Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS REGIONAL UNTUK

LOKASI TPA SAMPAH

MODUL 3
DIKLAT PERENCANAAN LOKASI TPA SAMPAH
BERBASIS GEOLOGI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI


BADAN DIKLAT ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
2011
JUDUL : ANALISIS REGIONAL UNTUK LOKASI TPA SAMPAH
PENYUSUN : T. YAN W. M. ISKANDARSYAH
EDITOR :
TAHUN CETAK : 2011

Disampaikan dalam Diklat Perencanaan Lokasi TPA Sampah Berbasis Geologi yang
diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Geologi, Badan Diklat Energi Dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 2


KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah yang kompeten dalam


perencanaan, regulasi, dan pengelolaan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Geologi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber
Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyelenggarakan program
Diklat Perencanaan Lokasi TPA Sampah berbasis Geologi. Program diklat yang
diselenggarakan sejak tahun 2005 ini ditujukan untuk membantu pemerintah dan
masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih, dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada aparatur yang berwenang untuk dapat merencanakan dan
memilih lokasi TPA Sampah yang tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan hasil evaluasi berbagai pihak terhadap keberadaan TPA Sampah selama ini
disepakati bahwa pemilihan lokasi TPA Sampah harus direncanakan sesuai dengan
parameter geologi dan non geologi yang tertuang dalam SNI No. 03-3241-1994 dan
Undang Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Untuk memenuhi
kenginan tersebut telah disusun Kurikulum Standar Diklat Perencanaan Lokasi TPA
Sampah berbasis Geologi pada tahun 2008. Modul ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kurikulum standar diklat tersebut.

Kami sangat berterima kasih apabila terdapat kritik dan saran yang sangat bermanfaat di
dalam penyempurnaan modul Analisis Kelayakan Regional untuk TPA Sampah ini.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 3


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
PETA KEDUDUKAN MODUL 6

GLOSARIUM 7

BAB 1. PENDAHULUAN 8

1.1. Deskripsi 8

1.2. Prasyarat 8

1.3. Petunjuk Penggunaan Modul 8

Penjelasan bagi peserta diklat 8

Peran widyaiswara/instruktur 9

1.4. Tujuan Akhir 9

1.5. Kompetensi 9

1.6. Cek Kemampuan 10

BAB 2. PEMBELAJARAN 11

2.1. Rencana Belajar Peserta 11

2.2. Kegiatan Belajar 1. Kebutuhan terhadap TPA Sampah 11

2.2.1. Tujuan Pembelajaran 1 11

2.2.2. Uraian Materi 1 11

2.2.3. Rangkuman 1 15

2.2.4. Tugas 1 16

2.2.5. Tes Formatif 1 16

2.2.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 1 16

2.3. Kegiatan Belajar 2. Analisis Kelayakan Regional TPA Sampah 17

2.3.1. Tujuan Pembelajaran 2 17

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 4


2.3.2. Uraian Materi 2 17

2.3.3. Rangkuman 2 27

2.3.4. Tugas 2 28

2.3.5. Tes Formatif 2 28

2.3.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 2 28

2.3.7. Lembar Kerja Praktik 2 29

2.4. Kegiatan Belajar 3. Pemilihan Calon Lokasi TPA Sampah 29

2.4.1. Tujuan Pembelajaran 3 29

2.4.2. Uraian Materi 3 29

2.4.3. Rangkuman 3 34

2.4.4. Tugas 3 34

2.4.5. Tes Formatif 3 34

2.4.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 3 35

2.4.7. Lembar Kerja Praktik 3 35

BAB 3. EVALUASI 37

3.1. Tes Sumatif 37

3.2. Kunci Jawaban 37

BAB 4. PENUTUP 40

DAFTAR PUSTAKA 41

PETA KEDUDUKAN MODUL

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 5


METODE PEMILIHAN
LOKASI TPA SAMPAH 1

GEOLOGI LINGKUNGAN
UNTUK TPA SAMPAH 2

ANALISIS REGIONAL
UNTUK TPA SAMPAH 3

ANALISIS TAPAK RINCI EVALUASI LOKASI


UNTUK TPA SAMPAH 4 TPA SAMPAH 5

PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN PENGELOLAAN
SAMPAH 6

SISTEM PENGELOLAAN
TPA SAMPAH 7

GLOSARIUM

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 6


Akifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang
permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak
terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran
konduktivitas hidraulik (K), sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil)
dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.
Buffer adalah penyangga; dalam modul ini dimaksudkan sebagai suatu daerah netral antara
TPA Sampah dan kawasan budidaya yang diciptakan dalam rangka untuk
mengurangi bahaya pencemaran terhadap lingkungan.
Data Primer adalah data yang hanya dapat kita peroleh dari sumber asli atau pertama,
dalam hal ini bias melalui pengambilan data langsung di lapangan.
Data Sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan
mengumpulkannya.
Degradasi adalah kemunduran, kemerosotan, dan penurunan tentang mutu atau kualitas
sesuatu hal, misalnya lingkungan.
Discharge adalah pelepasan; dalam modul ini adalah pelepasan air tanah ke permukaan
melalui proses perbedaan tekanan maupun jalur-jalur yang tersedia secara alamiah
maupun buatan (misal sesar, pemotongan topografi, dan sebagainya).
Erupsi adalah letusan gunung api.
Estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang
dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa terhadap keindahan.
Harga Kelulusan adalah kemampuan suatu bahan atau membran untuk meloloskan suatu
partikel dengan cara menembusnya, biasa disebut sebagai nilai permeabilitas (K).
Intensitas Hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu
tertentu.
Litologi adalah pembahasan tentang batu-batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia,
dan struktur pembentukannya.
Open Dumping adalah suatu metode Pengelolaan sampah dimana limbah padat dibuang
dengan cara yang tidak melindungi lingkungan, rentan terhadap pembakaran
terbuka, dan terkena unsur-unsur pencemar, vektor penyakit, dan pemulung.
Overlay adalah proses menaruh sesuatu di atas sesuatu yang lain, misalnya menumpang
tindihkan beberapa peta tematik.
Recharge adalah mengisi kembali; dalam modul ini adalah pengisian kembali air tanah
oleh proses peresapan air hujan.
Sesar Aktif adalah pergeseran sesar atau patahan yang terjadi pada waktu Holosen atau
selama sejarah geologi berlangsung.
Superimposed adalah proses menempatkan sesuatu pada atau di atas sesuatu yang lain
(misalnya peta atau foto udara), sama dengan overlay.

BAB 1
PENDAHULUAN

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 7


1.1. DESKRIPSI

Modul ini berisi pengetahuan tentang analisis kelayakan regional untuk penentuan lokasi
Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah berdasarkan kajian Geologi Lingkungan. Modul
ini sangat terkait dengan modul Geologi Lingkungan untuk TPA Sampah dan Metode
Pemilihan Lokasi TPA yang berperan sebagai dasar pengetahuan untuk analisis kelayakan
regional dalam pemilihan lokasi TPA Sampah. Dengan mempelajari modul ini diharapkan
peserta diklat dapat memilih calon lokasi TPA pada suatu wilayah dengan tepat, sehingga
dapat mengurangi terjadinya pencemaran terhadap lingkungan di daerah masing-masing.

1.2. PRASYARAT

Sebelum mempelajari modul ini, peserta diklat diharuskan untuk mempelajari modul
Geologi Lingkungan untuk TPA Sampah dan Metode Pemilihan Lokasi TPA, sebagai
pengetahuan dasar dalam merencanakan kegiatan penentuan lokasi TPA Sampah berbasis
geologi.

1.3. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL


1.3.1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat

Dalam mempelajari modul ini, peserta diklat diarahkan untuk membaca dengan seksama
beberapa metode yang dipergunakan di dalam analisis kelayakan regional untuk penentuan
lokasi TPA Sampah. Kemudian mencoba menjawab beberapa pertanyaan dalam tes
formatif di akhir kegiatan belajar dan menyelesaikan tugas dalam lembar kerja praktik
dengan baik, tanpa melihat kunci jawabannya. Kunci jawaban dipergunakan untuk
mengukur kemampuan belajar peserta diklat apabila semua pertanyaan dalam tes formatif
selesai dikerjakan.

Untuk membantu memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis


kelayakan regional untuk penentuan lokasi TPA Sampah, maka peserta diklat perlu
dilengkapi dengan beberapa peta tematik yang dibutuhkan dan perangkat komputer untuk
pengolahan data.

1.3.2. Peran Widyaiswara/Instruktur

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 8


Peran widyaiswara atau instruktur dalam pembelajaran analisis kelayakan regional untuk
penentuan lokasi TPA Sampah adalah sebagai berikut:
a. Membantu peserta diklat dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas yang terkait dengan perencanaan lokasi
TPA Sampah pada suatu wilayah secara regional.
c. Membantu peserta diklat dalam memahami dan menjawab pertanyaan peserta diklat
mengenai metode yang digunakan dalam analisis kelayakan regional untuk penentuan
lokasi TPA Sampah.
d. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang cara mencari sumber-sumber data yang
dibutuhkan dalam analisis kelayakan regional untuk penentuan lokasi TPA Sampah.
e. Melaksanakan penilaian terhadap peserta diklat dalam rangka mengevaluasi
kemampuan peserta diklat.
f. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang kompetensi yang dibutuhkan dan perlu untuk
dibenahi dalam proses analisis kelayakan regional untuk penentuan lokasi TPA Sampah,
serta merundingkan rencana pembelajaran selanjutnya.

1.4. TUJUAN AKHIR

Setelah mempelajari modul ini dan menyelesaikan tugas contoh kasus, peserta diharapkan
dapat memilih calon lokasi TPA Sampah pada suatu wilayah sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

1.5. KOMPETENSI

Kompetensi yang akan dipelajari dalam modul ini adalah merencanakan kegiatan
penenuan lokasi TPA Sampah dengan elemen kompetensi memilih calon lokasi TPA
Sampah. Elemen kompetensi tersebut terdiri dari 3 (tiga) kriteria unjuk kerja (KUK)
sebagai berikut:
a. Kebutuhan lahan TPA dijelaskan.
b. Kelayakan regional TPA ditentukan.
c. Calon lokasi TPA Sampah dipilih.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 9


1.6. CEK KEMAMPUAN

Peserta dianggap telah siap untuk mempelajari modul ini, apabila dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Secara garis besar ada berapa macam metode pemilihan lokasi TPA Sampah?
b. Sebutkan parameter-parameter dalam Geologi Lingkungan yang dipergunakan dalam
perencanaan pemilihan lokasi TPA Sampah!

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 10


BAB 2
PEMBELAJARAN

2.1. RENCANA BELAJAR PESERTA DIKLAT

Kompetensi : merencakan kegiatan penentuan lokasi TPA Sampah


Elemen Kompetensi : memilih calon lokasi TPA Sampah

WAKTU
NO JENIS KEGIATAN URAIAN MATERI TEMPAT
TEORI PRAKTIK TOTAL
1 Menjelaskan kebutuhan 1. Permasalahan TPA Sampah dan Ruang 1 0 1
terhadap lahan TPA Sampah dampaknya terhadap lingkungan Kuliah
2. Timbunan sampah sebagai
sumber pencemaran dan contoh
kasus dari TPA Babylon

2 Menentukan kelayakan 1. Landasan teoritis Ruang 1 1 2


regional suatu wilayah 2. Objek penilaian Kuliah
untuk lokasi TPA Sampah 3. Perlengkapan analisis data
4. Tahapan penilaian

3 Memilih calon lokasi TPA Tahapan terakhir dari analisis Ruang 1 1 2


Sampah regional untuk TPA Sampah, Kuliah
dilengkapi dengan contoh kasus
pemilihan calon lokasi TPA di
daerah Nagreg

2.2. KEGIATAN BELAJAR 1

KEBUTUHAN TERHADAP TPA SAMPAH

2.2.1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 1

Setelah mengikuti Kegiatan Pembelajaran 1, peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan


kebutuhan terhadap lahan TPA Sampah.

2.2.2. Uraian Materi 1

I. Permasalahan TPA Sampah

Sampah perkotaan akan tetap merupakan salah satu persoalan yang rumit yang dihadapi
oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana perkotaannya. Di samping
persoalan bagaimana menyingkirkan sampah secara baik agar kota tersebut menjadi bersih

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 11


dan tidak mengganggu lingkungan, namun pula bagaimana daerah yang kebetulan terpilih
untuk lokasi tempat pengelolaan akhir (TPA) tidak mengalami degradasi kualitas
lingkungan akibat adanya TPA tersebut. Kegiatan umum yang dilaksanakan di sebuah TPA
adalah pengurugan atau penimbunan sampah di lahan yang tersedia. Untuk mendapatkan
lokasi TPA yang cocok dari sudut biaya dan teknis memang terasa makin sulit, namun
aplikasi pengurugan sampah ke dalam tanah tersebut agaknya akan tetap merupakan
pilihan bagi kota-kota di Indonesia pada masa mendatang. Dalam upaya untuk penetapan
kelayakan tapak (site) tempat pembuangan limbah padat, beberapa aspek perlu
dipertimbangkan untuk mengungkapkan potensi dan kendala di wilayah tersebut. Aspek-
aspek yang dimaksud termasuk kondisi geomorfologi, geologi, sumberdaya geologi,
karakteristik fisik dan keteknikan tanah dan batuan, tingkat kebencanaan geologi dan
kesesuaian lahannya untuk dikembangkan.

Limbah padat atau dengan istilah umumnya adalah sampah merupakan salah satu dampak
yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat baik yang bersifat domestik maupun non-
domestik. Kehadiran sampah merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat dan pengelola, terutama dalam pengelolaan, menyediakan sarana dan
prasarananya. Sarana pengelolaan limbah padat yang seringkali menjadi tumpuan akhir
pengelolaan adalah ketersediaan tempat Pengelolaan akhir. Tempat pembuangan akhir
seringkali menjadi dilematik baik secara teknis pengelolaan maupun keberadaannya
terhadap pencemaran lingkungan sekitar, termasuk dampak terhadap kehidupan sosial dan
budaya masyarakat di sekitar tempat Pengelolaan akhir.

Pemilihan lokasi Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah secara langsung tanpa
didukung adanya informasi yang memadai dapat beresiko tinggi terhadap lingkungan.
Beberapa masalah yang dapat terjadi diantaranya seperti:
1. Pencemaran air tanah yang disebabkan oleh leachate.
Tidak adanya lapisan penutup sampah akan menyebabkan semakin banyaknya air yang
masuk ke dalam timbunan dan akan menimbulkan leachate yang semakin banyak.
Leachate ini akan dapat mencemari air tanah yang biasa digunakan sebagai sumber air
bersih penduduk.
2. Pencemaran udara akibat gas, bau dan debu.
Ketiadaan tanah penutup akan juga menyebabkan polutan dari sampah yang
menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari degradasi

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 12


materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan juga ditambah dengan
debu yang beterbangan.
3. Resiko kebakaran cukup besar.
Degradasi materi organik yang terdapat dalam sampah akan menimbulkan gas yang
mudah terbakar seperti methane. Tanpa penanganan yang baik gas ini dapat memicu
kebakaran di TPA.
4. Munculnya kabut yang terjadi akibat asap.
Kebakaran selalu terjadi dalam lahan TPA dimana umumnya yang menggunakan
metode open dumping, terutama akibat adanya gas metana. Peristiwa kebakaran ini akan
menimbulkan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan penduduk sekitar dan para
pekerja TPA itu sendiri.
5. Tumbuhnya berbagai vektor penyakit seperti tikus, lalat dan nyamuk.
Berbagai vektor penyakit senang bersarang di timbunan sampah karena merupakan
sumber makanan mereka. Salah satu fungsi dari penutupan sampah dengan tenah adalah
mencegah tumbuh dan berkembangbiaknya vektor penyakit tersebut.
6. Berkurangnya estetika lingkungan.
7. Lahan tidak dapat digunakan kembali untuk jangka waktu yang panjang.

II. Timbunan Sampah sebagai Sumber Pencemaran

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pembuagan sampah dapat menyebabkan


terkontaminasinya tanah dan air. Jumlah dan jenis penyebab pencemaran sangat banyak
dan bermacam-macam, secara umum dapat digolongkan ke dalam lima kategori sebagai
berikut (Lundgren, 1986):
1. Mikroorganisme Patogen; biasa terdapat pada kotoran manusia dan hewan, seperti
bakteri dan virus.
2. Bahan Kimia Non-organik; seperti ion klorida (Cl-), SO42-, PO42-, NO3-, NO2-,
HCO3-, dan logam berat.
3. Bahan Kimia Organik; berupa bahan kimia sintetis yang dipergunakan dalam
proses industri, pestisida, pengolahan makanan dan minuman serta pembuatan obat-
obatan, seperti trichlorethylene, tetrachloroethylene, carbon tetrachloride, 1,2-
dichloroethane, vinyl chloride, dan lain-lain.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 13


4. Unsur Radioaktif; unsur kimia yang tidak stabil biasa disebut isotop radioaktif
(radioisotop) seperti Tritium (3H), Cesium (137Cs), Radon (222Rn), Kripton (85Kr),
Uranium (238U), Strontium (90Sr), Iodium (131I), dan Plutonium (239Pu).
5. Material Khusus; partikel-partikel mineral tertentu hasil industri yang dibuang ke
dalam landfill dapat pula menyebabkan pencemaran.

Sumber kontaminasi dapat berada di udara maupun di darat (terestrial), dimana sumber
terestrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu satu titik sumber kontaminasi
(point sources) dan lebih dari satu titik sumber kontaminasi (nonpoint sources).
Pengelolaan sampah yang dipusatkan pada suatu lokasi TPA termasuk ke dalam kelompok
point sources.

Contoh Kasus : Kontaminasi dari TPA Babylon, Suffolk County, New York.

TPA Babylon (Babylon Landfill Site) dipergunakan sejak tahun 1947 untuk penimbunan
sampah rumah tangga dan limbah pabrik. Lokasinya terletak di atas endapan glasial yang
terdiri dari pasir dan gravel dengan ketebalan kurang lebih 30 m. Muka airtanah pada
endapan ini memotong bagian terbawah dari landfill selama paling sedikit satu bagian
pertahun. Muka airtanah tertinggi (50 ft) dicapai pada musim semi dan terendah pada
musim dingin tiap tahunnya. Kontaminasi air tanah dimonitor melalui penentuan bentuk
tiga dimensi dari air yang terkontaminasi, kecepatan air tanah yang terkontaminasi, dan
perbedaan antara pola kontaminasi yang teramati dengan pola yang diperkirakan dari
pemodelan aliran air tanah. Monitoring dilakukan melalui pengambilan sampel dari 90
buah sumur, yang masing-masing diukur kedalamannya. Komposisi kimiawi dari sampel-
sampel tersebut disebandingkan dengan komposisi kimiawi dari air tanah pada sumur yang
diyakini belum terkontaminasi. Hal ini kemudian memberikan suatu ukuran kontaminasi
dan pola penyebaran air lindian sampah (leachate plume).

