara biaya pengobatan dengan kepatuhan pada
pasien skizofrenia.
4. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat pada pasien
skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang adalah dosis obat yang
dikonsumsi pasien.
B. Saran
1. Bagi Pelayanan keperawatan jiwa
Bagi pasien, agar aktif berkomunikasi dengan perawat tentang efek terapi
dan efek samping yang dirasakan sehingga perilaku kepatuhan minum obat
keperawatan jiwa
3. Peneliti lain
Polit, H. (2004). Nursing research: principles and methods. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins.
Saenz, D., & Marinelli, R.P. (1998). A retrospective study of the correlation
between diagnosis of schizophrenia or bipolar disorder and medication
noncompliance. West Virginia University
Samalin, L., Blanc, O., & Llorca, P. M. (2010). Optimizing treatment of
schizophrenia to minimize relapse.Expert Review of Neurotherapeutics
10(2). 47-50.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Edisi 4. Jakarta : Sagung Seto.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2009). Principles and practice of psychiatric
nursing. (8th edition). St.Louis: Mosby.
Thompson, K.J. Kulkarni, A.A. Sergejew. (1999). Reliability and validity of a
new Medication Adherence Rating Scale (MARS) for the psychoses.
Schizophrenia Research 42 (2000) 241247.
49
----.----- ------- J-' .-------.---.------.--. -------.-
Dengan hormat,
"Menindak lanjuti disposisi Direktur RS Jiwa Prof.HB.5aanin
Padang Nemer
070j1356-DLjX-2014 tanggal 19 September 2014 sesuai pokok
surat di atas, maka kepada peneliti :
uali Man
ement S stem
BIDANG PERAWATAN
RUMAH SAKIT JIW A 'PROF. HB. SAANIN PADANG
Kepada yth,
Kepala Ruangan ..
di .. '
Padang """
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan adanya disposisi surat dari Wadir Pelayanan RSJ Prof.
HB. Saanin Padang tanggal 8 Nop 2014 tentang Izin Pengambilan Data dan
Penelitian atas nama Ns. Ira Erwina, M.Kep.,Sp.Kep.Jiwa, dkk,
dan Fakultas Keperawatan Unand Padang, maka dengan itu kami beritahukan
kepada saudara agar dapat menfasilitasinya. (Surat Izin Pengambilan Data dan
Penelitian terlampir)
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Ns. YULINOFIARNI;S.Kep
NIP. 19700524 199503 2003
Kuesioner A
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Kode Responden :
Petunjuk Pengisian:
a. Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada pilihan
jawaban yang sesuai dengan yang saudara alami
b. Setiap pertanyaan berisi satu jawaban
c. Tidak ada jawaban benar atau salah sehingga saudara bebas memilih
Pertanyaan :
1. Berapa Usia saudara? : Tahun .. Bulan
50
50
Kuesioner B
Kode Responden :
Petunjuk Pengisian:
a. Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada pilihan
jawaban yang sesuai dengan apa yang dilakukan pasien selama ini dalam
manajemen obat di ruangan. Tidak : tidak pernah melakukan. Ya : pernah dalam
2 hari melakukan minimal 1 laki atau lebih
b. Amati kondisi responden dengan teliti dan seksama, terutama pasien kelolaan
saudara
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. Kep.J
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Asisten ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 198101262008122001
5 NIDN 0026018105
6 Tempat, Tanggal Lahir Bukittinggi, 26 Januari 1981
7 E-mail iraerwina@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 085257149065
9 Alamat Kantor Kampus Unand Limau Manih
10 Nomor Telepon/Faks 0751 779233
11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 21 orang;
12 Nomor Telepon/Faks -
1 Keperawatan Jiwa
2 Neuro behavior 2
13 Mata Kuliah yang Diampu
3 Keperawatan Dasar 2
4 HIV AIDS dan Napza
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama Perguruan Tinggi Unand UI
Bidang Ilmu Ilmu Keperawatan Kep. Jiwa
Tahun Masuk-Lulus 2000-2005 2008-2011
Hubungan pengetahuan dan Pengaruh CBT thd
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
sikap terhadap frekuensi ANC PTSD pada korban gempa
Nama Pembimbing/Promotor Nelwati, SKp DR. Budi Anna Keliat
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.
Pendanaan
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Stimulasi Toddler DIPA PSIK 5
2 2013 Stimulasi Ibu Hamil DIPA PSIK 5
Nama Pertemuan
No. Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
Ilmiah / Seminar
November 2012, di
1 Konas Jiwa IX Pengaruh TKT thd Konsep diri remaja
Lombok NTB
Seminar Pengaruh askep halusinasi thd kemampuan Agustus 2014, di
2
International mengontrol halusinasi Padang Sumbar
Hubungan peer support thd stress pada mhs Oktober 2014, di
3 Konas Jiwa XI
skripsi Pekanbaru Riau
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian