Hiperurisemia di dapat hasil dari peningkatan produksi atau penurunan ekskresi asam urat atau kombinasi dari dua proses. Mempertahankan predisposisi hiperurisemia beberapa individu dapat mengembangkan manifestasi klinik termasuk artritis gout, urolitiasis, dan ginjal disfungsi. Hiperurisemia didefnisikan sebagai plasma (atau serum) konsentrasi urat > 6,8 mg/dL. Risiko arthritis atau urolitiasis gout meningkat dengan kadar asam urat tinggi dan meningkat dalam proporsi tingkat elevasi. Hiperurisemia hadir dalam antara 2,0% dan 13,2% dari orang dewasa rawat jalan dan bahkan lebih sering pada individu dirawat di rumah sakit (Harissons, 2010). Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Berdasarkan studi epidemiologi selama ini, patokan kadar asam urat normal adalah < 7 mg/dL pada laki-laki dan < 6 mg/dL pada perempuan (Putra, 2009). Hiperurisemia dapat menyebabkan gangguan pada ginjal yaitu berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut, dan kronis akibat asam urat (Wortmann, 2005). Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Zaman Mesir Kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada kandung kemih seorang mumi (Purnomo, 2011). Penyakit batu saluran kemih atau urolistiasis adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang kadarnya berlebihan atau adanya faktor lain yang menyebabkan peningkakan daya larut substansi. Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal (Ridwan et al, 2014). Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Eropa, batu saluran kemih banyak dijumpai pada batu saluran kemih bagian atas, sedangkan negara-negara berkembang lebih banyak menderita batu saluran kemih bagian bawah. Menurut Sukahatya dan Muhammad Ali (1975) dalam Mohammad Sjabani (2009) melaporkan dari 96 batu saluran kemih ditemukan dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni sekitar 24 (25%) dan campuran bersama kalsium oksalat/kalsium fosfat sebesar 76 (79%), sedangkan batu kalsium oksalat/kalsium fosfat sebesar 71 (73%) (Sjabani, 2009). Di Amerika Serikat 5-10 % penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping penyakit infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna (Purnomo, 2011). Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,6 persen. Prevalensi tertinggi di DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah masing- masing sebesar 0,8 persen. Sumatera utara sendiri memiliki prevalensi penyakit batu ginjal sebesar 0,3 persen (RISKESDA, 2013). Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok usia 65-74 tahun (1,2%) dan usia75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) serta masyarakat wiraswasta (0,8%) dan status ekonomi hampir sama mulai 96 kuintil indeks kepemilikan menengah bawah sampai menengah atas (0,6%). Prevalensi di perdesaan sama tinggi dengan perkotaan (0,6%) (RISKESDA, 2013). Keluhan-keluhan yang disampaikan pasien berupa rasa sakit di daerah pinggang, keluhan ini timbul mendadak atau jika batu terdapat pada daerah distal ureter akan dirasakan nyeri pada saat usaha membuang urin. Kadang keluhan- keluhan ini diikuti olah adanya demam akibat adanya urosepsis dan hal ini merupakan kedaruratan urologi (Carter, 2011). Terbentuknya batu saluran kemih diduga akibat adanya hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan infeksi saluran kemih, dehidrasi, gangguan metabolisme, gannguan pada faktor diet dan adanya beberapa penyebab yang belum diketahui penyebab pastinya (idiopatik) (Purnomo, 2011). Gangguan metebolisme merupakan salah satu penyebab terjadinya batu saluran kemih. Salah satunya adalah asam urat yang merupakan sisa metabolisme dari purin (Harissons, 2010). Asam urat lebih mudah larut dalam urin dibanding dalam air, karena adanya urea, protein dan mukopolisakarida. Kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH urin. Pada pH 5,0 urin menjadi jenuh dengan asam urat pada konsentrasi antara 360 sampai 900 mol/L. Pada pH 7,0 saturasi mencapai 9480 dan 12000 mol/L (Harison, 2010). Hal inilah yang dapat menyebabkan penumpukan yang memacu proses kristalisasi. Kristal-kristal yang terbentuk inilah yang dapat menyebabkan batu ginjal dan batu di saluran kemih (Harissons, 2010). Asam urat tidak hanya berperan dalam pembentukan kasus batu ginjal asam urat tetapi juga berperan dalam pembentukan jenis batu ginjal lainnya, dimana pada beberapa pasien non gouty arthritis yang hyperuricemia didapatkan batu ginjal jenis kalsiaum oksalat atau batu kalsium fosfat (Wortmann, 2005). Oleh karena hal-hal yang dipaparkan di atas, adanya faktor risiko gangguan kadar asam urat yang dapat menyebabkan terjadinya batu saluran kemih, peneliti ingin melakukan pengamatan mengenai hubungan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masala
Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan di atas penulis ingin merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara peningkatan kadar asam urat dengan kejadian batu ginjal ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan kejadian batu ginjal (nefrolitiasis).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi pasien dengan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) yang disertai dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP Sanglah. 2. Mengetahui penyakit-penyakit yang terjadi pada pasien dengan peningkatan kadar asam urat di RSUP Sanglah. 3. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP Sanglah. 4. Mengetahui distribusi frekuensi usia pada pasien dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Klinik Manfaat klinik yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai acuan bahwa peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal (nefrolitiasis). 2. Sebagai acuan untuk melakukan pencegahan terbentuknya batu ginjal (nefrolitiasis). 3. Sebagai masukan kepada dokter dan petugas kesehatan kedepannya tentang pentingnya pemeriksaan kadar asam urat (hiperurisemia) pada pasien penderita batu ginjal (nefrolitiasis). 1.4.2 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data untuk penelitian berikutnya, serta dijadikan sebagai pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.