Air tanah yang terkontaminasi mengandung ion-ion yang diencerkan langsung dari
material pada landfill dan juga mengandung senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh
dekomposisi material secara biologis. Ion-ion yang terdapat pada TPA Babylon diantaranya
adalah bikarbonat, sulfat, dan anion klorida, serta kation-kation sodium, potasium, kalsium
dan magnesium. Sebenarnya ion-ion ini juga terdapat pada kondisi normal air tanah di
wilayah tersebut, namun konsentrasinya lebih rendah. Sebagai contoh, ion klorida hadir
dengan konsentrasi tinggi pada air yang meninggalkan landfill, yaitu kurang lebih 1300
mg/l. Ion ini sangat berguna sebagai tracer ion, karena tidak berinteraksi dengan sedimen

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 14


yang dilaluinya ataupun dengan substansial lainnya dalam airtanah (disebut sebagai ion
konservatif). Penyebaran konsentrasi klorida yang diambil dari kedalaman menengah
memperlihatkan suatu bentuk plume, variasi konsentrasi, dan orientasi dari plume. Sampel
yang diambil dekat permukaan tidak menunjukkan adanya pencemaran, sehingga plume
tersebut berbentuk silindris. Bagian bawah dari plume terletak pada batas antara akifer
glasial dan Gardiners Clay, suatu lapisan yang tidak dapat dilalui leachate.

Leachate yang telah bercampur dengan air tanah dan mengalir melewati suatu media poros
(akifer) cenderung untuk menjadi encer dalam hal konsentrasinya, namun memiliki volume
yang bertambah dan penyebaran yang cukup luas secara regional. Le Grand (1965), dalam
Todd (1980) telah menggambarkan suatu contoh penyebaran pencemaran dari suatu
landfill (Gambar 1), dengan aliran air tanah menuju ke suatu sungai.

L A N D F IL L

Gambar 1. Contoh bentuk sebaran kontaminasi dari suatu TPA (modifikasi dari Le
Grand, 1965, dalam Todd, 1980)

2.2.3. Rangkuman 1

Sampah merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat baik
yang bersifat domestik maupun non-domestik. Sarana pengelolaan sampah yang seringkali
menjadi tumpuan akhir pengelolaan adalah ketersediaan tempat pengelolaan akhir (TPA).
Pemilihan lokasi TPA Sampah secara langsung tanpa didukung adanya informasi yang
memadai dapat beresiko tinggi terhadap lingkungan, seperti terjadinya pencemaran
airtanah, pencemaran udara, kebakaran, munculnya kabut asap, timbulnya berbagai vektor

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 15


penyakit, berkurangnya estetika lingkungan, dan lahan tidak dapat dipergunakan kembali.
Sumber kontaminasi dapat berada di udara maupun di darat, misalnya mikroorganisme
patogen, bahan kimia non-organik, bahan kimia organik, unsur radioaktif, dan material
hasil industri.

2.2.4. Tugas 1

Berikan contoh kasus pencemaran terhadap lingkungan yang terjadi di Indonesia akibat
adanya pemilihan lokasi TPA Sampah yang tidak tepat! Daerah yang dijadikan contoh
kasus tidak boleh sama di antara masing-masing peserta diklat. Peserta diklat dapat
menggunakan fasilitas internet dan atau perpustakaan yang disediakan oleh penyelenggara
diklat, maupun sumber lainnya.

2.2.5. Tes Formatif 1

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas:


(1) Apakah yang dimaksud dengan kebutuhan akan TPA Sampah?
(2) Masalah apa saja yang dapat ditimbulkan dari suatu lokasi TPA Sampah?
(3) Apakah yang dimaksud dengan timbunan sampah sebagai sumber pencemar?
(4) Mengapa air tanah dapat tercemar secara regional oleh adanya TPA Sampah?
(5) Bagaimana hubungan antara pencemaran terhadap air tanah secara regional dengan
kebutuhan akan lokasi TPA Sampah?

2.2.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 1

(1) Kebutuhan akan TPA Sampah diartikan sebagai kebutuhan masyarakat terhadap
ketersediaan tempat pengelolaan akhir akibat kehadiran sampah yang merupakan salah
satu dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat baik yang bersifat domestik
maupun non-domestik. Kehadiran sampah merupakan salah satu persoalan yang
dihadapi oleh masyarakat dan pengelola, terutama dalam pengelolaan, menyediakan
sarana dan prasarananya.
(2) Pemilihan lokasi TPA Sampah secara langsung tanpa didukung adanya informasi yang
memadai dapat beresiko tinggi terhadap lingkungan, seperti terjadinya pencemaran
airtanah, pencemaran udara, kebakaran, munculnya kabut asap, timbulnya berbagai
vektor penyakit, berkurangnya estetika lingkungan, dan lahan tidak dapat
dipergunakan kembali untuk jangka waktu yang cukup lama.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 16


(3) Timbunan sampah dapat menjadi sumber pencemar (point sources) apabila lokasi
tempat sampah yang ditimbun tidak dapat meminimalisasi proses infiltrasi dan
perkolasi dari air lindi (leachate) yang dihasilkan ketika terjadi pencampuran dengan
air hujan, sehingga dapat menyebabkan terkontaminasinya tanah dan air.
(4) Air tanah dapat tercemar oleh adanya TPA Sampah apabila TPA tersebut tidak
dilengkapi dengan lapisan penutup sampah, sehingga jika terjadi hujan dapat
menyebabkan semakin banyaknya air yang masuk ke dalam timbunan dan akan
menimbulkan leachate yang semakin banyak. Leachate akan meresap ke dalam tanah
dan berperkolasi menuju air tanah, selanjutnya bercampur dalam air tanah bergerak
bersama-sama membentuk leachate plume yang bisa bersifat regional.
(5) Pencemaran air tanah secara regional tentunya sangat berhubungan dengan pemilihan
lokasi TPA Sampah yang tidak tepat. Pencemaran air tanah secara regional berdampak
sangat buruk terhadap masyarakat yang membutuhkan air bersih dalam wilayah yang
cukup luas. Oleh karena itu, pemilihan lokasi TPA Sampah yang tepat sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku sangatlah diperlukan untuk meminimalisasi
terjadinya pencemaran air tanah secara regional. Dengan demikian kebutuhan akan
lokasi TPA Sampah yang baik akan meningkat seiring dengan semakin luasnya
pencemaran air tanah yang terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia belakangan ini.

2.3. KEGIATAN BELAJAR 2

ANALISIS KELAYAKAN REGIONAL UNTUK TPA SAMPAH

2.3.1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 2

Setelah mengikuti Kegiatan Pembelajaran 2, peserta diklat diharapkan dapat menentukan


kelayakan regional suatu wilayah untuk lokasi TPA Sampah.

2.3.2. Uraian Materi 2

I. Landasan Teoritis

Keberadaan kajian geologi perlu dilibatkan dalam perencanaan penentuan pembuangan


limbah padat (sampah) karena dapat menunjukkan informasi mengenai:
1. Sifat fisik tanah dan batuan, termasuk kestabilan terhadap gempa, potensi bahan
bangunan dan kecocokan untuk buangan limbah.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 17


2. Kestabilan lereng, termasuk potensi longsoran, jatuhan maupun rayapan tanah.
3. Kehadiran sesar aktif atau yang mungkin aktif.
4. Kontur air tanah atau kedalaman hingga muka air tanah
5. Ketebalan tanah atau kedalaman hingga muka air tanah.
6. Penyebaran daerah luapan banjir.
Geologi berperan dalam penyajian data mengenai keadaan tanah, sumberdaya air, bahan
bangunan dan letak endapan mineral serta berbagai proses yang mungkin akan
berlangsung. Dengan menggunakan data tersebut para perencana akan lebih mudah dalam
menentukan kesesuaian lahannya apakah sesuai untuk dijadikan daerah tempat pengelolaan
sampah, daerah pemukiman, daerah industri, daerah pariwisata, daerah pertanian dan
sebagainya.

Sebelum melakukan pemilihan lokasi Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah,


diperlukan suatu langkah untuk menentukan bagaimana caranya memilih lokasi Tempat
Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah yang baik dan berwawasan terhadap lingkungan.
Penentuan kelayakan regional merupakan langkah awal yang diperlukan untuk
menentukan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah berdasarkan aspek Geologi
Lingkungan. Dalam penentuan kelayakan regional, parameter yang dipertimbangkan dalam
penilaian kelayakan lahan TPA mencakup parameter geologi dan parameter non-geologi.
Parameter yang diperlukan dalam penentuan ini salah satunya dengan menggunakan acuan
yang telah dibuat oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan (sekarang Pusat Sumber Daya
Air Tanah dan Geologi Lingkungan), dimana acuan ini merupakan penyempurnaan dari
Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (SNI 03-3241-
1994) yang sebelumnya telah dipublikasi oleh Departemen Pekerjaan Umum (dapat dilihat
pada Tabel 1). Parameter lain yang ada merupakan pembatas atau buffer yang dinyatakan
sebagai daerah layak dan tidak layak.

