Anda di halaman 1dari 10

1.

MM anatomi kelenjar tiroid


1.1. Makro
Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin tanpa ductus dan yang mempunyai dua
lobus yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm, berbentuk
kerucut.
Batas-batas lobus:
1. Anterolateral: M. sternohyoideus, m. omohyoideus, m. sternohyoideus, dan
pinggir anterior m. sternocleidomastoideus
2. Posterolateral: Selubung carotis dengan a. carotis communis, v. jugularis
interna, dan n. vagus
3. Medial: Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Dekat dengan struktur-
struktur ini adalah m. cricothyroideus dan suplai sarafnya, n. laryngeus externus.
Di alur antara oesophagus dan trachea terdapat n. laryngeus recurrens.
Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat berhubungan di posterior
dengan glandula parathyroidea superior dan inferior dan anastomosis antara a.
thyroidea superior dan inferior.

Kedua lobus ini dihubungkan oleh sebuah jaringan berbentuk jembatan, yaitu
isthmus. Isthmus meluas melintasi garis tengah di depan cincin trachea 2, 3, dan
4. Panjang dan lebarnya kira-kira 1,25 cm dan biasanya di anterior dari cartilgo
trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan
ukurannya berubah. Sering terdapat lobus pyramidalis, yang menonjol ke atas
dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita fibrosa atau
muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis dengan os hyoideum. Berat
kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gram, rata-rata 25 gram. Kelenjar
thyroid memiliki posisi axis (puncak) pada linea obliqua cartilaginis thyroidea
dan memiliki basis (dasar) setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Fungsinya
sebagai ayunan/gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/turunnya
kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar. Kelenjar ini
dibungkus oleh 2 kapsul:
1 Outer false capsule: berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda
yang akan berlanjut ke inferior menjadi lapisan tipis yang akan bergabung
dengan lapisan fibrosa jantung pada bagian anterior
2 Inner true capsule: dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar
thyroidea.
Vaskularisasi

Arteria
1. Arteri thyroidea superior
Cabang dari arteri carotis externa dan memberi darah sebagian besar (15-20%).
sebelum mencapai kelenjar thyroid arteri ini bercabang dua menjadi ramus
anterior dan ramus posterior yang akan beranastomose dengan cabang arteri
thyroidea inferior.
2. Arteri thyroidea inferior
Lanjutan dari trunkus tyrocervicalis yang berasal dari arteri subclavia, dan
memberikan darah paling banyak yaitu 76 78 %. Tepat dikutub caudal tyroid,
arteri akan bercabang dua yaitu ramus anterior dan posterior yang
beranastomose dengan cabang arteri tyroidea superior.
Vena
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna)
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna)
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri)

Persarafan
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (stridor/serak).
Aliran Limfe
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

1.2. Mikro
Kelenjar tiroid adalah organ endokrin yang sel-selnya tersusun menjadi struktur
yang bulat, disebut folikel. Setiap folikel dikelilingi oleh serat retikular dan suatu
anyaman kapiler yang memudahkan hormon tiroid masuk ke dalam aliran darah.
Epitel folikel dapat berupa epitel selapis gepeng, kuboid, atau kolumnar rendah,
bergantung pada keadaan aktivitas kelenjar tiroid. Folikel adalah unit struktural
dan fungsional kelenjar tiroid. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu sel
folikular (thyrocytus T), juga disebut cellula principalis, menyintesis,
melepaskan, dan menyimpan produknya di luar sitoplasma, atau ekstraselular,
dilumen folikel sebagai substansi gelatinosa, yaitu koloid (colloidum). Koloid
terdiri atas tiroglobulin, suatu glikoprotein beriodin yang merupakan simpanan
hormon tiroid yang tidak aktif. Kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikular
(thyrocytus C) terpulas pucat yang lebih besar. Sel-sel ini ditemukan di tepi epitel
folikel atau di dalam folikel. Jika sel parafolikular terletak di dalam suatu folikel,
sel ini biasanya terpisah dari lumen folikel oleh sel-sel folikular di sekitarnya.

Glandula thyroidea mempunyai banyak folikel yang besarnya tidak seragam


Dalam folikel terdapat substansia koloid yang tampak berwarna merah homogen
Folikel dibatasi oleh epitel selapis kubis tinggi atau rendah sampai gepeng
tergantung aktifitas kelenjar.
Folikel hiperaktif : kuboid tinggi atau toraks
Folikel aktif : epitelnya tinggi dan tepian substansi koloid yang berbatasan
dengan epitel folikel tidak rata.
Folikel tidak aktif : epitelnya gepeng dan substansia koloidnya memenuhi folikel.
Kadang ditemukan sel parafolikular (clear cell) yang terletak di antara sel epitel
folikel atau di dalam jaringan antarfolikel. Sel ini lebih besar dari sel epitel folikel
dan tampak lebih terang. Dalam jaringan ikat antarfolikel banyak terdapat
pembuluh darah yang merupakan ciri khas kelenjar endokrin.

1.3. Dx & Dd
1. Anamnesis
Ditanyakan apakah ada manifestasi klinis dari yang tertera diatas, obat atau
terapi apa yang sudah pernah dilakukan. Dan apakah pernah terjadi penyakit
yang sama pada keluarga
Indeks Wayne :
No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Nilai
Bertambah Berat
1. Sesak saat kerja +1
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
4. Suka udara panas -5
5. Suka udara dingin +5
6. Keringat berlebihan +3
7. Gugup +2
8. Nafsu makan naik +3
9. Nafsu makan turun -3
10. Berat badan naik -3
11. Berat badan turun +3

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit
terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler
kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada
permukaan pembengkakan.

b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi.Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba
tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

No Tanda Ada Tidak


.
1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan Basah +1 -1
9. Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi Teratur
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -
Interpretasi hasil :
Hipertiroid : 20
Eutiroid: 11 - 18
Hipotiroid: <11

3. Pemeriksaan Laboratorium
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes
fungsi hormone tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk
mendiagnosis penyakit tiroid:
a. Kadar Tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan radioligand assay.
Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas.Kadar normal
tiroksin adalah 4 sampai 11 mg/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar
dari 80 sampai 160 mg/ dl. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.
b. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai
normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 mU/ml.
Kadar TSH plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada pasien dengan hipotiroidisme primer,
yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin rendah akibat timbal balik
peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada di
bawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid
(penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada pasien yang menerima
dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya assay
radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
c. Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik terhadap
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini tidak digunakan secara
rutin dalam menilai fungsi tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju
metabolisme basal (BMR) yang mengukur jumlah penggunaan oksigen pada
keadaan istirahat; kadar kolesterol serum; dan tanda respons refleks tendon
Achilles. Pada pasien dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar
kolesterol serumnya tinggi.Refleks tendon Achilles memperlihatkan relaksasi
yang lambat. Keadaan sebaliknya ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.
d. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien
menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah
melewati 24 jam. Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid
tersebut dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari
10% hingga,35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya tinggi
dan akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
b. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak
di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan
adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
c. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.
Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu
selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid.
d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran
sel-sel ganas.Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat.Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.

Hasil Pemeriksaan
Hipotiroid
1. Pemeriksaan Fisik
Peningkatan berat badan
Berbicara dan bergerak lambat
Kulit kering
Jaundice
Pallor (pucat)
Ekspresi wajah kurang
Bengkak di periorbital
Goiter (simple atau nodular)
Penurunan TD sistolik dan pengingkatan TD diastolik
Bradikardi
Edema pitting pada ekstremitas bawah

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan TSH dan T4 total dan bebas
Pasien hipotiroid primer didapatkan kadar TSH meningkat dan kadar
hormone tiroid bebas menurun. Pasien dengan kadar TSH meningkat
(biasanya 4,5-10,0 mIU/L) tetapi kadar hormon bebasnya normal atau
mendekati normal hanya memiliki hipotiroidisme ringan atau subklinis.
Kemudian kadar T4 yang diubah menjadi T3 meningkat untuk menjaga kadar
T3.
Pada awal hipotiroidisme, kadar TSH meningkat, kadar T4 normal atau
rendah, dan kadar T3 normal.
Pada pasien dengan penyakit nontiroid, sekresi TSH dapat normal atau
menurun, kadar T4 total normal atau menurun, dan kadar T3 menurun.
Abnormalitasnya terdapat pada penurunan produksi perifer T3 dari T4
Pada pasien dusfungsi hipotalamus atau disfungsi, kadar TSH tidak
meningkat, tetapi kadar T4 rendah.
b. Pemeriksaan TBG
Penurunan kadar TBG dan abnormalitas pada axis hipotalamus-hipofisis.
Selama penyembuhan, beberapa pasien.
c. Hitung darah lengkap dan profil metabolisme
Didapatkan anemia, hyponatremia delusional, hyperlipidemia dan kadar
serum kreatinin meningkat yang reversible.
d. Anti- TPO (anti0thyroid peroxidase) dan anti-Tg (antithyroglobulin)
antibody
Berguna untuk mengetahui etiologi hipotiroidisme atau memprediksi
hipotiroid dimasa yang akan datang
Jika hasil positif, pemeriksaan jangan diulangi lagi.

Hipertiroid
1. Pemeriksaan Fisik
Tanda umum tirotoksikosis adalah:
Takikardi atau atrial aritmia
Hipertensi sistolik
Kulit hangat, lembab, halus
Lid lag
Stare
Tremor tangan
Otot melemah
Penurunan berat badan tetapi nafsu makan naik
Oligomenorrhea
Goiter
50% pasien dengan tirotoksicosis grave menderta ophthalmopathy ringan,
biasanya hanya edema periorbital, tetapi dapat juga chemosis (edema
konjungtiva), injeksi, diplopia (disfungsi otot extraocular, dan proptosis

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar TSH
Kadar TSH biasanya menurun (<0,05 IU/mL) pada thyrotoxicosis. Derajat
keparahan thyrotoxicosis diketahui dari pengukuran kadar hormone thyroid.
b. Kadar FT4 dan T3 total
Direkomendasikan pada psien suspek thyrotoxicosis dan ketika TSH rendah.
Pasien dengan thyrotoxicosis yang lebihi ringan hanya mengalami
peningkatan kadar T3.
c. Antibody anti-TPO dengan ELISA
Pada kebanyakan kasus hipertiroidisme, kadarnya meningkat (Graves
thyrotoxicosis) dan biasanya rendah/tidak ada pada goiter toxic multinodular
dan adenoma toxic.
d. Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)
Meningkat pada Graves disease
e. Anti thyroglobulin (anti-TG) antibody
Terdapat juga pada graves disease, tetapi dapat muncul juga pada orang
normal tanpa disfungsi tiroid
f. Elektrokardiografi
Direkomendasikan jika terdapat irregular atau peningkatan denyut jantung
atau tanda gagal jantung (biasanya pada pasien manula terdapat aritmia atrial
atau gagal jantung)
Diagnosis Banding
Hipotiroid
Mongolisme, dimana terdapat epikantus, makroglosi, retardasi motorik dan
mental, Kariotyping, trisomi 21, dan tanpa miksedema

Hipertiroid
Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran pencernaan,
tuberculosis, myasthenia, kelainan muscular, sindroma menopause,
pheocromositoma, primary ophthalmophaty sangatlah sulit dibadakan dengan
penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid
yang minimal, pasien dapat merasakan nyeri pada saat tiroid melepaskan
hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan
obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine
tidaklah diperlukan.
Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan hipertiroid.
Pada ansietas biasanya fatique tidak hilang pada istirahat, telapak tangan
berkeringat, denyut jantung pada waktu tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid
normal.
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak
tangan hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi
tiroid abnormal.
Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan hipertiroidism, harus
dibedakan secara garis besar dari kejadian-kejadian yang spesifik pada
system organ yang terlibat, dan juga dengan tes fungsi tiroid.
Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus diperiksa
oleh ophthalmologic, USG, CT scan, MRI scan, dan pemeriksaan neurologis.

Struma
Tumor lain di mediastinum anterior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid
dan keganasan paru.

2. MM farmakologi obat kelainan tiroid


1. Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone thyroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang
paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat
pertumbuhan nodul serta mungkin bermamfaat pada nodul yang kecil. Tetapi
tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya
sekitar 20% nodul yang reponsif. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan
tersupresi, terapi supresi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi
dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran
kadar TSH sekitar 0,1-0,3 mlu/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan
bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu
dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul
mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan, pada pasien tertentu terapi supresi
hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti
mamfaat terapi supresi jangka panjang tersebut.
Yang perlu di waspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat
menimbulkan keadaan hiperthyroidisme subklinik dengan efek samping berupa
osteopeni atau gangguan pada jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan
menimbulkan osteopeni pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif
namun dapat memicu terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-monopause
walaupun ternyata tidak selalu disertai peningkatan kejadian fraktur.

2. Suntikan etanol perkutan


Penyuntikan etanol pada jaringan thyroid akan menyebabkan dehidrasi seluler,
denaturasi protein, dan nekrosis pada jaringan thyroid dan infark hemoragik
akibat trombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-
sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi
oleh reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cell, dan kemudian secara
bertahap jaringan thyroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.
Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik
dengan menyuntikkan larutan etanol (alcohol) tidak banyak senter yang
melakukan hal ini secar rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi,
dalam 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Di samping itudapat
terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak
berpengalaman. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat,
renbesan (leakage) alcohol kejaringan ekstrathyroid, juga ada resiko
tirotoksikosis dan poralisi pita suara.

3. Terapi iodium radioaktif


Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodulthyroid autonom
atau nodul panas (fungsional) baik dalam keadaan eutiroid maupun hyperthyroid.
Tetapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non-
toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia di operasi atau mempunyai resiko
tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume modul thyroid
dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien. Yang
perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya thyroiditis radiasi (jarang) dan
disfungsi thyroid pasca-radiasi seperti hiperthyroidisme selintas dan
hipothyroidisme.

4. Terapi laser interstisial denagn tuntunan ultrasonografi.


Nodul thyroid dengan laser masih dalam tahap eksperimantal. Dengan
menggunakan low power laser energy, energi termik yang diberikan dapat
mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakna pada jaringan
sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk
(2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak (benign solitary
solid-cold nodule) mendapatkan hasil sebagai berikut: pengecilan volumenodul
sebesar 44% (median) yang berkorelasi denganpenurunan gejala penekanandan
keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan peningkatan
volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak
ditemukan efek samping yang berati. Tidak ada korelasi antara deposit energi
termal dengan penguirangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi
thyroid.

5. Obat antitiroid
Indikasi :
Merupakan lini pertama terapi hipertiroid.
Memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan hipertiroid.
Mengontrol tirotoksikosis sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada
pasien yang mendapat yodium radioaktif.
Persiapan tiroidektomi.
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
Pasien dengan krisis tiroid : hipermetabolik berlebihan, flushing, gg. GIT,
gagal jantung, panas, takikardia.

Obat antitiroid yang sering digunakan:


Obat Dosis Pemeliharaan(mg/har
awal(mg/hari) i)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltiourasil 30-60 5-20

a. Propiltiourasil (PTU)
Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4 serta
menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Masa kerja pendek
sehingga diminum tiap 8 jam.

b. Metimazol
Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4 sehingga
diharapkan kadar hormon tiroid dalam plasma akan turun. Masa kerja panjang
karena itu diminum 1-2x sehari.

Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi
dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan
dapat diramalkan pada 80% pasien-pasien yang diterapi dengan karakteristik:
kelenjar tiroid kembali normal ukurannya
pasien dapat dikontrol dengan obat antitiroid dosis kecil
TSH R Ab tidak terdeteksi dalam serum
jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi liotironin

Monitoring T3 dilakukan selama terapi. Sering ditemui kondisi Relaps yaitu


pasien yang sudah berhenti minum antitiroid kemudian dalam 1 tahun kembali
hipertiroid lagi. Biasanya pasien ini akan diterapi antitiroid lagi atau iodium
radioaktif dengan antitiroid.
Efek samping: rash (beri antihistamin), agranulositosis, ikterus kolestastik, edema
angioneurotik, hepatotoksik dan artralgia akut (hentikan terapi, ganti terapi lain
seperti terapi radioaktif atau bedah)

Anda mungkin juga menyukai