Langkah untuk melakukan penentuan kelayakan ini relatif mudah, cepat, dan murah dalam
menilai kelayakan suatu daerah untuk digunakan sebagai TPA sampah dimana sebagian
besar data yang diperlukan untuk dapat diolah berasal dari data sekunder, sedangkan
sebagian lainnya harus diperoleh dari lapangan (data primer). Data-data ini saling
ditumpang-tindihkan (superimposed) satu sama lain sehingga hasil akhirnya bisa diperoleh
suatu zonasi kelayakan lahan TPA secara regional. Daerah dengan tingkat sangat layak
bermakna bahwa TPA dapat dibangun dengan biaya rekayasa teknis minimal serta

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 18


memiliki tingkat kerawanan minimum baik dari sisi kebencanaan, aspek keteknikan
maupun dampak terhadap lingkungan. Sedangkan daerah dengan tingkat kurang layak
dapat bermakna bahwa TPA harus dibangun dengan biaya rekayasa teknis yang tinggi serta
memiliki tingkat resiko bahaya/kerawanan yang tinggi pula.

II. Objek Penilaian

Objek penilaian calon lokasi TPA mencakup:


1. Kondisi fisik batuan, yaitu sifat keteknikan dari batuan penyusun yang berkaitan dengan
daya dukungnya terhadap kemampuan lahan untuk perencanaan lokasi TPA Sampah.
2. Tekstur tanah, yaitu klasifikasi kondisi kenampakan tanah permukaan.
3. Kemiringan lereng, yaitu klasifikasi kemiringan lereng daerah calon lokasi TPA.
4. Sumberdaya air tanah, yaitu klasifikasi terhadap kondisi air tanah yang dimanfaatkan
untuk kebutuhan kawasan permukiman di daerah sekitarnya dan kemungkinan dapat
tercemar oleh keberadaan TPA.
5. Curah hujan, yaitu klasifikasi jumlah rata-rata hujan setiap tahun yang turun di
daerah tersebut.
6. Drainase, yaitu klasifikasi kondisi peresapan dan pengaliran air permukaan.
7. Kepekaan tanah terhadap erosi, yaitu klasifikasi sifat sensitifitas tanah terhadap bahaya
erosi.
8. Kerentanan gerakan tanah, yaitu penentuan zona wilayah yang memiliki resiko
terhadap bahaya gerakan tanah.

III. Perlengkapan Analisis Data

Perlengkapan yang digunakan untuk keperluan analisis data meliputi:


1. Seperangkat komputer sebagai media untuk melakukan proses pengolahan data.
2. Perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografis), yaitu software yang digunakan
untuk keperluan analisis data (misalnya Map Info) dan ditambah dengan kelengkapan
software lainnya yang dibutuhkan.
3. Printer sebagai media pencetak hasil pengolahan seluruh data.

IV. Tahapan Penilaian

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 19


Tahapan dalam melakukan penilaian lokasi calon TPA meliputi beberapa langkah, yaitu:
1. Tahap inventarisasi data (input).
2. Tahap pekerjaan lapangan.
3. Tahap analisis dan atau interpretasi data (proses).
4. Tahap pembuatan peta (output).

IV.1. Tahap Inventarisasi Data

Dalam tahap ini dikumpulkan data-data yang diperlukan dan dibutuhkan untuk kemudian
diolah dan diproses bagi keperluan untuk penentuan tempat pengelolaan akhir sampah.
Data sekunder dapat diperoleh dari Pusat Lingkungan Geologi di Bandung, yaitu terkait;
kondisi air tanah, stabilitas lereng, dan zona gerakan tanah. Selanjutnya data sekunder
berupa iklim dan curah hujan dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG), untuk data jenis dan sebaran tanah dapat diperoleh dari Departemen Pertanian.
Sedangkan data terkait banjir tahunan dapat diperoleh dari Peta Sebaran Banjir yang
dikeluarkan BAPPENAS. Semua data yang telah terkumpul kemudian dilakukan proses
penggabungan (overlay).

IV.2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam pekerjaan lapangan hal-hal yang dilakukan di lapangan untuk mendapatkan seluruh
data yang ditemukan meliputi:
1. Pengukuran muka air tanah yang dilakukan pada beberapa sumur gali setempat.
2. Pengambilan contoh batuan secara sistematis untuk uji laboratorium.
3. Pendokumentasian data lapangan.

IV.3. Tahap Analisis atau Interpretasi Data

Data yang diperlukan untuk analisis ini antara lain berupa data kemiringan lereng, kondisi
geologi, tekstur tanah, curah hujan, hidrogeologi, erosi, drainase dan kerentanan gerakan
tanah. Dalam analisis kelayakan regional berdasarkan Pedoman Pemilihan Lokasi TPA
(DGTL, 2004; lihat Tabel 2 dan 3), parameter yang dipertimbangkan dalam penilaian
kelayakan lahan TPA mencakup parameter-parameter geologi dan non-geologi. Beberapa
parameter dikelompokkan sesuai tingkat kelayakannya menjadi komponen penyisih dan
komponen geologi lingkungan (komponen ini diberi nilai kepentingan dan pembobotan).

a. Parameter Geologi Lingkungan

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 20


Litologi: Jenis litologi sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi pencemaran
air tanah dan air permukaan secara alami yang berasal dari air lindi. Tingkat
peredaman sangat tergantung pada kemampuan peredaman dari batuan. Kemampuan
peredaman mencakup permeabilitas, daya filtrasi, pertukaran ion, absorbsi, dan lain-
lain. Material batuan berbutir halus seperti batulempung dan napal mempunyai daya
peredaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan material besar atau kristalin.
Batuan yang telah padu umumnya juga mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan batuan yang sifatnya masih lepas. Batugamping dianggap
tidak layak untuk menjadi TPA sampah karena batuan ini umumnya berongga.
Kondisi air tanah: Kondisi air tanah merupakan parameter penting. Daerah dengan
akifer produktif yang memiliki muka air tanah dangkal, akan semakin mudah
tercemar, sehingga daerah tersebut dianggap tidak layak untuk menjadi TPA Sampah.
Kemiringan lereng: Kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan
konstruksi dan operasional TPA sampah. Semakin terjal suatu daerah semakin sulit
pekerjaan konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng lebih
dari 20 % (curam) dianggap tidak layak untuk dijadikan TPA sampah.
Curah hujan: Besarnya curah hujan berkaitan dengan tingkat kesulitan penyediaan
sarana TPA sampah yaitu parit pembuang air larian, kolam pengumpul air lindi dan
oksidasi. Semakin tinggi curah hujan semakin tinggi pula tingkat kesulitannya.
Jarak terhadap sungai: Jarak TPA sampah terhadap sungai ditetapkan 150 meter
sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagi sempadan untuk pengelolaan
sungai. Sungai yang dimaksud adalah sungai permanen/parenial.
Jarak terhadap patahan (sesar): Jarak terhadap patahan ditetapkan 100 meter sebagai
buffer tidak layak. Buffer TPA sampah berfungsi untuk mencegah terjadinya pengaruh
patahan terhadap konstruksi TPA sampah karena zona patahan merupakan zona lemah
sehingga tidak stabil jika terimbas rombakan gelombang gempa. Tidak dibedakan
antara patahan aktif dan tidak aktif.
Kerentanan terhadap gerakan tanah: Daerah yang rentan terhadap gerakan tanah
merupakan daerah yang tidak layak bagi lokasi TPA, karena akan menimbulkan
bencana terhadap infrastruktur TPA dan memicu terjadinya penyebaran pencemaran.
Erupsi gunung api: Daerah bahaya erupsi gunung api dianggap tidak layak menjadi
TPA sampah karena erupsi gunung api akan membahayakan operasinya.
Banjir: Daerah berbakat banjir dianggap tidak layak menjadi TPA sampah karena
banjir dapat merusak sarana dan prasarana TPA sampah serta dapat menyebabkan
pencemaran. Daerah yang layak untuk TPA harus terbebas dari banjir 25 tahunan.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 21


Jarak terhadap garis pantai: Jarak TPA terhadap garis pantai ditetapkan 250 meter
sebagai buffer tidak layak yang berfungsi sebagai sempadan untuk pengelolaan pantai.

b. Parameter Non-Geologi
Kawasan lindung: Kawasan lindung seperti hutan lindung, cagar alam, cagar budaya
dan sebagainya yang ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh perundang-undangan
dinyatakan sebagai daerah tidak layak untuk dikembangkan menjadi TPA sampah.
Jarak terhadap pemukiman: Jarak TPA sampah terhadap pemukiman ditetapkan 300
meter sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi untuk mencegah pencemaran air,
gangguan bau, lalat, dan bising yang ditimbulkan dari TPA sampah.
Jarak terhadap jalan raya: Jarak TPA sampah terhadap jalan raya ditetapkan 150
meter sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai daerah penyangga
terhadap estetika. Jalan yang diberi buffer adalah jalan utama.
Jarak terhadap bandara: Jarak TPA sampah terhadap bandara ditetapkan 3000 meter
sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai pencegah gangguan asap yang
berasal dari TPA sampah terhadap keselamatan penerbangan

IV.4. Tahap Pembuatan Peta

Setiap parameter dapat ditampilkan dalam bentuk peta tematik seperti:


1. Peta Kelas Kelayakan Untuk TPA Sampah Terhadap Litologi
2. Peta Kelas Kelayakan Untuk TPA Sampah Terhadap Kemiringan Lereng
3. Peta Kelas Kelayakan Untuk TPA Sampah Terhadap Kondisi Air Tanah
4. Peta Kelas Kelayakan Untuk TPA Sampah Terhadap Curah Hujan

Peta-peta tematik ini kemudian digabungkan secara tampilan (overlay) dengan


menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis untuk analisis secara digital.
Nilai bobot kemudian dijumlahkan. Dari rentang jumlah bobot kemudian ditentukan
tingkat kelayakannya yaitu layak tinggi, layak sedang, dan layak rendah dalam sebuah peta
yang disebut Peta Kelayakan Penilaian Kumulatif. Metode inilah yang disebut dengan
Metode Superimpose.

Tabel 1. Pedoman Analisis Kelayakan Regional untuk penentuan TPA menurut SNI 03-3241-1994

No. Parameter Bobot Nilai

I. Umum
1. Batas Administrasi 5

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 22


No. Parameter Bobot Nilai
- dalam batas administrasi 10
- di luar batas administrasi tetapi dalam satu sistem 5
pengelolaan TPA sampah terpadu
- di luar batas administrasi dan di luar sistem pengelolaan TPA 1
sampah terpadu
- di luar batas administrasi 1
2. Pemilik hak atas tanah 3
- pemerintah daerah/pusat 10
- pribadi (satu) 7
- swasta/perusahaan (satu) 5
- lebih dari satu pemilik hak dan atau status kepemilikan 3
- organisasi sosial/agama 1
3. Kapasitas lahan 5
- > 10 tahun 10
- 5 tahun -10 tahun 8
- 3 tahun 5 tahun 5
- kurang dari 3 tahun 1
4. Jumlah pemilik lahan 3
- satu (1) kk 10
- 2 3 kk 7
- 4 5 kk 5
- 6 10 kk 3
- lebih dari 10 kk 1
5. Partisipasi masyarakat 3
- spontan 10
- digerakkan 5
- negosiasi 1
II. Lingkungan Fisik
1. Tanah (di atas muka air tanah) 5
- harga kelulusan < 10-9 cm/det 10
- harga kelulusan 10-9 cm/det 10-6 cm/det 7
- harga kelulusan > 10-6 cm/det Tolak (kecuali dg teknologi) -
2. Air tanah 5
- 10 m dengan kelulusan < 10-6 cm/det 10
- < 10 m dengan kelulusan < 10-6 cm/det 8
- 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/det 10-4 cm/det 3
- < 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/det 10-4 cm/det 1
3. Sistem aliran air tanah 3
- discharge area/lokal 10
- recharge area dan discharge area lokal 5
- recharge area regional dan lokal 1
4. Kaitan dengan pemanfaatan air tanah 3
- kemungkinan pemanfaatan rendah dengan batas hidrolis 10
- diproyeksikan untuk dimanfaatkan dengan batas hidrolis 5
- diproyeksikan untuk dimanfaatkan tanpa batas hidrolis 1

5. Bahaya banjir 2
- tidak ada bahaya banjir 10
- kemungkinan banjir > 25 tahunan 5
- kemungkinan banjir < 25 tahunan Tolak (kecuali dg -
teknologi)
6. Tanah penutup 4
- tanah penutup cukup 10
- tanah penutup cukup sampai umur pakai 5
- tanah penutup tidak ada 1

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 23


No. Parameter Bobot Nilai
7. Intensitas hujan 3
- di bawah 500 mm per tahun 10
- antara 500 mm sampai 1000 mm per tahun 5
- di atas 1000 mm per tahun 1
8. Jalan menuju lokasi 5
- datar dengan kondisi baik 10
- datar dengan kondisi buruk 5
- naik/turun 1
9. Transport sampah (satu jalan) 5
- kurang dari 15 menit dari centroid sampah 10
- antara 16 menit 30 menit dari centroid sampah 8
- antara 31 menit 60 menit dari centroid sampah 3
- lebih dari 60 menit dari centroid sampah 1
10. Jalan masuk 4
- truk sampah tidak melalui daerah pemukiman 10
- truk sampah melalui pemukiman berkepadatan sdg (300 5
jiwa/ha) 1
- truk sampah melalui pemukiman berkepadatan tinggi (300
jiwa/ha)
11. Lalu lintas 3
- terletak 500 m dari jalan umum 10
- terletak < 500 m pada lalu lintas rendah 8
- terletak < 500 m pada lalu lintas sedang 3
- terletak pada lalu lintas tinggi 1
12. Tata guna tanah 5
- mempunyai dampak sedikit terhadap tata guna tanah sekitar 10
- Mempunyai dampak sedang terhadap tata guna tanah sekitar 5
- Mempunyai dampak besar terhadap tata guna tanah sekitar 1
13. Pertanian 3
- berlokasi di lahan tidak produktif 10
- tidak ada dampak terhadap pertanian sekitar 5
- terdapat pengaruh negatif terhadap pertanian sekitar 1
- berlokasi di tanah pertanian produktif 1
14. Daerah lindung/cagar alam 2
- tidak ada daerah lindung/cagar alam di sekitarnya 10
- terdapat daerah lindung/cagar alam yg tdk terkena dampak 1
negatif 1
- terdapat daerah lindung/cagar alam yang terkena dampak
negatif
15. Biologis 3
- nilai habitat yang rendah 10
- nilai habitat yang tinggi 5
- habitat kritis 1
16. Kebisingan dan bau 2
- terdapat zona penyangga 10
- terdapat zona penyangga yang terbatas 5
- tidak terdapat penyangga 1
17. Estetika 3
- operasi penimbunan tidak terlihat dari luar 10
- operasi penimbunan sedikit terlihat dari luar 5
- operasi penimbunan terlihat dari luar 1

Catatan :
Lokasi dengan jumlah angka tertinggi dari perkalian antara bobot dan nilai merupakan pilihan pertama,
sedangkan lokasi dengan angka-angka yang lebih rendah merupakan alternatif yang dipertimbangkan.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 24


Tabel 2. Komponen Penyisih untuk Analisis Kelayakan Regional menurut Pedoman Pemilihan
Lokasi TPA (DGTL, 2004)
No Komponen Batasan Tidak Layak Keterangan
1 Jarak terhadap < 150 m Proteksi air permukaan
sungai dan danau terhadap pencemaran
2 Jarak terhadap zona < 100 m Keselamatan Operasional
patahan aktif
3 Daerah rawan Zona kerentanan Keselamatan Operasional
longsor gerakan tanah tinggi
4 Daerah bahaya Zona aliran lahar dan Keselamatan Operasional
Letusan gunung api zona bahaya I - III
5 Banjir berkala Periode ulang 25 tahun Keselamatan Operasional
atau lebih sering

6 Jarak dari garis < 500 m dan Keselamatan Operasional


pantai pada daerah
Daerah Pasang surut
landai
7 Daerah lindung Seluruh daerah / Proteksi terhadap
kawasan pembukaan lahan
8 Jarak terhadap < 300 m Estetika, bau dan lalat
Pemukiman
9 Jarak dari jalan < 300 m Gannguan asap, bau dan
utama dan kereta api Estetika
10 Jarak dari lapangan < 3000 m Kemungkinan gangguan
terbang asap terhadap penerbangan
11. Sawah Irigasi Seluruh lahan Proteksi terhadap keter-
sediaan pangan
12. Kawasan Wisata Seluruh kawasan Estetika, bau dan lalat

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 25


Tabel 3. Komponen Geologi Lingkungan untuk Analisis Kelayakan Regional menurut Pedoman
Pemilihan Lokasi TPA (DGTL, 2004)
No. Komponen Kelas Nila Harkat Skor Keterangan
i
1 Litologi a. Batu lempung, Batu. Lanau, Tufa 5 10 50 Jenis batuan sangat berperan dalam
halus, meredam pencemaran dari air lindi.
b. Napal, Lempung, batuan Beku Masif. 4 40 Kemampuan peredaman mencakup
Tufa kasar, lanau, serpih, batuan permeabilitas,daya infiltrasi, absorsi
c. metamorf dan batuan beku 3 30 dll. Material batuan berbutir halus
terkekarkan batulempung,,napal,mempunyai daya
d. Batu pasir, Konglomerat dan 2 20 peredam yang lebih tinggi jika
Breksi sedimen dibandingkan dg.material
e. Konglomerat vulkanik, Tufa batu 1 10 besar/kristaalin.
apung, Breksi volkanik. Pasir, tanah Batuan yg.telah padu mempunyaai
organik, Batu gamping dan Endapan daya peredam lebih tinggi jika
lahar. dibandingkan dg.batuan lepas.
2 Muka air tanah a. 0 3 meter 1 8 8 Semakin dangkal muka air tanah,
b. 3 10 meter 3 24 semakin mudah pencemaran
c. 10 25 meter 5 40 terjadi.Daerah dg. Kedalaman muka
air tanah kurang dari 3 m,dianggap
tidak layak untuk lokasi TPASampah
3 Jarak terhadap a. 2000 meter 5 6 30
Pemanfaatan air b. 2000 - 1500 meter 4 24
c. 1500 - 1000 meter 3 18
d. 1000 - 500 meter 2 12
e. 500 - 0 meter 1 6
4 Kemiringan lereng a. 0 - 5 % 1 5 5 Semakin terjal suatu daerah semakin
b. 5 - 10 % 3 15 sulit pekerjaan kontruksi dan
c. 10 - 20 % 5 25 operasional TPA sampah. Semakin
terjal suatu daerah semakin sulit
pekerjaan konstruksi dan
pengoperasiannya. Daerah
dg.kemiringan > 20% tidak layak
untuk lokasi TPA Sampah.
5 Curah hujan a. 0 1000 mm 5 4 20 Besarnya curah hujan berkaitan
b. 1000 2000 mm 4 16 dg.tingkat kesulitan penyedian sarana
c. 2000 3000 mm 3 12 TPA sampah yaitu parit pembuang air
d. 3000 4000 mm 2 8 larian,kolam pengumpul lindi dan
e. > 4000 mm 1 4 oksidasi.Semakin tinggi curah hujan
semakin tinggi pula tingkat
kesulitannya.
6 Potensi gerakan tanah a. Sangat rendah 5 3 15 Daerah rawan gerakan tanah
b. Rendah 3 9 dianggap tidak layak menjadi TPA
c. Menengah 1 3 Sampah karena gerakan tanah dapat
merusak kontruksi TPA dan
mengganggu operasinya. Suatu
daerah dianggap rawan gerakan tanah
jika mempunyai kerentanan gerakan
tanah sedang sampai tinggi.
7 Penggunaan lahan a. Semak belukar 5 2 10
(Tumbuh-tumbuhan) b. Tegalan/ ladang 4 8
c. Sawah tadah hujan 3 6
d. Hutan/ perkebunan/ kebun 2 4
8 Kemudahan material a. 0 1.000 meter 5 1 5
liner b. 1.000 5.000 meter 4 4
c. 5.000 10.000 meter 3 3
d. 10.000 15.000 meter 2 2
e. > 15.000 meter 1 1

41 205 151
96

Layak sedang Layak tinggi Layak rendah

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 26


2.3.3. Rangkuman 2

Geologi berperan dalam menentukan kesesuaian lahan apakah sesuai untuk dijadikan
daerah tempat pengelolaan sampah, daerah pemukiman, daerah industri, daerah pariwisata,
daerah pertanian dan sebagainya, terutama di dalam penyajian data mengenai keadaan
tanah, sumberdaya air, bahan bangunan dan letak endapan mineral serta berbagai proses
yang mungkin akan berlangsung. Dalam penentuan kelayakan regional untuk suatu Tempat
Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah, terdapat parameter geologi dan parameter non-geologi
yang dipertimbangkan, baik pada pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Tata
Lingkungan (sekarang Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan) maupun
pada Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pengelolaan Akhir Sampah yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (SNI 03-3241-1994). Data-data
berdasarkan parameter-parameter tersebut saling ditumpang-tindihkan (superimposed) satu
sama lain sehingga hasil akhirnya bisa diperoleh suatu zonasi kelayakan lahan TPA secara
regional.

Parameter geologi (dalam hal ini bisa disebut sebagai parameter Geologi Lingkungan)
terdiri dari litologi (sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi pencemaran air
tanah dan air permukaan), kondisi air tanah, kemiringan lereng (berkaitan erat dengan
kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional TPA sampah), curah hujan (berkaitan
dengan tingkat kesulitan penyediaan sarana TPA sampah), jarak TPA sampah terhadap
sungai (ditetapkan 150 meter sebagai buffer tidak layak), jarak terhadap patahan
(ditetapkan 100 meter sebagai buffer tidak layak), kerentanan terhadap gerakan tanah,
erupsi gunung api, banjir (daerah yang layak untuk TPA sampah harus terbebas dari banjir
25 tahunan), dan jarak TPA sampah terhadap garis pantai (ditetapkan 250 meter sebagai
buffer tidak layak). Sementara itu, parameter non-geologi terdiri dari kawasan lindung,
jarak TPA sampah terhadap pemukiman (ditetapkan 300 meter sebagai buffer tidak layak),
jarak TPA sampah terhadap jalan raya (ditetapkan 150 meter sebagai buffer tidak layak),
dan jarak TPA sampah terhadap bandara (ditetapkan 3000 meter sebagai buffer tidak
layak). Semua parameter tersebut dianalisis untuk menilai lokasi calon TPA, sesuai dengan
acuan yang dipergunakan, melalui tahapan yang meliputi beberapa langkah seperti tahap
inventarisasi data, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis dan atau interpretasi data, dan
tahap pembuatan peta kelayakan regional untuk TPA Sampah.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 27


2.3.4. Tugas 2

Bandingkan metode penentuan lokasi TPA Sampah secara regional antara pedoman yang
dikeluarkan oleh Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan (dahulu DGTL)
dengan SNI 03-3241-1994 yang dipublikasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum,
kemudian berikan ulasan atau kesimpulannya!

2.3.5. Tes Formatif 2

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas:


(1) Apakah yang dimaksud daerah dengan tingkat kelayakan sangat tinggi berdasarkan
analisis regional untuk TPA sampah?
(2) Mengapa daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 20 % dianggap tidak layak
menjadi suatu lokasi TPA Sampah?
(3) Apakah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa daerah yang layak untuk TPA
sampah harus terbebas dari banjir 25 tahunan?
(4) Apakah fungsi dari litologi di dalam penilaian lokasi TPA sampah secara regional?
(5) Batuan apa saja yang dapat berfungsi sebagai peredam bagi terjadinya pencemaran air
tanah oleh air lindi?

2.3.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 2

(1) Daerah dengan tingkat kelayakan sangat tinggi bermakna bahwa TPA dapat dibangun
dengan biaya rekayasa teknis minimal serta memiliki tingkat kerawanan minimum
baik dari sisi kebencanaan, aspek keteknikan, maupun dampaknya terhadap
lingkungan.
(2) Daerah dengan kemiringan > 20% tidak layak untuk dijadikan lokasi TPA, karena
semakin terjal suatu daerah semakin sulit pekerjaan konstruksi dan operasional TPA.
(3) Daerah yang layak untuk TPA sampah harus terbebas dari banjir 25 tahunan, artinya
daerah tersebut harus terbebas dari banjir berkala dengan periode ulang 25 tahun atau
lebih sering karena banjir dapat merusak sarana dan prasarana TPA sampah serta dapat
menyebabkan pencemaran.
(4) Jenis litologi sangat berperan sebagai peredam dalam mencegah atau mengurangi
pencemaran air tanah dan air permukaan secara alami yang berasal dari air lindi,
sehingga mendapat bobot kepentingan yang tinggi di dalam penilaian lokasi TPA
sampah secara regional. Tingkat peredaman sangat tergantung pada kemampuan

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 28


peredaman dari batuan. Kemampuan peredaman mencakup permeabilitas, daya
filtrasi, pertukaran ion, absorbsi, dan lain-lain.
(5) Material batuan berbutir halus seperti batulempung dan napal mempunyai daya
peredaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan material besar atau kristalin.
Batuan yang telah padu umumnya juga mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan batuan yang sifatnya masih lepas.

2.3.7. Lembar Kerja Praktik 2

Praktik penilaian kelayakan regional suatu wilayah untuk calon lokasi TPA Sampah,
dikerjakan per kelompok:
Buatlah penilaian kelayakan suatu wilayah secara regional untuk lokasi TPA dengan
menggunakan Pedoman Pemilihan Lokasi TPA (DGTL, 2004), kemudian buat juga peta
zonasi kelayakan regionalnya dengan skala 1 : 50.000! Daerah yang dinilai bisa dimana
saja dan, asalkan tidak ada yang sama antara kelompok yang satu dan kelompok
lainnya.
Presentasikan di depan kelas, baik berupa tabel perhitungan maupun peta zonasi
kelayakan yang telah dibuat!
Penilaian tugas praktik ini menggunakan kriteria sebagai berikut:
NILAI HURUF MUTU
80 100 A
70 79 B
60 69 C
50 59 D
< 50 E

2.4. KEGIATAN BELAJAR 3

PEMILIHAN CALON LOKASI TPA SAMPAH

2.4.1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 3

Setelah mengikuti Kegiatan Pembelajaran 3, peserta diklat diharapkan dapat memilih calon
lokasi TPA Sampah dengan tepat.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 29


2.4.2. Uraian Materi 3

Hasil dari analisis regional untuk TPA Sampah adalah berupa zona kelayakan dengan
luasan yang bervariasi. Oleh karenanya dibutuhkan tahapan selanjutnya, sebelum
melakukan analisis tapak secara lebih detail (rinci). Tahapan dalam proses pemilihan lokasi
TPA tersebut adalah menentukan satu atau dua lokasi terbaik dari daftar lokasi yang
dianggap potensial. Dalam proses ini berbagai kriteria digunakan semaksimal mungkin
guna proses penyaringan dan memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang dianggap
paling baik.

Proses pemilihan calon lokasi TPA perlu dilakukan mengingat kegiatan pada penyaringan
secara rinci tentu saja akan membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar dibanding
kegiatan pada penyaringan awal (regional). Berbagai kriteria penyisih dalam pemilihan
calon lokasi TPA berdasarkan SNI 03-3241-1994 atau pedoman dari DGTL (2004) dapat
dipergunakan kembali sebagai bahan pertimbangan dalam membandingkan setiap zona
yang dianggap layak untuk menjadi calon lokasi TPA Sampah. Dalam hal ini perpaduan
kedua pedoman tersebut di atas akan sangat memudahkan bagi upaya untuk mencari satu
atau dua lokasi yang memiliki nilai tertinggi dan layak untuk dianalisis secara lebih detail.

Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan dalam beberapa tahun terakhir ini
telah banyak melakukan penyelidikan mengenai tingkat kelayakan regional untuk TPA
Sampah dengan skala 1: 100.000 hingga 1 : 50.000. Hal tersebut dilakukan pada beberapa
kota di Indonesia dengan menggunakan metode pendekatan seperti yang telah dijelaskan di
atas. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ternyata kurang dari 20% dari luas daerah
yang diteliti mempunyai tingkat kelayakan baik hingga rendah untuk sebuah TPA,
sedangkan sisanya hampir mencapai 75% tidak layak untuk TPA. Kecilnya luas daerah
yang layak untuk TPA mempunyai arti bahwa pemilihan lokasi TPA Sampah secara
sembarangan dengan tidak memperhatikan pertimbangan parameter geologi lingkungan
dan parameter lainnya sangat berisiko tinggi. Terlebih jika TPA Sampah ternyata
ditempatkan pada daerah yang tidak layak, sehingga dapat menyebabkan biaya
penanggulangan resiko menjadi lebih tinggi.

Tersedianya informasi atau peta kelayakan untuk TPA sangat bermanfaat bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perencanaan penataan ruang yang optimum dan berwawasan
lingkungan. Biaya penyusunan peta kelayakan tersebut relatif lebih murah dibandingkan

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 30


dengan manfaat atau risiko yang ditimbulkan jika TPA ditempatkan pada daerah yang tidak
layak.

Contoh Kasus: Pemilihan Calon Lokasi TPA di daerah Nagreg, Kabupaten Bandung

Sebagai contoh kasus di bawah ini akan diberikan gambaran tentang bagaimana cara
memilih dua buah calon lokasi untuk TPA sampah di daerah Nagreg, Kabupaten Bandung,
yang terletak pada zona layak untuk TPA Sampah berdasarkan analisis regional. Pemilihan
calon lokasi TPA dilakukan berdasarkan parameter litologi, sistem akifer, dan kemiringan
lereng, yang dipadukan dengan parameter non-geologi.
a. Litologi dan sistem akifer di daerah Nagreg seperti terlihat pada Gambar 2 diuraikan
sebagai berikut:
Akifer Endapan Danau dan Aluvium terdapat di dataran kota Cicalengka
terdiri dari endapan danau berupa lempung tufan, batupasir tufan, dan kerikil tufan.
Memiliki sistem akifer produktif dan produktivitas sedang dengan aliran melalui
ruang antar butir. Kelulusan sedang hingga tinggi.
Akifer Endapan Volkanik Muda, Tua dan Tak Teruraikan terdiri dari tuf,
lahar, breksi, dan lava produk gunungapi, seperti dari G. Mandalawangi, G.
Sangiangtanjung dan G. Kaledong, tesebar di lereng hingga puncak gunung.
Kelulusan tinggi hingga sedang. Memiliki sistem akifer setempat produktif dan
produktif kecil setempat berarti, dengan aliran melalui ruang antar butir dan rekahan.
Mata air muncul pada pelapukan tanah dari batuan-batuan ini. Calon lokasi TPA
Citiis dan Legok Nangka sebagian terdapat pada sistem akifer ini.
Endapan Volkanik Tak Teruraikan. Campuran rempah gunungapi lepas dan
padu. Kelulusan rendah sampai dengan sedang.
Aliran Lava Andesit - Basalt. Umumnya memiliki kelulusan rendah.
Endapan Volkanik Tua terdiri dari tuf, breksi, dan lava. Umumnya kompak,
terutama batuan yang telah mengalami perlipatan. Kelulusan umumnya kecil sampai
sedang.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 31


Gambar 2. Peta Hidrogeologi yang menggambarkan dua buah calon lokasi TPA Sampah di
daerah Nagreg dan sekitarnya (sumber: Suhendar, 2008).

b. Kemiringan lereng di daerah Nagreg seperti terlihat pada Gambar 3 diuraikan sebagai
berikut:
0 5 % : Meliputi daerah dengan penyebaran di sekitar kota Kecamatan
Cicalengka yaitu di bagian barat dan utara.
5 10 % : Meliputi daerah tengah membentuk kaki dan antar gunung G. Kaledong
dan G. Mandalawangi. Calon lokasi TPA Citiis dan Legok Nangka sebagian
berkisar pada kemiringan lereng ini.
10 20 % : Meliputi daerah bagian timur dengan penyebaran menyempit.
Setempat memperlihatkan pola antar lembah di sebelah timur daerah kajian.
20 % : Meliputi bagian selatan barat dan sedikit timur laut pada daerah luas.
Daerah ini terdapat antara lain pada bagian puncak G. Kaledong, G. Mandalawangi
(pada ngarai-ngarainya). Calon Lokasi TPA Citiis dan Legok Nangka sebagian kecil
berkisar pada kemiringan lereng ini.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 32


Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng yang menggambarkan dua buah calon lokasi TPA Sampah
di daerah Nagreg dan sekitarnya (sumber: Suhendar, 2008).

Kedua calon lokasi TPA berada pada daerah dengan tingkat kelayakan yang sama baik
ditinjau dari parameter litologi, sistem akifer, maupun kemiringan lerengnya. Namun
demikian calon lokasi TPA di daerah Citiis berada pada bentang alam punggungan,
sementara di daerah Legok Nangka berada pada lembah bukit. Oleh karena itu, jika
ditinjau dari sisi estetika lingkungan calon lokasi TPA di Legok Nangka lebih baik
daripada Citiis. Hal ini sangat didukung oleh aspek non-geologi seperti jarak lokasi TPA
dari jalan raya dan atau jalur rel kereta api, dimana calon lokasi TPA Citiis memiliki jarak
yang lebih dekat terhadap jalur rel kereta api (lihat Gambar 2 dan 3, garis berwarna hitam
adalah jalur rel kereta api dan garis merah adalah jalan raya). Terlebih lagi saat ini jalan
tembus Nagreg Garut sedang dibuat melewati Pasir Citiis kampung Jalan Cagak.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menentukan bahwa calon lokasi TPA Legok Nangka
lebih layak untuk direkomendasikan sebagai calon lokasi terpilih, yang akan dianalisis
lebih lanjut pada tahap Analisis Tapak Rinci untuk mengevaluasi apakah lokasi terpilih
tersebut dapat diterima atau tidak.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 33


2.4.3. Rangkuman 3

Proses pemilihan calon lokasi TPA pada zona layak tetap perlu dilakukan mengingat
kegiatan pada penyaringan secara rinci tentu saja akan membutuhkan waktu dan biaya
yang relatif besar dibanding kegiatan pada penyaringan secara regional. Hasil penyelidikan
Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan menunjukkan bahwa ternyata
kurang dari 20% dari luas daerah yang diteliti mempunyai tingkat kelayakan baik hingga
rendah untuk sebuah TPA, sedangkan sisanya hampir mencapai 75% tidak layak untuk
TPA. Apabila TPA Sampah ternyata ditempatkan pada daerah yang tidak layak, dapat
menyebabkan biaya penanggulangan resiko menjadi lebih tinggi. Dalam hal ini, perpaduan
berbagai pedoman dalam penentuan kelayakan TPA secara regional akan sangat
memudahkan bagi upaya untuk mencari satu atau dua lokasi yang memiliki nilai tertinggi
dan layak untuk dianalisis secara lebih detail. Seperti contoh kasus dalam memilh calon
lokasi TPA di daerah Nagreg, antara calon TPA Citiis dan calon TPA Legok Nangka.

2.4.4. Tugas 3

Carilah lokasi TPA yang ada di Indonesia yang secara regional berada pada zona layak,
namun pada kenyataannya menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan di sekitarnya!
Identifikasi penyebabnya dan berikan solusi untuk mengatasinya.

2.4.5. Tes Formatif 3

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas:


(1) Mengapa masih diperlukan proses pemilihan calon lokasi TPA pada zona layak yang
dihasilkan dari analisis regional untuk TPA sampah?
(2) Metode apa yang paling baik untuk melakukan pemilihan calon lokasi TPA pada zona
layak?
(3) Bagaimana solusinya jika berdasarkan parameter geologi nilai kelayakan antara satu
calon lokasi TPA dengan yang lainnya tetap sama?
(4) Faktor apakah yang terutama akan mempengaruhi kondisi seperti digambarkan pada
pertanyaan nomor (3)?
(5) Kesimpulan apa yang dapat diberikan mengenai hasil dari analisis regional untuk TPA
Sampah?

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 34


2.4.6. Kunci Jawaban Tes Formatif 2

(1) Proses pemilihan calon lokasi TPA pada zona layak masih perlu dilakukan mengingat
kegiatan pada penyaringan secara rinci tentu saja akan membutuhkan waktu dan biaya
yang relatif besar dibanding kegiatan pada penyaringan awal (regional).
(2) Berbagai kriteria penyisih dalam pemilihan calon lokasi TPA berdasarkan SNI 03-
3241-1994 atau pedoman dari DGTL (2004) dapat dipergunakan kembali sebagai
bahan pertimbangan dalam membandingkan setiap zona yang dianggap layak untuk
menjadi calon lokasi TPA Sampah, dalam hal ini perpaduan kedua pedoman tersebut
di atas akan sangat memudahkan pekerjaan pemilihan lokasi yang paling layak.
(3) Apabila hasil penilaian faktor geologi terhadap dua atau lebih calon lokasi TPA
Sampah memiliki nilai yang sama, maka kita harus mempertimbangkan faktor non-
geologi maupun faktor lainnya yang tidak terdapat dalam metode pemilihan yang
dipergunakan.
(4) Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya kondisi yang sama di antara beberapa
calon lokasi TPA Sampah adalah skala yang masih bersifat regional.
(5) Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis regional untuk TPA Sampah adalah
bahwa hasinya berupa zona kelayakan dengan luasan yang bervariasi, sehinga
dibutuhkan tahapan selanjutnya sebelum melakukan analisis tapak secara lebih detail
(rinci). Proses ini dilakukan semaksimal mungkin guna proses penyaringan dan
memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik.

2.4.7. Lembar Kerja Praktik 3

Praktik pemilihan calon lokasi TPA Sampah, dikerjakan per kelompok:


Buatlah penilaian terhadap beberapa calon lokasi TPA Sampah yang berada dalam satu
zona kelayakan pada suatu wilayah dengan menggunakan Pedoman Pemilihan Lokasi
TPA (DGTL, 2004) maupun SNI 03-3241-1994, kemudian pilihlah lokasi yang paling
layak untuk dianalisis lebih lanjut secara rinci.
Presentasikan di depan kelas, dengan menggunakan tabel perhitungan maupun peta
zonasi kelayakan yang telah dibuat sebelumnya!

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 35


Penilaian tugas praktik ini menggunakan kriteria sebagai berikut:
NILAI HURUF MUTU
80 100 A
70 79 B
60 69 C
50 59 D
< 50 E

BAB 3

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 36


EVALUASI

3.1. Tes Sumatif


Kerjakanlah soal-soal tes sumatif di bawah ini sesuai dengan instruksi yang diberikan!
(1) Masalah apa saja yang dapat ditimbulkan dari suatu lokasi TPA Sampah?
(2) Jelaskan yang dimaksud dengan kebutuhan akan lahan TPA!
(3) Jelaskan yang dimaksud dengan analisis regional untuk TPA Sampah!
(4) Mengapa analisis regional perlu dilakukan dalam perencanaan lokasi TPA Sampah?
(5) Apakah yang dimaksud daerah dengan tingkat kelayakan sangat tinggi berdasarkan
analisis regional untuk TPA sampah?
(6) Apakah fungsi dari parameter geologi di dalam penilaian lokasi TPA sampah secara
regional?
(7) Apakah fungsi dari komponen penyisih di dalam penilaian lokasi TPA sampah secara
regional?
(8) Jelaskan perbedaan antara Pedoman Pemilihan Lokasi TPA (DGTL, 2004) maupun
SNI 03-3241-1994 yang dipublikasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum!
(9) Mengapa masih diperlukan proses pemilihan calon lokasi TPA pada zona layak yang
dihasilkan dari analisis regional untuk TPA sampah?
(10) Buatlah kesimpulan dari pemilihan calon lokasi TPA Sampah di daerah Nagreg!

3.2. Kunci Jawaban


(1) Pemilihan lokasi TPA Sampah secara langsung tanpa didukung adanya informasi yang
memadai dapat beresiko tinggi terhadap lingkungan, seperti terjadinya pencemaran
airtanah, pencemaran udara, kebakaran, munculnya kabut asap, timbulnya berbagai
vektor penyakit, berkurangnya estetika lingkungan, dan lahan tidak dapat
dipergunakan kembali untuk jangka waktu yang cukup lama.
(2) Kebutuhan akan lahan TPA Sampah adalah kebutuhan akan sarana pengelolaan limbah
padat yang seringkali menjadi tumpuan akhir pengelolaan sampah. Tempat
pengelolaan akhir seringkali menjadi dilematik baik secara teknis pengelolaan maupun
keberadaannya terhadap pencemaran lingkungan sekitar, termasuk dampak terhadap
kehidupan sosial dan budaya masyarakat di sekitar tempat pengelolaan akhir.
(3) Analisis regional untuk TPA Sampah merupakan suatu tahapan yang dilakukan dalam
proses perencanaan lokasi TPA Sampah dengan menggunakan parameter-parameter

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 37


geologi dan non-geologi dalam skala regional, sebagai bahan untuki pemilihan calon
lokasi TPA Sampah yang akan dievaluasi secara lebih rinci pada tahap selanjutnya.
(4) Analisis regional perlu dilakukan dalam perencanaan lokasi TPA Sampah
memudahkan para perencana dalam menentukan kesesuaian lahan pada suatu wilayah
apakah sesuai untuk dijadikan lokasi tempat pengelolaan sampah, sebelum dilakukan
analisis secara lebih rinci pada tahap selanjutnya yang membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Dengan dilakukannya analisis regional ini maka biaya yang harus dikeluarkan
untuk analisis tapak rinci akan dapat ditekan dengan maksimal.
(5) Daerah dengan tingkat kelayakan sangat tinggi bermakna bahwa TPA dapat dibangun
dengan biaya rekayasa teknis minimal serta memiliki tingkat kerawanan minimum
baik dari sisi kebencanaan, aspek keteknikan, maupun dampaknya terhadap
lingkungan.
(6) Fungsi dari parameter geologi di dalam penilaian lokasi TPA sampah secara regional
adalah sebagai komponen utama di dalam penilaian suatu wilayah secara regional,
sesuai dengan kepentingannya di dalam meminimalisasi pencemaran terhadap
lingkungan yang dapat diakibatkan oleh adanya TPA Sampah.
(7) Fungsi dari komponen penyisih di dalam penilaian lokasi TPA sampah secara regional
adalah komponen geologi dan non-geologi yang digunakan dalam proses penyaringan
awal untuk memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik
melalui metode skoring dan pembobotan terhadap komponen geologi lingkungan.
(8) Perbedaan antara Pedoman Pemilihan Lokasi TPA (DGTL, 2004) maupun SNI 03-
3241-1994 yang dipublikasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum adalah pada
komponen yang dipergunakan. Pada SNI 03-3241-1994 yang dipergunakan adalah
komponen umum dan komponen fisik yang kedua-duanya diberi nilai dan bobot,
sementara pada Pedoman Pemilihan Lokasi TPA DGTL yang dipergunakan adalah
komponen penyisih yang tidak diberi nilai dan komponen geologi lingkungan sebagai
komponen utama dalam penilaian. Selain itu, parameter geologi lebih dominan pada
Pedoman Pemilihan Lokasi TPA DGTL daripada SNI 03-3241-1994.
(9) Proses pemilihan calon lokasi TPA pada zona layak masih perlu dilakukan mengingat
kegiatan pada penyaringan secara rinci tentu saja akan membutuhkan waktu dan biaya
yang relatif besar dibanding kegiatan pada penyaringan awal (regional).
(10) Kesimpulan dari pemilihan calon lokasi TPA Sampah di daerah Nagreg adalah bahwa
di antara dua calon lokasi TPA Sampah yang berada pada zona layak secara regional,

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 38


daerah Citiis dan Legok Nangka, ternyata jika dianalisis kembali berdasarkan
komponen-komponen yang bersifat umum (seperti jarak terhadap rel kereta api dan
atau jalan raya) maka calon TPA Legok Nangka lebih layak untuk dianalisis secara
lebih lanjut dalam tahap berikutnya, hingga akhirnya terpilih TPA yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

BAB 4
PENUTUP

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 39


Umumnya lokasi TPA yang telah beroperasi di Indonesia hanya ditentukan secara
sederhana memanfaatkan lahan kurang berdayaguna di lereng-lereng/lembah atau lokasi
bekas penggalian bahan galian. Di lain pihak, masalah lingkungan semakin banyak disoroti
oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup, dan
masyarakat luas yang semakin menyadari perlunya penataan lingkungan hidup, sehingga
memicu berbagai konflik sosial. Oleh karena itu, menempatkan sampah baik yang berasal
dari limbah industri maupun domestik (sampah umum) secara tepat pada kondisi geologi
yang sesuai diharapkan dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Kondisi
geologi yang sesuai akan memungkinkan terjadinya proses-proses pelemahan (attenuation)
seperti pengenceran, retardasi, dan penyaringan secara alamiah.

Modul ini berisi pengetahuan tentang bagaimana cara menentukan calon lokasi TPA
Sampah secara regional, termasuk menjelaskan perbedaan dari beberapa metode yang
dipergunakan. Uraian materi yang diberikan mulai dari materi kebutuhan akan TPA
Sampah hingga bagaiamana cara memilih calon lokasi TPA secara regional perlu dibaca
secara seksama karena berisi hal-hal yang penting untuk dipahami dan agar peserta diklat
dapat memahami isi modul. Selain itu, rangkuman kegiatan belajar juga perlu dibaca
secara teliti.

Semua tugas, tes formatif, lembar kerja praktik, dan tes sumatif perlu dikerjakan dengan
baik sesuai petunjuk dari widyaiswara/instruktur, sebagai bagian dari cara untuk mengukur
pemahaman atas uraian materi. Oleh karena itu, jangan melihat jawabannya terlebih
dahulu.

Modul ini diperlukan untuk dapat melakukan analisis secara lebih rinci pada tahap
selanjutnya dalam menentukan lokasi TPA Sampah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 40


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1994. SNI 03-3241-1994: Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pengelolaan
Akhir. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anonymous. 2004. Rancangan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tahun 2004 tentang Pedoman Pemilihan Tempat Pengelolaan Akhir Sampah
berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan. Direktorat Geologi Tata Lingkungan,
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral, Bandung.
Bagchi, A. 1994. Design, construction and monitoring of landfills. John Wiley & Sons Inc.,
Canada.
Fetter, C.W. 1988. Applied hidrogeology, second edition. Merrill Publishing Company,
Ohio, USA.
Lundgren, Lawrence. 1986. Environmental geology. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey, USA.
Rahn, Perry H. 1996. Engineering Geology, An Environmental Approach, second edition.
Prentice Hall Inc., A Simon & Schuster Company, Upper Saddle River, New
Jersey.
Suhendar, Rudi. 2005. Parameter geologi lingkungan dalam penentuan lokasi TPA
Sampah. Bahan Ajar Diklat Penentuan TPA Sampah berbasis Geologi, Pusdiklat
Geologi, Badiklat ESDM, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Suhendar, Rudi. 2008. Bahan ajar Praktek Kerja Lapangan penentuan TPA Sampah di
daerah Nagrek. Pusdiklat Geologi, Badiklat ESDM, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, Bandung.
Todd, D. K. 1980. Groundwater hydrology. John Willey & Sons Inc., New York.
Wahyu Widyarsana, I Made. 2004. Kajian Integrasi Sistem Pengelolaan Akhir Sampah
Wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan). Tugas Akhir,
Departemen Teknik Lingkungan ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.

Modul 3. Analisis Regional TPA Sampah 41

Anda mungkin juga menyukai